Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KISAH NABI NUH ‘ALAIHISSALAM


Mata Kuliah : Sirah Nabawiyah
Dosen Pengampu : Drs. Anhar Anshori, M.S.I., Ph. D.

Oleh :
1. Akbar ( 2000027025 )
2. Qayyimatul Jauziyah Bethan ( 2000027005 )

PROGRAM STUDI ILMU HADITS


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta`ala yang atas rahmat
dan karunia-Nya kita masih dapat menjalankan aktivitas sehari-hari tanpa ada kendala suatu
apapun. Dan juga shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah
menuju zaman yang terang benderang seperti saat ini.
Terima kasih penulis ucapkan kepada keluarga dan teman-teman yang telah membantu
dalam proses penulisan makalah ini sehingga dapat selesai dengan baik dan tepat waktu,
walaupun masih banyak kekurangan baik dari segi kelengkapan materi maupun penulisan
makalah.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan pemahaman
pembaca mengenai “Kisah Nabi Nuh ‘Alaihissalam”. Namun dari pada itu, di dalam
makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan bahkan jauh dari kata sempurna,
sehingga penulis sangat mengharapkan kritik serta saran yang sifatnya dapat membangun
demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi ke depannya.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii

DAFTAR ISI............................................................................................................................iii

BAB I..........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.....................................................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..........................................................................................................2

C. Tujuan Masalah..............................................................................................................2

BAB II........................................................................................................................................4

PEMBAHASAN........................................................................................................................4

A. Nabi Nuh ‘Alaihissalam dalam Al Qur’an dan Hadits...............................................4

B. Dakwah Nabi Nuh ‘Alaihissalam kepada Ummatnya...............................................5

C. Azab bagi Ummat Nabi Nuh ‘Alaihissalam yang Ingkar..........................................5

BAB III......................................................................................................................................7

PENUTUP.................................................................................................................................7

A. Kesimpulan......................................................................................................................7

B. Saran................................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................9

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai generasi muda Islam yang hidup di era globalisasi seperti sekarang ini, tentu kita
selalu dekat dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi
menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi salah
satu aspek penting dalam kehidupan generasi muda.
Akan tetapi, sebagai generasi muda Islam, Al Qur’an dan Sunnah menjadi pedoman utama
dalam kehidupan sehari-hari. Sebab dari Al Qur’an dan Sunnah itulah ilmu pengetahuan dan
teknologi berasal. Al Qur’an dan Sunnah di dalamnya terdapat kisah mengenai umat-umat
terdahulu yang dapat diambil pelajaran darinya. Kisah-kisah tersebut menceritakan bagaimana
para nabi dan rasul beserta umatnya menjalani hidup, tentang rintangan, cobaan, dan usaha
serta daya upaya mereka menjalankan perintah Allah.
Kisah-kisah ini penting diketahui oleh generasi muda Islam agar dapat mengambil teladan
yang baik dari para nabi dan rasul beserta umatnya. Dengan mengetahui serta memahami
perjuangan umat terdahulu juga dapat menumbuhkan semangat untuk berbuat kebaikan,
sebagaimana dicontohkan oleh para nabi dan rasul.
Oleh karena itu, dalam penulisan makalah kali ini, penulis mengambil judul “Kisah Nabi
Nuh ‘Alaihissalam”. Manfaat dari mempelajari “Kisah Nabi Nuh ‘Alaihissalam” adalah
generasi muda dapat mencontoh semangat dan perjuangan Nabi Nuh ‘Alaihissalam dalam
berdakwah dan menyampaikan risalah kepada keluarga serta umatnya. Yang mana telah
diceritakan di dalam Al Qur’an bahwa Nabi Nuh ‘Alaihissalam selama berdakwah ratusan
tahun lamanya, hanya sedikit dari umatnya yang mau menerima risalahnya.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Al Qur’an dan Hadits menceritakan tentang Nabi Nuh ‘Alaihissalam?
2. Bagamaina dakwah Nabi Nuh ‘Alaihissalam kepada ummatnya?
3. Bagaimana azab bagi ummat Nabi Nuh ‘Alaihissalam?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui bagaimana Al Qur’an dan Hadits menceritakan tentang Nabi Nuh
‘Alaihissalam.
2. Mengetahui dakwah Nabi Nuh ‘Alaihissalam kepada ummatnya.
3. Mengetahui bagaimana azab bagi ummat Nabi Nuh ‘Alaihissalam

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Nabi Nuh ‘Alaihissalam dalam Al Qur’an dan Hadits


