Anda di halaman 1dari 10

DIMENSI DAN ALIRAN PEMIKIRAN ISLAM

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


“Metodologi Studi Islam”
Dosen Pengampu : Marsudi Fitro Wibowo, M.Ag

Disusun Oleh :

Nama NIM

Chiya Cundayanti 017.021.0139

Muhammad Andhika Ryzalfi 017.021.0142

JURUSAN SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SILIWANGI BANDUNG
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Agama Islam adalah agama yang mengandung banyak kebaikan-kebaikan dengan beberapa
peraturan yang tujuannya demi kemaslahatan umat manusia itu tersendiri. Namun manusia-
manusia yang beragama Islam belumlah tentu orang yang beriman murni kepada Allah SWT,
karena apa yang dikatakan beriman bukan hanya sekedar mempunyai identitas keislaman saja,
namun banyak ha-hal yang harus diketahui. Yang paling utama adalah masalah aqidahnya.
Keimanan itu tidak berarti apa-apa jika tidak didasari dengan ketauhidan.

Perlu diketahui bahwa dasar  Islam adalah tauhid, namun ketauhidan bukanlah jalan satu-
satunya seseorang disebut beriman, jika tanpa keyakinan hati dan pembuktian dari sikap manusia
itu sendiri. Keimanan dan perbuatan, atau dengan kata lain ‘akidah dan syariat, keduanya itu
antara satu dengan yang lain sambung menyambung, hubung-menghubungi dan tidak dapat
berpisah yang satu dengan yang lainnya. Maka untuk menjadi manusia yang beragama Islam
namun sudah dikatakan beriman bukanlah sesuatu yang mudah. Karena setiap amal seseorang
selalu disertakan penyebutannya dengan keimanan dengan hati yang benar.

Setiap manusia yang ingin mencapai keimanan yang sempurna maka hati yang dimilikinya
hendaklah sebersih mungkin. Karena setelah ia memiliki kebersihan hati itu, maka ia akan
membenarkannya dengan syahadah, kemudian tidak cukup sampai di situ, sehingga ia mencapai
perbuatan-perbuatan yang baik, namun kenyataannya pada awalnya terdapat pemikiran-
pemikiran yang berbeda dalam Islam yang terutama dalam hal keimanan dan keislaman
seseorang. Untuk   lebih jelasnya maka berikut akan dibahas mengenai dimensi dalam Islam
(Islam, iman, dan ihsan) serta aliran-aliran pemikiran dalam Islam.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dimensi  dalam Islam (Islam, Iman, dan Ihsan)

Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw dan dia adalah
agama yang berintikkan keimanan dan perbuatan (amal).[1] Pada dasarnya  Al-Islam yaitu Islam
yang dikehendaki oleh agama ialah tunduk dan takluk kepada segala perintah dan petunjuk yang
diberitahukan oleh Rasulullah saw.

Iman berasal dari kata “aamana”, artinya setia, mematuhi, dan kata “amina”, artinya berada
dalam keamanan (aman), tidak kuatir akan mara-bahaya. Al-Iman yaitu iman yang dimaksudkan
oleh agama Islam ialah pengakuan kebenaran sesuatu dengan hati dan “syara”  ialah itikad
(Ketetapan keyakinan) dengan hati dan ikrar (pengakuan) dengan lidah, maka dinyatakanlah
bahwa barang siapa yang menyatakan pengakuan(syahadat) dan berbuat (menurut pengakuan itu)
padahal tidak disertai dengan itikad, maka ia adalah munafik, dan barang siapa menyatakan
pengakuan tetapi tidak berbuat walaupun ada itikad, ia fasik, dan barang siapa memungkiri
syahadat ia kafir. Nabi Muhammad mendefenisikan kata “iman” dengan sabdanya, “ iman adalah
sebuah pengakuan dengan hati, pengucapan dengan lisan dan aktivitas anggota badan”.

