Disusun oleh:
1. Muhammad Ulul Albab
2. Arif Abi Mayu
3. Miftakhul Ulum
4. Abdul Hafidz Hasan
1
DAFTAR ISI
COVER i
DAFTAR ISI
BAB III 7
PENUTUP 7
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................8
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Kekhalifahan Abbasiyahatau Bani Abbasiyahadalah kekhalifahan kedua Islam yang
berkuasa di Baghdad (sekarang ibu kota Irak). Kekhalifahan ini berkembang pesat dan
menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dunia. Kekhalifahan ini berkuasa setelah
merebutnya dari Bani Umayyah dan menundukkan semua wilayahnya kecuali Andalusia. Bani
Abbasiyah dirujuk kepada keturunan dari paman NabiMuhammadﷺyang termuda, yaitu Abbas
bin Abdul-Muththalib (566-652), oleh karena itu mereka juga termasuk ke dalam Bani Hasyim.
Berkuasa mulai tahun 749 dan memindahkan ibu kota dari Damaskus ke Baghdad.
Harun Ar Rasyid adalah khalifah kerajaan dinasti Bani Abbasiyah yang teragung dan
paling terkemuka sekali dari pada Sembilan orang khalifah bani Abbasiyah di zaman
keagungan dan kegemilangannya. Masa zaman keagungan adalah slama 100 tahun bermula
dari tahun 132 hijriyah/749 masehi Sampailah ketahun 232 hijriyah/847 masehi. Khalifah
Harun Ar Rasyid telah Berjaya menjadikan negara islam di bawah pemerintahan kerrajaan bani
Abbasiyah mencapai keagungan dan kegemilangan didalam bidang-bidang perdagangan antar
bangsa, kebudayaan, pembangunan dan perkembangan pengetahuan di dalam bermacam-
macam disiplin ilmu.
Berdasarkan fakta sejarah, terungkap bahwa masa kepemimpinan Harun Ar-Rasyid
adalah masa yang paling gemilang dalam perjalanan peradaban Islam. Ketika orang-orang
Eropa masih berada dalam zaman kegelapan, Baghdad yang merupakan ibu kota dinasti ini
pada masa tersebut jutru telah tampil menjadi pusat peradaban, kebudayaan, dan ilmu
pengetahuan yang cahayanya menerangi seluruh dunia. Seorang orientalis Barat non-Muslim,
Jaeqnes C. Biesler, dengan jujur pernah berkata: Selama lima ratus tahun Islam menguasai
dunia dengan kekuatannya, ilmu-ilmu pengetahuan dan peradabannya yang tinggi. Sebagai ahli
waris kekayaan ilmu pengetahuan dan falsafah orang-orang Yunani, Islam melanjutkan
3
kekayaan ini setelah memperkayanya sampai ke Eropa Barat. Jadi, Islam telah sanggup
melebarkan kekuasaan pemikiran abad pertengahan dan membuat suatu kesan yang mendalam
pada kehidupan dan pemikiran Eropa.
Ungkapan di atas tampaknya tidaklah berlebihan, karena dari penelusuran sejarah
kebenarannya dapat dibuktikan. Tercatat bahwa di zaman Harun Ar-Rasyid dan putranya, Al-
Ma’mun inilah banyak terjadi gerakan penerjemahan buku-buku dari Yunani, seperti filsafat,
kesusastraan, kedokteran, dan lain-lain secara besar-besaran yang disponsori langsung oleh
khalifah. Di era itu juga berdirinya suatu lembaga penerjemahan yang termasyhur bernama
Bait Al-Hikmah, fungsinya tidak hanya sebagai perpustakaan, tetapi juga sebagai universitas.
Semua ini kelak sangat berpengaruh positif dalam berkembangnya ilmu pengetahuan di dunia
Islam, juga membawa angin segar bagi masyarakat Eropa Barat (Suwito, 2015).
Berdasarkan uraian di atas maka penyusun memutuskan untuk mengkaji
pemerintahan pada masa Harun Ar-Rasyid yang merupakan khalifah masa Abbasiyah, yang
pada masanya menjadi masa keemas an bagi kehalifahan Abbasiyah.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Biografi Harun Ar-Rasyid
Harun Ar Rasyid adalah salah satu khalifah dari dinasti abbasiyah yang sangatfenomenal.
