Anda di halaman 1dari 6

‫ﺑﺴﻢ اﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﯿﻢ‬

‫ﻧﺤﻤﺪه وﻧﺼﻠﻰ ﻋﻠﻰ رﺳﻮﻟﻪ اﻟﻜﺮﯾﻢ‬

Nur Muhammad Menurut Al-qur’an & Hadits

Adapaun mengenai konsep nur muhammad dijelaskan sebagai berikut :

A. Ayat-ayat Al-qur’an dalil tawassul dan Nur Muhammad

1. Dalam surat an-Nisa’ ayat 64, Allah swt. berfirman:

“Dan kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah.
Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu (Muhammad
saw.) lalu memohon ampun kepada Allah, dan rasul (Muhammad saw.) pun memohonkan
ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang”.

2. Dalam surat Al-Maidah ayat 35:

‘Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian bertakwa kepada Allah dan carilah
washilah….”

Keterangan :

Ibnu Taimiyyah disalah satu kitabnya Qa’idah Jalilah Fit-Tawassul Wal-Washilah dalam
pembicaraannya mengenai tafsir ayat Al-Qur’an Al-Maidah: 35 menulis: ‘Hai orang-orang
yang beriman, hendaklah kalian bertakwa kepada Allah dan carilah washilah….’ antara lain
mengatakan:

“Mencari washilah atau bertawassul untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. hanya dapat
dilakukan oleh orang yang beriman kepada Muhammad Rasulallah saw. dan mengikuti
tuntunan agamanya. Tawassul dengan beriman dan taat kepada beliau saw. adalah wajib
bagi setiap orang, lahir dan bathin, baik dikala beliau masih hidup maupun setelah wafat,
baik langsung dihadapan beliau sendiri atau pun tidak. Bagi setiap muslim, tawassul dengan
iman dan taat kepada Rasulallah saw. adalah suatu hal yang tidak mungkin dapat
ditinggalkan. Untuk memperoleh keridhoan Allah dan keselamatan dari murka-Nya tidak ada
jalan lain kecuali tawassul dengan beriman dan taat kepada Rasul-Nya. Sebab, beliaulah
penolong (Syafi’) ummat manusia.

Beliau saw. adalah makhluk Allah termulia yang dihormati dan diagungkan oleh
manusia-manusia terdahulu maupun generasi-generasi berikutnya hingga hari kiamat kelak.
Diantara para Nabi dan Rasul yang menjadi penolong ummatnya masing-masing.
Muhammad Rasulallah saw. adalah penolong (Syafi’) yang paling besar dan tinggi nilainya
dan paling mulia dalam pandangan Allah swt. Mengenai Nabi Musa as. Allah swt. berfirman,
bahwa Ia mulia disisi Allah. Mengenai Nabi Isa a.s. Allah swt. juga berfirman bahwa Ia mulia
didunia dan diakhirat, namun dalam firman-firman-Nya yang lain menegaskan bahwa
Muhammad Rasulallah saw. lebih mulia dari semua Nabi dan Rasul. Syafa’at dan do’a
beliau pada hari kiamat hanya bermanfaat bagi orang yang bertawassul dengan iman dan
taat kepada beliau saw. Demikianlah pandangan Ibnu Taimiyyah mengenai tawassul.

Dalam kitabnya Al-Fatawil-Kubra I :140 Ibnu Taimiyyah menjawab atas pertanyaan: Apakah
tawassul dengan Nabi Muhammad saw. diperbolehkan atau tidak? Ia menjawab:
“Alhamdulillah mengenai tawassul dengan mengimani, mencintai, mentaati Rasulallah saw.
dan lain sebagainya adalah amal perbuatan orang yang bersangkutan itu sendiri,
sebagaimana yang di perintahkan Allah kepada segenap manusia. Tawassul sedemikian itu
di- benarkan oleh syara’ dan dalam hal itu seluruh kaum muslimin sepen- dapat.”

