Oleh
Abstrak
Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka
(library research). Metode ini memiliki tujuan untuk menemukan informasi
tentang beberapa strategi yang digunakan Khalifah Harun Ar Rasyid dalam
meningkatkan kecerdasan masyarakat sehingga masa kepemimpinannya
mencapai puncak peradaban yang sangat gemilang. Jenis penelitian ini adalah
penelitian sejarah dengan metode penelitian sejarah. Pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan bahan-bahan atau
sumber-sumber sejarah.
Harun Ar Rasyid adalah salah seorang khalifah yang kelima dalam Daulah
Abasiyah yang mengantikan khalifah sebelumnya yaitu khalifah Al Hadi yang
merupakan saudara Harun Ar Rasyid. Masa Khalifah Harun Ar Rasyid adalah
merupakan masa paling gemilang dalam sejarah kekhalifahan Daulah Islam. Ketika
orang-orang eropa masih berada dalam masa kegelapan, dunia islam dengan kota
baghdad sebagai pusat dan ibu kota Daulah bani Abbasiyah telah sanggup
melebarkan kekuasaan pemikiran dan membuat suatu kesan yang mendalam pada
kehidupan dan pemikiran eropa ( Saifuddin et.al, 1987:170).
Kestabilan politik, sosial, budaya dan ekonomi pada masa Harun Ar Rasyid
menjadikan ilmu pengetahuan perkembang dengan pesat dan lahirnya para tokoh
cerdas dan brilian diberbagai disiplin keilmuwan seperti Jabir Bin Hayyan
Ilmuwan Kimia, Ibnu Sina seorang dokter hebat pada masanya, para filsuf
terkemuka seperti Ibnu Rusyd, Al Kindi, dan Al Farabi, juga ulama-ulama fiqih
seperti Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Ahmad Bin hambal
(Hasyimi, 1993:294)
B. METODE PENELITIAN
Nama beliau adalah Harun Al-Rasyid bin Muhammad Al-Mahdi bin Al Manshur
Al-Abbasi Abu Ja’far. Beliau satu ibu dengan khalifah Al-Hadi. Harun Ar Rasyid lahir
di Rayy pada tahun 145 H, merupakan khalifah kelima dari Dinasti Abbasiyahdi Irak
dan paling terkenal. Masa kanak-kanaknya dilewati dengan mempelajarai ilmu-
ilmu agama dan ilmu-ilmu pemerintahan (Andi, 2008:91).
Silsilah keturunan lengkap dari pihak ayah beliau adalah Harun Al-Rasyid bin
Muhammad Al-Mahdi bin Abu Ja’far Al-Manshur bin Muhammad bin Ali bin
Abdullah bin al-Abbas. Sedangkan keturunan silsilah dari ibunda beliau ialah
Harun Al Rasyid bin Khaizuran binti Ata’ sama seperti saudara beliau yaitu
Khalifah Al Hadi (Tarikuddin, 2012:149).
Harun Ar Rasyid yang bernama lengkap Harun ibn Muhammad ibnu Abi Ja’far
al-Manshur. merupakan putra termuda dari Muhammad ibnu Ja’far Al-Manshur
yang kemudian di kenal dengan khalifah al-Mahdi. Harun lahir dari seorang ibu
berdarah Iran bernama Khaizran yang pada mulanya merupakan seorang budak.
Dengan demikian, dalam diri Harun mengalir darah Arab dan Iran sekaligus
(Sou’yb, 1997:38)
Khalifah Harun Al-Rasyid juga merupakan sosok yang ta’at dalam beragama.
Hal ini bisa dilihat dari pelaksaan ritual ibadah yang beliau lakukan sepanjang
sejarah hidupnya. Salah satu ritual ibadah yang selalu dilakukan beliau selain yang
diwajibkan dalam syariat islam yakni sholat seratus raka’at dan selalu bersedekah
seribu dirham. Untuk menunaikan rukun Islam yang kelima yaitu ibadah haji telah
beliau laksanakan setelah beliau naik tahta sebanyak 8 kali. Diantara 8 kali
tersebut beliau pergi haji ke Mekkah 7 diantaranya beliau naik unta ke Mekkah
untuk menunaikan ibadah haji, dan untuk haji yang 8 kalinya beliau berjalan kaki
ke Mekkah yang menempuh jarak 1.750 mil dari Baghdad dan itu beliau lakukan
untuk perjalanan pulang dan pergi.