Ihsan berarti berbuat baik, membaikkan. Berbuat sebaik-baiknya bermakna berbuat


sempurna. Dengan demikian kata itu juga mengandung pengertian berbuat sempurna,
menyempurnakan.[2]

Di dalam Hadits Nabi Muhammad berkata bahwa ihsan adalah “menyembah kepada Allah
seolah-olah kamu melihat-Nya, jika engkau tidak melihatnya, maka sesungguhnya Ia melihat
kamu”.  Pada dasarnya perlu diketahui bahwa Ihsan berasal dari kata husn,yang artinya
menunjuk pada kualitas sesuatu yang baik dan indah, karena pada mulanya jika manusia itu
berbuat sesuatu yang indah, tentunya hal itu akan membawa kebaikan pada Tuhan. Berulang kali
al-Qur’an memerintahkan manusia mengerjakan perbuatan baik, dan pada saat yang bersamaan,
al-Qur’an menjanjikan orang-orang yang berbuat kebajikan akan dibawa naungan kelembutan,
keramahan Tuhan. Seperti yang telah dijelaskan dalam al-Qur’an surah Yunus ayat 26 yang
artinya “Bagi orang-orang yang berbuat baik, disediakan pahala yang terbaik dan tambahannya”.
Dimana dalam melaksanakan perbuatan baik itu seorang manusia yang pertama kali adalah
melakukan tauhid.

B. Hubungan Dimensi dalam Islam (Islam, Iman dan Ihsan)

Sebenarnya dimensi-dimensi dalam Islam berawal dari sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
Imam al-Bukhari dan Imam Muslim yang dimuat dalam masing-masing kitab sahinya yang
menceritakan dialog antara Nabi Muhammad Saw dan Malaikat Jibril tentang trilogi ajaran Ilahi.
[3]
Haditsnya sebagai berikut:

    َ‫ؤ ِمن‬fْ fُ‫ اَ ْن ت‬: ‫ا َل‬ffَ‫انُ ؟ ق‬ff‫ا ااْل ِ ْي َم‬ff‫وْ َل هللاِ ؛ َم‬f‫ا َر ُس‬ffَ‫ ي‬: ‫ َر ُج ٌل فَقَا َل‬    ُ‫س فَاَتَاه‬ ِ ‫يَوْ ًما با َ ِر ًزا لِلنَّا‬  ‫ َو َسلَّ َم‬  ‫صلَّى هللا َعلَ ْي ِه‬ َ ِ‫َكانَ رسُوْ ُل هللا‬
‫اْل‬َ
‫الَ ُم‬f ‫ ا ِ ْس‬: ‫ال‬f َ ‫اْل‬
َ f‫الَ ُم ؟ ق‬f ‫ا ا ِ ْس‬ff‫وْ َل هللاِ َم‬f ‫ا َر ُس‬ffَ‫ ي‬:    ‫ا َل‬f ‫ ق‬. ‫ ِر‬f‫ث ا ِخ‬ َ ‫آْل‬ ْ ُ
ِ ‫البَ ْع‬ffِ‫ؤ ِمنَ ب‬fْ f‫لِ ِه َوت‬f ‫ُس‬ َ
ُ ‫ ِه َور‬f ِ‫ا ئ‬ff‫ ِه َولِق‬f ِ‫ا ب‬ffَ‫ ِه َو ِكت‬f ِ‫ َو َمالَ ئِ َكت‬     ِ‫بِاهلل‬
َ
ْ‫و‬f ‫ا َر ُس‬ffَ‫ ي‬: ‫ا َل‬f ‫ ق‬. َ‫ضان‬ َ ‫ضة َوتَصُوْ َم َر َم‬ َ ْ ْ
َ ْ‫ال َمفرُو‬   َ‫الز َكاة‬  ‫ي‬ َّ ُ َ ُ ْ ْ
َ ‫ َوتؤَ ِّد‬  ‫ال َمكتوْ بَة‬ َ‫صالَة‬ َّ ‫ال‬  ‫ َوتقِ ْي َم‬   ‫ َش ْيئًا‬  ‫بِ ِه‬  ‫تُ ْش ِر ْك‬    َ‫ َوال‬   َ‫هللا‬  ‫د‬fَ ُ‫تَ ْعب‬  ‫اَ ْن‬
ُ
َ َّ‫د هللاَ َكأ َ ن‬fَ ُ‫ اَ ْن تَ ْعب‬: ‫قا َ َل‬    ‫ َل هللاِ ! َماااْل ِ حْ َسانُ ؟‬.
َ‫ك تَ َراهُ فَإ ِ ْن لَ ْم تَ ُك ْن ت ََراهُ فَاِنَّهُ يَ َراك‬