:.3. Dalam Surat Al-Baqarah :37, mengenai Tawassul Nabi Adam as. pada Rasulallah saw

‫اﻟﺮ ِﺣ ْﯿ ُﻢ‬ ُ ‫ﺎب َﻋَﻠ ْﯿ ِﻪ َاﻧﱠ ُﻪ ُﻫ َﻮا اﻟـﱠﻮ‬


‫ﱠاب ﱠ‬ ٍ ‫َﻓَﺘَﻠﻘﱠﻰ آ َد ُم ِﻣ ْﻦ َرﺑﱢ ِﻪ َﻛِﻠﻤ‬
َ ‫َﺎت َﻓَﺘ‬

Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima“
taubatnya, sesungguhnya Allah Maha penerima taubat lagi Maha Penyayang ”.

Keterangan :

Tawassul Nabi Adam as. pada Rasulallah saw.. Sebagaimana disebutkan pada firman Allah
swt. (Al-Baqarah :37) diatas. Menurut ahli tafsir kalimat-kalimat dari Allah yang diajarkan
kepada Nabi Adam as. pada ayat diatas agar taubat Nabi Adam as. diterima ialah dengan
menyebut dalam kalimat taubatnya bi-haqqi (demi kebenaran) Nabi Muhammad saw. dan
keluarganya. Makna seperti ini bisa kita rujuk pada kitab: Manaqib Ali bin Abi Thalib, oleh
Al-Maghazili As-Syafi’i halaman 63, hadits ke 89; Yanabi’ul Mawaddah, oleh Al-Qundusui
Al-Hanafi, halaman 97 dan 239 pada cet.Istanbul,. halaman 111, 112, 283 pada cet.
Al-Haidariyah; Muntakhab Kanzul ‘Ummal, oleh Al-Muntaqi, Al-Hindi (catatan pinggir)
Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 1, halaman 419; Ad-Durrul Mantsur, oleh As-Suyuthi
Asy-Syafi’i, jilid 1 halaman 60; Al-Ghadir, oleh Al-Amini, jilid 7, halaman 300 dan Ihqagul
Haqq, At-Tastari jilid 3 halaman 76. Begitu juga pendapat Imam Jalaluddin Al-Suyuthi waktu
menjelaskan makna surat Al-Baqarah :37 dan meriwayatkan hadits tentang taubatnya nabi
Adam as. dengan tawassul pada Rasulallah saw.

Nabi Adam as. ,manusia pertama, sudah diajarkan oleh Allah swt. agar taubatnya bisa
diterima dengan bertawassul pada Habibullah Nabi Muhammad saw., yang mana beliau
belum dilahirkan di alam wujud ini. Untuk mengkompliti makna ayat diatas tentang
tawassulnya Nabi Adam as. ini, kami akan kutip berikut ini beberapa hadits Nabi saw. yang
berkaitan dengan masalah itu:

Al-Hakim dalam kitabnya Al-Mustadrak/Mustadrak Shahihain jilid 11/651 mengetengahkan


hadits yang berasal dari Umar Ibnul Khattab ra. (diriwayat- kan secara berangkai oleh Abu
Sa’id ‘Amr bin Muhammad bin Manshur Al-‘Adl, Abul Hasan Muhammad bin Ishaq bin
Ibrahim Al-Handzaly, Abul Harits Abdullah bin Muslim Al-Fihri, Ismail bin Maslamah,
:Abdurrahman bin Zain bin Aslam dan datuknya) sebagai berikut, Rasulallah saw.bersabda

َ ‫أﺳَﺄﻟُ َﻚ ِﺑ َﺤ ﱢﻖ ﻣ‬
,‫ُﺤ ﱠﻤ ٍﺪ ِﻟﻤَﺎ َﻏ َﻔ ْﺮ َت ِﻟﻲ‬ َ ‫اﻟﺨ ِﻄ ْﯿَﺌ َﺔ َﻗ‬
ْ ‫ ﯾَﺎ َر ﱢب‬:‫ﺎل‬ َ ‫ َﻟﻤﱠﺎ ْاﻗَﺘ َﺮ َف آ َد َُم‬: .‫ص‬.‫اﷲ‬
َ ‫ﺎل َر ُﺳ ْﻮ ُل‬
َ ‫َﻗ‬