Nuh bin Lamik bin Mutawasysyilakh bin Khanukh (Idris) bin Yazid bin Malayil bin
Qanin bin Anusy bin Syits bin Adam ‘Alaihissalam (Nuh merupakan keturunan Idris)
lahir diperkirakan sepuluh abad setelah Adam ‘Alaihissalam. Pendapat ini sebagaimana
diungkapkan oleh al-Hafizh Abu Hatim bin Hibban dalam kitab Shahih:
Abû Umâmah menceritakan bahwa suatu ketika, seorang pria bertanya kepada Nabi
Muhammad SAW:
“Apakah Adam menjadi seorang nabi?” Nabi Muhammad SAW menjawab: “Ya.” Pria
itu bertanya: “Berapa banyak waktu yang berlalu antara dia dan Nuh?” Nabi
Muhammad SAW menjawab: “sepuluh qarn.” (Sahîh Ibn Hibbân, Hadits 6190).
Sepuluh qarn yang dimaksud di sini apabila berarti sepuluh abad, maka jarak antara
Nuh dan Adam adalah seribu tahun. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan bahwa
jarak antara keduanya lebih dari itu. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala dalam Q.S.
Al Isra’ ayat 17:
ِ َ‫ ۢ ًرا ب‬JJJJJ‫ا ِد ٖه َخبِ ۡي‬JJJJJَ‫ب ِعب‬
‫ ۡيرًا‬JJJJJ‫ص‬ َ ِّ‫ح‌ؕ َو َك ٰفى بِ َرب‬
ِ ‫ ُذنُ ۡو‬JJJJJِ‫ك ب‬ ۡ ُ‫ ِد ن‬JJJJJ‫ر ُۡو ِن ِم ۡۢن بَ ۡع‬JJJJJُ‫ا ِمنَ ۡالق‬JJJJJَ‫َو َكمۡ اَ ۡهلَ ۡكن‬
ٍ ‫و‬JJJJJ

“Dan berapa banyak kaum setelah Nuh, yang telah Kami binasakan. Dan cukuplah
Tuhanmu Yang Maha Mengetahui, Maha Melihat dosa hamba-hamba-Nya.”
Dan sabda Rasulullah: “Sebaik-baik qurun (generasi) adalah generasiku.”
Maka jarak antara Nuh dan Adam adalah ribuan tahun dan terdapat banyak sekali
generasi yang hidup sebelum Nuh. Wallahu A’lam.

Nabi Nuh ‘Alaihissalam diperkirakan memiliki seorang istri. Istrinya yang konon
bernama Walihah atau Waghilah atau Wa’ilah (tidak ada sumber otentik yang
menyebutkan nama istri nabi Nuh) disebutkan di dalam Al Qur’an sebagai perumpamaan
orang-orang kafir, disebabkan ia adalah wanita yang durhaka kepada suaminya, ia ingkar
terhadap ajaran Nabi Nuh ‘Alaihissalam dan enggan menerima risalahnya.

3
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala dalam Q.S. At Tahrim ayat 10:
;‫ن; ِم; ْ;ن; ِع; بَ; ا; ِد; نَ;; ا‬
ِ ;‫ت; َع; ْب;; َد; ْي‬ َ ;َ‫ت; نُ; ; و;حٍ; َو; ا; ْم;; َر; أ‬
َ ;‫ت; لُ; ; و; ٍط; ۖ; َك; ا;نَ; تَ; ا; تَ; ْ;ح‬ َ ;َ‫ب; هَّللا ُ; َم; ثَ; اًل لِ; ل;َّ ِذ; ي; َن; َك; فَ; ُر; و;ا; ا; ْم; َ;ر; أ‬
َ ;‫ض; َ;ر‬

;َ ;ِ ‫ن; فَ; َ;خ; ا;نَ; تَ; ا; ُه; َم; ا; فَ; لَ; ْم; يُ; ْغ; نِ; يَ; ا; َع; ْن; ُه; َم; ا; ِم; َن; هَّللا‬
;‫ش;;; ْي; ئ;ً ا; َ;و; قِ;;ي;;;لَ; ا; ْد; ُ;خ; اَل ا;ل;ن;َّا; َر; َم;;;; عَ; ا;ل;;;د;َّ ا; ِخ; لِ; ي; َن‬ ِ ;‫ص;;; ا;لِ; َ;ح; ْي‬

“Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir.
Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-
hamba Kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), maka
suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan
(kepada keduanya): "Masuklah ke dalam jahannam bersama orang-orang yang masuk
(jahannam)".
Dalam Tafsir Al-Jalalain (hlm. 572) disebutkan bahwa istri Nuh mengatakan pada
kaumnya bahwa suaminya itu majnun (gila).

Selain itu, Nabi Nuh ‘Alaihissalam diperkirakan memiliki empat orang putra, yaitu
Sam, Ham, Yafet, dan Kan’an. Diceritakan dalam Al Qur’an bahwa seorang anak Nabi
Nuh ‘Aalaihissalam yang durhaka ialah Kan’an, putra yang tertua. Firman Allah Ta’ala
Q.S. Hud ayat 42-43:
‫ي ارْ كَبْ َم َعنَا َوال تَ ُك ْن َم َع‬ ِ ‫ال َونَادَى نُو ٌح ا ْبنَهُ َو َكانَ فِي َمع‬
َّ َ‫ْز ٍل يَا بُن‬ ِ َ‫ج َك ْال ِجب‬
ٍ ْ‫َو ِه َي تَجْ ِري بِ ِه ْم فِي َمو‬
َ ‫ص َم ْاليَوْ َم ِم ْن أَ ْم ِر هَّللا ِ إِال َم ْن َر ِح َم َو َح‬
‫ال‬ ِ ‫ْص ُمنِي ِمنَ ْال َما ِء قَا َل اَل عَا‬
ِ ‫آوي إِلَى َجبَ ٍل يَع‬ ِ ‫ قَا َل َس‬.‫ْال َكافِ ِرين‬
ْ َ‫بَ ْينَهُ َما ْال َموْ ُج فَ َكان‬ 
Jَ ِ‫مال ُم ْغ َرق‬
‫ين‬
“Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh
memanggil anaknya, sedangkan anak itu berada di tempat yang jauh terpencil, "Hai
anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-
orang yang kafir.” Anaknya menjawab, "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang
dapat memeliharaku dari air bah!" Nuh berkata, " Tidak ada yang melindungi hari ini dari
azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang.” Dan gelombang menjadi
penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang
ditenggelamkan.”

