Anda di halaman 1dari 4

Nama : Siti Hajar

Kelas : KPI 31
NIM : 2041912024
Program Studi : Komunikasi Penyiaran Islam
Mata Kuliah : Komunikasi Massa
Dosen : Andi Muhammad Abdi, M.Si
Pengampu

Resume Dialog Publik KPID Kalimantan Timur


Kerja Sama FUAD UINSI Samarinda
(Selasa, 26 Oktober 2021)

Peran Strategis Penyiaran dalam Menangkal Radikalisme dan Terorisme


(Oleh Mulyo Hadi Purnomo, M.Hum)

1. Pengertian Terorisme
Terorisme merupakan perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan
yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan
korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap
objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional
dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan. (PP No. 77 Tahun 2019 tentang
Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Perlindungan terhadap Penyidik, Penuntut
Umum, Hakim, dan Petugas Kemasyarakatan)

2. Kasus Terorisme
 Bom Malam Natal (2000)
 Bom Bali (2002&2005)
 Bom JW Marriott & Ritz Carlton (2009)
 Bom Cirebon & Solo (2016)
 Bom Thamrin (2016)
 Bom Gereja Surabaya (13 Mei)
 Bom Sidoarjo (13 Mei)
 Bom Polrestabes SBY (14 Mei)
 Serangan Polda Riau (16 Mei)
 Ops Gakkum hingga baku tembak mulai dari 14 Mei

3. Potensi Penayangan Terorisme dan Radikalisme di Media


1. Pemberitaan
 Penayangan proses peledakan bom, mayat pelaku dan korban
 Persidangan terdakwa teroris
2. Program Siaran Religi
 Propaganda ajaran agama (aliran tertentu)
 Mendeskreditkan agama/ajaran tertentu
3. Film/Sinetron
 Visual mendeskreditkan kelompok tertentu sebagai teroris
 Propaganda aksi radikal
4. UU No. 32 tentang Penyiaran
 Pasal 36 ayat 5
Isi Siaran Dilarang :
a. Bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong
b. Menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika
dan obat terlarang, atau
c. Mempertentangkan suku, agama, ras, dan antar golongan
 Pasal 36 ayat 6
Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan atau
mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak
hubungan internasional
 Pasal 46 ayat 3
Siaran iklan niaga dilarang melakukan :
a. Promosi yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama, ideologi, pribadi
dan/atau kelompok yang menyinggung perasaan dan/atau merendahkan
martabat agama lain, ideologi lain, pribadi lain, atau kelompok lain.
 Peliputan Terorisme (Pasal. 24 P3)
Lembaga penyiaran dalam peliputan dan/atau menyiarkan program siaran
jurnalistik tentang terorisme:
a. Wajib menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi secara
lengkap dan benar
b. Tidak melakukan labelisasi berdasarkan suku, agama, ras, dan/atau
antargolongan terhadap pelaku, kerabat, dan/atau kelompok yang diduga
terlibat
c. Tidak membuka dan/atau mendramatisir identitas kerabat pelaku yang diduga
terlibat
 Pasal 23 SPS (Pelarangan Adegan Kekerasan)
Program siaran yang membuat adegan kekerasan dilarang :
a. Menampilkan secara detail peristiwa kekerasan, seperti : tawuran,
pengeroyokan, penyiksaan, perang, penusukan, penyembelihan, mutilasi,
terorisme, pengrusakan barang-barang secara kasar atau ganas, pembacokan,
penembakan, dan/atau bunuh diri.
 Peliputan Terorisme (Pasal 45 SPS)
Program siaran jurnalistik tentang peliputan terorisme wajib mengikuti ketentuan
sebagai berikut :
- Menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi secara lengkap
dan benar
- Tidak melakukan mobilisasi berdasarkan suku, agama, ras, dan/atau
antargolongan terhadap pelaku, kerabat, dan/atau kelompok yang diduga
terlibat
- Tidak membuka dan/atau mendramatisir identitas kerabat pelaku yang diduga
terlibat.
 Pasal 40 SPS (Prinsip-prinsip Jurnalistik)
Program siaran jurnalistik wajib memperhatikan prinsip-prinsip jurnalistik sebagai
berikut:
a. akurat, adil, berimbang, tidak berpihak, tidak beritikad buruk, tidak menghasut
dan menyesatkan, tidak mencampuradukkan fakta dan opini pribadi, tidak
menonjolkan unsur kekerasan, dan tidak mempertentangkan suku, agama, ras
dan antar golongan