‫ـﻚ َﻟﻤﱠﺎ َﺧَﻠ ْﻘَﺘِﻨﻲ ِﺑﯿ ِﺪ َك‬


َ ‫ ﯾَﺎ َر ﱢب ِ ﻷﻧﱠ‬:‫ﺎل‬
َ ‫أﺧَﻠﻘُ ُﻪ ؟ َﻗ‬
ْ ‫ُﺤ ﱠﻤ ًﺪا َوَﻟ ْﻢ‬ َ ‫ َو َﻛﯿ‬,ُ‫ﻘﺎل اﷲُ ﯾَﺎ آ َدم‬
َ ‫ْﻒ َﻋ َﺮ ْﻓ َﺖ ﻣ‬ َ ‫َﻓ‬

‫ﻹِاَﻟ ِﻪ إﻻاﷲ‬:‫ـﻮﺑًﺎ‬ ْ ‫َﺮش ﻣ‬


ْ ُ‫َﻜﺘ‬ َ َ ُ َ ِ ‫ْﺖ َر‬
ِ ْ ‫أﺳﻲ ﻓ َﺮأﯾ ْـﺖ َﻋﻠﻰ اﻟﻘ َﻮاِﺋ ِﻢ اﻟﻌ‬
ُ ‫َوَﻧ َﻔ ْﺨ َﺖ ِﻓ ﱠﻲ ِﻣ ْﻦ ُر ْو ِﺣ َﻚ َر َﻓﻌ‬

ُ‫ﺎل اﷲ‬ َ ‫اﻟﺨ ْﻠﻖ َإﻟﯿ‬


َ ‫ َﻓ َﻘ‬,‫ْﻚ‬ َ ‫إﺳ ِﻤ َﻚ إﻻ‬
ْ ‫ﻀ ْﻒ َإﻟﻰ‬
ِ ُ‫ْﺖ أﻧﱠ َﻚ َﻟ ْﻢ ﺗ‬
ُ ‫ َﻓ َﻌِﻠﻤ‬,‫ﷲ‬ ُ ‫ُﺤ ﱠﻤ َُﺪ َر ُﺳ‬
ِ َ ‫أﺣ ﱠﺐ‬ ِ ‫ـﻮل ا‬ َ‫ﻣ‬

.‫ُﺤ ﱠﻤ ٌﺪ ﻣَﺎ َﺧَﻠ ْﻘﺘُ َﻚ‬ َ ‫ َوَﻟ ْﻮ‬,‫اﻟﺨ ْﻠﻖ َإﻟ ﱠﻲ اُ ْد ُﻋِﻨﻲ ِﺑ َﺤﻘﱢ ِﻪ َﻓﻘَـ ْﺪ َﻏ َﻔ ْﺮ ُت َﻟ َﻚ‬ َ ‫ﱠ‬ ْ َ
َ ‫ﻻﻣ‬ ِ َ ‫ﺻ َﺪﻗ َﺖ ﯾَﺎ آ َد ُم إﻧ ُﻪ َ ﻻ َﺣ ﱠﺐ‬