Nabi Nuh ‘Alaihissalam diutus menjadi rasul ketika ia berusia empat ratus depan
puluh tahun (hal ini diungkapkan oleh Ibnu ‘Abbas). Namun terdapat perbedaan
mengenai hal ini, ada yang mengungkapkan bahwa Nabi Nuh ‘Alaihissalam diutus ketika

4
berusia tiga ratus lima puluh tahun (oleh Ibnu Jarir), dan ada pula yang mengungkapkan
bahwa ia diutus ketika berusia lima puluh tahun.
Nabi Nuh ‘Alaihissalam adalah Nabi ke empat setelah Nabi Adam, Nabi Sith,
dan Nabi Idris. Tetapi, Nabi Nuh ‘Alaihissalam adalah Rasul pertama yang di utus Allah
di muka bumi. Perlu untuk diketahui, bahwa Nabi dan Rasul itu berbeda. Rasul sudah
pasti dari golongan Nabi, tetapi Nabi belum tentu menjadi Rasul. Pengertian secara
sederhana, Nabi adalah manusia yang diberi wahyu oleh Allah untuk diamalkan.
Sedangkan Rasul adalah Nabi yang diberi tugas oleh Allah untuk menyampaikan atau
mengajarkan yang diwahyukan Allah kepada umatnya.
Sebagai seorang rasul, Nabi Nuh ‘Alahissalam merupakan seorang rasul pilihan yang
memiliki kelebihan yang istimewa, Nabi Nuh memiliki gelar rasul ulul ‘azmi. Nabi dan
rasul yang memiliki gelar ulul ‘azmi sendiri ada lima termasuk Nabi Nuh ‘Alaihissalam,
yaitu Nabi Isa, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi ‘Isa, dan Nabi Muhammad Shollallahu
‘alaihi wa Sallam.
Ulul ‘azmi sendiri berasal dari dua kata, yakni ulul dan azmi. Arti dari kata ulu atau
uli adalah memiliki, sedangkan azmi berarti tekad atau keteguhan hati yang kuat. Maka
ulul azmi diartiakan sebagai seorang yang memiliki ketabahan, kesabaran dan keuletan
yang luar biasa dalam menjalankan tugas sucinya sebagai rasul, walaupun menghadapi
berbagai rintangan.
Julukan ini pantas diterima oleh Nabi Nuh ‘Alaihissalam karena kesabarannya yang
luar biasa dalam berdakwah menghadapi keluarga dan ummatnya. Firman Allah Ta’ala
dalam Q.S. Al Ahqaf ayat 35:

Jْ Jَ‫ اَل ت‬J‫و‬Jَ J‫ ِل‬J J‫ ُس‬JُّJ‫ر‬J‫ل‬J‫ ا‬J‫ن‬Jَ J‫ ِم‬J‫ ِم‬J‫ز‬Jْ J‫ َع‬J‫ ْل‬J‫ ا‬J‫ و‬Jُ‫ل‬J‫و‬Jُ‫ أ‬J‫ َر‬Jَ‫ ب‬J‫ص‬
J‫ ا‬J‫ َم‬J‫ َن‬J‫و‬Jْ J‫ َر‬J Jَ‫ ي‬J‫ َم‬J‫و‬Jْ JJَ‫ ي‬J‫ ْم‬Jُ‫ ه‬Jَّ‫ن‬Jَ‫ أ‬JJ‫ َك‬Jۚ J‫ ْم‬Jُ‫ ه‬Jَ‫ ل‬J‫ ْل‬J‫ ِج‬J‫ ْع‬Jَ‫ ت‬J ‫س‬J Jْ J‫ ا‬Jَ‫ف‬
Jَ J‫ ا‬J‫ َم‬J‫ َك‬J‫ ْر‬Jِ‫ ب‬J‫ص‬

J‫ َن‬J‫ و‬Jُ‫ ق‬J‫س‬Jِ J‫ ا‬Jَ‫ ف‬J‫ ْل‬J‫ ا‬J‫ ُم‬J‫و‬Jْ Jَ‫ ق‬J‫ ْل‬J‫ اَّل ا‬Jِ‫ إ‬J‫ك‬
ُ Jَ‫ ل‬J‫ ْه‬Jُ‫ ي‬J‫ ْل‬Jَ‫ ه‬Jَ‫ ف‬Jۚ Jٌ‫ اَل غ‬Jَ‫ ب‬Jۚ Jٍ‫ر‬J‫ ا‬Jَ‫ ه‬Jَ‫ ن‬J‫ن‬Jْ J‫ ِم‬Jً‫ ة‬J‫ َع‬J‫ ا‬J‫ اَّل َس‬Jِ‫ إ‬J‫ا‬J‫و‬Jُ‫ ث‬Jَ‫ ب‬J‫ ْل‬Jَ‫ ي‬J‫ ْم‬Jَ‫ ل‬J‫ َن‬J‫ و‬J‫ ُد‬J‫ َع‬J‫و‬Jُ‫ي‬

“Maka bersabarlah engkau (Muhammad) sebagaimana kesabaran rasul-rasul


yangmemiliki keteguhan hati dan janganlah engkau meminta agar azab disegerakan untuk
mereka. Pada hari mereka melihat azab yang dijanjikan, mereka merasa seolah-olah
mereka tinggal (di dunia) hanya sesaat saja pada siang hari. Tugasmu hanya
menyampaikan. Maka tidak ada yang dibinasakan kecuali kaum yang fasik (tidak taat
kepada Allah).”

