Anda di halaman 1dari 31

KoKEPEMIMPINAN DAULAH ABBASIYAH

KHALIFAH HARUN AR-RASYID


Makalah ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah:
Kepemimpinan Pendidikan Islam
Dosen pengampu: Ustadz Heru Utomo, S.PdI. M.Pd

Disusun oleh:
1. Muhammad Ulul Albab
2. Arif Abi Mayu
3. Miftakhul Ulum
4. Abdul Hafidz Hasan

PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM (MPI)


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH STIT MADINAH
TAHUN 2019-2020

1
DAFTAR ISI

COVER i
DAFTAR ISI

Error! Bookmark not defined.i


BAB I

Error! Bookmark not defined.


PENDAHULUAN

Error! Bookmark not defined.


1.2 Latar Belakang .............................................................. Error! Bookmark not defined.
1.2 Rumusan Masalah ......................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB II

Error! Bookmark not defined.


PEMBAHASAN

Error! Bookmark not defined.


2.1 Biografi Harun Ar-Rasyid 2
2.2 Kekhalifahan masa Harun Ar Rasyid ........................................................................... . 3
2.3 Pendidikan Islam Masa Khalifah Harun al-Rasyid

2.3 Praktek kepemimpinan Harun Ar Rasyid .5

BAB III 7
PENUTUP 7
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................8

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Kekhalifahan Abbasiyahatau Bani Abbasiyahadalah kekhalifahan kedua Islam yang
berkuasa di Baghdad (sekarang ibu kota Irak). Kekhalifahan ini berkembang pesat dan
menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dunia. Kekhalifahan ini berkuasa setelah
merebutnya dari Bani Umayyah dan menundukkan semua wilayahnya kecuali Andalusia. Bani
Abbasiyah dirujuk kepada keturunan dari paman NabiMuhammad‫ﷺ‬yang termuda, yaitu Abbas
bin Abdul-Muththalib (566-652), oleh karena itu mereka juga termasuk ke dalam Bani Hasyim.
Berkuasa mulai tahun 749 dan memindahkan ibu kota dari Damaskus ke Baghdad.
Harun Ar Rasyid adalah khalifah kerajaan dinasti Bani Abbasiyah yang teragung dan
paling terkemuka sekali dari pada Sembilan orang khalifah bani Abbasiyah di zaman
keagungan dan kegemilangannya. Masa zaman keagungan adalah slama 100 tahun bermula
dari tahun 132 hijriyah/749 masehi Sampailah ketahun 232 hijriyah/847 masehi. Khalifah
Harun Ar Rasyid telah Berjaya menjadikan negara islam di bawah pemerintahan kerrajaan bani
Abbasiyah mencapai keagungan dan kegemilangan didalam bidang-bidang perdagangan antar
bangsa, kebudayaan, pembangunan dan perkembangan pengetahuan di dalam bermacam-
macam disiplin ilmu.
Berdasarkan fakta sejarah, terungkap bahwa masa kepemimpinan Harun Ar-Rasyid
adalah masa yang paling gemilang dalam perjalanan peradaban Islam. Ketika orang-orang
Eropa masih berada dalam zaman kegelapan, Baghdad yang merupakan ibu kota dinasti ini
pada masa tersebut jutru telah tampil menjadi pusat peradaban, kebudayaan, dan ilmu
pengetahuan yang cahayanya menerangi seluruh dunia. Seorang orientalis Barat non-Muslim,
Jaeqnes C. Biesler, dengan jujur pernah berkata: Selama lima ratus tahun Islam menguasai
dunia dengan kekuatannya, ilmu-ilmu pengetahuan dan peradabannya yang tinggi. Sebagai ahli
waris kekayaan ilmu pengetahuan dan falsafah orang-orang Yunani, Islam melanjutkan

3
kekayaan ini setelah memperkayanya sampai ke Eropa Barat. Jadi, Islam telah sanggup
melebarkan kekuasaan pemikiran abad pertengahan dan membuat suatu kesan yang mendalam
pada kehidupan dan pemikiran Eropa.
Ungkapan di atas tampaknya tidaklah berlebihan, karena dari penelusuran sejarah
kebenarannya dapat dibuktikan. Tercatat bahwa di zaman Harun Ar-Rasyid dan putranya, Al-
Ma’mun inilah banyak terjadi gerakan penerjemahan buku-buku dari Yunani, seperti filsafat,
kesusastraan, kedokteran, dan lain-lain secara besar-besaran yang disponsori langsung oleh
khalifah. Di era itu juga berdirinya suatu lembaga penerjemahan yang termasyhur bernama
Bait Al-Hikmah, fungsinya tidak hanya sebagai perpustakaan, tetapi juga sebagai universitas.
Semua ini kelak sangat berpengaruh positif dalam berkembangnya ilmu pengetahuan di dunia
Islam, juga membawa angin segar bagi masyarakat Eropa Barat (Suwito, 2015).
Berdasarkan uraian di atas maka penyusun memutuskan untuk mengkaji
pemerintahan pada masa Harun Ar-Rasyid yang merupakan khalifah masa Abbasiyah, yang
pada masanya menjadi masa keemas an bagi kehalifahan Abbasiyah.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasar kanpenjabaran latarbelang di atas, maka didapat rumusan masalah sebagai


berikut:

1. Siapa Harun Ar-Rasyid?


2. Bagaimana kekhalifahan masa Harun Ar-Rasyid?
3. Bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan masa Harun Ar-Rasyid?
4 Bagaimana praktek kepemimpinan Harun Ar-Rasyid?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahu isi apakah Harun ArRasyid.
2. Untuk mengetahui kehalifahan pada masa Harun Ar-Rasyid.
3. Untuk mengetahui perkembangan ilmu Pendidikan pada masa Harun Ar-Rasyid.
3. Untuk mengetahui praktek kepemimpinan Harun ArRasyid.

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Biografi Harun Ar-Rasyid

Harun Ar Rasyid adalah salah satu khalifah dari dinasti abbasiyah yang sangatfenomenal.
Nama lengkapnya adalah Harun bin Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Ali bin
Abdullah bin Abbas. Panggilannya adalah Abu Ja'far dan julukannya adalah Ar-Rasyid (orang
yang mendapatkanpetunjuk). Konon, Harun Ar-Rasyid adalah khalifah yang berperawakan
tinggi, berkulitputih, dan tampan.

Harun ar-Rasyid, dilahirkan pada bulan Februari tahun 763 M di Rayy. Ayahnya
bernama Al-Mahdi bin Abu Ja’far al-Mansyur, khalifah ketiga dari dari Bani Abbasiyah.
Ibunya bernama Khaizuran, seorang wanita sahaya dari Yaman yang dimerdekakan oleh
Al1Mahdi (Ensiklopedi Islam, 1994: 86).

Harun ar-Rasyid memperoleh pendidikan di istana, baik pendidikan agama maupun


ilmu pemerintahan. Ia dididik oleh keluarga Barmaki, Yahya bin Khalid salah seorang anggota
keluarga Barmak yang berperan dalam pemerintahan Bani Abbas, sehingga ia menjadi
terpelajar, cerdas, pasih berbicara dan berkepribadian yang kuat (Ahmad, 1996: 105).

Karena kecerdasannya, walaupun usianya masih muda, ia sudah terlibat dalam urusan
pemerintahan ayahnya. Ia pun mendapatkan pendidikan ketentaraan. Pada masa pemerintahan
ayahnya, Harun ar-Rasyid dipercayakan dua kali memimpin ekspedisi militer untuk menyerang
Bizantium (779-780) dan (781-782) sampai ke pantai Bosporus. Ia didampingi oleh para
pejabat tinggi dan jenderal veteran.

5
Sang ibu sangat berpengaruh dan berperan besar dalam kepemimpinan Harun Ar-
Rasyid. Sejakbelia, ia sudah ditempa dengan pendidikan agama Islam dan pemerintahan di
lingkungan istana. Salah satu gurunya yang paling populer adalah Yahya bin Khalid (salah
seorang menteri pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid).