“Nabi Muhammad Saw keluar dan (berada di sekitar sahabat) seseorang datang menghadap
beliau dan bertanya:” Hai Rasul Allah, apakah yang dimaksud denganiman? “Beliau menjawab:
“ Iman adalah engkau percaya kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, pertemuan dengan-Nya,
para utusan-Nya,  dan percaya kepada kebangkitan.” Laki-laki itu kemudian bertanya lagi: ”
Apakah yang dimaksud denganIslam?’Beliau menjawab: “ Islam adalah engkau menyembah
Allah dan tidak musyrik kepada-Nya, engkau tegakkan salat wajib, engkau tunaikan zakat wajib,
dan engkau berpuasa pada bulan Ramadhan. “ Laki-laki itu kemudian bertanya lagi: “ Apakah
yang dimaksud dengan ihsan? “ Nabi Muhammad Saw menjawab: “ Engkau sembah Tuhan
seakan-akan engkau melihat-Nya; apabila engkau tidak melihat-Nya, maka (engkau
berkeyakinan) bahwa Dia melihatmu….”(Bukhari, I,t. th.23).

Dari hadits di atas dapat diketahui bahwa antara Islam, iman, dan ihsan. Setiap pemeluk
agama Islam mengetahui dengan pasti bahwa Islam tidah absah tanpa iman, dan iman juga
mustahil tanpa Islam. Pada dasarnya setiap seorang yang mengaku beragama Islam bukanlah
hanya sekedar Islam, namun seseorang tersebut harus mempunyai kepercayaan (ketauhidan),
membenarkan dengan hati lalu dibuktikan dengan perbuatan-perbuatan yang baik.  Dalam istilah
Islam, iman, dan ihsan terdapat tumpang tindih.[4]

Ibnu Taimiah menjelaskan bahwa din itu terdiri dari tiga unsur, yaitu Islam, iman dan ihsan.
Dalam tiga unsur itu terselip makna kejenjangan (tingkatan) : orang mulai dengan Islam,
kemudian berkembang ke arah iman, dan memuncak dalam ihsan. Beliau juga menjelaskan yang
agak berbeda tentang trilogi itu: pertama, orang-orang yang menerima warisan kitab suci dengan
mempercayai dan berpegang teguh pada ajaran-ajarannya, namun masih melakukan perbuatan-
perbuatan zalim, adalah orang yang baru ber-Islam, suatu tingkat permualaan dalam
kebenaran; kedua, orang yang menerima warisan kitab suci itu dapat berkembang menjadi
mukmin, tingkat menengah, yaitu orang yang telah terbebas dari perbuatan zalim namun
perbuatan kebajikannya sedang-sedang saja; dan ketiga, perjalanan mukmin itu (yang telah
terbebas dari perbuatan zalim) berkembang perbuatan kebajikannya  sehingga ia menjadi
pelomba (sabiq)perbuatan kabajikan; maka ia mencapai derajat ihsan. ” Orang yang telah
mencapai tingkat ihsan.”kata Ibnu Taimiah, “akan masuk surga tanpa mengalami
azab.”(Nurcholish Madjid dalam Budhy Munawar-Rachman (ed.), 1994: 465)

Kalau kita lihat menurut mazhab Syafi’I dijelaskan bahwa “Tidaklah sempurna Islam
seseorang jika tidak disertai dengan iman”. Sedangkan menurut mazhab Hanafi Islam dan iman
sangat berkaitan, karena yang menyamakan antar Islam dan iman itu, hendaklah diartikan
sebagai ketentuan untuk menjalankan hukum syariat. Dalam menjalankan hukum syariat,
diperbolehkan menikah dengan seseorang yang tadinya musyrik, apabila ia telah mengaku masuk
Islam dengan syarat yang cukup. Untuk menentukan beriman atau tidaknya seseorang, bukanlah
kesanggupan manusia untuk menetapkannya. Inilah menurut mazhab Hanafi dalam membedakan
antara Islam dengan iman.

