Tulisan ini merupakan sejarah singkat seorang alim ulama yang memiliki jasa yang besar dalam
dakwah, di antaranya berdirinya negara Arab Saudi. Negara yang senantiasa berusaha untuk
menjalankan syariat Islam dengan kelebihan dan kekurangannya. Beliau adalah sosok yang
senantiasa menyeru kepada tauhid secara terperinci serta memerangi kesirikan dan kebid’ahan secara
terperinci.
Beliau ditentang oleh banyak orang, bahkan banyak di antara mereka yang memunculkan tuduhan-
tuduhan dusta kepada beliau. Di antara mereka ada yang menuduh bahwasanya beliau mengaku
sebagai seorang nabi atau menuduh beliau benci dengan Rasulullah ﷻ, ada pula yang menuduh
bahwa beliau adalah seorang Mujassim, suka mengkafirkan kaum muslimin dan tuduhan-tuduhan
lainnya yang tidak berdasar.
Sejatinya siapa saja yang mempelajari buku Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab rahimahullahu
ta’ala, tentu tahu bahwa tuduhan-tuduhan tersebut merupakan kedustaan dan sungguh beliau jauh
dari segala tuduhan-tuduhan tersebut.
Kita lihat betapa banyak orang terpengaruh dengan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
rahimahullahu ta’ala, bahkan pengaruh tersebut sampai ke tanah air kita. Begitupula negara-negara
besar seperti Kuwait dan Qatar dimana mereka berdakwah dengan metode syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab. Bahkan di Qatar terdapat suatu masjid agung yang diberi nama masjid Muhammad
bin Abdul Wahhab.
Beliau juga memiliki pengaruh terhadap berdirinya beberapa Jam’iyyah (Ormas) seperti Jam’iyyah
Ansharussunnah Muhammadiyyah di Mesir. Begitupula Jam’iyyah Muhammadiyyah dan Persis yang
ada di tanah air kita. Jika syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu ta’ala benci kepada
sunnah nabi ﷺ, merendahkan Nabi Muhammad ﷺ, mengaku sebagai nabi, suka
mengkafirkan suka menumpahkan darah kaum muslimin sebagaimana yang mereka tuduhkan tentu
saja akan tampak pengaruhnya pada negeri-negeri atau ormas-ormas tersebut. Namun faktanya yang
demikian itu tidak terlihat pada kerajaan Arab Saudi yang begitu mengayomi kaum muslimin, tidak
kita lihat pada negara kuwait, Qatar dan tidak juga pada organisasi persis atau organisasi
Muhammadiyah.
Sangat jelas bahwa tuduhan-tuduhan tersebut hanya kedustaan-kedustaan yang dilancarkan oleh
orang-orang yang tidak suka dengan dakwah tauhid.
Pada tulisan singkat ini kita akan sebutkan sumber-sumber serta nukilan-nukilan dari buku-buku
mereka agar kita tahu bahwasanya apa yang diutarakan oleh mereka sampai saat ini hanyalah
kedustaan yang dipaksa-paksakan dan tidak relevan dengan kenyataan yang ada.
Dakwah sunnah yang tersebar di tanah air -Alhamdulillahi ta’ala- dengan berbagai macam yayasan-
yayasannya, para da’i-da’i, pondok pesantren dan banyak sarana-sarananya seperti radio dan televisi
dakwah semuanya tidak ada yang sesuai dengan tuduhan tersebut. Seandainya ada satu saja di antara
tuduhan-tuduhan tersebut yang benar, maka sungguh akan nampak pada dakwah yang sudah tersebar
di berbagai dunia dan juga di nusantara.
Namun ada sebagaian orang yang tidak memiliki bahan untuk menjatuhkan dakwah sunnah ataupun
dakwah tauhid (dakwah yang mereka gelari dengan dakwah wahhabiyyah), maka mereka terpaksa
berusaha melariskan tuduhan-tuduhan dusta tersebut di kalangan masyarakat sehingga banyak orang-
orang jahil yang termakan dengan kedustaan-kedustaan tersebut.
lewat tulisan ini kami berusaha mengingatkan kepada mereka yang sering menyebarkan kedustaan-
kedustaan tersebut, bahwasanya mereka akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah pada hari
kiamat kelak, berhadapan dengan syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu Ta’ala.
Padahal beliau memiliki jasa yang besar sehingga berdiri suatu negara Islam yang tadinya negara
tersebut merupakan negara-negara kecil yang saling berperang dan menumpahkan darah, namun
dengan adanya kerajaan Arab Saudi maka bersatulah kaum muslimin di Jazirah Arab.