Sebelum menjadi khalifah, ia pernah memegang jabatan gubernur selama dua kali, di
as-Saifah pada tahun 163 H \779 M dan di Magribi pada tahun 780 M (Ensiklopedi Islam,
1994: 86). Setelah sempat dua kali menjadi gubernur, pada tahun 166 H/782 M Khalifah Al-
Mahdi mengukuhkannya menjadi putra Mahkota untuk menjadi khalifah sesudah saudaranya,
Al-Hadi, dan setelah pengukuhannya empat tahun kemudian yakni tepatnya pada tanggal 14
September 786 M Harun ar-Rasyid memproklamirkan diri menjadi khalifah, untuk
menggantikan saudaranya yang telah wafat.

Setelah menduduki tahta kekhalifahan, ia pun mengangkat Yahya bin Khalid sebagai
wazir (perdana menteri) untuk menjalankan roda pemerintahan dengan kekuasaan tidak
terbatas. Ia berkata kepada Yahya: “Sesungguhnya Aku serahkan kepadamu urusan rakyat,
tetapkanlah segala sesuatu menurut pendapatmu, pecat orang yang patut dipecat, pekerjakanlah
orang yang pantas menurut kamu dan jalankan segala urusan menurut pendapatmu”(
Ensiklopedi Islam, 1994: 86).

Sang khalifah tidak secara niscaya diharapkan mengambil peran pribadi dalam
pemerintahan, namun pada masalah-masalah yang menjadi keprihatinannya secara pribadi atau
menjadi kepentingan khusus seperti derma, maka ia cenderung campur tangan (Hodgson, 2002:
77).

Masa pemerintahan Bani Abbasiyah, khalifah sangat diharapkan melaksanakan dua


kewajiban serimonial yang cukup berat ia harus memimpin ibadah salat Jumat di ibukota,
paling tidak pada peristiwa-peristiwa khusus. Dalam hubungan ini, sang khalifah menunjukkan
diri sebagai pewaris Muhammad.

Namun pada diri khalifah Harun ar-Rasyid dan sebagian besar yang mengikutinya,
lebih suka menyerukan kepemimpinan aktual pada seorang wakil, sedang mereka sendiri hanya
membentuk ma’mun, meskipun ditempatkan dengan aman disuatu tempat yang secara khusus
dirancang dalam mesjid yang disebut maqshurah(Hodgson, 2002: 77). Khalifah Harun
menunjukkan contoh kepemimpinan yang tidak otoriter atau memonopoli segala urusan.

6
Pribadi dan akhlak Harun, suka bercengkrama, alim dan sangat dimuliakan, beliau
berselang seling menunaikan haji dan turun ke medan perang dari tahun berganti tahun. Beliau
bersembahyang seratus rakaat setiap hari dan pergi menunaikan haji dengan berjalan kaki
(Syalabi, 1993: 108).

Ia tidak menyia-nyiakan kebaikan orang kepadanya dan tidak pernah menangguh-


nangguhkan untuk membalasnya. Beliau menyukai syair dan para penyairnya serta gemar
tokoh-tokoh sastra dan fikih, malah beliau sangat menghormati dan merendahkan diri kepada
alim ulama. Namun semikian, ia pun sangat mencintai isterinya sehingga kalau ada yang
berbuat salah pada isteri dan pembantu-pembantunya maka orang tersebut akan mendapat
hukuman. Sebagai contoh, seorang hakim yang bernama Hafs bin Ghiyats telah dipecat dari
jabatannya karena menjatuhkan suatu keputusan kepada salah seorang pembantunya Zubaidah
(Maududi, 1996: 253).

Di antara sifat-sifat khalifah Harun ar-Rasyid yang amat menonjol ialah beliau kadang-
kadang diumpamakan sebagai angin ribut yang kencang dan kadang pula sebagai angin yang
bertiup sepoi-sepoi basah, beliau lebih mengutamakan akal daripada emosi, kalau marah beliau
begitu garang dan menggeletar seluruh tubuh dan kalau memberi nasihat beliau menangis
terseduh-seduh (Syalabi, 1993: 108).

Pada masa pemerintahannya di sebut sebagai Era keemasan Islam (The Golden Ages of Islam)
yang mana itu adalah masa kejayaan pada dinasti abbasiyah. Perhatiannya yang begitu besarter
hadap kesejahteraan rakyat serta kesuksesannya mendorong perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, ekonomi, perdagangan, politik, wilayah kekuasaan, sertaperadaban Islam telah
membuat Dinasti Abbasiyah menjadi salah satu negara adikuasa dunia pada abad ke-8 M.

2.2 Kekhalifahan Masa Harun ArRasyid

Masa kekhilafahan hafun ar-rasyid, adalah masa keemasan khilafah abbasyiah, nama
nya dikenal tidak hanya dimasanya saja, akan tetapi nama beliau sebagai pemimpin agung tetap
abadi dan dikenal oleh penggiat sejarah islam hingga kini. Pada masanya, kholifah harun ar-
rasyid adalah sosok kholifah yang sangat hebat, berwibawa dan sangat dicintai oleh rakyat nya.

Adapun faktor-foktor yang membuat beliau menjadi pemimpin hebat dan dicintai adalah:

7
a. Keimanan dan keislaman yang kuat

Harun ar-rasyid dikenal dengan pemimpin yang sangat taat pada agama, dikisahkan
beliau sangat menjaga ibadah nya, tidak hanya yang wajib, bahkan yang sunnah sekalipun.
Bahkan kisah yang tak kalah menarik, Sebagai seorang pemimpin dan Muslim yang taat, Harun
Ar-Rasyid sangat rajin beribadah. Konon, dia terbiasa menjalankan shalat sunat hingga seratus
rakaat setiap harinya. Dua kali dalam setahun, khalifah kerap menunaikan ibadah haji dan
umrah dengan berjalan kaki dari Baghdad ke Makkah. Ia tak pernah lupa mengajak para ulama
ketika menunaikan rukun Islam kelima.

Jika sang khalifah tak berkesempatan untuk menunaikan ibadah haji, maka
dihajikannya sebanyak tiga ratus orang di Baghdad dengan biaya penuh dari
istana.Demikianlah kebiasaan pemimpin-pemimpin sholeh kaum muslimin yang juga ada pada
diri beliau. (Syahrudin. 2017)

Maka demikianlah harun Ar-Rasyid, sang pemimpin yang memiliki keimanan dan
ketakwaan yang sangat kuat. Selalu berusaha mencontoh nabi Muhammad SAW adalalah
motovasi yang selalu di junjung tinggi olehnya. Kerena beliau sadar bahwa menjadi pemimpin
yang hebat, dicintai oleh Allah, dan juga manusia haruslah memiliki keimanan dan ketakwaah.
Firman Allah:

ْ‫ض َولَـ ِكن َكذَّبُواْ فَأ َ َخ ْذنَا ُهم بِ َما َكانُوا‬


ِ ‫اء َواأل َ ْر‬
ِ ‫س َم‬ َ ‫َولَ ْو أ َ َّن أ َ ْه َل ْالقُ َرى آ َمنُواْ َواتَّقَواْ لَفَتَحْ نَا‬
ٍ ‫علَ ْي ِهم بَ َر َكا‬
َّ ‫ت ِمنَ ال‬

‫َيَ ْك ِسبُون‬

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami
akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan
(ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS: Al-A’raf [7]:
96).

Sebagai seorang yang alim, tentunya beliau sangat faham dan mengerti akan ayat
tersebut, maka beliaupun benar-benar menerapkannya hingga terbuktilah firman Allah yang
menjadikan kekuasaan beliau menjadi kekualasaan yang penuh barokah dan menjadi Negara
super power dimasanya.