Adapun perbedaan antara Islam dan iman yang disebutkan dalam sebuah ayat al-Qur’an
berikut ini:
            
             
    

“Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami Telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum
beriman, tapi Katakanlah 'kami Telah tunduk', Karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu;
dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala
amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."(Q.S.al-Hujarat: 49 :
14).[5]

Terdapat beberapa hal yang terkandung di dalam ayat tersebut yang perlu
diperhatikan. Pertama, iman dan Islam merupakan dua hal yang berbeda. Kenyataannya orang
badui tersebut telah tunduk kepada perintah-perintah Allah namun tidak berarti mereka telah
beriman kepada Allah. Bisa jadi ketundukkan mereka lantaran takut kepada Allah atau untuk
menjalin persahabatan atau persekutuan, atau lantaran kepentingan untuk menikahi seorang gadis
Muslim.

Kedua, iman bertempat di hati. Dalam ayat yang lain al-Qur’an menyatakan: mereka


menyenangkan hatimu dengan mulutnya, sedang hatinya menolak (9:8). Nabi Muhammad
diberitahukan perihal kaum badui bahwasannya mereka tidak beriman, lantaran tersebut tidak
terdapat di dalam hati mereka,  sehingga dapat dikatakan bahwasannya mereka tidak memiliki
persyaratan pengakuan akan kebenaran dan tidak komitmen terhadapnya. Bahkan, harus
diperhatikan bahwasannya Nabi Muhammad menyatakan perihal mereka ini tidak berdasarkan
anjuran Tuhan. Tuhan semata yang berhak menilai ke dalam hati manusia dan menghakimi niat-
niat dan pikiran mereka.Tuhan Maha Mengetahui apa yang tersimpan di dalam hati kamu
sekalian, (33:51), sedang kita semua tidak mengetahui apa yang tersimpan di dalam hati orang
lain.[6]

Ketiga, ketundukkan merupakan bidang ketaatan dan perbuatan (‘amal). Manusia taat


kepada Tuhan dengan mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka.[7]

C. Aliran Pemikiran Islam


1. Aliran-Aliran Kalam

Menurut Ibn Khaldun, Ilmu kalam adalah Ilmu berisi tentang alasan-alasan yang
mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan
berisi bantahan teerhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan-kepercayaan aliran
golongan salaf dan Ahli Sunnah. Adapun Aliran-aliran ilmu kalam diantaranya:

a. Khawarij, kata ini berasal dari kata kharaja yang berarti “keluar”. Pada awalnya, Khawarij
merupakan aliran atau fraksi politik, kelompok ini terbentuk karena persoalan kepemimpinan
umat Islam, tetapi mereka membentuk suatu ajaran yang kemudian menjadi ciri umat, aliran
mereka yaitu ajaran tentang pelaku dosa besar ( murtakib al-kaba’ir ). menurut Khawarij orang-
orang yang terlibat dan menyetujui hasil tahkim telah melakukan dosa besar. Orang Islam yang
melakukan dosa besar, dalam pandangan mereka berarti telah kafir: kafir setelah memeluk Islam
berarti murtad dan orang murtad halal dibunuh berdasarkan hadis yang menyatakan bahwa nabi
muhammad saw bersabda ”man baddala dinah faktuluh”.

b. Kelompok Murji’ah, di mana yang dipelopori oleh Ghilam Al-Dimasyqi berpendapat mereka


bersifat netral dan tidak mau mengkafirkan para sahabat yang terlambat dan menyetujui tahkim
dalam ajaran aliran ini, orang Islam yang melakukan dosa besar tidak boleh dihukum
kedudukannya dengan hukum dunia. Mereka tidak boleh ditentukan akan tinggal di neraka atau
di surga, kedudukan mereka ditentukan di akhirat. Dan bagi mereka Iman adalah pengetahuan
tentang Allah secara mutlak. Sedangkan kufur adalah ketidaktahuan tentang Tuhan secara
mutlak, iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang.[8]

c. Qodariah adalah aliran yang memandang bahwa Manusia memiliki kebebasan dan
kemerdekaan dalam menentukan perjalanan hidupnya. menurut paham ini manusia mempunyai
kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.