*Genealogi*
Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab memiliki nama lengkap Muhammad bin Abdil Wahhab bin
Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Barid bin Muhammad bin Al-Masyarif
At-Tamimi Al-Hambali An-Najdi.([1])
*Biografi*
Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dilahirkan pada tahun 1115 H (1703 M) di kampung Uyainah
(Najd) dan wafat pada tahun 1206 H. Ayah beliau adalah seorang Qodhi di Uyainah dan beliau
adalah salah seorang ulama bermazhab Hanbali, oleh karenanya syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab banyak belajar dari ayahnya.
Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab sejak masih kanak-kanak telah dididik dengan pendidikan
agama yang diajar sendiri oleh ayahnya, Syaikh Abdul Wahhab. Atas izin Allah melalui bimbingan
orang tuanya, ditambah dengan kecerdasan otak dan kerajinannya, Muhammad bin Abdil Wahhab
berhasil menghafal 30 juz Al-Quran sebelum berusia sepuluh tahun. Bahkan ayah beliau kagum
terhadap kecerdasannya. Ia pernah berkata, “Sungguh aku telah banyak mengambil manfaat terkait
hukum-hukum (agama) dari anakku Muhammad “.([2])
Beliau dinikahkan ketika sudah baligh pada usia 12 tahun. Di usia tersebut juga beliau haji dan
memulai rihlahnya ke Mekkah dan Madinah sehingga beliau bertemu para ulama disana.([3])
Pada tahun 1135 H beliau menunaikan ibadah haji untuk yang kedua kalinya, namun untuk ibadah
haji kali ini beliau tidak segera pulang akan tetapi beliau memilih untuk menetap di kota Makkah
dalam rangka menuntut ilmu. Setelah itu beliau berpindah dari satu kota ke kota yang lain untuk
menuntut ilmu. Beliau juga sempat menuntut ilmu di kota Madinah dan berguru pada dua orang
ulama besar yaitu Syaikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif an-Najdi dan Syaikh Muhammad Hayah al-
Sindi. Beliau juga sempat menuntut ilmu di kota Basrah (Irak).
Beliau juga sangat tertarik untuk membaca buku Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Al-Qoyyim
rahimahumallah. Menandakan bahwa semangat keduanya dalam masalah tauhid merasuk dalam raga
syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Setelah lama melakukan rihlah dalam rangka menuntut ilmu beliau pulang menuju kampung
halamannya. Ketika pulang ternyata beliau dapati ayahandanya sudah pindah ke Al-Huraimila’.
Ayahandanya beliau wafat di Al-Huraimila’ pada tahun 1153 H disaat Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab memulai dakwah tauhid([4]). Kondisi Najd ketika itu penuh dengan kesyirikan, khurofat
dan banyak orang percaya kepada dukun. Secara umum dakwah sudah ada disana namun fokus
dakwah tersebut lebih banyak kepada fikih sehingga tersebarlah kesyirikan dan khurofat. Di
antaranya banyak masyarakat yang percaya kepada jimat, kuburan yang diagungkan bahkan
dithowafi, isthigosah kepada mayat, ruqyah-ruqyah syirik dan berbagai macam kesyirikan lainnya
sehingga menggugah syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab untuk mendakwahkan tauhid disana.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab kembali ke Al-Uyainah tempat dimana beliau dilahirkan
ketika terjadi peperangan antar kabilah di Al-Huraimila’. Di antara strategi beliau dalam
mengembangkan dakwah tauhid adalah dengan mendekati Amir (penguasa) Uyainah yang saat itu
bernama Ustman bin Ma’mar. Dari sinilah beliau mulai intens dalam berdakwah, beliau mendakwahi
orang-orang yang meminta kepada kuburan yang mereka sangka merupakan kuburan Zaid bin
Khattab saudara dari Umar bin Khattab) radhiyallahu ‘anhu. Sebelum mendapatkan bantuan dari
sang Amir, syaikh mendakwahi mereka yang mengagungkan kuburan Zaid dan membangun kubah
diatasnya dengan cara mengingatkan mereka bahwa Allah lebih baik dari Zaid dan agar mereka
hanya meminta kepada Allah semata.([5])
“َع ْن َأِبى اْلَهَّياِج اَألَسِد ِّى َقاَل َقاَل ِلى َع ِلُّى ْبُن َأِبى َطاِلٍب َأَّال َأْبَع ُثَك َع َلى َم ا َبَع َثِنى
َأْن َال َتَدَع ِتْم َثاًال ِإَّال َطَم ْسَتُه َو َال َقْبًرا-صلى هللا عليه وسلم- َع َلْيِه َر ُسوُل ِهَّللا
”ُم ْش ِر ًفا ِإَّال َس َّو ْيَتُه
Dari Abul Hayyaj Al-Asadi, ia berkata, “‘Ali bin Abi Tholib berkata kepadaku, “Sungguh aku
mengutusmu dengan sesuatu yang Rasulullah ﷺpernah mengutusku dengan perintah tersebut.