Nama lengkapnya adalah Harun bin Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Ali bin
Abdullah bin Abbas. Panggilannya adalah Abu Ja'far dan julukannya adalah Ar-Rasyid (orang
yang mendapatkanpetunjuk). Konon, Harun Ar-Rasyid adalah khalifah yang berperawakan
tinggi, berkulitputih, dan tampan.
Harun ar-Rasyid, dilahirkan pada bulan Februari tahun 763 M di Rayy. Ayahnya
bernama Al-Mahdi bin Abu Ja’far al-Mansyur, khalifah ketiga dari dari Bani Abbasiyah.
Ibunya bernama Khaizuran, seorang wanita sahaya dari Yaman yang dimerdekakan oleh
Al1Mahdi (Ensiklopedi Islam, 1994: 86).
Karena kecerdasannya, walaupun usianya masih muda, ia sudah terlibat dalam urusan
pemerintahan ayahnya. Ia pun mendapatkan pendidikan ketentaraan. Pada masa pemerintahan
ayahnya, Harun ar-Rasyid dipercayakan dua kali memimpin ekspedisi militer untuk menyerang
Bizantium (779-780) dan (781-782) sampai ke pantai Bosporus. Ia didampingi oleh para
pejabat tinggi dan jenderal veteran.
5
Sang ibu sangat berpengaruh dan berperan besar dalam kepemimpinan Harun Ar-
Rasyid. Sejakbelia, ia sudah ditempa dengan pendidikan agama Islam dan pemerintahan di
lingkungan istana. Salah satu gurunya yang paling populer adalah Yahya bin Khalid (salah
seorang menteri pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid).
Sebelum menjadi khalifah, ia pernah memegang jabatan gubernur selama dua kali, di
as-Saifah pada tahun 163 H \779 M dan di Magribi pada tahun 780 M (Ensiklopedi Islam,
1994: 86). Setelah sempat dua kali menjadi gubernur, pada tahun 166 H/782 M Khalifah Al-
Mahdi mengukuhkannya menjadi putra Mahkota untuk menjadi khalifah sesudah saudaranya,
Al-Hadi, dan setelah pengukuhannya empat tahun kemudian yakni tepatnya pada tanggal 14
September 786 M Harun ar-Rasyid memproklamirkan diri menjadi khalifah, untuk
menggantikan saudaranya yang telah wafat.
Setelah menduduki tahta kekhalifahan, ia pun mengangkat Yahya bin Khalid sebagai
wazir (perdana menteri) untuk menjalankan roda pemerintahan dengan kekuasaan tidak
terbatas. Ia berkata kepada Yahya: “Sesungguhnya Aku serahkan kepadamu urusan rakyat,
tetapkanlah segala sesuatu menurut pendapatmu, pecat orang yang patut dipecat, pekerjakanlah
orang yang pantas menurut kamu dan jalankan segala urusan menurut pendapatmu”(
Ensiklopedi Islam, 1994: 86).
Sang khalifah tidak secara niscaya diharapkan mengambil peran pribadi dalam
pemerintahan, namun pada masalah-masalah yang menjadi keprihatinannya secara pribadi atau
menjadi kepentingan khusus seperti derma, maka ia cenderung campur tangan (Hodgson, 2002:
77).
Namun pada diri khalifah Harun ar-Rasyid dan sebagian besar yang mengikutinya,
lebih suka menyerukan kepemimpinan aktual pada seorang wakil, sedang mereka sendiri hanya
membentuk ma’mun, meskipun ditempatkan dengan aman disuatu tempat yang secara khusus
dirancang dalam mesjid yang disebut maqshurah(Hodgson, 2002: 77). Khalifah Harun
menunjukkan contoh kepemimpinan yang tidak otoriter atau memonopoli segala urusan.
6
Pribadi dan akhlak Harun, suka bercengkrama, alim dan sangat dimuliakan, beliau
berselang seling menunaikan haji dan turun ke medan perang dari tahun berganti tahun. Beliau
bersembahyang seratus rakaat setiap hari dan pergi menunaikan haji dengan berjalan kaki
(Syalabi, 1993: 108).
Di antara sifat-sifat khalifah Harun ar-Rasyid yang amat menonjol ialah beliau kadang-
kadang diumpamakan sebagai angin ribut yang kencang dan kadang pula sebagai angin yang
bertiup sepoi-sepoi basah, beliau lebih mengutamakan akal daripada emosi, kalau marah beliau
begitu garang dan menggeletar seluruh tubuh dan kalau memberi nasihat beliau menangis
terseduh-seduh (Syalabi, 1993: 108).