Setelah Adam berbuat dosa ia berkata kepada Tuhannya: ‘Ya Tuhanku, demi kebenaran“
Muhammad aku mohon ampunan-Mu’. Allah bertanya (sebenarnya Allah itu maha
mengetahui semua lubuk hati manusia, Dia bertanya ini agar Malaikat dan makhluk lainnya
yang belum tahu bisa mendengar jawaban Nabi Adam as.): ‘Bagaimana engkau mengenal
Muhammad, padahal ia belum kuciptakan?!’ Adam menjawab: ‘Ya Tuhanku, setelah Engkau
menciptakan aku dan meniupkan ruh kedalam jasadku, aku angkat kepalaku. Kulihat pada
tiang-tiang ‘Arsy termaktub tulisan Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulallah. Sejak saat itu
aku mengetahui bahwa disamping nama-Mu, selalu terdapat nama makhluk yang paling
Engkau cintai’. Allah menegaskan: ‘Hai Adam, engkau benar, ia memang makhluk yang
paling Kucintai. Berdo’alah kepada-Ku bihaqqihi (demi kebenarannya), engkau pasti Aku
ampuni. Kalau bukan karena Muhammad engkau tidak Aku ciptakan’ “.

Hadits diatas diriwayatkan oleh Al-Hafidz As-Suyuthi dan dibenarkan olehnya dalam
Khasha’ishun Nabawiyyah dikemukakan oleh Al-Baihaqi didalam Dala ’ilun Nubuwwah,
diperkuat kebenarannya oleh Al-Qisthilani dan Az-Zarqani di dalam Al-Mawahibul
Laduniyyah jilid 11/62, disebutkan oleh As-Sabki di dalam Syifa’us Saqam, Al-Hafidz
Al-Haitsami mengatakan bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh At-Thabarani dalam
Al-Ausath dan oleh orang lain yang tidak dikenal dalam Majma’uz Zawa’id jilid V111/253.

Sedangkan hadits yang serupa/senada diatas yang sumbernya berasal dari Ibnu Abbas
:hanya pada nash hadits tersebut ada sedikit perbedaan yaitu dengan tambahan

َ ‫اﻟﺠﻨﱠ َﺔ َوﻵ اﻟﻨﱠ‬


‫ـﺎر‬ َ ‫ُﺤ ﱠﻤ ٌﺪ ﻣَﺎ َﺧَﻠ ْﻘ ُﺖ آ َد َم َوﻵ‬
َ ‫َوَﻟ ْﻮﻵ ﻣ‬

Kalau bukan karena Muhammad Aku (Allah) tidak menciptakan Adam, tidak menciptakan‘
surga dan neraka’.

Mengenai kedudukan hadits diatas para ulama berbeda pendapat. Ada yang
menshohihkannya, ada yang menolak kebenaran para perawi yang meriwayatkannya, ada
yang memandangnya sebagai hadits maudhu’, seperti Adz-Dzahabi dan lain-lain, ada yang
menilainya sebagai hadits dha’if dan ada pula yang menganggapnya tidak dapat dipercaya.
Jadi, tidak semua ulama sepakat mengenai kedudukan hadits itu. Akan tetapi Ibnu Taimiyah
sendiri untuk persoalan hadits tersebut beliau menyebutkan dua hadits lagi yang olehnya
dijadikan dalil. Yang pertama yaitu diriwayatkan oleh Abul Faraj Ibnul Jauzi dengan sanad
: Maisarah yang mengatakan sebagai berikut

َ ‫َﺎء َﻓ َﺴﻮﱠا ُﻫ ﱠﻦ َﺳﺒ‬


,‫ْﻊ َﺳﻤﺎ َوا ٍت‬ ‫اﺳَﺘ َﻮى َإﻟﻰ ﱠ‬
ِ ‫اﻟﺴﻤ‬ ْ ُ‫ َﻟﻤﱠﺎ َﺧَﻠ َﻖ اﷲ‬:‫ﺎل‬
َ ‫اﻷر‬
ْ ‫ض َو‬ ِ ِ ‫ﻗُ ْﻠ ُﺖ ﯾَﺎ َر ُﺳ ْﻮ ُل ا‬
َ ‫ َﻣَﺘﻰ ُﻛ ْﻨ َﺖ َﻧﺒﯿﱠﺎ ؟ َﻗ‬,‫ﷲ‬