Yaitu jangan engkau biarkan patung melainkan engkau musnahkan dan jangan engkau biarkan
kuburan tinggi dari tanah melainkan engkau ratakan.”([6])
Beliau juga berhasil menegakkan hukuman hadd di Uyainah atas wanita yang mengaku berulang-
ulang telah berbuat zina dan pada akhirnya wanita tersebut di rajam. Seketika itu mulailah dakwah
syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab tersebar dan menjadi heboh di tengah masyarakat karena
tindakan beliau yang dinilai berlebihan.([7])
Ketika kabar tentang dakwah syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab mulai viral, sampailah kabar
tersebut ke telinga Amir wilayah Ahsa’ lantas beliau mengirim surat kepada Amir Uyainah seraya
berkata dalam suratnya, “ Wahai Ibnu Ma’mar jika sampai surat ini kepadamu maka bunuhlah
Muhammad bin Abdil Wahhab”. Amir Ahsa’ juga mengancam akan memutuskan hubungan antar
kedua wilayah tersebut sehingga Amir Uyainah pun merasa khawatir akan ancaman dari Amir Ahsa’.
Perlu diketahui oleh para pembaca sekalian, bahwa dahulu Najd terbagi menjadi beberapa wilayah
yang masing-masing wilayah dikuasai oleh Amir. Tidak ada kekhilafahan atau sistem pemerintahan
lainnya yang menyatukan wilayah-wilayah tersebut.
Dampak ancaman dari Amir Ahsa’ berakibat kepada diusirnya Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab dari Uyainah pada tahun 1158 H. Beliau sempat menasehati Amir Uyainah agar tetap
bertahan dalam menegakkan dakwah tauhid, akan tetapi nasehat tersebut diabaikan karena beliau
khawatir akan ada masalah dengan Amir Ahsa’ jika beliau tetap menegakkan dakwah tauhid bersama
syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Pada akhirnya syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab diusir dari Uyainah dan beliau pergi menuju
Dir’iyyah. Perjalanan tersebut beliau tempuh di tengah musim panas dengan berjalan kaki. Beliau
tidak membawa bekal kecuali hanya sebuah kipas yang beliau gunakan untuk mengurangi hawa
panas yang beliau rasakan([8]). Sepanjang perjalanan beliau senantiasa membaca ayat,
َو َم ْن َّيَّتِق َهّٰللا َيْج َع ْل َّله َم ْخ َر ًجا َّو َيْر ُز ْقُه ِم ْن َح ْيُث اَل َيْح َتِس ُۗب َو َم ْن َّيَتَو َّك ْل َع َلى ِهّٰللا
َفُهَو َح ْسُبه
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan Dia
memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada
Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. At-Tholaq : 2-3)
Sesampainya beliau di Dir’iyyah beliau bertemu dengan seorang ulama yang bernama Ibnu Suailim.
Selama Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berada disana Ibnu Suailim merahasiakan keberadaan
syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dari Amir Dir’iyyah yang bernama Muhammad bin Saud.