Pada masa pemerintahannya di sebut sebagai Era keemasan Islam (The Golden Ages of Islam)
yang mana itu adalah masa kejayaan pada dinasti abbasiyah. Perhatiannya yang begitu besarter
hadap kesejahteraan rakyat serta kesuksesannya mendorong perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, ekonomi, perdagangan, politik, wilayah kekuasaan, sertaperadaban Islam telah
membuat Dinasti Abbasiyah menjadi salah satu negara adikuasa dunia pada abad ke-8 M.
Masa kekhilafahan hafun ar-rasyid, adalah masa keemasan khilafah abbasyiah, nama
nya dikenal tidak hanya dimasanya saja, akan tetapi nama beliau sebagai pemimpin agung tetap
abadi dan dikenal oleh penggiat sejarah islam hingga kini. Pada masanya, kholifah harun ar-
rasyid adalah sosok kholifah yang sangat hebat, berwibawa dan sangat dicintai oleh rakyat nya.
Adapun faktor-foktor yang membuat beliau menjadi pemimpin hebat dan dicintai adalah:
7
a. Keimanan dan keislaman yang kuat
Harun ar-rasyid dikenal dengan pemimpin yang sangat taat pada agama, dikisahkan
beliau sangat menjaga ibadah nya, tidak hanya yang wajib, bahkan yang sunnah sekalipun.
Bahkan kisah yang tak kalah menarik, Sebagai seorang pemimpin dan Muslim yang taat, Harun
Ar-Rasyid sangat rajin beribadah. Konon, dia terbiasa menjalankan shalat sunat hingga seratus
rakaat setiap harinya. Dua kali dalam setahun, khalifah kerap menunaikan ibadah haji dan
umrah dengan berjalan kaki dari Baghdad ke Makkah. Ia tak pernah lupa mengajak para ulama
ketika menunaikan rukun Islam kelima.
Jika sang khalifah tak berkesempatan untuk menunaikan ibadah haji, maka
dihajikannya sebanyak tiga ratus orang di Baghdad dengan biaya penuh dari
istana.Demikianlah kebiasaan pemimpin-pemimpin sholeh kaum muslimin yang juga ada pada
diri beliau. (Syahrudin. 2017)
Maka demikianlah harun Ar-Rasyid, sang pemimpin yang memiliki keimanan dan
ketakwaan yang sangat kuat. Selalu berusaha mencontoh nabi Muhammad SAW adalalah
motovasi yang selalu di junjung tinggi olehnya. Kerena beliau sadar bahwa menjadi pemimpin
yang hebat, dicintai oleh Allah, dan juga manusia haruslah memiliki keimanan dan ketakwaah.
Firman Allah:
َيَ ْك ِسبُون
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami
akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan
(ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS: Al-A’raf [7]:
96).
Sebagai seorang yang alim, tentunya beliau sangat faham dan mengerti akan ayat
tersebut, maka beliaupun benar-benar menerapkannya hingga terbuktilah firman Allah yang
menjadikan kekuasaan beliau menjadi kekualasaan yang penuh barokah dan menjadi Negara
super power dimasanya.
8
Maka sebagai seorang muslim, sudah seyognya kita meyakini, mempelajari dan
mengamalkan firman Allah SWT sebagaimana apa yang telah diamalkan oleh Kholifah Harun
Ar-Rasyid ini.
b. Pendidikan
Pendidikan beliau tidak hanya sebatas tulisan atau ucapan, akan tetapi sang ayah
langsung mengujinya. hal ini terbukti ketika beliau diamanahkan menjadi gubernur di As-
Siafah tahun 779 M dan di Maghrib pada 780 M. Dua tahun setelah menjadi gubernur, sang
ayah mengukuhkannya sebagai putera mahkota untuk menjadi khalifah setelah saudaranya, Al-
Hadi.
Maka oleh karenanya, dari kisah beliau ini kita mengetahui bahwa pendidikan merupan
suatu keharusan bagi seorang calon pemimpin. Demikianlah pengajaran dari pada Rasulullah,
semenjak beliau hidup dan belum menemui ajalnya, beliau terlebih dahulu mendidik-
menyiapkan para sahabat yang akan menggantikannya kelak, hingga kita mengenal para
Kholifah setelahnya, seperti Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali Rodhiallahu ‘anhum. Mereka
adalah para pemimpin hebat, buah dari pendidikan Rasulullah SAW.