8
Maka sebagai seorang muslim, sudah seyognya kita meyakini, mempelajari dan
mengamalkan firman Allah SWT sebagaimana apa yang telah diamalkan oleh Kholifah Harun
Ar-Rasyid ini.

b. Pendidikan

Pendikan merupakan tonggak keberhasilan untuk melahirkan pemimpin hebat.


Demikian pula dengan kholifah harun ar-rasyid. Sejak kecil beliau telah ditempa dan dididik
oleh ayah nya dengan mendatangkan para guru terbaik ke istana. Salah satu guru terbaiknya
ialah yahya bin kholid. Mengetahui bahwa harun ar-rasyid kelak akan menjadi seorang
pemimpin, maka para gurunya pun membekalinya dengan ilmu-ilmu tentang kepemimpinan
islam. Dengan bekal pendidikan yang mempuni itupun menjadikan seorang harun ar-rasyid
menjadi sosok pemimpin yang terpelajar, baik dari segi tutur kata, tingakah laku dan tindakan.

Pendidikan beliau tidak hanya sebatas tulisan atau ucapan, akan tetapi sang ayah
langsung mengujinya. hal ini terbukti ketika beliau diamanahkan menjadi gubernur di As-
Siafah tahun 779 M dan di Maghrib pada 780 M. Dua tahun setelah menjadi gubernur, sang
ayah mengukuhkannya sebagai putera mahkota untuk menjadi khalifah setelah saudaranya, Al-
Hadi.

Maka oleh karenanya, dari kisah beliau ini kita mengetahui bahwa pendidikan merupan
suatu keharusan bagi seorang calon pemimpin. Demikianlah pengajaran dari pada Rasulullah,
semenjak beliau hidup dan belum menemui ajalnya, beliau terlebih dahulu mendidik-
menyiapkan para sahabat yang akan menggantikannya kelak, hingga kita mengenal para
Kholifah setelahnya, seperti Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali Rodhiallahu ‘anhum. Mereka
adalah para pemimpin hebat, buah dari pendidikan Rasulullah SAW.

Demikianlah ayahanda Harun Ar-Rasid menyiapkan anaknya menjadi seorang


pemimpin, mencontoh Rosulullah SAW, hingga terciptalah seorang Harun Ar-Rasyid-sang
pemimpin hebat yang takdikenah hanya pada masanya saja akan tetapi bahkan hingga sekarang
ini. Firman Allah Ta’ala:
َ ُ ُ ‫َ َ ُ ْ ه َ َ َّ ُ َ َ ه‬
١٣٢ ‫ول ل َعلك ۡم ت ۡر َح ُمون‬‫وأ ِطيعوا ٱَّلل وٱلرس‬

“Dan taatilah Allah dan RasulNya supanya kalian mendapat rahmat”

9
c. Kecerdasan

Menjadi seorang pemimpin haruslah memiliki kecerdasan yang mempuni, apalagi


menjadi pemimpin bagi sebuah kaum. Maka sudah seyogyanya bagi kaum yang akan
dipimpipin memilih pemimpin yang cerdas. Demikian pula dengan kholifah harun ar-rasyid,
sebelum ia diangkat menjadi putra mahkota, ayahanda nya sudah memperhatikan
kecerdasannya, hingga setelah dirasa pantas dari sisi kecerdasan, barulah beliau diangkat
menjadi putra mahkota kemudian menjadi seorang kholifah.

d. Akhlak

Kholifah harun ar-rasyid sangat menjunjung tinggi akhlak nya, belau di kenal dengan
sosok yang budiman. Soal kebebasan berpendapat, beliau sangat menghargai pendapat orang
lain. Demikianlah alasan beliau amat dicintai oleh rakyat kecil, menengah, hingga elit istana.

Harun Ar-Rasyid adalah seorang pemimpin yang beriman dan selalu mencontoh akhlak
Rasulullah didalam memimpin, yaitu:

1. jujur
Dalam syariat Islam yang penuh keindahan ini, kejujuran adalah akhlak mulia
yang sangat dijunjung tinggi, sedangkan kedustaan adalah dosa besar yang sangat
dicela. Wajib bagi seorang Muslim, untuk berhias dengan kejujuran dan meninggalkan
kedustaan.

Al-Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah pernah mengatakan akan bahaya dusta


dalam kitab beliau, al-Fawaid.

“Berhati-hatilah dari dusta! Sebab, perbuatan dusta akan merusak pemahaman


Anda terhadap suatu perkara sehingga Anda tidak bisa memahaminya sebagaimana
hakikatnya. Selanjutnya, dusta akan membuat Anda tidak bisa menggambarkan perkara
tersebut dan menjelaskannya kepada manusia sesuai dengan keadaan sebenarnya.”

Allah ‘azza wa jalla berfirman;

‫َيَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُواْ اتَّقُواْ ه‬


َّ ‫ّللاَ َو ُكونُواْ َم َع ال‬
‫صا ِدقِين‬

10
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaknya kalian
bersama dengan orang-orang yang jujur.” (at-Taubah: 119)

2. Adil dalam mengambil keputusan

Islam adalah agama yang mengajak kepada keadilan, oleh karena itu Islam
memerintahkan untuk memberikan hak kepada masing-masing yang memiliki hak.
Inilah yang disebut keadilan. Adil bukanlah persamaan hak dalam segala hal. Namun
adil adalah menempatkan setiap manusia pada tempat yang selayaknya dan semestinya,
serta menempatkan segala sesuatu pada posisinya yang telah diatur dalam syariat-Nya.

Allah ta’ala berfirman:

‫اس أَن تَحْ ُك ُمواْ ِب ْال َعد‬ ِ ‫ّللاَ َيأ ْ ُم ُر ُك ْم أَن تُؤدُّواْ األ َ َمانَا‬
ِ َّ‫ت ِإلَى أ َ ْه ِل َها َو ِإذَا َح َك ْمتُم َبيْنَ الن‬ ‫ِإ َّن ه‬

“Dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil.” (QS: An-Nisa`: 58)

Islam memerintahkan berbuat adil, membenci perbuatan keji, kemungkaran,


dan permusuhan. Hatta, adil pada kaum yang kita benci. (Al-Ma`idah: 8)

3. Peduli terhadap Orang Lain


Kepedulian kita terhadap sesama karena Allah ta’ala semata, bukan karena
organisasi, partai, aliran, marga, atau kepentingan dunia yang lain. Bentuk kepedulian
kita terhadap sesama adalah atas dasar persaudaraan. Allah ta’ala memberitakan
tentang persaudaraan yang hakiki karena keimanan:

‫ِ َو ُكونُوا ِعبَادَ هللاِ إِ ْخ َوانًا ْال ُم ْس ِل ُم أ َ ُخو ْال ُم ْس ِلم‬

“Hendaklah kalian menjadi hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang Muslim


adalah saudara bagi Muslim yang lain.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah z)

Rasulullah sallah alaihi wasallam menggambarkan kuatnya ikatan


persaudaraan karena Allah ta’ala;

“Permisalan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan
mengasihi, seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuh merintih atau

11
mengeluh, semua anggota tubuh yang lain akan ikut merasakannya dengan tidak bisa
tidur dan demam.” (Muttafaqun alaih dari an-Nu’man bin Basyir radiallahuanhuma)

4. Berperilaku etis dalam kehidupan

Islam mengajarkan adab dan akhlak yang mulia. Adalah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam yang wajib kita teladani dan kita tiru amalannya.

Dari Anas radhiallahu ‘anhu berkata;

“Aku melayani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selama sepuluh tahun. Demi
Allah, beliau tidak pernah sekali pun berkata kepadaku “Ah”. Tidak pula
beliau berkata, “Mengapa engkau berbuat begini? Tidakkah engkau
melakukan demikian?”