ْ ‫اﻟﺠﻨﱠ َـﺔ اﻟﱠِﺘﻲ‬


‫أﺳ َﻜـَﻨﻬَﺎ‬ َ ُ‫ َو َﺧَﻠ َﻖ اﷲ‬, ‫َﺎء‬ َ ‫ﷲ َﺧﺎَﺗ ُﻢ‬
ِ ‫اﻷ ْﻧِﺒـﯿ‬ ِ ‫ُﺤﻤﱠﺘ ٌﺪ َر ُﺳ ْﻮ ُل ا‬
َ‫ش ﻣ‬
ِ ‫َـﺮ‬
ْ ‫ـﺎق اﻟﻌ‬ َ َ َ ْ ‫َو َﺧَﻠ َﻖ اﻟﻌ‬
ِ ‫َﺮش ﻛﺘَـ َﺐ َﻋﻠﻰ َﺳ‬

ُ‫أﺣﯿَﺎ ُه اﷲ‬
ْ ‫ َﻓَﻠـﻤﱠﺎ‬,‫اﻟﺠ َﺴ ِﺪ‬ َُ ‫ْـﻦ‬
َ ‫اﻟﺮ ْو ِح َو‬ َ ‫اﻟﺨﯿَﺎم َو آ َد ُم َﺑﯿ‬ َ ‫إﺳ ِﻤﻲ َﻋَﻠﻰ اﻷﺑ‬
ْ ‫ﱠاء َﻓﻜـُِﺘ َﺐ‬
َ ‫آ َد َم َو َﺣﻮ‬
ِ ِ ‫َﺎب َو‬
ِ ‫اق َواﻟﻘِـﺒ‬
ِ ‫اﻷو َر‬
ْ ‫اب َو‬
ِ ‫ْـﻮ‬

‫ﺈﺳ ِﻤﻲ َﻋَﻠ ْﯿ ِﻪ‬


ْ ‫اﺳَﺘ ْﺸ َﻔﻌَﺎ ِﺑ‬
ْ ‫ﺎن َﺗﺎﺑَﺎ َو‬ َ ‫اﻟﺸﯿ‬
ُ ‫ْﻄ‬ ‫ َﻓَﻠﻤﱠﺎ َﻏ ﱠﺮ ُﻫﻤَﺎ ﱠ‬,‫َﺮ ُه اﷲ أﻧﱠ ُﻪ َﺳﯿﱢ ُﺪ َوَﻟ ِﺪ َك‬ ْ ‫إﺳ ِﻤﻲ َﻓ‬
َ ‫ﺄﺧﺒ‬ ْ ‫ َﻓ َﺮأى‬, ‫ش‬ ْ ‫َﺎﻟﻰ َﻧ َﻈ َﺮ َإﻟﻰ اﻟﻌ‬
ِ ‫َـﺮ‬
َ ‫َﺗﻌ‬

Aku pernah bertanya pada Rasulallah saw.: ‘Ya Rasulallah kapankah anda mulai menjadi“
Nabi?’ Beliau menjawab: ‘Setelah Allah menciptakan tujuh petala langit, kemudian
menciptakan ‘Arsy yang tiangnya termaktub Muham- mad Rasulallah khatamul anbiya
(Muhammad pesuruh Allah terakhir para Nabi), Allah lalu menciptakan surga tempat
kediaman Adam dan Hawa, kemudian menuliskan namaku pada pintu-pintunya,
dedaunannya, kubah-kubahnya dan khemah-khemahnya. Ketika itu Adam masih dalam
keadaan antara ruh dan jasad. Setelah Allah swt .menghidupkannya, ia memandang ke
‘Arsy dan melihat namaku. Allah kemudian memberitahu padanya bahwa dia (yang bernama
Muhammad itu) anak keturunanmu yang termulia. Setelah keduanya (Adam dan Hawa)
terkena bujukan setan mereka ber- taubat kepada Allah dengan minta syafa’at pada
namaku’ ”.