5
Q.S. Al Ahzab ayat 7:
َ J‫ ْن‬J‫ ِم‬J‫ َو‬J‫ ْم‬Jُ‫ ه‬Jَ‫ق‬J‫ ا‬Jَ‫ث‬J‫ ي‬J‫ ِم‬J‫ َن‬J‫ ي‬JِّJ‫ ي‬Jِ‫ ب‬Jَّ‫ن‬J‫ل‬J‫ ا‬J‫ن‬Jَ J‫ ِم‬J‫ ا‬Jَ‫ ن‬J‫ ْذ‬J‫ َخ‬Jَ‫ أ‬J‫ ْذ‬Jِ‫ إ‬J‫َو‬
J‫ َم‬Jَ‫ ي‬J‫ر‬Jْ J‫ َم‬J‫ ِن‬J‫ ْب‬J‫ ا‬J‫ ى‬J‫ َس‬J‫ ي‬J‫ع‬Jِ J‫و‬Jَ J‫ى‬Jٰ J‫ َس‬J‫ و‬J‫ ُم‬J‫ َو‬J‫ َم‬J‫ ي‬J‫ ِه‬J‫ ا‬J‫ر‬Jَ J‫ ْب‬Jِ‫ إ‬J‫و‬Jَ Jٍ‫ح‬J‫ و‬Jُ‫ ن‬J‫ن‬Jْ J‫ ِم‬J‫ َو‬J‫ك‬

ً J‫ ي‬Jِ‫ ل‬J‫ َغ‬J‫ ا‬Jً‫ق‬J‫ ا‬Jَ‫ث‬J‫ ي‬J‫ ِم‬J‫ ْم‬Jُ‫ ه‬J‫ ْن‬J‫ ِم‬J‫ ا‬Jَ‫ ن‬J‫ ْذ‬J‫ َخ‬Jَ‫ أ‬J‫ َو‬Jۖ
J‫ ا‬J‫ظ‬

“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri)
dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka
perjanjian yang teguh.”

6
B. Dakwah Nabi Nuh ‘Alahissalam kepada Ummatnya
Secara umum, Nabi Nuh ‘Alaihissalam diutus ketika manusia kembali terjerumus ke
dalam kesesatan dan kekafiran. Manusia kembali menyembah berhala dan thaghut. Kaum
Nabi Nuh ‘Alahissalam adalah Bani Rasib. Bani Rasib pada awalnya adalah kaum yang
taat dan selalu beribadah kepada Allah. Bahkan, di antara mereka terdapat orang-orang
shalih yang terkenal dan menjadi contoh bagi mereka. Orang-orang shalih tersebut antara
lain adalah Wadd, Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr. Hal ini disebutkan dalam firman
Allah Ta’ala Q.S. Nuh ayat 23:
‫ُوق َو َنسْ رً ا‬
َ ‫وث َو َيع‬ ۟ ُ‫َقال‬
َ ‫وا اَل َت َذرُنَّ َءالِ َه َت ُك ْم َواَل َت َذرُنَّ َو ًّدا َواَل س َُواعًا َواَل َي ُغ‬

“Dan mereka berkata, “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-


tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan
jangan pula Suwa', Yagus, Ya'uq dan Nasr.”

Ibnu ‘Abbas mengungkapkan bahwa: Ini merupakan nama-nama orang shalih yang
hidup di kalangan kaum Nabi Nuh ‘Alaihissalam. Ketika mereka wafat, syaithan
membisikkan kepada kaum mereka untuk membuat patung-patung orang-orang shalih
tersebut. Mereka pun melakukannya dan saat itu patung-patung tersebut belum disembah
hingga hilangnya ilmu di tengah-tengah mereka.
Sehingga mereka (kaum yang membuat patung-patung tersebut) wafat dan dating
generasi berikutnya, syaithan berkata bahwa: “Mereka (generasi sebelumnya)
menyembah patung-patung ini, dan dengan patung-patung ini mereka meminta hujan.”
Maka mereka pun menyembah patung-patung tersebut.

Adapun Ibnu Hatim berkata bahwa: Abu Ja’far menyebutkan bahwa Wadd adalah
seorang yang shalih dan dicintai oleh kaumnya. Maka ketika ia wafat, orang-orang
bersedih atas kepergiannya dan berdiam diri di kuburannya.
Iblis yang melihat kesedihan mereka pun dating kepada mereka dan menyerupai
seorang manusia dan berkata: “Saya melihat kalian sangat bersedih atas kepergian orang

7
ini. Maukah aku buatkan sebuah patung yang menyerupainya kemudian kalian letakkan
di tempat berkumpul kalian agar kalian senantiasa mengingatnya?”