9
c. Kecerdasan
d. Akhlak
Kholifah harun ar-rasyid sangat menjunjung tinggi akhlak nya, belau di kenal dengan
sosok yang budiman. Soal kebebasan berpendapat, beliau sangat menghargai pendapat orang
lain. Demikianlah alasan beliau amat dicintai oleh rakyat kecil, menengah, hingga elit istana.
Harun Ar-Rasyid adalah seorang pemimpin yang beriman dan selalu mencontoh akhlak
Rasulullah didalam memimpin, yaitu:
1. jujur
Dalam syariat Islam yang penuh keindahan ini, kejujuran adalah akhlak mulia
yang sangat dijunjung tinggi, sedangkan kedustaan adalah dosa besar yang sangat
dicela. Wajib bagi seorang Muslim, untuk berhias dengan kejujuran dan meninggalkan
kedustaan.
10
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaknya kalian
bersama dengan orang-orang yang jujur.” (at-Taubah: 119)
Islam adalah agama yang mengajak kepada keadilan, oleh karena itu Islam
memerintahkan untuk memberikan hak kepada masing-masing yang memiliki hak.
Inilah yang disebut keadilan. Adil bukanlah persamaan hak dalam segala hal. Namun
adil adalah menempatkan setiap manusia pada tempat yang selayaknya dan semestinya,
serta menempatkan segala sesuatu pada posisinya yang telah diatur dalam syariat-Nya.
اس أَن تَحْ ُك ُمواْ ِب ْال َعد ِ ّللاَ َيأ ْ ُم ُر ُك ْم أَن تُؤدُّواْ األ َ َمانَا
ِ َّت ِإلَى أ َ ْه ِل َها َو ِإذَا َح َك ْمتُم َبيْنَ الن ِإ َّن ه
“Dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil.” (QS: An-Nisa`: 58)
“Permisalan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan
mengasihi, seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuh merintih atau
11
mengeluh, semua anggota tubuh yang lain akan ikut merasakannya dengan tidak bisa
tidur dan demam.” (Muttafaqun alaih dari an-Nu’man bin Basyir radiallahuanhuma)
Islam mengajarkan adab dan akhlak yang mulia. Adalah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam yang wajib kita teladani dan kita tiru amalannya.
“Aku melayani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selama sepuluh tahun. Demi
Allah, beliau tidak pernah sekali pun berkata kepadaku “Ah”. Tidak pula
beliau berkata, “Mengapa engkau berbuat begini? Tidakkah engkau
melakukan demikian?”
e. Menghargai ilmu
Inilah yang menjadi awal kemajuan yang dicapai Islam. Menggenggam dunia dengan
ilmu pengetahuan dan perabadan. Pada era itu pula berkembang beragam disiplin ilmu
pengetahuan dan peradaban yang ditandai dengan berdirinya Baitul Hikmah yaitu perpustakaan
raksasa sekaligus pusat kajian ilmu pengetahuan dan peradaban terbesar pada masanya. Harun
pun menaruh perhatian yang besar terhadap pengembangan ilmu keagamaan.
Sikap yang sepatutnya ditampilkan ketika berhadapan dengan ahli ilmu, terlebih lagi
bila ahli ilmu agama adalah harus hormat (takzim), memuliakannya (ikram), dan bila perlu
melayani keperluannya (khidmah). Demikianlah akhlak seorang Muslim terhadap ulama,
apalagi jika ia sedang atau pernah berguru langsung padanya.
12
Memuliakan ahli ilmu, mengagungkannya, bahkan melayaninya merupakan sikaf para
salaf. Mereka melakukan hal itu karena mengharap keberkahan ilmu sang ulama turut pula
mengalir kepadanya. Seorang ulama pernah bertutur, “Jika engkau menjumpai seorang murid
sangat antusias memuliakan gurunya dan menghormatinya secara zahir dan batin disertai
keyakinan kepada sang guru, mengamalkan ajarannya, dan bersikap dengan perilakunya, maka
pasti dia akan mewarisi barakah ilmu sang guru.”
Pada masa lampau, mereka yang memuliakan guru atau ulama bukan saja para pelajar.
