Anda di halaman 1dari 7

PEMIKIRAN WAHABI DAN ISLAM KONTEMPORER (MUHAMMAD ABDUH)

I. SEJARAH
A. WAHABI
Wahabi adalah gerakan yang memiliki tujuan memurnikan perilaku keagamaan umat islam
yang telah menyimpang dari tuntunan agama yang sebenarnya. Nama gerakan ini dinisbahkan
kepada Muhammad bin Abdul Wahhab, seorang yang merasa betapa jauhnya “bias”
kesesatan, bahkan kemusyrikan pada perilaku keagaaman umat Islam saat itu (abad ke – 18).
Istilah Wahabi ini sebenarnya diberikan oleh musuh – musuh aliran ini. Pengikut Muhammad
bin Abdul Wahhab sendiri menyebut diri mereka dengan nama al-Muslimun atau al-
Muwahhidun, yang berarti pendukung ajaran yang memurnikan ketauhidan Allah SWT.
Mereka juga menyebut diri mereka sebagai pengikut Mazhab Hanbali atau ahl as-salaf.1 Selain
itu mereka juga menamakan diri sebagai kaum Sunni, pengikut Mazhab Hanbali , seperti yang
dianut oleh Ibnu Taimiyah.2 Meskipun bermazhab Hanbali, namun mereka tidak ingin taqlid
begitu saja kepada perkataan atau keputusan imam mazhab itu (Imam Ahmad din Hanbal),
mereka lebih suka menamakan dirinya termasuk Asyafiyyah, yaitu golongan orang sahih dakan
tiga generasi pertama sesudah Nabi Muhammad, yang ingin membasmi semua pertumbuhan –
pertumbuhan baru dalam Islam sesudah generasi itu.3
Latar belakang kelahiran aliran Wahabi berawal dari pertimbangan – pertimbangan yang
didasarkan keyakinan – keyakinan, bahwa keruntuhan islam dan kelemahannya disebabkan
karena adat kebiasaan umat Islam sendiri yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam dan
banyak perbuatan – perbuatan syirik yang tidak sesuai dengan ilmu tauhid yang menjadi tugas
terpenting dari Nabi Muhammad pada waktu ia diutus menghadapi suku bangsa Arab Jahiliyah
Quraisy penyembah berhala di Mekah. Oleh karena itu perjuangan Wahabi yang terutama
ditujukan untuk membina suatu ajaran tauhid yang kuat guna mengembalikan keyakinan umat
Islam kepada Allah.4
Tokoh utama paham ini yang juga merupakan pendirinya adalah Muhammad bin Abdul
Wahhab, nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman
bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid at-Tamimi. Ia dilahirkan di Uyainah, Nejd pada
tahun 1115 H / 1703 M dan wafat di ad-Daryah (sebelah timur Riyadh) tahun 1201 H / 1787
M,5 saat dewasa ia tinggal di Madinah dan berguru kepada Syekh Abdullah bin Saif dan Syekh
Muhammad Hayat Hindi. Kedua orang ini merupakan ahli fikih Hanbali. 6 Setelah menamatkan
pelajarannya di Madinah ia juga mengembara ke Irak, Syuriah, Mesir dan Persia. Pada tahun