Beginilah seharusnya kepempimpinan yan dibutuhkan. Jika perangainya mulia,


ketika ia telah kehilangan jabatan, ia tak akan kehilangan legitimasi. Sebab suri
tauladan dan akhlaknya akan dikenang orang. Tanpa nilai-nilai di atas, siapapun
pemimpin ia tak akan dikenang kebaikannya di saat dia jatuh atau turun dari jabatannya.

e. Menghargai ilmu

Inilah yang menjadi awal kemajuan yang dicapai Islam. Menggenggam dunia dengan
ilmu pengetahuan dan perabadan. Pada era itu pula berkembang beragam disiplin ilmu
pengetahuan dan peradaban yang ditandai dengan berdirinya Baitul Hikmah yaitu perpustakaan
raksasa sekaligus pusat kajian ilmu pengetahuan dan peradaban terbesar pada masanya. Harun
pun menaruh perhatian yang besar terhadap pengembangan ilmu keagamaan.

f. Menghargai ahlul ilmi

Sikap yang sepatutnya ditampilkan ketika berhadapan dengan ahli ilmu, terlebih lagi
bila ahli ilmu agama adalah harus hormat (takzim), memuliakannya (ikram), dan bila perlu
melayani keperluannya (khidmah). Demikianlah akhlak seorang Muslim terhadap ulama,
apalagi jika ia sedang atau pernah berguru langsung padanya.

12
Memuliakan ahli ilmu, mengagungkannya, bahkan melayaninya merupakan sikaf para
salaf. Mereka melakukan hal itu karena mengharap keberkahan ilmu sang ulama turut pula
mengalir kepadanya. Seorang ulama pernah bertutur, “Jika engkau menjumpai seorang murid
sangat antusias memuliakan gurunya dan menghormatinya secara zahir dan batin disertai
keyakinan kepada sang guru, mengamalkan ajarannya, dan bersikap dengan perilakunya, maka
pasti dia akan mewarisi barakah ilmu sang guru.”

Pada masa lampau, mereka yang memuliakan guru atau ulama bukan saja para pelajar.
Namun, para pemuka bahkan khalifah dan raja-raja melakukan hal serupa. Mereka itu pun
mewariskan sikap demikian kepada anak keturunannya. Iman, ilmu, dan adab memang tidak
bisa diwariskan begitu saja dari orang tua ke anak, tapi harus disertai keteladanan dari orang
tua sendiri.

Syaikh Az-Zarnuji dalam Ta’lim Al-Mut’allim mengisahkan, suatu saat Khalifah Harun
Ar-Rasyid mengirimkan putranya kepada Imam Al-Ashma’i, salah satu ulama besar yang
menguasai bahasa Arab untuk belajar ilmu dan adab. Di sebuah kesempatan Harun Ar-Rasyid
menyaksikan Al-Ashma’i sedang berwudhu dan membasuh kakinya, sedangkan putra Harun
Ar-Rasyid menuangkan air untuk sang guru.

Setelah menyaksikan peristiwa itu, Harun Ar-Rasyid pun menegur Al-Ashma’i atas
tindakannya itu, “Sesungguhnya aku mengirimkan anakku kepadamu agar engkau
mengajarinya ilmu dan adab. Mengapa engkau tidak memerintahkannya untuk menuangkan air
dengan salah satu tangannya lalu membasuh kakimu dengan tangannya yang lain?”

Putra Ar-Rasyid, Al-Amin dan Al-Makmun pernah berebut sepasang sandal Syekh Al-
kisa’i. Keduanya berlomba untuk memasangkan sandal syekhnya itu di kakinya, sehingga
mengundang kekaguman sang guru. Syekhnya lalu berucap, “Sudah, masing-masing pegang
satu-satu saja.” Ketika dewasa, Khalifah Al-Makmun juga berusaha untuk menumbuhkan sifat
tawadhu kepada para putranya. Ibnu Khalikan dalam Wafayat Al-A’yan telah mencatat
peristiwa yang menunjukkan betapa Khalifah Al-Makmun berpayah-payah dalam berusaha
agar putra-putranya kelak dewasa dengan sifat mulia ini.(Sasangko Agung, 2015)

Pendidikan yang menekankan pelayanan, penghormatan, dan kepatuhan pada guru (ahli
ilmu) melahirkan hubungan antarpersonal yang sangat erat. Keterikatan emosional dan
spiritual antara murid dan guru akan terus terjalin meski sang murid tidak lagi duduk belajar di

13
hadapan sang guru. Bahkan, hingga sang guru meninggal pun hubungan timbal balik itu akan
selalu dikenang dan tak akan terlupakan begitu saja. Kesannya akan terus membekas hingga
kapan pun.

Sebagai pemimpin, Harun Ar-Rasyid menjalin hubungan yang harmonis dengan para
ulama, ahli hukum, penulis, qari dan seniman. Ia kerap mengundang para tokoh informal dan
profesional itu keistana untuk mendiskusikan berbagai masalah. Harun Ar-Rasyid begitu
menghagai setiap orang. Itulah salah satu yang membuat masyarakat dari berbagai golongan
amat menghormati, mengagumi, dan mencintainya. Harun Ar-Rasyid adalah pemimpin yang
mengakar dan dekat dengan rakyatnya.

Demikanlah kholiafah harun ar-rasyid, beliau sangat menghargai ahlul ilmi, karena
sesungguhnya pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu melahirkan generasi yang
baik pula, dan itu didapatkan manakala pemimpin tersebut menjaja para ahlul ilmi nya.

2.3 Pendidikan Islam Masa Khalifah Harun al-Rasyid

a. Pendidikan Islam

Pendidikan merupakan pintu menuju kemjuan dan peningkatan kualitas kehidupan


manusia. Harun al-Rasyid memberikan perhatian lebih dalam bidang pendidikan, menurut
Syalabi Harun al-Rasyid memperbesar departemen studi ilmiah dan penerjemahan yang
dibangun dimasa kakeknya, al-Mansur. Kemurahan hati beliau, para mentri dan anggota istana
yang berbakat terutamakeluarga Barmak yang saling berlomba membantu kemajuan dalam
ilmu pengetahuan dan kesenian, membuat Baghdad menjadi pusat yang menarik bagi orang-
orang terpelajar dari seluruh dunia. (Kasmiati, p.96)

Kemajuan dalam bidang pendidikan melalui berbagai bentuk dan jenis lembaga
pendidikan. Berikut ini dikemukakan beberapa lembaga pendidikan yang berkembang pada
masa Harun al-Rasyid.

1) Kutab atau maktab

Kuttab berasal dari kata dasar maktaba yang berarti tempat belajar. Kuttab berlangsung
di rumah-rumah guru, biasanya seorang Hufadz (penghapal al-Qur’an) dengan materi berkisar

14
pada baca tulis. Karena itu, kuttab merupakan lembaga pendidikan paling dasar. (Arief Subhan,
2012, p.37)

Menurut catatan sejarah, Kuttab telah ada sejak pra Islam. Diperkirakan mulai
dikembangkan oleh pendatang ke tanah Arab, yang terdiri dari kaum Yahudi dan Nasrani
sebagai cara mereka mengajarkan taurat dan injil, filsafat, jadal (ilmu debat) dan topik-topik
yang berkenaan dengan agama mereka.