Sedangkan hadits yang kedua berasal dari Umar Ibnul Khattab (diriwayatkan secara
berangkai oleh Abu Nu’aim Al-Hafidz dalam Dala’ilun Nubuwwah oleh Syaikh Abul Faraj,
oleh Sulaiman bin Ahmad, oleh Ahmad bin Rasyid, oleh Ahmad bin Said Al-Fihri, oleh
Abdullah bin Ismail Al-Madani, oleh Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dan ayahnya) yang
:mengatakan bahwa Nabi saw. berrsabda

َ ‫ َوﻣَﺎ ﻣ‬,‫ﺄو َﺣﻰ َإﻟ ْﯿ ِﻪ‬


‫ُﺤ ﱠﻤ ٌﺪ ؟‬ ْ ‫ َﻓ‬,‫ُﺤ ﱠﻤ ٍﺪ إﻻﱠ َﻏ َﻔ ْﺮ َت ِﻟﻲ‬
َ ‫َﺤ ﱢﻖ ﻣ‬
َ ‫ ﯾَﺎ َر ﱢب ﺑ‬:‫ﺎل‬ َ ‫ َر َﻓ َﻊ َر‬,‫اﻟﺨ ِﻄ ْﯿَﺌ ُﺔ‬
َ ‫أﺳ ُﻪ َﻓ َﻘ‬ َ ‫ﺎب آ َد َم‬ َ ‫َﻟﻤﱠﺎ‬
َ ‫أﺻ‬

ْ ‫ﺈذا َﻋَﻠ ْﯿ ِﻪ ﻣ‬
‫َﻜﺘُ ْﻮ ٌب‬ َ ‫أﺳﻲ َإﻟﻰ َﻋ ْﺮ ِﺷ َﻚ َﻓ‬ ُ ‫ْﺖ َﺧ ْﻠ ِﻘﻲ َو َر َﻓﻌ‬
ِ ‫ْﺖ َر‬ َ ‫ ﯾَﺎ َر ﱢب إﻧﱠ َﻚ َﻟﻤﱠﺎ أ ْﺗ َﻤﻤ‬: :‫ﺎل‬
َ ‫ُﺤ ﱠﻤ ٌﺪ ؟ َﻓ َﻘ‬ ْ ‫َوﻣ‬
َ ‫َﻦ ﻣ‬

, ‫ َﻗ ْﺪ َﻏ َﻔ ْﺮ ُت َﻟ َﻚ‬,ْ‫ َﻧ َﻌﻢ‬,‫ﺎل‬
َ ‫اﺳ ِﻤ َﻚ َﻓ َﻘ‬ ْ ‫ْﻚ ْإذ َﻗ ََﺮ َر ْﻧ َﺖ‬
َ ‫إﺳ ُﻤ ُﻪ ﻣ‬
ْ ‫َﻊ‬ َ ‫أﻛ َﺮ ُم َﺧ ْﻠ ِﻘ‬
َ ‫ـﻚ َﻋَﻠﯿ‬ ْ ‫ْﺖ أﻧﱠ ُﻪ‬
ُ ‫ﷲ َﻓ َﻌِﻠﻤ‬ ُ ‫ُﺤ ﱠﻤ ٌﺪ َر ُﺳ‬
ِ ‫ـﻮل ا‬ َ ‫ﻹﻟ ِﻪ إﻻاﷲُ ﻣ‬
َ