Amir Dir’iyyah Muhammad bin Saud memiliki dua saudara yang bernama Musyari dan Tsunaiyyan
beliau juga beristrikan seorang wanita yang cerdas. Dengan kuasa Allah ketiganya bertemu dengan
syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dan menerima dakwah beliau. Ketiga orang tersebut terutama
istrinya memberikan pengaruh yang besar sehingga -dengan izin Allah- Muhammad bin Saud pada
akhirnya juga menerima dakwah syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Istri Muhammad bin Saud
juga menasehati suaminya agar beliau menemui syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dengan
berjalan kaki sebagai bentuk penghormatan dan memuliakan syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
([9])
Dalam pertemuan tersebut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengajak Muhammad bin Saud
untuk bersama-sama menegakkan dakwah tauhid. Muhammad bin Saud pun mengiyakan ajakan
beliau namun dia memberikan dua persyaratan. Syarat pertama jika nanti mereka telah berhasil
menegakkan dakwah maka beliau dimohon untuk tidak meninggalkan mereka. Syarat yang kedua
muhammad bin Saud meminta agar upeti-upeti dari semua wilayah kekuasaan beliau tetap beliau
ambil. Setelah mendengar syarat tersebut syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata,
Ucapan ini sama seperti yang Nabi ﷺsabdakan ketika ditanya oleh orang-orang Anshar apakah
beliau akan kembali ke kota beliau dan meninggalkan mereka di Madinah, maka beliau ﷺ
menjawab dengan perkataan tersebut untuk meyakinkan mereka bahwa Nabi ﷺtidak akan
meninggalkan mereka.([11])
Setelah merespon syarat Muhammad bin Saud yang pertama beliau melanjutkan dengan syarat yang
kedua bahwa beliau tidak akan melarang dan beliau akan mendoakan agar kedepannya sang Amir
dilimpahkan rizkinya dari Allah ﷻsehingga beliau tidak lagi mengambil upeti-upeti dari wilayah
yang beliau kuasai. Semenjak itu mereka berdua bersama-sama bahu-membahu dalam menegakkan
dakwah tauhid. Dari sinilah cikal bakal berdirinya negara Arab Saudi yang pertama.
Ketika dakwah semakin berkembang, banyak orang yang menuntut ilmu kepada Syaikh Muhammad
bin Abdil Wahhab di kota Dir’iyyah. Sehingga ketika masing-masing kembali ke tempat mereka dan
menegakkan dakwah tauhid serta mengingkari berbagai macam kesyirikan maka semakin
berkembanglah dakwah syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Seketika itu Amir Uyainah meminta
syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab untuk kembali ke Uyainah namun beliau menolak dan ingin
kembali meneruskan perjuangan dakwah beliau bersama Muhammad bin Saud dan berdirilah negara
kerajaan Saudi Arabia.
Sosok Muhammad bin Abdil Wahhab bagi warga Saudi bukan hanya sekedar ulama, namun beliau
juga merupakan sosok pahlawan bagi negara tersebut. Beliau memiliki jasa yang besar dalam
berdirinya negara Saudi Arabia yang keberkahannya dapat dirasakan oleh banyak orang. Arab Saudi
merupakan satu-satunya negara yang dengan tegas menjadikan undang-undang dasarnya adalah Al-
Kitab (Al-Quran) dan As-Sunnah (hadist), Wala’ (loyalitas) mereka ditujukan kepada Allah, Rasul-
Nya kemudian Negara mereka. Tentu saja dengan segala kekurangan dan kelebihannya, namun
sampai saat ini hanya Arab Saudi yang secara terang-terangan menuliskan hal tersebut dalam UUD
mereka. Tidak ada negara Islam yang seperti itu bahkan sebagian kelompok Islam yang menyatakan
ingin menegakkan Syariat Islam ketika mereka berhasil menguasai suatu negara atau wilayah,
mereka tidak menyatakan dalam UUD mereka bahwa mereka kembali kepada Al-Kitab dan As-
Sunnah.
Inilah negara kerajaan Arab Saudi yang sebelumnya penuh dengan peperangan, kesyirikan merajalela
dan tidak ditegakkannya syariat Islam secara totalitas, namun dengan izin Allah setelah berdirinya
negara Arab Saudi berdirilah pula syariat Islam, berdiri pula undang-undang Islam, kesyirikan
dengan segala macam bentuknya di musnahkan, bahkan tidak ada di sana praktek perdukunan. Tidak
ada praktek zina dan khamer secara terang-terangan.
Sampai sekarang negara Arab Saudi untuk urusan politik dipegang oleh keluarga Muhammad bin
Saud dan untuk urusan agama dipegang oleh Alu Syaikh (keluarga Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab). Namun bukan berarti mereka fanatik dalam masalah agama karena selain Alu Syaikh pun
pernah menjabat sebagai mufti kerajaan seperti syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah terus konsiten dalam berdakwah hingga pada
akhirnya beliau wafat pada tahun 1206 H, rahimahullahu rahmatan wasi’an.
Sebagai contoh dulu di Arab Saudi masing-masing mazhab memiliki mihrab maka bisa kita
bayangkan apabila setiap orang sholat sesuai mihrab mazhabnya maka tidak akan terjadi persatuan
antar kaum muslimin. Alhamdulillah negara Saudi Arabia berhasil mempersatukan kaum muslimin
dan hanya menjadikan satu mihrab saja dalam pelaksanaan sholat berjamaah. Arab Saudi juga bukan
negara yang anti mazhab karena mereka bermazhab Hambali. Fikih mereka juga fikih Hambali.