Mereka pun terus banyak menurunkan keturunan dan mengajarkan tata cara
mengingat Wadd, hingga akhirnya anak cucu mereka menyembah selain Allah ( patung
Wadd adalah yang pertama mereka sembah selain Allah).
Hal inilah yang menyebabkan munculnya kerusakan dan malapetaka sehingga Allah
mengutus rasul-Nya Nabi Nuh ‘Alaihissalam untuk menyeru kepada mereka agar
kembali menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan selain-Nya.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam Q.S. Al A’raf ayat 59:
‫َظ ٍيم‬ َ ‫لَقَ ْد أَرْ َس ْلنَا نُوحًا إِلَ ٰى قَوْ ِم ِه فَقَا َل يَا قَوْ ِم ا ْعبُدُوا هَّللا َ َما لَ ُك ْم ِم ْن إِ ٰلَ ٍه َغ ْي ُرهُ إِنِّي أَخَافُ َعلَ ْي ُك ْم َع َذ‬
ِ ‫اب يَوْ ٍم ع‬
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: "Wahai
kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya". Sesungguhnya
(kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar
(kiamat).”

Telah disebutkan bahwa Nabi Nuh ‘Alaihissalam telah menyeru mereka dengan
berbagai cara, baik di waktu siang dan malam, sembunyi-sembunyi maupun terang-
terangan, dan dengan targhib (anjuran) maupun tarhib (ancaman). Yang mana dengan
segala tersebut tidak berhasil memdakwahi mereka. Allah berfirman dalam Q.S. Nuh ayat
5-7:
‫ب إِنِّى َدع َْوتُ قَ ْو ِمى لَ ْياًل َونَ َها ًرا‬
ِّ ‫قَا َل َر‬
“Nuh berkata: "Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang”
ٓ ‫فَلَ ْم يَ ِز ْد ُه ْم ُدعَٓا ِء‬
‫ى إِاَّل فِ َرا ًرا‬
“maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran).”
;‫ستِ ْكبَا ًرا‬ ۟ ‫ستَ ْكبَ ُر‬
ْ ‫وا ٱ‬ ۟ ‫ص ُّر‬
ْ ‫وا َوٱ‬ َ َ‫ستَ ْغش َْو ۟ا ثِيَابَ ُه ْم َوأ‬ َ ٰ َ‫َوإِنِّى ُكلَّ َما َدع َْوتُ ُه ْم لِتَ ْغفِ َر لَ ُه ْم َج َعلُ ٓو ۟ا أ‬
ْ ‫صبِ َع ُه ْم فِ ٓى َءا َذانِ ِه ْم َوٱ‬
“Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau
mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan
menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan
menyombongkan diri dengan sangat.”

8
Mereka masih terus di dalam kesesatan, bersikap sewenang-wenang, mengadakan
permusuhan, dan mengancam orang-orang yang beriman dengan rajam dan pengusiran.
Mereka menganggap heran jika seorang manusia menjadi rasul. Mereka merendahkan
orang-orang yang mengikutinya dan memandang rendah, hina, dan bodoh.

Mereka menyebut orang-orang beriman tersebut dengan baadiyar ra’yi yang artinya
orang yang lekas percaya saja. Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di menjelaskan:
“’baadiyar ra’yi‘ maksudnya: ‘mereka (pengikut Nabi Nuh) mengikuti engkau (wahai
Nuh) tanpa berpikir masak-masak dan tanpa penelaahan yang mendalam. Sekedar engkau
mengajak mereka, merekapun langsung ikut’, ini maksud mereka” (Tafsir As Sa’di).
Selain itu, orang-orang kafir tersebut juga meminta kepada Nabi Nuh ‘Alaihissalam
agar menjauhkan para pengikutnya dari mereka, dan apabila Nabi Nuh ‘Alaihissalam
mau melakukannya, mereka berjanji akan bersedia untuk berkumpul dengannya. Namun
Nabi Nuh ‘Alaihissalam menolaknya dengan berkata: “Sesungguhnya mereka akan
bertemu Tuhannya. Yakni saya (Nuh) khawatir bila mengusir mereka, maka mereka akan
mengadu kepada Allah.”
Dakwah Nabi Nuh ‘Alaihissalam kepada kaumnya berlangsung sangat lama, yakni
selama lima abad (lima ratus tahun). Tetapi sangat sedikit kaumnya yang mau beriman
kepadanya. Allah berfirman dalam Q.S. Hud ayat 36:
۟ ُ‫س بِ َما َكان‬
َ‫وا يَ ْف َعلُون‬ ْ ِ‫وح أَنَّهۥُ لَن يُؤْ ِمنَ ِمن قَ ْو ِم َك إِاَّل َمن قَ ْد َءا َمنَ فَاَل تَ ْبتَئ‬ ِ ُ‫َوأ‬
ٍ ُ‫وح َى إِلَ ٰى ن‬
“Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman di antara
kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja), karena itu janganlah kamu bersedih
hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan.”

Setiap pergantian generasi, kaumnya yang kafir senantiasa berwasiat kepada generasi
berikutnya agar tidak beriman kepadanya, memeranginya, dan menyelisihi perintahnya.
Hal ini disebutkan dalam Q.S. Nuh ayat 27:
ِ َ‫وا ِعبَادَكَ َواَل يَلِد ُٓو ۟ا إِاَّل ف‬
‫اج ًرا َكفَّا ًرا‬ ۟ ُّ‫ضل‬
ِ ُ‫إِنَّكَ إِن تَ َذ ْر ُه ْم ي‬
“Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan
hamba-hamba-Mu, dan mereka hanya akan melahirkan anak-anak yang jahat lagi sangat
kafir.”
Sesungguhnya Allah telah menakdirkan segala sesuatu, apabila Allah menghendaki
fitnah kepada seseorang maka tak seorang pun yang dapat memberi petunjuk baginya.

9
Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Ia kehendaki dan menyesatkan siapa saja
yang Ia kehendaki.