َ ‫ َوَﻟ ْﻮ‬,‫َﺎء ِﻣ ْﻦ ُذ ﱢرﯾﱠِﺘ َﻚ‬


‫ﻻ ُه ﻣَﺎ َﺧَﻠ ْﻘﺘُ َﻚ‬ ِ ‫آﺧ ُﺮ اﻷ ْﻧِﺒﯿ‬
ِ ‫َو ُﻫ َﻮ‬

Setelah Adam berbuat kesalahan ia mengangkat kepalanya seraya berdo’a: ‘Ya Tuhanku,“
demi hak/kebenaran Muhammad niscaya Engkau berkenan mengampuni kesalahanku’.
Allah mewahyukan padanya: ‘Apakah Muhamad itu dan siapakah dia?’ Adam menjawab:
‘Ya Tuhanku, setelah Engkau menyempurnakan penciptaanku, kuangkat kepalaku melihat
ke ‘Arsy, tiba-tiba kulihat pada “Arsy-Mu termaktub Laa ilaaha illallah Muhammad
Rasulallah. Sejak itu aku mengetahui bahwa ia adalah makhluk termulia dalam
pandangan-Mu, karena Engkau menempatkan namanya disamping nama-Mu’. Allah
menjawab: ‘Ya benar, engkau Aku ampuni,. ia adalah penutup para Nabi dari keturunanmu.
Kalau bukan karena dia, engkau tidak Aku ciptakan’ ”.

Yang lebih heran lagi dua hadits terakhir ini walaupun diriwayatkan dan di benarkan oleh
Ibnu Taimiyyah, tapi beliau ini belum yakin bahwa hadits-hadits tersebut benar-benar pernah
diucapkan oleh Rasulallah saw.. Namun Ibnu Taimiyyah toh membenarkan makna hadits ini
dan menggunakannya untuk menafsirkan sanggahan terhadap sementara golongan yang
meng- anggap makna hadits tersebut bathil/salah atau bertentangan dengan prinsip tauhid
dan anggapan-anggapan lain yang tidak pada tempatnya. Ibnu Taimiy yah dalam Al-Fatawi
jilid XI /96 berkata sebagai berikut:

“Muhammad Rasulallah saw. adalah anak Adam yang terkemuka, manusia yang paling
afdhal (utama) dan paling mulia. Karena itulah ada orang yang mengatakan, bahwa karena
beliaulah Allah menciptakan alam semesta, dan ada pula yang mengatakan, kalau bukan
karena Muhammad saw. Allah swt. tidak menciptakan ‘Arsy, tidak Kursiy (kekuasaan Allah),
tidak menciptakan langit, bumi, matahari dan bulan. Akan tetapi semuanya itu bukan ucapan
Rasulallah saw, bukan hadits shohih dan bukan hadits dho’if, tidak ada ahli ilmu yang
mengutipnya sebagai ucapan (hadits) Nabi saw. dan tidak dikenal berasal dari sahabat
Nabi. Hadits tersebut merupakan pembicaraan yang tidak diketahui siapa yang
mengucapkannya. Sekalipun demikian makna hadits tersebut tepat benar dipergunakan
sebagai tafsir firman Allah swt.: “Dialah Allah yang telah menciptakan bagi kalian apa yang
ada dilangit dan dibumi ” (S.Luqman : 20), surat Ibrahim 32-34 (baca suratnya dibawah
ini–pen.) dan ayat-ayat Al-Qur’an lainnya yang menerangkan, bahwa Allah menciptakan
seisi alam ini untuk kepentingan anak-anak Adam. Sebagai- mana diketahui didalam
ayat-ayat tersebut terkandung berbagai hikmah yang amat besar, bahkan lebih besar
daripada itu. Jika anak Adam yang paling utama dan mulia itu, Muhammad saw. yang
diciptakan Allah swt. untuk suatu tujuan dan hikmah yang besar dan luas, maka
kelengkapan dan kesempurnaan semua ciptaan Allah swt. berakhir dengan terciptanya
Muhammad saw.“. Demikianlah Ibnu Taimiyyah.