Ketika kuliah di Madinah kami juga di ajarkan kitab perbandingan mazhab yaitu kitab “Bidayatul
Mujtahid”. Intinya yang diperangi adalah taklid (fanatisme) dan bukan mazhab.
Dalam kasus lain, beliau pernah mendamaikan antara dua kabilah yang berseteru. Ketika itu sudah
ada peraturan bahwa barangsiapa yang ketahuan merokok maka akan ada sanksi hukum baginya.
Singkat cerita beliau berhasil mendamaikan kedua kabilah yang berseteru dengan cara menasehati
pemimpin-pemimpin mereka. Maka tatkala tiba waktu sholat salah satu dari pimpinan kabilah sholat
di samping syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab. Ketika sedang ruku’ atau sujud tiba-tiba rokoknya
jatuh dan dengan segera dia pun mengambil rokoknya. Datanglah setelahnya orang-orang yang
melapor kepada syaikh bahwa pimpinan kabilah tersebut ketahuan menyimpan rokok, namun syaikh
Muhammad bin Abdil Wahhab terkesan mengabaikan dan berkata bahwa beliau tadi tidak
melihatnya sedang merokok. Intinya disini beliau sedang menimbang antara maslahat dan mudhorot.
Jika saja pemimpin mereka dihukum padahal baru saja mereka berdamai dikhawatirkan kondisi akan
lebih parah dari pada sebelumnya. Ini bukti bahwa beliau melihat skala prioritas dalam berdakwah
dan dalam beramar makruf dan nahi munkar.
وأومن بأن نبينا محمدا صلى هللا عليه وسلم خاتم النبيين والمرسلين وال يصح
إيمان عبد حتى يؤمن برسالته ويشهد بنبوته
“Aku beriman bahwasanya Nabi kita Muhammad ﷺadalah penutup para nabi dan penutup para
rasul dan bahwasanya tidak sah iman seseorang hamba sampai dia beriman kepada Risalah beliau
dan mempersaksikan kenabian beliau.”([14])
Dalam kitab At-Tauhid beliau juga menukilkan hadist Nabi ﷺyang menyatakan bahwa,
وأنا خاتم النبيين، كلهم يزعم أنه نبي،وإنه سيكون في أمتي كذابون ثالثون
“Akan ada dari umatku 30 orang yang berdusta, semua mengaku sebagai nabi padahal aku adalah
penutup bagi para nabi”([15])
Beliau juga menyebutkan dalam salah satu karyanya yaitu “Nawaqidhul Islam” yang artinya
pembatal-pembatal keislaman bahwa keluarnya seseorang dari syariat nabi Muhammad ﷺ
merupakan bentuk kekufuran. Atas dasar pernyataan-pernyataan ini maka tuduhan-tuduhan tersebut
tidaklah benar dan para penuduhnya adalah para pendusta.
Di antara para pendusta tersebut adalah Muhammad bin Abdurrahman bin Afaliq, dia berkata dalam
bukunya tentang syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab,
وابن عبد الوهاب حاله، بلسان مقاله-أي النبوة- كما ادعا نزيله مسيلمة
“Sebagaimana yang tinggal di Najd (Musailamah Al-Kaddzab) pernah mengaku sebagai nabi dengan
lisannya, begitupula anaknya Abdul Wahhab juga mengaku sebagai nabi dengan perbuatannya”([16])
Diantara para penyebar kedustaan terhadap syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah Ahmad bin
Zaini Dahlan. Beliau merupakan seorang ulama syafi’iyyah di kota Mekkah, dari beliau lah
kedustaan tentang syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab semakin tersebar karena orang-orang
berdatangan dari penjuru dunia untuk berhaji kemudian bertemu dengan beliau serta membaca karya-
karya beliau.([19])
Di antara para penebar kedustaan adalah Muhammad Taufiq Sauqiyah yang berkata,
مولعا بمطالعة أخبار أسالفه الذين- أي الشيخ محمد بن عبد الوهاب-ولما كان
، وطليحة األسدي، وسجاح، مثل مسيلمة الكذاب واألسود العنسي،ادعوا النبوة
قام بنشر دعوته اإلصالحية للتوصل لدعوى النبوة افتراء
“Dia (Muhammad bin Abdul Wahhab) gemar membaca berita-berita para pendahulunya yang
mengaku sebagai nabi seperti Musailamah Al-Kaddzab, Al-Aswad Al-Unsy, Sijjaj dan Thulaihah Al-
Asadi, dia menyebarkan dakwah perbaikan sebagai wasilah untuk bisa mengaku sebagai nabi”([20])
، ال بلسان المقال، وتظهر عليه قرائنها بلسان الحال،وكان يضمر دعوى النبوة