Di awal perkembangan Islam, kuttab tersebut dilaksanakan di rumah guru yang


bersangkutan dan materi yang diajarkan adalah semata-mata menulis dan membaca (syair-
syair), kemudian pada akhir abad 1 H, mulai timbul kuttab yang disamping mendirikan
pendidikan menulis dan membaca, juga mengajarkan membaca Al Qur‟an dan pokok ajaran
agama. Pada mulanya Kuttab jenis ini merupakan pemindahan dari pengajaran Al Qur‟an yang
berlangsung di masjid, yang sifatnya umum (berlaku untuk anak-anak dan dewasa). Namun
karena anak-anak susah dalam menjaga kebersihan di masjid, maka disediakan tempat khusus
disamping masjid untuk mereka belajar Al Qur‟an dan pokok-pokok agama. Selanjutnya
berkembanglah tempat-tempat khusus (baik yang dihubungkan dengan masjid maupun
terpisah) untuk pengajaran anak-anak dan berkembanglah kuttab-kuttab yang bukan hanya
mengajarkan Al Qur‟an, tetapi juga pengetahuan dasar lainnya. Dengan demikian kuttab
berkembang menjadi lembaga pendidikan dasar yang bersifat formal.(Agustini Laeli, 2016:45)

Kuttab merupakan jenjang pendidikan pertama, terutama pendidikan untuk anak-anak.


Tujuan utama kuttab adalah mengajari anak-anak al-Qur’an dan hal-hal yang berkaitan
dengannya, seperti ilmu bahasa dan sastra. Sehingga, mereka belajar membaca, menulis,
nahwu dan matematika. Tidak ada ketentuan umur bagi anak-anak kecil yang ingin masuk
kuttab dan menimba ilmu. Kebanyakan orang tua mengirim anak-anak mereka ke kuttab di
usia antara 5-7 tahun. (Muhammad Husain Mahasnah, 2016, p.130-131)

2) Toko Buku

Selama masa kejayaan dinasti Abbasiyah, toko-toko buku berkembang dengan pesat
seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Toko-toko buku tidak hanya menjadi pusat
pengumpulan dan penyebaran (penjualan) buku-buku, tapi juga menjadi pusat studi dengan
lingkaran-lingkaran studi berkembang di dalamnya. Ini semua menunjukan betapa antusiasnya
umat Islam masa itu dalam menuntut ilmu.

15
Tingginya penghargaan terhadap ilmu pengetahuan, mengilhami berdirinya toko-toko
buku, penyalin buku, dan penyalur buku di kota-kota besar Islam seperti Baghdad, Cordova,
Kairo, Damaskus. Banyak para ilmuan yang menghabiskan waktunya untuk mengkaji ilmu
pengetahuan melalui toko-toko buku. (Mohammad Muchlis Solichin, 2008, p.203)

Pemilik toko buku biasanya berfungsi sebagai tuan rumah (pemilik toko), dan kadang-
kadang berfungsi sebagai muallim dalam lingkaran studi (halaqah) yang memimpin pengajian,
sebagian yang memiliki toko buku adalah para ulama. Hal ini menunjukkan betapa antusias
umat Islam masa itu dalam menuntut ilmu. (Ramayulis, p.80)

3) Rumah-rumah Ulama

Digunakan untuk melakukan transmisi ilmu agama dan ilmu umum dan kemungkinan
lain perdebatan ilmiah. Ulama yang tidak diberi kesempatan mengajar di institusi pendidikan
formal akan mengajar di rumah-rumah mereka.

Dalam kondisi darurat, sebagian ulama memilih mengajar di rumah mereka. Sudah
sejak zaman Rasulullah rumah-rumah para ulama dijadikan sebagai sarana mencari ilmu dan
berlangsung hingga masa Harun al-Rasyid. Ahmad Syalabi menyatakan bahwa para ulama
menggunakan rumahnya sebagai tempat pengajaran adalah karena dalam keadaan terpaksa dan
darurat. Misalnya al-Ghazali yang tidak mengajar di Madrasah Nizamiyah karena menjalani
kehidupan sufi sehingga beliau melaksanakan pembelajarannya di rumah, sedangkan banyak
pelajar yang haus akan ilmunya. Ali ibn Muhammad al-Fashihi terpaksa melaksanakan
pembelajarannya di rumah karena beliau dipecat dari Madrasah Nizamiyah lantaran dituduh
sebagai seorang Syi’ah. Namun, karena ketenaran serta kealimannya para murid tetap belajar
ke rumahnya. (Solichin, p.204)

4) Madrasah

Madrasah secara harfiah berarti tempat belajar. Adapun dalam pengertian yang lazim
digunakan, madrasah adalah lembaga pendidikan tingkat dasar dan menengah yang
mengajarkan ilmu agama dan ilmu lainnya dengan menggunakan sistem klasikal. Dalam
sejarah, madrasah ini mulai muncul di zaman khalifah Bani Abbas, sebagai kelanjutan dari
pendidikan yang dilaksanakan di masjid atau tempat lainnya. (Abuddin Nata, 2014, p.160)

16
Madrasah sangat diperlukan sebagai tempat untuk menerima ilmu pengetahuan agama
secara teratur dan sistematis. Madrasah pertama yang didirikan adalah madrasah al
Baihaqiyyah di kota Naisabur. Sebab didirikannya madrasah ini adalah karena masjid-masjid
telah dipenuhi dengan pengajian-pengajian dari guru yang semakin banyak, sehinnga
mengganggu orang yang shalat. Disamping itu juga karena perkembangan ilmu yang sangat
pesat setelah berkembnagnya penerjemahan-penerjemahan buku yang berbahasa asing
kedalam bahasa Arab.

Madrasah berfungsi sangat penting karena kelengkapan ruangannya untuk belajar, yang
dikenal dengan ruangan muhadhaarah serta bangunan-bangunan yang berkaitan, pengamanan
bagi murid-murid dan gurunya. Proses belajar mengajar, metode mengajar juga salah satu
aspek yang penting untuk mentransferkan pengetahuan dan kebudayaan dari seorang guru
kepada pelajar. Maka metode pelajaran yang dipakai pada masa ini dapat dikelompokkan
menjadi tiga macam, yaitu : lisan, hafalan, dan tulisan. Metode lisan dapat berupa dikte,
ceramah, qirah, dan diskusi.

5) Perpustakaan atau Observatorium

Zaman Abbasiyah dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan, didirikan pula


perpustakaan, observatorium, serta tempat penelitiandan kajian penelitian lainnya.(Abuddin
Nata, 2014, p.161)

Ditempat ini sering diadakan kajian-kajian ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani. Para
ilmuan melakukan pengamatan dan riset di observatorium tersebut. (Ramayulis, p.82)

Perpustakaan tidak sekedar dijadikan tempat membaca buku, namun juga dijadikan
tempat belajar untuk memecahkan masalah, eksperimen, belajar sambil kerja atau menemukan
ilmu baru. Pada zaman ini, belajar tidak hanya di dalam kelas namun bisa di tempat kajian-
kajian ilmiah. Harun al-Rasyid mendirikan perpustakaan Khizanah al-Hikmah sebagai tempat
untuk memperluas keilmuan serta memenuhi rasa haus rakyatnya akan ilmu. Perpustakaan
pada masa Harun al-Rasyid di kepalai oleh Yuhana bin Maskawaih seorang Nasrani Suryani
dalam rangka penerjemahan buku-buku asing ke dalam Bahasa Arab.

6) Masjid

17
Merupakan institusi pendidikan Islam yang sudah ada sejak masa Nabi Muhammad
SAW. Masjid telah menjadi pusat kegiatan dan informasi bagi kaum muslimin, termasuk
kegiatan pendidikan. Pada masa Umayyah, masjid berkembang fungsinya sebagai tempat
pengembangan ilmu pengetahuan utama dalam bidang keagamaan.

Pada masa Abbasiyah dan masa perkembangan kebudayaan Islam, masjid-masjid yang
didirikan oleh para penguasa pada umumnya, dilengkapi dengan berbagai sarana dan fasilitas
pendidikan, seperti tempat pendidikan untuk anak-anak, pengajaran orang dewasa (halaqah)
juga ruang perpustakaan dengan buku-buku yang lengkap.

Masjid dapat dikatakan sebagai lembaga pendidikan Islam yang khas. Pada masa dinasti
Abbasiyah, penyelengaraan pendidikan di masjid sangat didukung oleh pemerintah, seperti
Harun Al-Rasyid dan khalifah selanjutnya. Pada kekhalifahan Abbasiyah menganggap
kepentingan masjid bukan hanya sebagai tempat peribadatan, melainkan sebgai pusat
pengajaran bagi kaum muda.