d. Jabariyah, menurut aliran ini manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan
perjalanan hidup dan mewujudkan perbuatannya, mereka hidup dalam keterpaksaan ( jabbar ),
karena aliran ini berpendapat sebaliknya; bahwa dalam hubungan dengan manusia, tuhan
itu Maha Kuasa. Karena itu, tuhanlah yang menentukan perjalanan hidup manusia dan yang
mewujudkannya. Ajaran ini dipelopori oleh Al-ja’d bin Dirham.

e. Mu’tazilah secara etimologi berasal dari kata a’tazala yang berarti mengambil jarak atau
memisahkan diri. Secara terminologi adalah aliran teologi Islam yang memberi porsi besar
kepada akal atau rasio di dalam membahas persoalan-persoalan ketuhanan.

Aliran mempunyai beberapa karya yang masih bisa ditemukan antara lain yaitu
kitab Syarahal Ushul al-Khamsah, kitab al-Majmu’ fi al-Muhit bi al-Taklif, kitab al-Mughni fi
Abwab al-Tauhid wa al-‘adl, kitab Tasbi Dalail al-Nubuwwah, kitab Mutasyabih al-Qur’an, dan
kitab Tanzih al-Qur’an ‘an Mata’in.[9]
f. Ahl sunnah wal jama’ah. Ahl sunnah wal jama’ah terbentuk akibat dari adanya penentangan
terhadap aliran Mu’tazilah oleh orang Mu’tazilah itu sendiri, mereka adalah Abu al-Hasan, Ali
bin Isma’il bin Abi basyar ishak bin Salim bin isma’il bin abd Allah bin Musa bin Bilal bin Abi
burdah amr bin Abi musa al-asy’ari.

2. Aliran-Aliran Fiqih

Secara historis, hukum Islam telah menjadi 2 aliran pada zaman sahabat Nabi Muhammad
SAW. Dua aliran tersebut adalah Madrasat Al-Madinah dan Madrasat Al-Baghdad/Madrasat Al-
Hadits dan Madrasat Al-Ra’y. Aliran Madinah terbentuk karena sebagian sahabat tinggal di
Madinah, aliran Baghdad/kuffah juga terbentuk karena sebagian sahabat tinggal di kota
tersebut. Atas jasa sahabat Nabi Muhammad SAW yang tinggal di Madinah, terbentuklah
Fuqaha Sab’ah yang juga mengajarkan dan mengembangkan gagasan guru-gurunya dari
kalangan sahabat.

Diantara fuqaha sab’ah adalah Sa’id bin Al-Musayyab. Salah satu murid Sa’id bin Al-
Musayyab adalah Ibnu Syihab Al-Zuhri dan diantara murid Ibnu Syihab Al-Zuhri adalah Imam
Malik pendiri aliran Maliki. Ajaran Imam Maliki yang terkenal adalah menjadikan Ijma dan
amal ulama madinah sebagai hujjah. Dan di Baghdad terbentuk aliran ra’yu, di Kuffah adalah
Abdullah bin Mas’ud, salah satu muridnya adalah Al-Aswad bin Yazid Al-Nakha’i salah satu
muridnya adalah Amir bin Syarahil Al-Sya’bi dan salah satu muridnya adalah Abu Hanifah yang
mendirikan aliran Hanafi. Salah satu ciri fiqih Abu Hanifah adalah sangat ketat dalam
penerimaan hadits. Murid Imam Malik dan Muhammad As-Syaibani (sahabat dan penerus
gagasan Abu Hanifah) adalah Muhammad bin Idris Al-Syafi’I, pendiri aliran hukum yang
dikenal dengan Syafi’iyah atau aliran Al-Syafi’i. Imam ini sangat terkenal dalam pembahasan
perubahan hukum Islam karena pendapatnya ia golongkan menjadi Qoul Qodim dan Qoul
Jadid. Dengan demikian, kita telah mengenal sejumlah aliran hukum islam yaitu Madrasah
Madinah, Madrasah Kuffah, Aliran Hanafi, Aliran Maliki, Aliran Syafi’I, Aliran Hanbali, Aliran
Zhahiriyah dan Aliran Jaririyah. Tidak dapat informasi yang lengkap mengenai aliran-aliran
hukum islam karena banyak aliran hukum yang muncul kemudian menghilang karena tidak ada
yang mengembangkannya.