ويشهد بذلك ما ذكره العلماء من أن عبد الوهاب كان في،لئال تنفر عنه الناس
”…أول أمره مولعا بمطالعة أخبار من ادعى النبوة كاذبا
“Dia (Muhammad bin Abdil Wahhab) menyembunyikan pengakuannya sebagai nabi, kondisinya
menunjukkan akan hal tersebut meskipun lisannya tidak demikian. Hal ini supaya orang-orang tidak
lari darinya. Buktinya apa yang disebutkan oleh para ulama bahwa si Abdul Wahhab dahulu hobi
membaca cerita-cerita orang-orang yang berbohong mengaku sebagai nabi.. “([21])
2. Mujassimah
Di antara tuduhan yang disematkan kepada syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah tuduhan
bahwa beliau adalah seorang Mujassimah. Di antara para penuduh tersebut adalah seorang ulama
Syi’ah Zaidiyyah dimana dia berkata,
وذلك مثل وصف نفسه تبارك وتعالى بأنه فوق السماوات مستو على:حيث قلت
وهي الفوقية المستلزمة للتجسيم، فقد فسرت كتاب هللا وأثبت هلل صفة،عرشه
“Engkau (Muhammad bin Abdul Wahhab) berkata bahwa Allah menyifati dirinya bahwa Dia berada
di atas langit dan beristiwa di atas arsy, engkau menafsirkan Al-Quran dan engkau menetapkan sifat
bagi-Nya yaitu sifat atas yang mana sifat tersebut berkonsekuensi kepada pemahaman tajsim”([22])
Tentu saja apa yang dia katakan merupakan kekeliruan karena meyakini Allah berada di atas tidak
melazimkan Allah seperti makhluk-Nya. Jika yang dimaksud tajsim adalah Allah berdzat maka Allah
memang memiliki dzat, namun jika yang dimaksud dengan tajsim seakan-akan Allah seperti berhala
yang disembah maka ini merupakan kedustaan yang dituduhkan kepada syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab. Sebagaimana salah seorang dari mereka mengatakan dalam bukunya,
وكانوا أجدر باللحوق بأهل األصنام ألنهم إذا اعتقدوا أن معبودهم جسم لم يعبدوا
هللا وال عرفوا منه إال االسم
“Mereka itu (orang-orang Wahabi) lebih mirip dengan para penyembah berhala, karena mereka
meyakini bahwa Rabb mereka adalah jism, mereka tidaklah menyembah Allah dan tidak mengenal
Allah melainkan hanya nama-Nya saja”([23])
إنه: منها قوله،كان ينتقص النبي صلى هللا عليه وسلم كثيرا بعبارات مختلفة
طارش بمعنى أن غاية أمره أنه كالطارش الذي يرسل إلى أناس في أمر فيبلغهم
ألنها ينتفع بها بقتل، وكان بعضهم يقول عصايا خير من محمد،ثم ينصرف
وإنما هو الطارش، ولم يبق فيه نفع أصال، ومحمد قد مات،الحية ونحوها
ومن ذلك أنه كان يكره الصالة على، وبهذا يكفر عند المذاهب األربعة،ومضى
…النبي صلى هللا عليه وسلم ويتأذى من سماعها
“Dia (Muhammad bin Abdil Wahhab) seringkali menghina Nabi ﷺdengan ungkapan yang
berbeda-beda, di antara hinaan tersebut adalah ucapannya bahwa Nabi ﷺadalah seorang
tharisy yaitu orang yang diutus kepada orang lain untuk suatu urusan kemudian setelah
menyampaikan orang itupun langsung pergi, sebagian mereka (orang-orang wahabi) berkata bahwa
tongkatku lebih bagus dari pada Muhammad, karena tongkatku bermanfaat untuk membunuh ular
dan selainnya adapun Muhammad maka dia telah mati dan sudah tak tersisa lagi manfaat darinya, dia
adalah seorang tharisy dan sudah tiada, dengan ucapan ini maka dia telah kufur menurut empat
mazhab. Di antara bentuk hinaan kepada Nabi ﷺbahwa dia (Muhammad bin Abdil Wahhab)
juga benci kepada sholawat atas Nabi ﷺdan senantiasa terganggu apabila mendengar
sholawat…” ([24])
Tentu saja semua ini adalah kedustaan terlebih lagi masalah sholawat atas Nabi ﷺkarena
syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab setiap kali menulis nama Nabi ﷺdalam karya-karyanya
beliau selalu menuliskan sholawat setelahnya dengan jelas dan tidak disingkat-singkat. Bisa jadi yang
dikritisi oleh beliau atau orang-orang yang dianggap mengikuti beliau sedang membahas sholawat
dengan suara keras dan diulang-ulang setelah adzan ini yang dinilai sebagai bid’ah dan bukan berarti
beliau membenci sholawat.