Fungsi masjid sebagaimana dijelaskan dalam berbagai literatur bukan hanya berfungsi
sebagai tempat ibadah, tapi bisa juga digunakan sebagai tempat diskusi, belajar ilmu agama,
musyawarah, pembaiatan khalifah, pemutusan perkara, tempat seruan jihad dan berbagai
kegiatan positif lain sebagaimana masa Nabi Muhammad SAW.Ilmu-ilmu syariah menjadi
materi kajian pokok di dalam halaqah-halaqah masjid, terutama ilmu al-Qur’an, seperti tafsir
dan qiraat, ilmu hadits, fikih, kalam ditambah bahasa dan sastra, serta beberapa ilmu eksakta,
seperti kedokteran, matematika, logika dan filsafat. (Mahasnah, p.134)

Ilmu yang diajarkan tergantung pada Syaikh yang mengajar, ada yang hanya membahas
satu kajian ada yang beragam kajian.

7) Salun Kesusastraan/ Majelis

Para Khalifah dan Amir Salun kesusastraan meurut Chadijah Ismail dalam bukunya
Sejarah Pendidikan Islam adalah suatu majelis khusus yang diadakan oleh para khalifah untuk
membahas berbagai macam ilmu pengetahuan. Majelis seperti ini sebenarnya sudah ada sejak
zaman Khulafa’ al Rasyidin dan diadakan di masjid. Namun, pada masa Umayyah,
pelaksanaannya dipindahkan ke istana dan hanya dihadiri oleh orang-orang tertentu saja.
(Ramayulis, p.82)

18
Majelis sastra ini, pada masa Harun al-Rasyid (170-193) mengalami kemajuan yang
luar biasa, karena khalifah sendiri adalah ahli ilmu pengetahuan yang cerdas, sehingga beliau
aktif di dalamnya. Pada masa itu beliau sering mengadakan perlombaan antara ahli-ahli syair,
perdebatan antara fuqaha dan juga sayembara antara ahli kesenian dan pujangga. (Ramayulis,
p.81)

Diskusi dalam forum ini yang paling terkenal terjadi di dalam majelis Harun al-Rasyid
adalah diskusi linguistik antara Sibawaih dan al-Kisa’i. Pada pemerintahan Harun al-Rasyid,
Yahya bin Khalid al-Barmaki memiliki majelis dimana disitu banyak berkumpul para ahli
kalam dari kalangan kaum muslimin dan lainnya. (Mahasnah, p.140)

8) Pendidikan di Istana

Timbulnya pendidikan rendah di istana untuk anak-anak para pejabat didasarkan atas
pemikiran bahwa pendidikan itu harus bersifat menyiapkan peserta didik agar mampu
melaksanakan tugas-tugas kelas dewasa. Berbeda dengan pendidikan anak-anak di kuttab, di
istana para orang tua murid yang membuat rencana pembelajaran sesuai dengan tujuan yang
dikehendaki orang tua serta sejalan dengan tujuan dan tanggung jawab yang akan dihadapi
sang anak kelak. (Ramayulis, p.79)

Guru yang mengajar putra khalifah atau pembesar-pembesar istana ini disebut dengan
muaddib. Sebab, pada kondisi ini mereka diminta. Selain mengajari ilmu, mereka juga
mendidik dan menanamkan akhlak. Misalnya, Harun al-Rasyid memasrahkan pendidikan
kedua putranya, al Amin dan al Makmun kepada Sibawaih dan al Kisa’i. Kedua putra Harun
al-Rasyid tersebut diajari dasar-dasar membaca dan menulis, diberikan beragam wawasan,
serta fokus pada pengetahuan-pengetahuan yang menjadikan mereka kuat memikul tanggung
jawab yang akan mereka emban di kemudian hari. Selain itu, Harun al-Rasyid juga ikut
menetapkan metode yang dipelajari oleh putranya. Sang anak terus menimba ilmu dari
muaddib hingga berpindah tingkatan, dari jenjang kuttabke jenjang thalib (pelajar) yang belajar
di halaqah-halaqah masjid dan sekolah-sekolah. (Mahasnah, p.137-138)

Strata sosial yang tinggi, serta kemewahan hidup di istana tidak menutup mata hati
Harun al-Rasyid. Beliau tetap mengajarkan kerendahan hati kepada al-Amin yang kelak akan
meneruskan estafet kekhilafahan bani Abbas. Hal ini terbukti dalam perintah Harun al-Rasyid
yang tertuang dalam wasiat yang beliau tulis untuk al-Ahmar. Dalam wasiat tersebut jelas

19
tertulis yang ‫ وطاعتكعليهواجبة‬menyuratkan kewajiban al-Amin untuk mentaati al-Ahmar sebagai
gurunya. (Ahmad Afnan Anshori, 2015, p.218)

9) Rumah sakit

Pada masa Abbasiyah, rumah sakit bukan hanya berfungsi sebagai tempat untuk
merawat dan mengobati orang sakit, tetapi juga berfungsi sebagai tempat mendidik tenaga-
tenaga yang berhubungan dengan keperawatan dan pengobatan. Rumah sakit juga merupakan
tempat praktikum dari sekolah kedokteran yang didirikan diluar rumah sakit. Dengan demikian,
rumah sakit dalam dunia Islam juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan. Kemudian ini
diterapkan dalam dunia modern.

Para khalifah Abbasiyah mengatur pendidikan kedokteran agar mahasiswa, setelah dan
praktis, melalui pendidikan teoritis menulis sebuah karya (semacam tesis) dan dengan
diterimanya karya tersebut, mereka akan menerima ijazah dari gurunya dan sekaligus diberi
izin untuk membuka praktek kedokteran (Asari,1994:120).

2.4 Praktek Kepemimpinan Harun ArRasyid

a. praktik diplomasi

Diplomasi Harun Ar-Rasyid terlihat ketika ia menghadapi kaisar wanita Bizantium


yaitu Ratu Irene.Harun Ar-Rasyid pernah melakukan perjanjian damai dengan Ratu Irene
namun ketika Ratu Irene melanggar perjanjian tersebut, Harun Ar-Rasyid kemudian membawa
lebih dari seratus ribu pasukan mujahidin menuju konstatinopel untuk menyerang Bizantium.

Ketika Bizantium dikepung, Irene mengirim pasukannya untuk meminta keringanan


kepada Harun Ar-Rasyid.Saat pasukan Irene datang, Harun Ar-Rasyid menyampaikan pesan
kepada Ratu Irene melalui pasukan tersebut.

Beliau berkata "Katakan pada ratumu bahwa aku akan melepaskan Konstantinopel
dengan syarat ia mengirimkan 70.000 koin emas sebgai upeti tahunan. Jika ia menepatinya,
aku akan menjamin Konstantinopel tidak akan diganggu oleh serangan muslimin

20
lainnya."Ketika Ratu Irene menyepakati kesepakatan tersebut, Harun Ar-Rasyid kemudian
menepati janjinya dan tidak menaklukkan Konstantinopel.