4. SE. KPI No. 365/K/KPI/31.2/06/2018 Tgl. 8 Juni 2018 Tentang Pemberitaan dan
Penyiaran Proses Persidangan
Pemberitaan kasus terorisme, KPI meminta kepada lembaga penyiaran memperhatikan
hal-hal sebagai berikut;
a. Kewibawaan lembaga peradilan dan kelancaran proses persidangan
b. Keamanan perangkat persidangan dan sanksi
c. Potensi penyebaran ideologi terorisme dan penokohan terorisme

5. 13 Poin Revisi P3SPS


1. Penguatan nilai Pancasila dan anti radikalisme
2. Hedonistik dan perilaku konsumtif
3. Muatan perilaku dan promosi LGBT
4. Mistik, horor, supranatural dan hipnotis
5. Penguatan kepentingan publik (blocking time)
6. Iklan rokok dan pengaturan adegan merokok
7. Copyright sumber siaran
8. Netralitas lembaga penyiaran
9. Siaran kebencanaan
10. Siaran pemilu
11. Pengaturan sinetron
12. Konten lokal
13. perempuan dan anak

6. Yang sebaiknya dilakukan media


 Verifikasi Informasi
Informasi yang diberikan harus terlebih dahulu diverifikasi, mana yang boleh mana
yang tidak
 Tidak Berlebihan
Tidak berlebihan dalam memberitakan terorisme, untuk menghindari kemungkinan
terjadinya tindakan susulan
 Etika Peliputan
Perlunya kepekaan dan mengedepankan etika dalam peliputan sesuai peraturan KPI
tentang P3 dan SPS tahun 2012

7. Fungsi Lembaga Penyiaran :


 Menghadirkan program siaran yang tidak menggambarkan perilaku intoleran
 Menayangkan program siaran yang tidak mengandung kekerasan
 ILM yang menangkal radikalisme dan terorisme
 Memprioritaskan konten-konten yang membawa nilai kebangsaan dan cinta NKRI

8. Sinergi dengan berbagai lembaga untuk bekerja sama dalam penanggulangan terorisme
terpadu dimulai dari tokoh agama ke Pemda, dari Pemda ke BIN, dari BIN ke BNPT, dari
BNPT ke TNI/POLRI, dari TNI/POLRI ke masyarakat

Media Penyiaran dan Strategi Menangkal Radikalisme Terorisme


(Oleh Dr. M. Abzar Duraesa, M. Ag)

Eksklusivisme adalah paham keagamaan yang menerima sikap terbuka terhadap


perbedaan dan Radikalisme adalah paham keagamaan yang ingin mengubah kondisi sosial
secara cepat dan instan, kemudian sikap ini enggan menerima perbedaan. Sedangkan
Terorisme adalah paham keagamaan yang ingin menebar dan menciptakan ancaman atau
ketakutan terhadap suatu kondisi yang dianggap tidak benar. Kemudian media massa dinilai
sebagai medium propaganda yang efektif, sebab secara tepat propaganda bisa mencapai
sasaran yang dituju secara sistematis, prosedural, dan disertai dengan perencanaan yang
matang.
Perkembangan teknologi dan informasi media massa justru memiliki potensi menjadi
sarana terjerembapnya seseorang ke dalam radikalisme. Media sendiri meliputi internet,
televisi, radio, magazines, newspapers. Kemudian hampir seluruh masyarakat memiliki
smartphone bahkan lebih dari satu. Akan tetapi tidak dibarengi dengan kemampuan untuk
memfilter dengan baik sehingga menyebabkan cikal bakal radikalisme dan terorisme tersebar.
Malah justru media massa memfasilitasi dan memengaruhi lahirnya penafsiran yang
mengarah pada radikalisme. Adapun peran strategis media penyiaran yaitu :
1. Pendekatan preventif dan persuasif
2. Sosialisasi narasi damai mengenai keagamaan
3. Mengampanyekan sikap inklusifisme dan keterbukaan terhadap perbedaan
4. Meminimalisir tersiarnya narasi-narasi kekejaman, terror, dan propaganda Radikal

Anda mungkin juga menyukai