1
Dewan redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid 5, hlm. 156
2
Dewan redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid 5, hlm. 160
3
Aboebakar Aceh, Sejarah Filsafat Islam, hlm. 111
4
Aboebakar Aceh, Sejarah Filsafat Islam, hlm. 111
5
Lihat : Dewan redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid 5, hlm. 157 dan 160
6
Dewan redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid 5, hlm. 157
Jamaludin M. - FITK UNSIQ Wonosobo
1
1744 ia menggalang sebuah kesepakatan dengan Amir Muhammad Ibnu Sa’ud (w. 1179 H /
1766 M) untuk saling menolong gerakan masing – masing yang pada akhirnya menjadi satu
dalam sebuah gerakan. Muhammad Ibnu Sa’ud sendiri adalah seorang pendiri Dinasti Sa’ud
yang kini berkuasa di Arab Saudi.
Dengan dalih memurnikan tauhid, para pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab
menghilangkan kuburan – kuburan yang sering dikunjngi oleh orang –orang yang meminta
syafaat dari orang yang dikuburkan (syekh atau wali). Pada tahun 1802 mereka menyerang
Karbala, kota dimana terdapat kuburan Husein bin Ali bin Abi Thalib, yang sangat dipuja oleh
golongan Syiah. Beberapa tahun kemudian mereka menyerang Madinah, kubah yang ada di
atas kuburan – kuburan disana mereka hancurkan, hiasan – hiasan yang ada di kuburan Nabi
SAW juga dirusak. Dari Madinah mereka teruskan penyerangan ke Mekah, disini kiswah sutra
yang menutup Ka’bah juga dirusak. Semua itu di anggap bid’ah. Tetapi pada tahun 1813
ekspedisi yang diutus Muhammad Ali (penguasa wilayah taklukan Kerajaan Usmani di Mesir)
atas perintah dari Sultan Mahmud II (Kerajaan Usmani / Ottoman di Istanbul) berhasil
membebaskan kembali Mekah dan Madinah. Pada saat itu gerakan Wahabi menjadi sangat
lemah bahkan hampir pudar.
Gerakan Wahabi mulai bangkit kembali pada permulaan abad ke-20 di Arab Saudi.
Penyokongnya adalah Abdul Aziz ibn Sa’ud, yang menduduki Mekah pada tahun 1924, serta
Jedah dan Madinah setahun cerikutnya. Sejak saat itu aliran dan kekuatan politik Wahabi
mempunyai kedudukan yang kuat di Arab.
Di Indonesia sendiri ajaran Wahabi masuk melalui kaum paderi di Minangkabau serta di
kembangkan oleh tiga tokohnya, yaitu Haji Sumanik dari Luhak Tanah Datar, Haji Piobang dari
Luhak Lima Puluh Kota, dan Haji Miskin dari Luhak Agam.7
B. MUHAMMAD ABDUH
Seorang pemikir, teolog, dan pembaharu dalam Islam di Mesir yang hidup pada akhir abad ke-
19 dan awal abad ke-20. Ia lahir pada masa pemerintahan Muhammad Ali Pasya, tepatnya di
Mahallat Nasr pada tahun 1265 H / 1849 M dan wafat di Kairo pada tahun 1323 H / 1905 M.
ayahnya bernama Abduh Hasan Khair Allah, berasal dari Turki, sedangkan ibunya berasal dari
suku Arab asli yang menurut riwayat, silsilah keturunannya sampai kepada Umar bin Khattab. 8
Ia belajar ilmu tasawuf pada Syekh Darwisy Khadr, seorang pengikut Tarekat Syaziliah di desa
Kanisah. Abduh masuk al-Azhar pada tahun 1866, ketika menjadi mahasiswa di Al Azhar, pada
tahun 1869 Abduh bertemu dengan seorang ulama' besar yang disebut-sebut sebagai
pembaharu dalam Islam, yaitu Jamaluddin Al-Afghani, dirinya bertemu dengan Al-Afghani
dalam sebuah diskusi. Sejak itulah Abduh tertarik kepada Jamaluddin Al-Afghani dan banyak
belajar darinya. Al-Afghani adalah seorang pemikir modern yang memiliki semangat tinggi
untuk membuat paradigma baru yaitu memutuskan rantai pemikiran umat islam yang ortodok
dan cara berfikir yang fanatik. Nuansa baru yang ditiupkan oleh Al-Afghani, berkembang pesat
7
Dewan redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid 5, hlm. 158
8
Dewan redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid 3, hlm. 255
Jamaludin M. - FITK UNSIQ Wonosobo
2
di Mesir terutama di kalangan mahasiswa Al Azhar yang langsung dipelopori oleh Muhammad
Abduh. Karena cara berpikir Abduh yang lebih maju dan sering bersentuhan dengan jalan
pikiran kaum rasionalis Islam atau kaum Muktazilah (melalui buku Syarh at-Tafzani ‘Ala al-
Aqaid an-Nasafiyah / Penjelasan Taftazani tentang Kepercayaan Aliran Nasafiyah 9),
menyebabkan ulama Al Azhar sempat menuduhnya telah meninggalkan mahzab Asy’ariyah
dan berpindah haluan menjadi penganut paham Mu’tazilah. Namun Muhammad Abduh
menampik tuduhan tersebut secara diplomatis dengan mengatakan : “Yang terang saya telah
meninggalkan taklid kepada Asy’ari, maka mengapa saya harus bertaklid pula kepada
Mu’tazilah ? Saya akan meninggalkan taklid kepada siapa pun juga dan hanya berpegang
kepada dalil yang dikemukakan.”10
Setelah tamat dari al-Azhar pada tahun 1877, ia memulai karir sebagai pengajar di universitas
tersebut sebagai pengajar logika, teologi dan filsafat. Di samping itu ia juga mengajar di Dar a-
Ulm sebagai pengajar mata kuliah sejarah (buku yang dikajinya adalah Mukaddimah Ibn
Khaldun). Disamping profesinya sebagai guru, Abduh juga menekuni bidang jurnalistik dengan
menulis artikel – artikel untuk surat kabar, terutama al-Ahram (Piramid) yang mulai terbit
tahun 1876. Kariernya disini menanjak menjadi pemimpin redaksi al-Waqa’I al-Misyriyah
(Peristiwa – peristiwa Mesir).11
Pada awal tahun 1884, Abduh pergi ke Paris atas panggilan al Afghany yang saat itu telah
berada disana. Bersama al Afghany, disusunlah sebuah gerakan untuk memberikan kesadaran
kepada seluruh umat Islam yang bernama al-'Urwatul Wutsqa. Untuk mencapai cita-cita
gerakan tersebut, diterbitkanlah pula sebuah majalah yang juga diberi nama al-'Urwatul
Wutsqa. Suara kebebasan berpendapat yang digulirkan al Afghani dan Abduh melalui majalah
ini menyebar ke seluruh dunia dan memberikan ruh yang cukup kuat terhadap kebangkitan
umat Islam. Sehingga dalam waktu yang sangat singkat, kaum imperialis merasa khawatir atas
gerakan ini, akhirnya pemerintah Inggris melarang majalah tersebut masuk ke wilayah Mesir
dan India. Akhir tahun 1884, setelah majalah tersebut terbit pada edisi ke-18, pemerintah
Perancis melarang diterbitkannya kembali majalah 'Urwatul Wutsqa.12 Kemudian Abduh
diperbolehkan kembali ke Mesir dan al Afghany melanjutkan pengembaraannya ke Eropa.
Setelah kembali ke Mesir, Abduh kembali diberi jabatan penting oleh pemerintah Mesir. Ia
juga membuat beberapa perbaikan di Universitas al Azhar. Puncaknya, pada tanggal 3 Juni
1899, Abduh mendapatkan kepercayaan dari pemerintah Mesir untuk menduduki jabatan
sebagai Mufti Mesir. Kesempatan ini dimanfaatkan Abduh untuk kembali berjuang meniupkan
ruh perubahan dan kebangkitan kepada umat Islam.