Namun, para pemuka bahkan khalifah dan raja-raja melakukan hal serupa. Mereka itu pun
mewariskan sikap demikian kepada anak keturunannya. Iman, ilmu, dan adab memang tidak
bisa diwariskan begitu saja dari orang tua ke anak, tapi harus disertai keteladanan dari orang
tua sendiri.
Syaikh Az-Zarnuji dalam Ta’lim Al-Mut’allim mengisahkan, suatu saat Khalifah Harun
Ar-Rasyid mengirimkan putranya kepada Imam Al-Ashma’i, salah satu ulama besar yang
menguasai bahasa Arab untuk belajar ilmu dan adab. Di sebuah kesempatan Harun Ar-Rasyid
menyaksikan Al-Ashma’i sedang berwudhu dan membasuh kakinya, sedangkan putra Harun
Ar-Rasyid menuangkan air untuk sang guru.
Setelah menyaksikan peristiwa itu, Harun Ar-Rasyid pun menegur Al-Ashma’i atas
tindakannya itu, “Sesungguhnya aku mengirimkan anakku kepadamu agar engkau
mengajarinya ilmu dan adab. Mengapa engkau tidak memerintahkannya untuk menuangkan air
dengan salah satu tangannya lalu membasuh kakimu dengan tangannya yang lain?”
Putra Ar-Rasyid, Al-Amin dan Al-Makmun pernah berebut sepasang sandal Syekh Al-
kisa’i. Keduanya berlomba untuk memasangkan sandal syekhnya itu di kakinya, sehingga
mengundang kekaguman sang guru. Syekhnya lalu berucap, “Sudah, masing-masing pegang
satu-satu saja.” Ketika dewasa, Khalifah Al-Makmun juga berusaha untuk menumbuhkan sifat
tawadhu kepada para putranya. Ibnu Khalikan dalam Wafayat Al-A’yan telah mencatat
peristiwa yang menunjukkan betapa Khalifah Al-Makmun berpayah-payah dalam berusaha
agar putra-putranya kelak dewasa dengan sifat mulia ini.(Sasangko Agung, 2015)
Pendidikan yang menekankan pelayanan, penghormatan, dan kepatuhan pada guru (ahli
ilmu) melahirkan hubungan antarpersonal yang sangat erat. Keterikatan emosional dan
spiritual antara murid dan guru akan terus terjalin meski sang murid tidak lagi duduk belajar di
13
hadapan sang guru. Bahkan, hingga sang guru meninggal pun hubungan timbal balik itu akan
selalu dikenang dan tak akan terlupakan begitu saja. Kesannya akan terus membekas hingga
kapan pun.
Sebagai pemimpin, Harun Ar-Rasyid menjalin hubungan yang harmonis dengan para
ulama, ahli hukum, penulis, qari dan seniman. Ia kerap mengundang para tokoh informal dan
profesional itu keistana untuk mendiskusikan berbagai masalah. Harun Ar-Rasyid begitu
menghagai setiap orang. Itulah salah satu yang membuat masyarakat dari berbagai golongan
amat menghormati, mengagumi, dan mencintainya. Harun Ar-Rasyid adalah pemimpin yang
mengakar dan dekat dengan rakyatnya.
Demikanlah kholiafah harun ar-rasyid, beliau sangat menghargai ahlul ilmi, karena
sesungguhnya pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu melahirkan generasi yang
baik pula, dan itu didapatkan manakala pemimpin tersebut menjaja para ahlul ilmi nya.
a. Pendidikan Islam
Kemajuan dalam bidang pendidikan melalui berbagai bentuk dan jenis lembaga
pendidikan. Berikut ini dikemukakan beberapa lembaga pendidikan yang berkembang pada
masa Harun al-Rasyid.
Kuttab berasal dari kata dasar maktaba yang berarti tempat belajar. Kuttab berlangsung
di rumah-rumah guru, biasanya seorang Hufadz (penghapal al-Qur’an) dengan materi berkisar
14
pada baca tulis. Karena itu, kuttab merupakan lembaga pendidikan paling dasar. (Arief Subhan,
2012, p.37)
Menurut catatan sejarah, Kuttab telah ada sejak pra Islam. Diperkirakan mulai
dikembangkan oleh pendatang ke tanah Arab, yang terdiri dari kaum Yahudi dan Nasrani
sebagai cara mereka mengajarkan taurat dan injil, filsafat, jadal (ilmu debat) dan topik-topik
yang berkenaan dengan agama mereka.