:Firman-Nya dalam surat Ibrahim 32-34 yang dimaksud Ibnu Taimiyyah ialah
َ
‫َﺎء َ ﻓََﺎ ْﺧ َﺮ َج ِﺑ ِﻪ‬
ً ‫َﺎء ﻣ‬ ‫ض َوَا ْﻧ َﺰ َل ِﻣ َﻦ ﱠ‬
ِ ‫اﻟﺴﻤ‬ َ ‫ات َو ا‬
َ ‫ﻻ ْر‬ ِ ‫َﺎو‬ ‫اﷲُ اﻟﱠ ِﺬى َﺧَﻠ َﻖ ﱠ‬
َ ‫اﻟﺴﻤ‬

‫ْﺮ ِه َو َﺳ ﱠﺨ َﺮ َﻟ ُﻜ ُﻢ‬ َ ْ ‫ات ر ْز ًﻗ َﺎﻟ ُﻜ ْﻢ َو َﺳ ﱠﺨ َﺮ َﻟ ُﻜ ُﻢ اﻟﻔُ ْﻠ َﻚ ِﻟَﺘ ْﺠﺮ َي ِﻓﻰ اﻟﺒ‬ َ ‫ِﻣ َﻦ اﻟﺜﱠﻤ‬
ِ ‫َﺤ ِﺮ ِﺑﺎﻣ‬ ِ ِ ِ ‫َﺮ‬

ُ ‫َﺎر َوآَﺗ‬ َ ‫َﺮ َداِﺋَﺒﯿْﻦ َو َﺳ ﱠﺨ َﺮ َﻟ ُﻜ ُﻢ اﻟﱠﯿ‬


َ ‫ْﻞ َواﻟﻨﱠﻬ‬ َ ‫ْﺲ َواﻟ َﻘﻤ‬ ‫َﺎر َو َﺳ ﱠﺨ َﺮ َﻟ ُﻜ ُﻢ ﱠ‬
‫ﺎﻛ ْﻢ ِﻣ ْﻦ‬ ِ َ ‫اﻟﺸﻤ‬ َ َ ‫ﻻ ْﻧﻬ‬
َ‫ا‬

ٌ ‫ﺎن َﻟ َﻈﻠُ ْﻮ ٌم َﻛﻔﱠ‬


‫ﺎر‬ َ ‫ﻻ ْﻧ َﺴ‬ ُ ‫ﻻ ﺗُ ْﺤ‬
ِ ‫ﺼ ْﻮ َﻫﺎ ِا ﱠن ا‬ َ ‫ﷲ‬
ِ ‫َﺔ ا‬ ْ ‫ُﻛ ﱢﻞ ﻣَﺎ َﺳَﺎ ْﻟﺘُﻤ‬
َ ‫ُﻮه َوِا ْن َﺗ ُﻌ ﱡﺪ ْوا ِﻧ ْﻌﻤ‬

Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit,“
kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rizki untuk
kalian, dan Dia telah menundukkan bahtera bagi kalian supaya bahtera itu dapat berlayar di
lautan atas kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan sungai-sungai bagi kalian. Dan Dia
jualah yang telah menundukkan bagi kalian matahari dan bulan yang terus menerus beredar
dalam orbitnya masing-masing dan telah menundukkan bagi kalian siang dan malam. Dan
Dia jugalah yang memberikan kepada kalian apa yang kalian perlukan/mohonkan. Dan jika
kalian menghitung-hitung nikmat Allah, kalian tidak akan dapat mengetahui berapa
banyaknya. Sesungguhnya manusia itu, sangat dzalim dan sangat mengingkari (nikmat
Allah)”.(QS Ibrahim :32-34). DAPAT DISIMPULKAN JUGA BAHWA IBNU TAYMIYAH
MENGAKUI KONSEP “NUR MUHAMMAD” BAHWA NUR NABI MUHAMMAD ADALAH
MAKHLUQ YANG PERTAMA KALI DICIPTAKAN. Dan perhatikan kebiasaan buruk dan
kedustaan ibnu taymiyah (mati 721 H) yang mengatakan “tidak ada ahli ilmu yang
mengutipnya” padahal imam Thabrani (wafat 360 H) menulisnya dalam al -ausath, Abu
.Nu’aim (wafat 430 H) dalam Dala’ilun Nubuwwah dsb

Anda mungkin juga menyukai