II. POKOK PIKIRAN DAN AJARAN

9
Lihat : Dewan redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid 3, hlm. 255
10
http://www.scribd.com/doc/8448323/Muhammad-Abduh-dan-Rasyid-Ridho-motivator-reformasi-Islam
11
Lihat : Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid 3, hlm. 255 – 256
12
http://www.scribd.com/doc/8448323/Muhammad-Abduh-dan-Rasyid-Ridho-motivator-reformasi-Islam
Jamaludin M. - FITK UNSIQ Wonosobo
3
A. WAHABI
Inti ajaran yang dibawa oleh Ibnu Abdul Wahhab sangat dipengaruhi oleh ajaran – ajaran yang
dibawa oleh Ibnu Taimiyyah. Ada dua inti ajaran Wahabi :13
a. Kembali kepada ajaran islam yang asli
Yang dimaksudkan adalah ajaran Islam yang dianut dan dipraktekkan oleh Nabi
Muhammad SAW, sahabat dan para tabi’in.
b. Prinsip yang berhubungan dengan masalah ketauhidan
Sebagai upaya pemurnian tauhid ini, secara khusus Ibnu Abdul Wahhab menyusun kitab at-
Tauhid yang memuat pandangan – pandangannya sekitar tauhid, syirik, dan lain – lain yang
menyangkut masalah akidah Islam. Menurutnya, kalimat la ilaha illa Allah (tiada Tuhan
selain Allah) tidak cukup hanya diucapkan tetapi harus dimanifestasikan dengan la ma’bud
illa Allah (tidak ada yang disembah kecuali Allah). Menurut kitab at-Tauhid karangan
Muhammad ibn Abdul Wahhab sendiri ada dua tingkatan iman yang menjadi dasar ajaran
tauhidnya :14
1. Tauhid Rububiyah
Yaitu pengakuan adanya Tuhan sebagai pencipta dan sebagai pemelihara apa yang
diciptakannya daripada alam ini. Tauhid ini sudah terdapat pada suku bangsa- bangsa
Arab sebelum kedatangan Islam.
2. Tauhid Uluhiyah
Tauhid Uluhiyah adalah tauhid yang lebih tinggi tingkatannya, karena dalam tingkat ini
tidak hanya pengakuan terhadap penciptaan alam semesta oleh Allah, tetapi juga
seluruh perbuatan manusia harus dipertanggung terhadap Allah. Tauhid uluhiyah juga
berarti pengakuan bahwa Allah satu – satunya yang wajib disembah.
Inti ajaran tauhid Muhammad bin Abdul Wahab antara lain :15
- Yang boleh dan harus disembah adalah Tuhan, dan orang yang menyembah selain
Tuhan telah menjadi musyrik dan boleh dibunuh;
- Kebanyakan orang Islam bukan lagi penganut paham tauhid yang sebenarnya karena
meminta pertolongan bukan lagi dari Tuhan, malainkan dari syekh atau wali dan dari
kekuatan ghaib, dan orang Islam yang demikian juga telah menjadi musyrik;
- Menyebut nama nabi, malaikat atau syekh sebagai perantara dalam do’a juga
merupakan syirik;
- Meminta syafaat selain kepada Tuhan adalah juga syirik;
- Bernazar selain kepada Tuhan juga merupakan syirik;
- Memperoleh pengetahuan selain dari Al-Qur’an dan Hadist merupakan kekufuran;
- Tidak percaya kepada qada dan qadar Tuhan juga merupakan kekufuran;
- Menafsirkan Al-Qur’an dengan takwil addalah kafir.