Kisah diatas telah mencerminkan bahwasanya Harun Ar-Rasyid telah mempraktikkan


diplomasi dalam masa kepemimpinannya.

b. Bidang Pendidikan

Sadar akan pentingnya pendidikan karakter, Harun ar-Rasyid pernah berpesan kepada
Ahmar yang ditunjuknya sebagai guru bagi putra mahkotanya Abu Abdullah Muhammad Al-
Amin yang kelak menggantikan posisi khalifah sepeninggal Harun ar-Rasyid. Pesan yang
ditulis oleh Harun ar-Rasyid ini mengandung konsep-konsep pendidikan karakter yang ingin
ia sampaikan kepada Ahmar sang guru agar kelak dalam proses pendidikan putra mahkotanya
al-Amin konsep-konsep tersebut menjadibagian dari aturan yang harus dipenuhi oleh Ahmar.
Adapun pesan tersebut adalah:

“Wahai Ahmar, saat ini Amirul mu’minin telah memasrahkan kepadamu buah hatinya
(Al-Amin). Maka bukalah tanganmu untuk menyambutnya, dan dia wajib mentaatimu. Maka
posisikanlah dirimu sebagaimana engkau telah dipercaya oleh Amirul mu’minin. Ajarkan
padanya cara membaca al-Quran, kenalkan padanya hadits Nabi Muhammad SAW, ajarkan
padanya tentang syi’ir, kenalkan padanya tuntunan sunnah Rasul SAW, serta ajarkan padanya
keterampilan retorika. Tuntunlah ia agar tidak tertawa kecuali pada saat yang tepat. Tuntunlah
ia untuk menghormati keluarga besar Bani Hasyim jika mereka sedang datang ke istana, serta
ajarilah ia untuk menghormati pasukan tentara kerajaan. Janganlah engkau lengah sedikitpun
dalam mendidiknya, serta jangan menggunakan kekerasan karena itu akan mematikan hati dan
perasaannya. Namun di sisi lain janganlah engkau terlalu permisif sehingga dia merasa nyaman
membuang-buang waktu. Jika engkau hendak meluruskannya atas suatu perkara maka
lakukanlah dengan pendekatan dan lemah lembut, namun jika cara ini tidak diindahkan olehnya
maka kamu berhak mengingatkannya dengan cara yang keras”.
(http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/jurnalPenelitian/article/view/1319)

kholifah Harun Ar-Rasyid dikenal sebagai Kholifah yang mencintai ilmu dan seni. ia
banyak meluangkan ilmunya untuk berdiskusi dengan kalangan ilmuan dena mempunyai
apresiasi yang tinggi dalam bidang seni. beliau mengembangkan satu akademi "Gundishapur"
yang didirikan oleh Anusirvan pada tahun 555 M. pada masa pemerintahannya, lemabga
tersebut sebagai pusat pengembangan dan penerjemahan bidang ilmu kedokteran, obat dan
filsafat. dari gambaran diatas, terlihat bahwa dinasti Bani Abbasyiah pada priode pertama, lebih

21
menekankan pembinaan pradaban dan dan kebudayaan ilam daripada perluasan wilayah.
Disinilah perbedaan pokok antara Bani Abbas dan Bani Umayyah. (Nasution, 2017).

Oleh karena itu Kholifah Harun Ar-Rasyid sangat berjasa dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan, karena dari kebijakan-kebijakan yang beliau buat sangat mempengaruhi
perkembangan ilmu pengetahuan hingga saat ini. Salah satu kontribusi terbesar beliau didalam
mengembangkan ilmu pengetahuan ialah dengan didirikannya sebuat pusat ilmu pengetahuan
pada saat itu yang bernama “Baitul Hikmah”. (Syalabi, 1993: 110)

Sebagai seorang Kholifatul Muslimin (pemimpin kaum muslimin), dalam dunia


penddidikan Harun Ar-Rasyid tidak hanya memfokuskan ilmu agama saja, akan tetapi beliu
juga sangat memperhatikan ilmu-ilmu duniawi sebagai pelengkap kelangsungan hidup
manusia.

Adapun pencapaian-pencapaian beliau antara lain:

1. Dibidang kesusastraan

Yang telah menjadikan Khilifah Harun Ar-Rasyid masyhur dan terkenal ialah
melalui buku ”seribu satu malam”, yang telah menduduki tempat paling atas dibidang
kesustraan dunia. (Sholabi, 1993).

Dan salah satu pencapaian yang paling menojol dibidang kesastraan pada masa
kepemimpinan harun Ar-Rasyid adalah syair.

Apa Itu Syair?

Syair merupakan salah satu bentuk karya sastra dari puisi lama yang secara
umum diartikan sebagai jenis puisi lama setiap baitnya terdiri atas 4 baris dengan sajak
a-a- a-a. Syair hanya mempunyai isi dan tidak mempunyai sampiran.

Syair berasal dari bahasa Arab Syu’ur yang artiya Perasaan. Setelah itu
kata Syu’ur berkembang menjadi kata syi’ru yang artinya puisi dalam pengertian
umum. Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, syair merupakan puisi lama
yang tiap bait terdiri atas 4 larik yang berakhir dengan bunyi yang sama. Orang yang
membacakan syair disebut penyair sementara orang yang membuat syair disebut
dengan pujangga.

Bagaimana cirri-ciri syair?

22
■ Syair mempunyai sajak a-a-a-a.

■ Setiap baris syair terdiri dari 8 sampai 14 suku kata.

■ Setiap baitnya memberi arti satu kesatuan.

■ Tiap bait dalam syair terdiri dari 4 baris atau larik.

■ Syair tidak mempunyai sampiran sehingga semua barisnya


mengandung isi dan makna.

■ Makna di dalam syair ditentukan oleh bait-bait selanjutnya.

■ Bahasa syair adalah berbentuk kiasan.

■ Syair biasanya berisi mengenai dongeng, cerita, petuah, dan nasihat.

■ Irama dalam syair terjadi pada setiap pertengahan baris.

Jenis-jenis syair:

1. Syair Agama

Syair agama merupakan syair yang isinya mengandung tema agama,


contohnya ilmu tasawuf, dan menjadi salah satu jenis syair yang penting. Syair
agama dibagi menjadi 4 jenis, antara lain : syair ajaran islam, syair sufi, syair
nasihat dan syair riwayat nabi.

Contoh :

Jauhi semua perbuatan jahat

Jauhi juga perbuatan maksiat

Mari kita segera bertaubat

Supaya kita selamat dunia akhirat

Jangan risau dengan cobaan

Jangan bersedih karena kesulitan

Berdoa saja pada Tuhan

Insya Allah Dia akan kabulkan

Jangan lalaikan perintah-Nya

Kerjakan yang disuruh-Nya

23
Bertaubatlah kepada-Nya

Dia pasti menerimanya

Ingatlah pada dosamu

Ingatlah akan kelalaianmu

Perbaiki hati dan dirimu

Tuhan pasti kan menyayangimu

Orang tua suruh kita mengaji

Orang tua suruh tafakur tiap hari

Agar paham perintah Ilahi

Agar paham perbuatan yang tak diridloi

2. Syair Kiasan

Syair kiasan merupakan syair yang isinya menceritakan hubungan


percintaan antara bunga, burung, ikan, buah-buahan yang semuanya sebatas
simbolik yang ada didalamnya.

Contoh:

Apalah aku hanya bunga pinggiran

Yang selalu dianggap tak berkesan

Tak seindah melati lambang kesucian

Hanya rakyat kecil penuh kehinaan

Aku pula bukan mawar istimewa

Yang dikawal duri kemana-mana

Cukuplah makan puaskan dahaga

Bergaul indah dengan tunawisma

Tak ada daya pada diri yang biasa

Merasa cinta pada sang bijaksana

Cukuplah tahukan diri sahaja

Yang tak layak bersanding dengannya


24
Kau demikian sempurna

Bak cincin berhiaskan permata

Tiada cacat tiada luka

Memandangmu sejukkan netra

Tak pantas rasanya kumbang nyatakan cinta

Pada bunga yang telah mekar sempurna

Tapi bagaimana pula hendak dikata

Saat rasa suka menjalar di dada

3. Syair Panji

Syair panji adalah syair yang berisi cerita tentang keadaan yang terjadi
dalam istana atau kerajaan, yang berasal dari dalam istana.