Harun Ar Rasyid memiliki Istana yang sangat megah pada saat beliau
memimpin Daulah Abbasiyah. Karna kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan
Istana yang megah nan indah tersebut dijadikan oleh Harun Ar Rasyid sebagai
pusat pengembangan ilmu pengetahuan di berbagai disiplin keilmuwan. Istana
pada saat itu menjadi tempat berkumpul para ilmuwan, ulama, sarjana, dan juga
orang-orang terpelajar dari seluruh belahan dunia.
Sebagai khalifah Harun Ar-Rasyid memiliki ciri khas tersendiri, salah satunya
beliau begitu menghargai orang lain. Hal Itulah salah satu yang membuat
masyarakat dari berbagai golongan dan status amat menghormati, mengagumi,
dan mencintainya. Harun Ar-Rasyid adalah pemimpin yang mengakar dan dekat
dengan rakyatnya. Selama menjadi khalifah Harun As Rasyid sering melakukan
hal-hal yang sangat harus dilakukan oleh khalifah, misalnya beliau menyamar di
malam hari dan berada di jalanan ataupun pasar, mendengarkan pembicaraan
orang-orang yang bertemu dengannya dan bertanya kepada mereka, dengan cara
ini dia mengetahui apakah orang puas atau tidak atas kepemimpinannya.
Harun Ar Rasyid adalah Khalifah yang sangat taat beribadah. Saban hari beliau
melaksanakan shalat sunnah seratus rakaat, beliau berhaji setiap tahun dan
melaksanakan ibadah umrah dua kali dalam setahun. Jika dalam tahun tersebut
tidak berhaji maka beliau memberikan hadiah kepada 300 orang masyarakatnya
dengan hadiah tiket haji, dan biaya yang digunakan adalah dari istana, semua
pegawai istananya tidak pernah diperlambat upah mereka sebagai pekerja yang
bekerja dibawah pemerintahannya (Suwito, 2005:97).
Begitu banyak pengalaman yang dimiliki oleh Khalifah Harun Ar Rasyid, dan
pengalaman utu menjadikan beliau mampu memimpin pemerintahan dengan baik
hingga kemudian pada gilirannya menjadikan pemerintahan yang dipimpinnya
menjadi sebuah peradaban dan kebudayaan yang sangat maju dan jaya, dan
menjadi puncak sebuah peradaban dan kebudayaan Islam.
Dalam usia yang relatif muda, Khalifah Harun Ar-Rasyid yang dikenal
berwibawa sudah mampu menggerakkan 95 ribu pasukan beserta para pejabat
tinggi dan jenderal veteran. Era keemasan Islam (The Golden Ages of Islam)
tertoreh pada masa kepemimpinan Harun Ar Rasyid. Perhatiannya yang begitu
besar terhadap kesejahteraan rakyat serta kesuksesannya mendorong
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, perdagangan, politik,
wilayah kekuasaan, serta peradaban Islam telah membuat Dinasti Abbasiyah
menjadi salah satu negara adikuasa dunia di abad ke 8 M (Sohail, 2002:183-185).
Harun Ar Rasyid memimpin Daulah Abbasiyah pada masa awal. Pada masa
awal pemerintahan Abbasiyah seorang khalifah memegang dua kekuasaan secara
bersamaan yaitu kekuasaan politik dan otoritas keagamaan (Suwito, 2005:98.)