13
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid 5, hlm. 157
14
Lihat : Aboebakar Aceh, Sejarah Filsafat Islam, hlm. 114 dan 123
15
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid 5, hlm. 161
Jamaludin M. - FITK UNSIQ Wonosobo
4
B. MUHAMMAD ABDUH
Abduh adalah salah satu ahli kalam Sunni yang paling berarti. Seperti Ibnu Taimiyah, Abduh
mengajukan argumentasi tentang keharusan membuka kembali pintu ijtihad untuk selamanya
dan dengan keras menolak system penganutan paham tanpa kritik (taqlid), tetapi berbeda dari
Ibnu Taimiyah dan lebih mirip dengan kaum muktazilah, Abduh deperti halnya juga al-Afgani
melihat pentingnya falsafah dan mempelajarinya.16
Sebagai seorang teolog, corak pemikiran Abduh sangat rasional, begitu besarnya peranan yang
diberikan oleh akal sehingga Harun Nasution menyimpulkan bahwa Muhammad Abduh
memberi kekuatan yang lebih tinggi kepada aqal daripada Mu’tazilah. 17 Hal ini dapat dilihat
dari beberapa pendapatnya, antara lain :18
a. Konsep iman
Tentang iman, Abduh menjelaskan bahwa iman adalah pengetahuan hakiki yang diperoleh
akal melalui argument – argument yang kuat dan membuat jiwa seseorang menjadi tunduk
dan pasrah. Baginya, iman bukan hanya sekedar tasdiq (pengakuan), melainkan juga
makrifat dan perbuatan. Iman meliputi tiga unsur : ilmu (pengetahuan), iktikad
(kepercayaan), dan yakin (keyakinan).
b. Sifat – sifat Tuhan
Pandapatnya dijelaskan dalam buku Hasyiyah ‘Ala Syarh ad-Dawani li al-Aqa’id al-‘Adudiyah
(Komenter terhadap Penjelasan ad-Dawani terhadap Akidah – akidah yang meleset), bahwa
sifat Tuhan adalah esensi Tuhan.
c. Perbuatan Tuhan
Abduh mengakui adanya perbuatan – perbuatan yang wajib bagi Tuhan dan yang
mewajibkan perbuatan-Nya itu adalah diri-Nya sendiri.
d. Keadilan Tuhan
Mengenai soal keadilan Tuhan, Abduh berpendapat bahwa Tuhan maha adil. Tuhan
mustahil berbuat aniaya. Karena itu, hukuman dan pahala yang diberikan kepada manusia
sesuai dengan perbuatan jahat dan baik yang telah dilakukannya.
e. Kekuasaan dan kehendak Tuhan
Ia mengakui bahwa Tuhan itu maha kuasa dan maha berkehendak. Meskipun demikian,
Tuhan tidak bertindak sewenang – wenang karena bertentangan dengan keadilan-Nya.
Tuhan membatasi kekuasaan dan kehendak mutlak-Nya dengan sunah-Nya yang tidak
mengalami perubahan.
f. Perbuatan manusia
Menurut Abduh, manusia diberi kebebasan untuk berkehendak dan berbuat. Ia bebas
memilih perbuatan mana yang hendak dilakukannya. Umtuk itu manusia dibekali akal untuk