Contoh:

Syair Panji

Adapun akan mangkunegara

Gundah tiada lagi terkira

Belas memandang Raja Putra

Semuanya sudah dalam penjara

Sungguh ia bersuka-suka

Hatinya gundah tiada berketika

Sangat pandai menyamarkan duka

Tiada rupa memandang muka

Jikalau memandang saudaranya

Di dalam penjara yang ketiganya

Berlinang-linang air matanya

Seboleh-bolehnya disamarkannya

Daripada ia tiada takutnya

Pada Prabu Nata ratu bangsawan

25
Hati yang gundah diliburkan

Dibawanya dengan bersesukaan

4. Syair Romantis

Syair romantis merupakan syair yang isinya mengenai sebuah


percintaan contohnya pelipur lara atau cerita rakyat.

Contoh:

Namamu kian terdengar mesra

Rindu tambah menggebu di jiwa

Tertuang dalam bait cinta

Yang ku tulis hanya untukmu saja

Cinta membuatku tertambat padamu

Hati juga dipenuhi rasa rindu

Rasa ingin terus bertemu

Untuk menyejukkan netraku

Mungkin begini harusnya cinta

Jalan berliku berdamping cerita

Pastilah terkenang sepanjang masa

Mungkin kan abadi selamanya

Wajahmu selalu tersketsa

Dalam khayal menenangkan jiwa

Memilikimu membuatku bahagia

Semoga kita direstui oleh-Nya

5. Syair Sejarah

Syair sejarah merupakan syair yang berisi peristiwa sejarah terpenting.

Contoh:

Wahai Tuanku yang sakti

26
Terhadap Allah serta Rasul juga bakti

Suci serta ikhlas di dalam hati

Layaknya air ma’al hayati

Raja yang berani sangat bertuah

Hukumnya adil kalbunya juga murah

Segenap tahun zakat pun pula fitrah

Fakir serta miskin limpah

Sultan Goa adalah raja yang sabar

Rajin ibadah dengan sangat gemar

Punya motto amar ma’ruf nahi munkar

Pada pendeta dia tetap belajar

(duniapcoid/2019)

Tak dapat dipungkiri bahwa kegemilangan Harun Ar-Rasyid dibidang sastra


adalah merupakan bentuk warisan daripada kehalifahan sebelum nya yakni Dinasti
Umayyah. Sejarah mencatat, sastra sangat berkembang pesat pada era keemasan Islam.
Pada masa kekhalifahan Islam berjaya, sastra mendapat perhatian yang amat besar dari
para penguasa Muslim.

Tak heran bila pada zaman itu muncul sastrawan Islam yang terkemuka dan
berpengaruh. Pada era kekuasaan Dinasti Umayyah (661?750 M), gaya hidup orang
Arab yang berpindah-pindah mulai berubah menjadi budaya hidup menetap dan
bergaya kota.

Pada era itu, masyarakat Muslim sudah gemar membacakan Syair dengan
diiringi musik. Pada zaman itu, Syair masih sederhana. Syairi Arab yang kompleks dan
panjang disederhanakan menjadi lebih pendek dan dapat disesuaikan dengan musik
sehingga Syair dan musik pada masa itu seperti dua sisi mata uang yang tak dapat
dipisahkan.

Sastra semakin berkilau dan tumbuh menjadi pri- madona pada era kekuasaan
Daulah Abbasiyah--yang berkuasa di Baghdad pada abad ke-8 M. Masa keemasan

27
kebudayaan Islam serta perniagaan terjadi pada saat Khalifah Harun Ar-Rasyid dan
putranya, Al- Ma'mun, berkuasa.

Pada era itu, prosa Arab mulai menempati tempat yang terhormat dan
berdampingan dengan Syair. Syair sekuler dan syair keagamaan juga tumbuh
beriringan.

Para sastrawan pada era kejayaan Abbasiyah tak hanya menyumbangkan


kontribusi penting bagi perkembangan sastra pada zamannya saja. Namun, juga turut
memengaruhi perkembangan sastra di Eropa era Renaisans. Salah seorang ahli
sastrawan yang melahirkan prosa-prosa genius pada masa itu bernama Abu Uthman
Umar bin Bahr al-Jahiz (776-869 M)--cucu seorang budak berkulit hitam.

Berkat prosa-prosanya yang gemilang, sastrawan yang mendapatkan


pendidikan yang memadai di Basra, Irak, itu pun menjadi intelektual terkemuka pada
zamannya. Karya terkemuka Al-Jahiz adalah kitab al-Hayawanatau buku tentang
binatan', sebuah antologi anekdot-anekdot binatang--yang menyajikan kisah fiksi dan
nonfiksi. Selain itu, karya lainnya yang sangat populer adalah kitabal-Bukhala,`Book
of Misers', sebuah studi yang jenaka, namun mencerahkan tentang psikologi manusia.

Pada pertengahan abad ke-10 M, sebuah genre sastra di dunia Arab kembali
muncul. Genre sastra baru itu bernama maqamat, sebuah anekdot yang menghibur dan
diceritakan oleh seorang pengembara yang menjalani hidupnya dengan kecerdasan.
Maqamat ditemukan oleh Badi' al-Zaman al- Hamadhani (wafat tahun 1008 M). Dari
empat ratus maqamat yang diciptakannya, kini yang masih tersisa dan bertahan hanya
42 maqamat.

2. Dibidang Kesehatan
Dimasa kepemimpinannya sang Kholifah telah membangungun Rumah Sakit
sebagai pusat pendidikan kedokteran dan farmasi. Dan dikala itu telah mencetak dokter
hingga sekitar 800 orang. (insiklopedi islam 1994).

28
29
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Semua kita adalah pemimpin, akan tetapi perbedaanya adalah tentang siapa saja dan
bagaimana kita memimpin. Menjadi pemimpin hebat dan di cintai oleh yang dipimpin
merupakan keinginan dan cita-cita semua orang (pemimpin). Pemimpin paling populer
hingga kini ialah Muhammad Saw, maka sebagai seorang muslim, sudah seyogyanyalah kita
mengikuti jejak beliau didalam memimpin.

Demikianlah harun ar-rasyid juga mencontoh nabi muhammad saw dalam memimpin,
alhasil kehilafahan beliaupun hingga kini masih di kenal dan dikagumi.

Tentu saja tidak bisa dibandingkan antara kepemimpinan nabi saw dengan kholifah
harun ar-rasyid, akan tetapi konsep dan sikap harun Ar-rasyid dalam memimpin, mengikuti
pola kepemimpinan nabi muhammad saw terutama dalam beberapa hal:

a. Keimanan dan ketakwaan

b. Pendidikan

c. Kecerdan

d. Akhlak al-karimah

F. Menghargai ilmu dan ahlul imli

Mesikpun tak sesempurna nabi muhammad saw, akan tetapi hasilnya sudah sangat baik.
Ini dapat dilihat sebagaimana respon orang yang dipimpin sangat luar biasa terhadap nya.

30
DAFTAR PUSTAKA

Firdaus, Rifqi. (2016). Harun Ar-RasyidPemimpin Yang Dirindukan. From


https://www.islampos.com/harun-ar-rasyid-pemimpin-yang-dirindukan-12709/

El-Fikri, Syahrudin. (2017). EngenalSosokKhalifah Harun Ar-Rasyid. Retrieved from


https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/17/11/10/oz75jf313-
mengenal-sosok-khalifah-harun-arrasyid

Ansori, Ahmad. (2015). KonsepPemikiran Harun Ar-RasyidDalam Pendidikan


Karakter. Retrieved from
http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/jurnalPenelitian/article/view/1319

Agustini, Laeli. (2016). Peran Khalifah Harun Ar-Rasyid Dalam Pengembangan


Pendidikan Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah. Retrieved from

http://e-
repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/1501/1/SKRIPSI/20PERAN/20KHALIFAH/20HARUN/2
0AL/20RASYID/20DALAM/20PENGEMBANGAN/20PENDIDIKAN/20ISLAM.pdf

31

Anda mungkin juga menyukai