Dalam Q.S. Hud ayat 27-28 diceritakan pula bahwa orang-orang kafir tersebut juga
mengatakan pada Nabi Nuh ‘Alaihissalam bahwa mereka tidak melihat kelebihan apapun
atas mereka. Yakni, belum nampak sesuatupun dari kalian setelah kalian menyandang
gelar keimanan dan tidak ada keistimewaan kalian atas kami.
Nabi Nuh ‘Alaihissalam berkata pada kaumnya: “Hai kaumku, bagaimana pikiranmu,
jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku, dan diberi-Nya aku rahmat dari sisi-
Nya, tetapi rahmat itu disamarkan bagimu. Apa akan kami paksakan kamu menerimanya,
padahal kamu tidak menyukainya?”
Waktu terus berjalan dan perdebatan antara Nabi Nuh ‘Alaihissalam dan kaumnya
terus berlanjut. Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam Q.S. Al ‘Ankabut ayat 14:
َ‫طوفَانُ َو ُه ْم ٰظَلِ ُمون‬
ُّ ‫سينَ عَا ًما فَأ َ َخ َذ ُه ُم ٱل‬ َ َ‫ث فِي ِه ْم أَ ْلف‬
ِ ‫سنَ ٍة إِاَّل َخ ْم‬ َ ِ‫وحا إِلَ ٰى قَ ْو ِم ِهۦ فَلَب‬ َ ‫َولَقَ ْد أَ ْر‬
ً ُ‫س ْلنَا; ن‬
“Dan sungguh, Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka dia tinggal bersama
mereka selama seribu tahun kurang lima puluh tahun. Kemudian mereka dilanda banjir
besar, sedangkan mereka adalah orang-orang yang zhalim."

Sehingga ketika Nabi Nuh ‘Alaihissalam mulai merasa putus asa dalam mengharap
kebaikan dan kebahagiaan bagi kaumnya, maka Nabi Nuh ‘Alaihissalam pun mendoakan
keburukan bagi kaumnya, dan Allah mengabulkan permohonannya. Allah berfirman
dalam Q.S. Al Qamar ayat 10:
ٌ ُ‫فَ َدعَا َربَّهُ أَنِّي َم ْغل‬
ِ ‫وب فَا ْنت‬
‫َص ْ;ر‬
“Maka dia (Nuh) mengadu kepada Tuhannya, "Sesungguhnya aku telah dikalahkan, maka
tolonglah (aku)."
Dan juga dalam Q.S. Ash Shaffaat ayat 171:
َ ‫سبَقَتْ َكلِ َمتُنَا; لِ ِعبَا ِدنَا; ٱ ْل ُم ْر‬
َ‫سلِين‬ َ ‫َولَقَ ْد‬
“Dan sesungguhnya telah tetap janji Kami kepada hamba-hamba Kami yang menjadi
rasul,”
Maka kesalahan-kesalahan mereka berupa kekafiran, kefajiran, dan doa keburukan
Nabi Nuh ‘Alaihissalam berkumpul jadi satu. Saat itulah Allah Ta’ala memerintahkan

10
Nabi Nuh ‘Alaihissalam untuk membuat bahtera, yaitu perahu yang sangat besar, belum
pernah ada yang semisal dengannya sebelumnya dan sesudahnya.

C. Azab bagi Ummat Nabi Nuh ‘Alaihissalam yang Ingkar


Allah Ta’ala telah memberitahukan sebelumnya kepada Nabi Nuh ‘Alaihissalam
bahwa apabila telah datang perintah-Nya dan azab telah menimpa mereka dan tidak dapat
dihindarkan dari orang-orang yang berbuat dosa maka Dia tidak akan menarik dan
mengembalikannya. Boleh jadi Nabi Nuh ‘Alaihissalam merasa kasihan kepada kaumnya
karena azab yang akan menimpa mereka.
Maka Allah pun memerintahkan kepada Nabi Nuh ‘Alaihissalam untuk membuat
bahtera. Bahtera itu akan memuat Nabi Nuh ‘alaihissalam, orang-orang yang beriman,
serta beragam makhluk yang mempunyai ruh yang dikehendaki Allah Subhanahu wa
Ta’ala untuk tetap hidup sesudah banjir bandang menimpanya.
Pembuatan bahtera yang amat besar itu bukanlah hal yang sederhana. Allah
Subhanahu wa Ta’ala membimbing dan mengawasi secara langsung akan pembuatannya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan dalam Q.S. Hud ayat 38:
َ‫ٱصنَ ِع ٱ ْلفُ ْل َ;ك بِأ َ ْعيُنِنَا َو َو ْحيِنَا َواَل ت ٰ َُخ ِط ْبنِى ِفى ٱلَّ ِذينَ ظَلَ ُم ٓو ۟ا ۚ إِنَّ ُهم ُّم ْغ َرقُون‬
ْ ‫َو‬
“Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah
kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim itu; sesungguhnya mereka
itu akan ditenggelamkan.”
Kaumnya yang melihat hal tersebut mengolok-oloknya dan menganggap hal yang
dijanjikan Allah kepada mereka adalah mustahil. Allah berfirman dalam Q.S. Hud ayat
39:
َ‫س َخ ُرون‬
ْ َ‫س َخ ُر ِمن ُك ْم َك َما ت‬ ۟ ‫س َخ ُر‬
ْ َ‫وا ِمنَّا فَإِنَّا; ن‬ ْ َ‫قَا َل إِن ت‬
“Berkatalah Nuh: "Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun)
mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami).”