2) Toko Buku
Selama masa kejayaan dinasti Abbasiyah, toko-toko buku berkembang dengan pesat
seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Toko-toko buku tidak hanya menjadi pusat
pengumpulan dan penyebaran (penjualan) buku-buku, tapi juga menjadi pusat studi dengan
lingkaran-lingkaran studi berkembang di dalamnya. Ini semua menunjukan betapa antusiasnya
umat Islam masa itu dalam menuntut ilmu.
15
Tingginya penghargaan terhadap ilmu pengetahuan, mengilhami berdirinya toko-toko
buku, penyalin buku, dan penyalur buku di kota-kota besar Islam seperti Baghdad, Cordova,
Kairo, Damaskus. Banyak para ilmuan yang menghabiskan waktunya untuk mengkaji ilmu
pengetahuan melalui toko-toko buku. (Mohammad Muchlis Solichin, 2008, p.203)
Pemilik toko buku biasanya berfungsi sebagai tuan rumah (pemilik toko), dan kadang-
kadang berfungsi sebagai muallim dalam lingkaran studi (halaqah) yang memimpin pengajian,
sebagian yang memiliki toko buku adalah para ulama. Hal ini menunjukkan betapa antusias
umat Islam masa itu dalam menuntut ilmu. (Ramayulis, p.80)
3) Rumah-rumah Ulama
Digunakan untuk melakukan transmisi ilmu agama dan ilmu umum dan kemungkinan
lain perdebatan ilmiah. Ulama yang tidak diberi kesempatan mengajar di institusi pendidikan
formal akan mengajar di rumah-rumah mereka.
Dalam kondisi darurat, sebagian ulama memilih mengajar di rumah mereka. Sudah
sejak zaman Rasulullah rumah-rumah para ulama dijadikan sebagai sarana mencari ilmu dan
berlangsung hingga masa Harun al-Rasyid. Ahmad Syalabi menyatakan bahwa para ulama
menggunakan rumahnya sebagai tempat pengajaran adalah karena dalam keadaan terpaksa dan
darurat. Misalnya al-Ghazali yang tidak mengajar di Madrasah Nizamiyah karena menjalani
kehidupan sufi sehingga beliau melaksanakan pembelajarannya di rumah, sedangkan banyak
pelajar yang haus akan ilmunya. Ali ibn Muhammad al-Fashihi terpaksa melaksanakan
pembelajarannya di rumah karena beliau dipecat dari Madrasah Nizamiyah lantaran dituduh
sebagai seorang Syi’ah. Namun, karena ketenaran serta kealimannya para murid tetap belajar
ke rumahnya. (Solichin, p.204)
4) Madrasah
Madrasah secara harfiah berarti tempat belajar. Adapun dalam pengertian yang lazim
digunakan, madrasah adalah lembaga pendidikan tingkat dasar dan menengah yang
mengajarkan ilmu agama dan ilmu lainnya dengan menggunakan sistem klasikal. Dalam
sejarah, madrasah ini mulai muncul di zaman khalifah Bani Abbas, sebagai kelanjutan dari
pendidikan yang dilaksanakan di masjid atau tempat lainnya. (Abuddin Nata, 2014, p.160)
16
Madrasah sangat diperlukan sebagai tempat untuk menerima ilmu pengetahuan agama
secara teratur dan sistematis. Madrasah pertama yang didirikan adalah madrasah al
Baihaqiyyah di kota Naisabur. Sebab didirikannya madrasah ini adalah karena masjid-masjid
telah dipenuhi dengan pengajian-pengajian dari guru yang semakin banyak, sehinnga
mengganggu orang yang shalat. Disamping itu juga karena perkembangan ilmu yang sangat
pesat setelah berkembnagnya penerjemahan-penerjemahan buku yang berbahasa asing
kedalam bahasa Arab.
Madrasah berfungsi sangat penting karena kelengkapan ruangannya untuk belajar, yang
dikenal dengan ruangan muhadhaarah serta bangunan-bangunan yang berkaitan, pengamanan
bagi murid-murid dan gurunya. Proses belajar mengajar, metode mengajar juga salah satu
aspek yang penting untuk mentransferkan pengetahuan dan kebudayaan dari seorang guru
kepada pelajar. Maka metode pelajaran yang dipakai pada masa ini dapat dikelompokkan
menjadi tiga macam, yaitu : lisan, hafalan, dan tulisan. Metode lisan dapat berupa dikte,
ceramah, qirah, dan diskusi.