16
Nurcholis Madjid, Khazanah intelektual islam, hal. 59
17
Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional, UI Press, 1978, hlm. 57
18
Lihat : Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid 3, hlm. 256 – 257
Jamaludin M. - FITK UNSIQ Wonosobo
5
berpikir dan dengan akalnya ia mempertimbangkan akibat dari perbuatannya. Manusia
tidaklah bebas secara mutlak, kebebasannya dibatasi oleh hukum alam ciptaan Allah SWT.
g. Kekuatan akal
Akal dalam system teologi Abduh mempunyai kekuatan yang sangat tinggi. Baginya akal
dapat mengetahui adanya Tuhan dan sifat – sifat-Nya, mengetahui adanya hidup di akherat,
mengetahui kebaikan dan kejahatan, mengetahui kewajiban berbuat baik dan kewajiban
menjauhi perbuatan jahat, serta membuat hukum – hukum. Abduh juga berpendapat
bahwa dengan akalnya manusia dapat memilih perbuatan mana yang akan ia lakukan,
dengan demikian Abduh menganut paham Qadariyah (free will), paham yang menyatakan
bahwa perbuatan manusia adalah perbuatannya sendiri dengan hakiki.
h. Fungsi wahyu
Menurut Abduh, wahyu mempunyai dua fungsi utama, yaitu menolong akal untuk
mengetahui secara rinci mengenai kahidupan akhirat dan menguatkan akal agar mampu
mendidik untuk hidup secara damai dalam lingkungan sosialnya.
III.KESIMPULAN

Abdul Wahhab dan Muhammad Abduh merupakan dua tokoh pembaharu dalam Islam, ajaran –
ajaran mereka hampir bersesuaian, terutama dalam hal penolakan taqlid. Tak dapat disangkal
bahwa ajaran – ajaran Ibn Taimiyah sangat berpengaruh pada aliran Wahabi dan pemikiran
Muhammad abduh. Dalam kitab Majemu’ at-Tahid, salah satu kitab terpenting mengenai
keyakinan Wahabi termuat juga karangan Ibn Taimiyah, beberapa diantaranya adalah Al-Qai’dah
al-Wasitah dan Al-Furqan baina ‘auliya ir-Rahman wa ‘auliya isyithan. Menurut Dr. W, Diffelen,
paham yang sejalan ini mungkin karena persamaan sumbernya. Baik Wahabi maupun Taimiyah
sama – sama menamakan dirinya pengikut Imam Ahmad bin Hanbal.

Perbedaan antara aliran paham Wahabi dan Taimiyah, termasuk juga murid – murid dan
pengikutnya terletak pada persoalan. Bahwa Wahabi terutama menunjukan perjuangannya dalam
usaha membersihkan Islam dari dalam, karena mereka berpendapat bahwa keruntuhan Islam
tidak tidak disebabkan oleh factor yang datang dari luar, tetapi factor yang datang dari Islam
sendiri. Sedangkan Ibn Taimiyah berpendapat bahwa kerusakan Islam itu disebabkan oleh orang
Yahudi dan Kristen yang memasukannya ke dalam ajaran Islam. 19 Pernyataan Wahabi ini
bersesuaian dengan pernyataan Muhammad Abduh yang terkenal yaitu bahwa Islam tertutup dari
Kaum Muslimin (al-Islam mahjub bi al-muslimin).20

19
Lihat : Aboebakar Aceh, Sejarah Filsafat Islam, hlm. 111 dan 112
20
Nurcholis Madjid, Khazanah intelektual islam, hlm. 62
Jamaludin M. - FITK UNSIQ Wonosobo
6
SUMBER BACAAN :

1. Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid-3, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1997.
2. Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid-5, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1997.
3. Nurcholis Madjid, Khazanah Intelektual Islam, PT. Bulan Bintang, Jakarta, Cet. Ke-3, 1984
4. Aboebakar Aceh, Prof. DR. H., Sejarah Filsafat Islam, CV. Ramadhani, Cet. ke-4, 1991.
5. http://www.scribd.com/doc/8448323/Muhammad-Abduh-dan-Rasyid-Ridho-motivator-reformasi-Islam

Jamaludin M. - FITK UNSIQ Wonosobo


7

Anda mungkin juga menyukai