Di antara alasan mengapa syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dituduh menghina dan
merendahkan Nabi ﷺadalah seperti yang dikemukakan oleh syaikh Ahmad bin Hajr Alu
Buthomi,
ولكن المنحرفين يرون حب الرسول صلى هللا عليه وسلم في قراءة األناشيد
وإن ارتكب، فمن عمل بهذا فهو محب للرسول..واألشعار واالستغاثات
الموبقات وتلطخ بقاذورات المبتدعات ومن ال فال
“Akan tetapi mereka menyangka bahwa yang dinamakan cinta kepada Nabi ﷺadalah dengan
mendendang-dendangkan nasyid-nasyid, sya’ir-sya’ir, dan dengan beristighosah. (Menurut anggapan
mereka) barangsiapa yang mengerjakan amalan-amalan tersebut maka dia adalah orang yang cinta
kepada Nabi ﷺmeskipun dia adalah orang yang mengerjakan dosa-dosa besar dan amalannya
terlumuri dengan berbagai macam kebid’ahan dan barangsiapa yang tidak mengerjakan amalan-
amalan tersebut maka bukanlah pecinta Nabi )]25[(.ﷺ
Tuduhan bahwa syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab benci kepada Nabi ﷺadalah tuduhan
yang tidak benar. Bahkan beliau sangat cinta kepada Nabi ﷺbahkan saking cintanya beliau
kepada Nabi ﷺbeliau tidak suka dengan kebid’ahan, karena bid’ah bukan ajaran Nabi ﷺ.
Bukti cinta kepada Nabi adalah dengan mengikuti ajaran beliau ﷺbukan sebaliknya menjadikan
barometer cinta kepada Nabi ﷺdengan hal-hal yang justru tidak diajarkan Nabi ﷺ.
4. Anti Mazhab
Adapun tuduhan bahwa beliau anti mazhab maka tidak benar, beliau bermazhab Hambali dan
sekarang praktek kerajaan Arab Saudi juga bermazhab Hambali. Banyak ulama mazhab Hambali
seperti syaikh Bin Baz syaikh ibnu Utsaimin mereka bermazhab Hambali. bahkan Ibnu Taimiyah dan
Ibnul Qoyyim bermazhab Hambali. Maka tidak benar jika mereka dituduh anti mazhab. Tuduhan
bahwa syaikh berkata dengan perkataan keluar dari mazhab maka ini juga tidak benar karena apa
yang beliau kemukakan didasari oleh pendapat-pendapat sebelumnya. Bahkan sampai sekarang di
masjid Nabawi terdapat para pengajar dari mazhab-mazhab lain. Sesungguhnya yang beliau larang
adalah perbuatan taklid (fanatisme). Sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ahmad rahimahullah,
اَل تقلدني َو اَل تقلد َم اِلًك ا َو َال الَّثْو ِرَّي َو اَل اَأْلْو َز اِع ّي َو خذ من َح ْيُث أخُذ وا
“Janganlah bertaklid kepadaku dan jangan pula bertaklid kepada Malik, Tsaury dan juga Auza’i,
ambillah dari mana mereka mengambil” ([26])
7. Menerapkan ayat yang berkaitan dengan orang kafir kepada kaum muslimin
Pada point ini sebenarnya tidak ada masalah. Misal terdapat ayat yang menjelaskan tentang
kesyirikan bahwa tidak boleh berdoa selain kepada Allah maka sebaiknya kita menyampaikan ayat
tersebut kepada orang-orang muslim yang terjatuh kepada kesyirikan. Karena العبرة بعموم اللفظ ال
بخصوص السببbahwa yang menjadi acuan adalah keumuman lafadz (suatu ayat) bukan kekhususan
sebab (turunnya ayat). Jika suatu perbuatan pernah dilakukan oleh orang-orang musyrik yang
menjadi sebab turunnya ayat Al-Quran maka boleh bagi kita untuk membawa ayat tersebut kepada
kaum muslimin yang juga melakukan perbuatan yang sama supaya mereka tidak terjerumus ke dalam
kesyirikan juga.