Ats Tsauri mengatakan bahwa: Allah memerintahkannya untuk membuat bahtera


dengan panjang delapan puluh hasta, lebarnya lima puluh hasta, serta tingginya tiga puluh
hasta. Bahtera bagian luar dicat dengan ter serta dada kapal dibuat dengan fungsi untuk
membelah air.

11
Bahtera dibuat bertingkat tiga dengan setiap tingkat memiliki tinggi sepuluh hasta.
Tingkat bawah disediakan bagi hewan ternak dan binatang buas, bagian tengah untuk
manusia dan bagian atas untuk bangsa burung.

Pintu bahtera tersebut berada di bagian lebar bahtera dan bahtera tersebut mempunyai
penutup yang berada di atasnya. Allah juga memerintahkan Nabi Nuh ‘Alaihissalam
membuat bahtera itu sedemikian rupa sehingga air tidak bisa masuk ke dalam. Allah
berkata, “Aku akan mendatangkan air bah dan membinasakan seluruh dunia. Semua yang
di luar bahtera akan mati.”
Allah juga memerintahkan agar Nabi Nuh ‘Alaihissalam membawa sepasang hewan
dan segala sesuatu yang bisa dimakan untuk kelangsungan hidup anak keturunannya. Ia
juga diperintahkan untuk membawa seluruh anggota keluarganya kecuali yang telah
dinyatakan kafir.
Setelah pembuatan bahtera selesai, datanglah apa yang Allah Ta’ala janjikan kepada
Nabi Nuh ‘Alaihissalam dan kaumnya. Tiba-tiba Allah memerintahkan langit untuk
mengguyur bumi dengan air yang deras, disusul bumi agar memancarkan air dari segala
penjuru dengan cepat, tungku-tungku tempat perapian pun berubah menjadi mata air yang
tak henti-hentinya. Bertemulah sumber air yang melimpah baik dari atas maupun dari
bawah.
Para ahli tafsir mengatakan bahwa ketinggian air pada saat itu mencapai lima belas
hasta di atas gunung yang paling tinggi di bumi. Ada pula yang mengatakan bahwa
ketinggian air tersebut mencapai delapan puluh hasta yang memenuhi seluruh permukaan
bumi, baik dataran rendah maupun dataran tinggi, pegunungan maupun pesisir.

Allah berfirman dalam Q.S. Hud ayat 40:


ْ‫ق َعلَ ْي ِه ٱ ْلقَ ْو ُل َو َمن‬ َ ‫ٱح ِم ْل فِي َها ِمن ُك ٍّل زَ ْو َج ْي ِن ٱ ْثنَ ْي ِ;ن َوأَ ْهلَ َك إِاَّل َمن‬
َ َ‫سب‬ َ َ‫َحت ٰ َّٓى إِ َذا َجٓا َء أَ ْم ُرنَا َوف‬
ْ ‫ار ٱلتَّنُّو ُ;ر قُ ْلنَا‬
‫َءا َمنَ ۚ َو َمٓا َءا َمنَ َم َع ٓۥهُ إِاَّل قَلِي ٌل‬
“Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur telah memancarkan air, Kami
berfirman: "Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang
(jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan
terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman". Dan tidak beriman bersama
dengan Nuh itu kecuali sedikit.”

12
Para ulama berselisih pendapat mengenai berapa jumlah orang yang ikut di dalam
bahtera tersebut. Ibnu ‘Abbas berkata bahwa jumlah mereka adalah delapan puluh orang,
termasuk para wanitanya. Sedangkan Ka’b al Ahbar berkata bahwa jumlah mereka tujuh
puluh dua orang. Keluarga Nabi Nuh ‘Alaihissalam yang ingkar padanya tidak ikut serta
dalam bahtera itu, yakni putranya Kan’an.

Allah berfirman dalam Q.S. Hud ayat 42-43:


‫ي ارْ كَبْ َم َعنَا َوال تَ ُك ْن َم َع‬ ِ ‫ال َونَادَى نُو ٌح ا ْبنَهُ َو َكانَ فِي َمع‬
َّ َ‫ْز ٍل يَا بُن‬ ِ َ‫ج َك ْال ِجب‬
ٍ ْ‫َو ِه َي تَجْ ِري بِ ِه ْم فِي َمو‬
َ ‫ص َم ْاليَوْ َم ِم ْن أَ ْم ِر هَّللا ِ إِال َم ْن َر ِح َم َو َح‬
‫ال‬ ِ ‫ْص ُمنِي ِمنَ ْال َما ِء قَا َل اَل عَا‬
ِ ‫آوي إِلَى َجبَ ٍل يَع‬ ِ ‫ قَا َل َس‬.‫ْال َكافِ ِرين‬
ْ َ‫بَ ْينَهُ َما ْال َموْ ُج فَ َكان‬ 
Jَ ِ‫مال ُم ْغ َرق‬
‫ين‬
“Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh
memanggil anaknya, sedangkan anak itu berada di tempat yang jauh terpencil, "Hai
anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-
orang yang kafir.” Anaknya menjawab, "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang
dapat memeliharaku dari air bah!" Nuh berkata, " Tidak ada yang melindungi hari ini dari
azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang.” Dan gelombang menjadi
penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang
ditenggelamkan.”