Secara umum model pemerintahan Bani Abbas menyatukan kekuasaan agama dan
politik. Perhatian khalifah Abbasiyah terhadap agama tentu tidak terlepas dari
pertimbangan politis, yaitu untuk memperkuat posisi dan sebagai sebuah
legitimasi kekuasaan khalifah terhadap rakyat. Pemanfaatan bahasa agama dalam
pemerintahan Abbasiyah sebenarnya telah terdengar dari para khalifah Abbasiyah
sebelum Harun Ar Rasyid. Hal bisa kita lihat dari kata-kata yang pernah
dilontarkan oleh khalifah Abu Ja’far Al mansur bahwa dirinya adalah wakil Allah di
bumi atau Zhill Allah fi al-Ardh.
Kebijakan lain yang dibuat pada masa Bani Abbasiyah yaitu: pada masa al-
Saffah, daerah kekuasaan Bani Abbas dibagi menjadi dua belas provinsi. Bani
Abbas juga membentuk lembaga peradilan militer (Qadhi al-‘Askar atau qadhi al-
Jund). Khalifah sendiri juga menyediakan waktu-waktu tertentu di istana untuk
menangani perkara-perkara khusus. Dalam bidang perekonomian, sumber
pendapatan terbesar Negara berasal dari pajak. Penghasilan dari pajak, selain
untuk kepentingan masyarakat luas, dibelanjakan juga untuk membayar gaji
pegawai tiap-tiap departemen. Selain dari pajak, sumber pendapatan Negara
lainnya adalah pertanian, perdagangan, dan industri. Untuk mendukung sektor ini,
Khalifah membangung jembatan, irigasi dan memanfaatkan pupuk. Pemerintah
pada waktu itu juga mendirikan sekolah pertanian (Iqbal, 2014:105)
Kuttab atau maktab berasal dari kata kataba yang menulis atau tempat
menulis, namun pada gilirannya kuttab atau maktab memiliki pengertian sebagai
lembaga pendidikan dasar (Suwito,2005:101). Kuttab atau maktab sebagai
lembaga dasar dalam dunia islam menjadi tempat paling dominan dalam
mengalakan baca tulis masyarakat. Baca dan tulis mendapat tempat dan dorongan
yang kuat dalam islam, dan menjadikannya berkembang luas dalam masyarakat
islam. Konsep Islam memberikan gambaran bahwa Kepandaian membaca dan
menulis merupakan sarana utama dalam pengembangan ilmu pengetahuan
(Zuhairini, dkk, 2006:90)
Membaca dan menulis atau Literasi yang begitu kuat dikalangan masyarakat
Islam yang dimulai dari murid-murid di lembaga pendidikan dasar dalam hal ini
kuttab atau maktab masa khalifah Harun Ar Rasyid membawa Abbasiyah di bawah
kepemimpinan Harun Ar Rasyid dengan baghdad ibu kota negaranya menjadi
mercusuar ilmu pengetahuan keseluruh belahan dunia.
Jika kita melihat dari mekanisme pembelajaran yang diterapkan di istana bagi
anak-anak pejabat istana maka dalam konteks moderen bisa kita katakan bahwa
pembelajaran di Istana adalah pembelajaran berdiferensiasi yaitu pembelajaran
yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Pembelajaran berdiferensiasi
adalah pembelajaran yang mengakomodir kebutuhan belajar murid. Sang guru di
tuntut untuk menfasiltasi kebutuhan-kebutuhan murid, karena setiap murid
memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga tidak mungkin bisa
diperlakukan sama dalam proses pembelajaran. Ada tiga tipe belajar anak yaitu
Audio, Visual, dan Kinestetik dan guru harus mampu mengakomodir tipe-tipe
belajar anak tersebut.
Pada masa Khalifah harun Ar Rasyid dimana ilmu pengetahuan sudah mulai
tumbuh dan berkembang, sehingga lahirnya karya-karya dari berbagai disiplin
ilmu. Toko kitab mempunyai fungsi awal sebagai tempat jual beli kitab, kemudian
sejalan dengan waktu toko kitab menjadi multi fungsi salah satunya adalah
menjadi tempat berkumpulnya para ulama, ilmuwan, sastrawan, pujangga, dan
ahli-ahli ilmu pemgetahuan lainnya, untuk berdiskusi, bertukar pikiran dalam
berbagai masalah ilmiah, sehingga toko-toko kitab pada saat itu laksana lembaga
pendidikan Pasca Sarjana (S2) dan Program Doktor (S3) pada masa sekarang ini.