Terlebih lagi wilayah Najd terbagi menjadi beberapa wilayah dan masing-masing memiliki Amir dan
belum ada kekhilafahan yang menaungi mereka. Bahkan syaikh Sholih Al-Abud dalam risalahnya
tentang syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab beliau menyebutkan bahwa kekhilafahan Turki
Ustmani tatkala itu tidak sampai ke Najd. Apakah para Amir di wilayah Najd mengirim upeti kepada
khilafah Ustmaniyah? Jawabannya adalah tidak karena kekhilafahan Turki belum sampai ke
Najd([27]). Adapun berita bahwa syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab akan menggulingkan Daulah
Turki maka semua itu adalah fitnah belaka karena syaikh sama sekali tidak pernah menyinggung
masalah turki dalam karya-karyanya.
Inilah sejarah singkat syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah ta’ala. Dari sini kita tahu
bahwa tuduhan-tuduhan dusta kepada beliau sudah disematkan dari dulu dan masih berlanjut hingga
saat ini. Lihatlah bagaimana kesabaran beliau dalam menghadapi segala tuduhan dan fitnah ketika
beliau tetap tegar dalam mendakwahkan tauhid. Tantangan ketika mendakwahkan tauhid sudah pasti
ada, maka tetap tegar mendakwahkan tauhid meskipun dimusuhi manusia adalah hal yang lumrah.
Jika yang dicari oleh seorang dai adalah ridho Allah maka hendaknya tetap tegar mendakwahkan
tauhid meskipun dimusuhi, dihina dan difitnah namun jika yang ingin dicari adalah ridho manusia
maka silahkan berdakwah dengan apa yang disenangi oleh mereka niscaya mereka semua akan ridho
dengan kita. Wallahu A’lam
Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Kitab Tauhid Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
_____________
Footnote:
[1]) Lihat : Aqidatu Muhammad ibni Abdil Wahhab As-Salafiyyah wa Atsaruha fi Al-‘Alam Al-
(
([3]) Lihat : Aqidatu Muhammad ibni Abdil Wahhab As-Salafiyyah wa Atsaruha fi Al-‘Alam Al-
Islami karya Sholih bin Abdillah Al-Abud 1/ 133.
[7]) Lihat : Aqidatu Muhammad ibni Abdil Wahhab As-Salafiyyah wa Atsaruha fi Al-‘Alam Al-
(
[8]) Lihat : Aqidatu Muhammad ibni Abdil Wahhab As-Salafiyyah wa Atsaruha fi Al-‘Alam Al-
(
[9]) Lihat : Aqidatu Muhammad ibni Abdil Wahhab As-Salafiyyah wa Atsaruha fi Al-‘Alam Al-
(
([10]) Lihat : Aqidatu Muhammad ibni Abdil Wahhab As-Salafiyyah wa Atsaruha fi Al-‘Alam Al-
Islami karya Sholih bin Abdillah Al-Abud 2/812
(
[12]) Lihat : Al-I’tishom karya As-Syathibi 2/ 302
([13]) Tuduhan-tuduhan yang disematkan kepada beliau beserta bantahannya secara lebih terperinci
bisa dilihat di kitab Da’awa Al-Munawwi’in karya Abdul Aziz bin Muhammad Alu Abdil Lhatif
hafidzohullah.
([14]) Lihat Majmu’ah Muallafat Syeikh Muhammad bin Abdil Wahhab hal. 5-10; kitab Da’awa Al-
Munawwi’in karya Abdul Aziz bin Muhammad Alu Abdil Lhatif hal. 78
([15]) HR. Abu Dawud no. 4252, Ibnu Hibban no. 7238 dan Al-Hakim 4/496 dan Al-Hakim berkata
bahwa hadist ini sahih sesuai syarat syaikhain Bukhari dan Muslim.
([16]) kitab Da’awa Al-Munawwi’in karya Abdul Aziz bin Muhammad Alu Abdil Lhatif hal. 81
([17]) Idem hal. 82
([18]) Ibid
([26]) Lihat : Irsyad An-Naqqod ila Taisir Al-Ijtihad karya As-Shon’ani hal. 143.
([27]) Lihat : Aqidatu Muhammad ibni Abdil Wahhab As-Salafiyyah wa Atsaruha fi Al-‘Alam Al-
Islami karya Sholih bin Abdillah Al-Abud 1/40.