3. Aliran-Aliran Tasawuf

Para penulis ajaran tasawuf, termasuk Harun Nasution, memperkirakan adanya unsur-unsur
ajaran non-Islam yang mempengaruhi ajaran tasawuf. Unsur-unsur yang dianggap berpengaruh
pada ajaran tasawuf adalah kebiasaan rahib Kristen yang menjauhi dunia dan kesenangan materi.
Pada dasarnya tasawuf merupakan ajaran tentang Al-Zuhd (Zuhud), kemudian ia berkembang
dan namanya diubah menjadi tasawuf dan pelakunya disebut shufi. Zahid yang pertama adalah
Al-Hasan A-Basir. Dia pernah berdebat dengan Washil bin Atha’ dalam bidang teologi, ia
berpendapat bahwa orang mu’min tidak akan bahagia sebelum berjumpa dengan Tuhan. Zahid
dari kalangan perempuan adalah Rabi’ah Al-Adawiyah dari Basrah, ia menyatakan bahwa ia
tidak bisa membenci orang lain, bahkan tidak dapat mencintai Nabi Muhammad SAW, karenya
cintanya hanya untuk Allah SWT.[10]

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw dan dia adalah agama
yang berintikkan keimanan dan perbuatan (amal). Iman yaitu iman yang dimaksudkan oleh
agama Islam ialah pengakuan kebenaran sesuatu dengan hati dan“syara”  ialah itikad (Ketetapan
keyakinan) dengan hati dan ikrar (pengakuan) dengan lidah, maka dinyatakanlah bahwa barang
siapa yang menyatakan pengakuan (syahadat) dan berbuat (menurut pengakuan itu). Ihsan berarti
berbuat baik, membaikkan. Berbuat sebaik-baiknya bermakna berbuat sempurna. Di dalam Islam
terdapat dalam pemikirannya yaitu aliran kalam, tang terdiri dari beberapaaliran lagi yakni
(Khawarij, Murji’ah, Qadariah, Jabariyah, Mu’tazilah), lalu adapula aliran fiqih dan aliran
tasawuf, dimana aliran-aliran tersebut berbeda-beda dalam mengemukakan dalam hal
pemikirannya tentang Islam itu sendiri.

DAFTAR  PUSTAKA
Gazalba, Sidi,  Asas Agama Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1975.

 Hakim, Atang Abdul dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam. Bandung: PT REMAJA


ROSDAKARYA, 2010.
Murata, Sachiko, Trilogi Islam (Islam, Iman,dan Ihsan). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997.

Sayyid, Sabiq,  Aqidah Islam. Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2006.

Salim, Agus, Filsafat tentang Tauhid, Takdir, dan Tawakal. Jakarta: PT Intermasa, 1987.

Siddiq, Ja’far, Jejak Langkah Intelektual Islam (Epistemologi, tokoh dan karyanya). Medan:


IAIN Press, 2010.

http://iain-s.blogspot.com/12/2/2013/aliran-aliran-dalam-pemikiran-islam.html

[1]Sabiq Sayyid, Aqidah Islam. (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2006) hlm. 15.

[2]Sidi Gazalba, Asas Agama Islam. (Jakarta: Bulan Bintang, 1975) hlm. 179.

[3] Atang Abdul Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam. (Bandung: PT REMAJA


ROSDAKARYA, 2010) hlm. 149.

[4]Ibid, hlm. 150.

[5]www.Digital_Al-Quran.com

[6]Sachiko Murata, Trilogi Islam (Islam, Iman,dan Ihsan).(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,


1997) hlm. 8.

[7]Ibid, hlm. 8.

[8]http://iain-s.blogspot.com/12/2/2013/aliran-aliran-dalam-pemikiran-islam.html

[9]Ja’far Siddiq, Jejak Langkah Intelektual Islam (Epistemologi, tokoh dan karyanya). (Medan:


IAIN Press, 2010) hlm. 19.

[10]Opcit, 2/12/2013.

Anda mungkin juga menyukai