Ditempat ini sering diadakan kajian-kajian ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani. Para
ilmuan melakukan pengamatan dan riset di observatorium tersebut. (Ramayulis, p.82)
Perpustakaan tidak sekedar dijadikan tempat membaca buku, namun juga dijadikan
tempat belajar untuk memecahkan masalah, eksperimen, belajar sambil kerja atau menemukan
ilmu baru. Pada zaman ini, belajar tidak hanya di dalam kelas namun bisa di tempat kajian-
kajian ilmiah. Harun al-Rasyid mendirikan perpustakaan Khizanah al-Hikmah sebagai tempat
untuk memperluas keilmuan serta memenuhi rasa haus rakyatnya akan ilmu. Perpustakaan
pada masa Harun al-Rasyid di kepalai oleh Yuhana bin Maskawaih seorang Nasrani Suryani
dalam rangka penerjemahan buku-buku asing ke dalam Bahasa Arab.
6) Masjid
17
Merupakan institusi pendidikan Islam yang sudah ada sejak masa Nabi Muhammad
SAW. Masjid telah menjadi pusat kegiatan dan informasi bagi kaum muslimin, termasuk
kegiatan pendidikan. Pada masa Umayyah, masjid berkembang fungsinya sebagai tempat
pengembangan ilmu pengetahuan utama dalam bidang keagamaan.
Pada masa Abbasiyah dan masa perkembangan kebudayaan Islam, masjid-masjid yang
didirikan oleh para penguasa pada umumnya, dilengkapi dengan berbagai sarana dan fasilitas
pendidikan, seperti tempat pendidikan untuk anak-anak, pengajaran orang dewasa (halaqah)
juga ruang perpustakaan dengan buku-buku yang lengkap.
Masjid dapat dikatakan sebagai lembaga pendidikan Islam yang khas. Pada masa dinasti
Abbasiyah, penyelengaraan pendidikan di masjid sangat didukung oleh pemerintah, seperti
Harun Al-Rasyid dan khalifah selanjutnya. Pada kekhalifahan Abbasiyah menganggap
kepentingan masjid bukan hanya sebagai tempat peribadatan, melainkan sebgai pusat
pengajaran bagi kaum muda.
Fungsi masjid sebagaimana dijelaskan dalam berbagai literatur bukan hanya berfungsi
sebagai tempat ibadah, tapi bisa juga digunakan sebagai tempat diskusi, belajar ilmu agama,
musyawarah, pembaiatan khalifah, pemutusan perkara, tempat seruan jihad dan berbagai
kegiatan positif lain sebagaimana masa Nabi Muhammad SAW.Ilmu-ilmu syariah menjadi
materi kajian pokok di dalam halaqah-halaqah masjid, terutama ilmu al-Qur’an, seperti tafsir
dan qiraat, ilmu hadits, fikih, kalam ditambah bahasa dan sastra, serta beberapa ilmu eksakta,
seperti kedokteran, matematika, logika dan filsafat. (Mahasnah, p.134)
Ilmu yang diajarkan tergantung pada Syaikh yang mengajar, ada yang hanya membahas
satu kajian ada yang beragam kajian.
Para Khalifah dan Amir Salun kesusastraan meurut Chadijah Ismail dalam bukunya
Sejarah Pendidikan Islam adalah suatu majelis khusus yang diadakan oleh para khalifah untuk
membahas berbagai macam ilmu pengetahuan. Majelis seperti ini sebenarnya sudah ada sejak
zaman Khulafa’ al Rasyidin dan diadakan di masjid. Namun, pada masa Umayyah,
pelaksanaannya dipindahkan ke istana dan hanya dihadiri oleh orang-orang tertentu saja.
