Anda di halaman 1dari 4

Nama : Tiara Indah Permata Hati

Fakultas / Kelas : FISIP / C-1 Ilmu Komunikasi

Hari Kuliah : Senin, (07.00-08.40)

INTEGRASI IMAN, ISLAM DAN IHSAN

Iman berarti ketentraman dan kedamaian kalbu, yang kemudian dapat pula diartikan
sebagai amanah atau dapat dipercaya (al-amanah). Kata iman sendiri berasal dari kata al-
amn (keamanan). Secara bahasa, iman memiliki arti pengakuan hati. Sebagaimana sabda dari
Rasulullah SAW yang artinya, “Iman itu bukanlah dengan angan-angan, tetapi apa yang telah
mantap di dalam hati dan dibuktikan kebenerannya dengan amalan”. Jelas bahwa iman
dimulai dari pengakuan hati, diikuti dengan ucapan lisan, dan diakhiri dengan pengamalan
sehari-hari.

Ketika Nabi Muhammad ditanya jawabannya mengenai iman, beliau bersabda, “Al
iimanu an tu`mina billahi wa malaikatihi wakutubihi wa liqaihi wa rusulihi. Wa tu`mina bil
ba`tsi”. Perkataan tersebut memiliki arti: “Yaitu engkau beriman kepada Allah, kepada para
malaikat-Nya, kitab-kitab- Nya, para Rasul-Nya dan hari akhir, serta engkau beriman kepada
baik dan jeleknya taqdir”. Dapat diambil kesimpulan dari sabda Nabi tersebut bahwa seluruh
anggota tubuh yang kita miliki sudah selayaknya meyakini apa yang beliau katakan. Sebagai
salah satu bentuknya adalah beriman kepada Allah yaitu kita senantiasa yakin dari dalam hati,
selalu mengucapkan kalimat-kalimat Allah, serta memiliki rasa takut akan kuasa-Nya. Seperti
contohnya, bila kita hendak melakukan suatu perbuatan dosa maka kita akan mengingat Allah
sehingga kita akan terhindar dari perbuatan buruk tersebut. Jadi jelas bahwa pengakuan hati,
ucapan lisan, dan pengamalan anggota tidak akan pernah bisa dipisahkan karena sudah
sebagai suatu kesatuan.

Islam berasal dari Bahasa Arab yaitu aslama – yuslimu yang berarti tunduk dan patuh,
berserah diri, menyerahkan, mengikuti, keselamatan, dan menyampaikan. Sedangkan
menurut arti umumnya, Islam memiliki makna penyerahan diri atau kepatuhan. Kepatuhan
disini berarti pasrah dan menerima dengan lapang hati terhadap ketentuan serta hukum-
hukum yang telah Allah SWT tetapkan. Seorang muslim harus mengikuti perintah perintah
Allah tanpa ada penentangan atau mempertanyakannya, akan tetapi senantiasa berikhtiar dan
konsisten menjalani untuk memahami hikmah yang akan diterimanya kelak. Islam
merupakan sebuah kepercayaan serta pedoman hidup yang menyeluruh, karena Islam bersifat
universal yang mana mengatur apa saja yang berada di muka bumi ini.

Seperti halnya yang tercantum dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 112 yaitu :

ٌ ْ‫بَلَ ٰى َم ْن أَ ْس@@@@لَ َم َوجْ هَهۥُ هَّلِل ِ َوهُ@@@@ َو ُمحْ ِس@@@@ ٌن فَلَ ٓۥهُ أَجْ@@@@ ُرهۥُ ِعن@@@@ َد َربِّ ِهۦ َواَل َخ@@@@و‬
َ‫ف َعلَ ْي ِه ْم َواَل هُ ْم يَحْ َزنُ@@@@ون‬
Ayat ini memiliki arti “(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada
Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula berserah diri.” Dalam ayat ini telah jelas
bahwasannya Islam itu menyerahkan diri kepada Allah. Sehingga bila seseorang berbuat
kebaikan maka tentu ia akan mendapat balasan pahala dari Allah. Jika seseorang sudah
menyerahkan diri, tunduk, dan patuh maka akan mendapatkan kebahagiaannya di dunia
maupun di akhirat kelak seperti yang dijanjikan oleh Allah dalam kitab-Nya. Predikat kita
sebagai seorang Muslim sebaiknya jika ingin mencapai kebahagiaan yang dijanjikan oleh
Allah, maka seharusnya kita tunduk dan menjalankan apa yang diperintahkan oleh-Nya.