Semua lembaga pendidikan yang ada pada masa itu memiliki tujuan sebagai
wadah literasi yang output nya diharapkan dapat meningkatkan kecerdasan
masyarakat atau rakyat yang berada di bawah pemerintahan Khalifah Harun Ar
Rasyid.
c. Mendirikan Baitul Hikmah
Baitul Hikmah yang didirikan oleh khalifah Harun Ar Rasyid merupakan salah
satu contoh dari perpustakaan dunia islam yang sangat lengkap. Didalam Baitul
Hikmah terdapat berbagai macam kitab-kitab ilmu pengetahuan sesuai dengan
perkembangan zaman pada masa itu. Tidak hanya itu didalam Baitul Hikmah juga
terdapat sejumlah kitab-kitab ilmu pengetahuan yang berasal dari Yunani, Persia,
India, Qibti, dan Arami yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Arab (Suwito,
2005:104)
Era penerjemahan oleh Dinasti Abbasiyah dimulai sejak 750M dan terus
berlangsung sepanjang abad kesembilan dan sebagian besar abad kesepuluh.
Selain sebagai perpustakaan Baitul Hikmah juga menunjukkan fungsinya sebagai
biro penerjemah. Aktivitas penerjemahan di Baitul Hikmah ini mendapat
dukungan penuh dari khalifah Harun Ar Rasyid sebagai pemimpin tertinggi negara
pada saat itu. Harun Ar Rasyid memberikan gaji yang sangat fantastis bagi ilmuwan
atau para penerjemah yang bekerja di lembaga Baitul Hikmah tersebut. Para
penerjemah bukan saja menerjemahkan buku-buku ke dalam bahasa Arab, tetapi
juga menerjemahkannya ke seluruh bahasa negara-negara yang berada dan
tersebar sebagai kumpulan masyarakat Islam. Hal ini mendatangkan manfaat
sangat besar dan luar biasa yang dirasakan oleh seluruh masyarakat yang hidup
dalam naungan pemerintahan Islam saat itu.
Khalifah pada saat itu membentuk sebuah tim akademik khusus yang bertugas
untuk menerjemahkan berbagai disiplin keilmuwan yang tentunya berbeda-beda.
Khalifah Harun Ar Rasyid merekrut para penerjemah secara besar-besaran dari
segala penjuru dunia, di antara penerjemah yang di rekrut oleh khalifah Harun Ar
Rasyid adalah Abu Yahya ibn Bitrik yang merupakan seorang ilmuwan yang
berasal dari Yunani, penerjemah lain yang diangkat oleh khalifah pada saat itu
adalah Hunayn ibn Ishak dan Yuhana ibn Masawayh. Khalifah Harun al-Rasyid,
kemudian mengangkat Yuhana ibn Masawayh sebagai kepala tim dalam
menerjemahkan buku-buku pengobatan lama yang diperoleh dari Ankara dan
Amuriah. Khalifah pada saat itu juga menyediakan staf untuk membantupekerjaan
para ketua penerjemah dalam menyelesaiakan proyek penerjemahan tersebut
(Hitti,, RC. Yasin & D.S Riyadi,2006:392).
D. PENUTUP
Kesimpulan dan ibrah yang dapat kita ambil adalah literasi dapat
menciptakan kecerdasan, dan kecerdasan dapat melahirkan sebuah
peradaban yang sangat luar biasa.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Jamil. 1996. Seratus Muslim Terkemuka. Cet. VI. Jakarta: Pustaka
Firdaus.
Hitty. Philip K. 2006. History of the Arabs: Rujukan Induk dan Paling
Otoritatif tentang Sejarah Peradaban Islams, terj. R.C. Yasin dan D.S. Riyadi,
Jakarta: Serambi.