Perintah ini ditujukan kepada Nabi Nuh ‘Alaihissalam ketika air telah surut dari
permukaan bumi. Di mana kondisi sudah memungkinkan untuk tinggal dan bekerja di
bumi kembali. Yaitu perintah untuk turun dari bahtera yang telah berhenti di puncak
gunung al Judi, gunung yang berada di tanah jazirah yang masyhur.
Qatadah dan lainnya berkata: Mereka menaiki bahtera pada tanggal sepuluh bulan
Rajab. Mereka berlayar selama serratus lima puluh hari. Dan berlabuh di atas bukit al
Judi selama satu bulan. Mereka keluar dari bahtera tersebut pada tanggal sepuluh
Muharram.

13
Allah berfirman dalam Q.S. Hud ayat 48:
‫اب أَلِي ٌم‬
ٌ ‫س ; ُهم ِّمنَّا َع; َذ‬ َ ‫ت َعلَ ْي;;كَ َو َعلَ ٰ ٓى أُ َم ٍم ِّم َّمن َّم َع;;كَ ۚ َوأُ َم ٌم‬
ُّ ‫س ;نُ َمتِّ ُع ُه ْم ثُ َّم يَ َم‬ َ ;َ‫س ; ٰلَ ٍم ِّمنَّا َوب‬
ٍ ‫;ر ٰ َك‬ َ ِ‫;وح ٱ ْهبِ ; ْط ب‬
ُ ;ُ‫قِي ; َل ٰيَن‬
Difirmankan, “Wahai Nuh! Turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkahan
dari Kami, bagimu dan bagi semua umat (mukmin) yang bersamamu. Dan ada umat-umat
yang Kami beri kesenangan (dalam kehidupan dunia), kemudian mereka akan ditimpa
azab Kami yang pedih.”

Ayat di atas menyebutkan: “Dengan selamat sejahtera dengan penuh keberkahan dari
Kami atasmu.” Maksudnya adalah, “Yakni turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh
berkah atas dirimu dan anak keturunanmu yang akan lahir setelah itu.”

Imam Ahmad berkata: Abdul Wahab telah bercerita kepada kami dari Sa’id dari
Qatadah dari al Hasan dari Samurah bahwa Rasulullah bersabda:
“Sam adalah bapaknya bangsa Arab, Ham adalah bapaknya bangsa Habasyah, dan
Yafits adalah bapaknya bangsa Romawi.”

Maka ketika badai dan taufan berhenti, mereka semua keluar dari dalam bahtera. Nabi
Nuh ‘Alaihissalam membangun sebuah tempat penyembelihan dan menyembelih semua
binatang ternak yang halal dan burung-burung yang halal untuk bertaqarrub kepada
Allah. Allah berjanji padanya bahwa tidak mengulangi peristiwa itu dan membuat pelangi
di atas awan sebagai bukti dari perjanjian tersebut.
Kalangan ahlu kitab menyebutkan bahwa Allah Ta’ala menyeru kepada Nabi Nuh
‘Alaihissalam: “ Keluarlah kamu, istrimu, anak-anakmu, dan para menantumu yang
bersamamu di dalam bahtera. Dan keluarkanlah semua binatang ternak yang bersama
denganmu agar berkembang biak dan tumbuh di muka bumi.”

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Nabi Nuh ‘Alaihissalam adalah keturunan Nabi Adam yang jarak antar keduanya
adalah sepuluh qarn (ada yang mengartikan sepuluh qarn adalah sepuluh abad, ada pula
yang mengartikan sepuluh qarn dengan sepuluh generasi). Nabi Nuh ‘Alahissalam diutus
menjadi rasul ketika ia berusia empat ratus delapan puluh tahun (diungkapkan oleh Ibnu
‘Abbas) dan merupakan salah satu rasul ulul ‘azmi karena memiliki ketabahan yang luar
biasa dalam meghadapi kaumnya.
Disebutkan bahwa Nabi Nuh ‘Alaihissalam berdakwah selama lima abad dan hanya
memiliki sangat sedikit pengikut, bahkan istri dan anaknya ada yang ingkar padanya.
Allah menurunkan azab bagi kaumnya agar menjadi pelajaran bagi umatnya yang ingkar
dan tidak mau beriman. Nabi Nuh ‘Alaihissalam dan orang-orang beriman yang selamat
diberkahi oleh Allah rahmat dan keselamatan. Hal ini menjadi pelajaran bagi umat
sesudahnya.

B. SARAN
Melalui makalah ini, penulis menyarankan agar para pembaca lebih memahami dan
mendalami “Kisah Nabi Nuh ‘Alahissalam.” Karena ada banyak sekali manfaat dan
pelajaran yang dapat diambil dari kisah tersebut yang tidak tertulis di dalam makalah ini,
disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan wawasan penulis.
Oleh karena itu, penulis berharap para pembaca mendalami lebih jauh dengan
membaca dari sumber-sumber yang tersedia.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ibnu Katsir, Al Hafidz, (2007), Kisah Para Nabi dan Rasul, Pustaka Media

https://rumaysho.com/21272-pelajaran-dari-kisah-istri-nabi-nuh-dan-nabi-luth-istri-
firaun-dan-maryam.html

https://tafsirweb.com/3534-quran-surat-hud-ayat-42.html

https://www.bayan.id/quran/33-7/

https://umma.id/post/perilaku-jahiliyah-menganggap-para-ulama-itu-dangkal-
pemahamannya-203608?lang=id

16
17
18

Anda mungkin juga menyukai