Sebagaimana pula diriwayatkan oleh Umar bin Khattab di kala beliau sedang duduk
di dekat Rasulullah kemudian dating seorang lelaki berpakaian putih dan berambut hitam
legam. Orang tersebut duduk di hadapan Nabi SAW kemudian bertanya, “Wahai
Muhammad, terangkanlah kepadaku tentang Islam!”. Rasulullah SAW menjawab “Islam
adalah hendaknya engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah
utusan Allah, mendirikan shalat, memberikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan
melakukan ibadah haji ke Baitullah jika memenuhi syaratnya.” Lelaki asing terebut
menjawab, “Engkau benar!”. Sehingga membuat orang-orang di sekitarnya keheranan, ia
bertanya tetapi juga membenarkan perkataan Nabi SAW.

Ihsan sendiri berasal dari kata hasana yuhsinu yang berarti berbuat baik, bisa juga
ihsanan yang artinya kebaikan. Dalam Al-Qur’an telah diebutkan dalam surat Al-Isra’ ayat 7
yaitu :

۟ ُ‫ُٔوا ُوجُوهَ ُك ْم َولِيَ ْد ُخل‬


‫وا ْٱل َمس ِْج َد‬ ۟ @ُ‫سُۥٔـ‬ ِ ‫إِ ْن أَحْ َسنتُ ْم أَحْ َسنتُ ْم أِل َنفُ ِس ُك ْم ۖ َوإِ ْن أَ َسأْتُ ْم فَلَهَا ۚ فَإِ َذا َجٓا َء َو ْع ُد ٱلْ َء‬
ٓ َ‫اخ َر ِة لِي‬
‫ُوا َما َعلَوْ ۟ا تَ ْتبِيرًا‬ ۟ ‫َكما َد َخلُوهُ أَ َّو َل م َّر ٍة َولِيُتَبِّر‬
َ َ

Yang artinya “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan
jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat
hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk
menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-
musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa
saja yang mereka kuasai.”

Dalam ayat ini bisa ditafsirkan jika seseorang baik dalam perkataan dan perbuatannya,
maka pahala akan kembali kepada orang tersebut baik di dunia dan akhirat. Namun jika
melakukan keburukan dengan berbuat kekafiran dan kemaksiatan, maka siksanya juga akan
kembali kepada dirinya. Dalam Riwayat Rasulullah yang lain juga diebutkan bahwa beliau
pernah berkata : “Al ihsanu an ta`budallaha kaannaka tarohu fain lam takun tarohu fainnahu
yaroka”, dengan arti “Ihsan itu ialah hendaklah anda beribadah menyembah kepada Allah
seakan-akan anda melihatnya, bila anda belum bisa melihatNya, maka sesungguhnya Ia
melihat anda”. Ihsan itu memiliki artian yang luas, bisa kepada orang tua, saudara, teman,
tetangga, dan lain sebagainya. Melalui ihsan inilah kita bisa mencapai prestasi dalam
beribadah, muamalah, dan berakhlak.

Integrasi iman, islam, dan ihsan sendiri bahwa setiap seorang mukmin pastilah juga
seorang muslim, karena seorang yang menerapkan keimanan dalam kehidupannya pasti juga
melaksanakan nilai-nilai Islam di kesehariannya. Begitu pula kebalikannya, seorang muslim
belum tentu mukmin, bisa jadi karena imannya yang tidak kuat sehingga hatinya tidak yakin
akan keimanan tersebut walaupun dia melaksanakan dengan anggota tubuhnya. Sedangkan
ihsan itu merupakan tingkatan tertinggi dalam diri seorang muslim. Karena jika orang
tersebut menyandang predikat ihsan maka ia akan bersikap menyembah kepada Rabb dengan
ibadah yang dipenuhi rasa harap dan keinginan, seperti dia melihat-Nya sehingga dia pun
sangat ingin sampai kepada-Nya.

Dari sini dapat saya simpulkan bahwa tingkatan tertinggi adalah ihsan karena ihsan itu
sudah benar-benar menyerahkan seluruh hidupnya kepada Allah, dia merasa sangat dekat
dengan Allah. Kemudian tingkatan kedua adalah iman karena iman itu pasti telah
menerapkan perilaku seorang muslim yang baik dalam kehidupannya. Terakhir adalah Islam,
yaitu dimana predikat seorang muslim akan didapatkan ketika ia telah melakukan rukun
Islam. Praktik dari ketiga hal tersebut tidak akan bisa dipisahkan karena mereka akan selalu
berhubungan dan saling mengisi, walaupun menurut akar kata dan artinya memiliki
perbedaan.

Sumber :
Mukaromah D.L., Hasbana A.F., Fauziyah U. (2015). Integrasi Iman, Islam, Ihsan. Diakses
pada 7 Oktober 2020, dari :
https://www.academia.edu/34823151/integrasi_iman_islam_dan_ihsan_pdf?auto=download

Anda mungkin juga menyukai