(Ramayulis, p.82)
18
Majelis sastra ini, pada masa Harun al-Rasyid (170-193) mengalami kemajuan yang
luar biasa, karena khalifah sendiri adalah ahli ilmu pengetahuan yang cerdas, sehingga beliau
aktif di dalamnya. Pada masa itu beliau sering mengadakan perlombaan antara ahli-ahli syair,
perdebatan antara fuqaha dan juga sayembara antara ahli kesenian dan pujangga. (Ramayulis,
p.81)
Diskusi dalam forum ini yang paling terkenal terjadi di dalam majelis Harun al-Rasyid
adalah diskusi linguistik antara Sibawaih dan al-Kisa’i. Pada pemerintahan Harun al-Rasyid,
Yahya bin Khalid al-Barmaki memiliki majelis dimana disitu banyak berkumpul para ahli
kalam dari kalangan kaum muslimin dan lainnya. (Mahasnah, p.140)
8) Pendidikan di Istana
Timbulnya pendidikan rendah di istana untuk anak-anak para pejabat didasarkan atas
pemikiran bahwa pendidikan itu harus bersifat menyiapkan peserta didik agar mampu
melaksanakan tugas-tugas kelas dewasa. Berbeda dengan pendidikan anak-anak di kuttab, di
istana para orang tua murid yang membuat rencana pembelajaran sesuai dengan tujuan yang
dikehendaki orang tua serta sejalan dengan tujuan dan tanggung jawab yang akan dihadapi
sang anak kelak. (Ramayulis, p.79)
Guru yang mengajar putra khalifah atau pembesar-pembesar istana ini disebut dengan
muaddib. Sebab, pada kondisi ini mereka diminta. Selain mengajari ilmu, mereka juga
mendidik dan menanamkan akhlak. Misalnya, Harun al-Rasyid memasrahkan pendidikan
kedua putranya, al Amin dan al Makmun kepada Sibawaih dan al Kisa’i. Kedua putra Harun
al-Rasyid tersebut diajari dasar-dasar membaca dan menulis, diberikan beragam wawasan,
serta fokus pada pengetahuan-pengetahuan yang menjadikan mereka kuat memikul tanggung
jawab yang akan mereka emban di kemudian hari. Selain itu, Harun al-Rasyid juga ikut
menetapkan metode yang dipelajari oleh putranya. Sang anak terus menimba ilmu dari
muaddib hingga berpindah tingkatan, dari jenjang kuttabke jenjang thalib (pelajar) yang belajar
di halaqah-halaqah masjid dan sekolah-sekolah. (Mahasnah, p.137-138)
Strata sosial yang tinggi, serta kemewahan hidup di istana tidak menutup mata hati
Harun al-Rasyid. Beliau tetap mengajarkan kerendahan hati kepada al-Amin yang kelak akan
meneruskan estafet kekhilafahan bani Abbas. Hal ini terbukti dalam perintah Harun al-Rasyid
yang tertuang dalam wasiat yang beliau tulis untuk al-Ahmar. Dalam wasiat tersebut jelas
19
tertulis yang وطاعتكعليهواجبةmenyuratkan kewajiban al-Amin untuk mentaati al-Ahmar sebagai
gurunya. (Ahmad Afnan Anshori, 2015, p.218)
9) Rumah sakit
Pada masa Abbasiyah, rumah sakit bukan hanya berfungsi sebagai tempat untuk
merawat dan mengobati orang sakit, tetapi juga berfungsi sebagai tempat mendidik tenaga-
tenaga yang berhubungan dengan keperawatan dan pengobatan. Rumah sakit juga merupakan
tempat praktikum dari sekolah kedokteran yang didirikan diluar rumah sakit. Dengan demikian,
rumah sakit dalam dunia Islam juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan. Kemudian ini
diterapkan dalam dunia modern.
Para khalifah Abbasiyah mengatur pendidikan kedokteran agar mahasiswa, setelah dan
praktis, melalui pendidikan teoritis menulis sebuah karya (semacam tesis) dan dengan
diterimanya karya tersebut, mereka akan menerima ijazah dari gurunya dan sekaligus diberi
izin untuk membuka praktek kedokteran (Asari,1994:120).
a. praktik diplomasi
Beliau berkata "Katakan pada ratumu bahwa aku akan melepaskan Konstantinopel
dengan syarat ia mengirimkan 70.000 koin emas sebgai upeti tahunan. Jika ia menepatinya,
aku akan menjamin Konstantinopel tidak akan diganggu oleh serangan muslimin
20
lainnya."Ketika Ratu Irene menyepakati kesepakatan tersebut, Harun Ar-Rasyid kemudian
menepati janjinya dan tidak menaklukkan Konstantinopel.
b. Bidang Pendidikan
Sadar akan pentingnya pendidikan karakter, Harun ar-Rasyid pernah berpesan kepada
Ahmar yang ditunjuknya sebagai guru bagi putra mahkotanya Abu Abdullah Muhammad Al-
Amin yang kelak menggantikan posisi khalifah sepeninggal Harun ar-Rasyid. Pesan yang
ditulis oleh Harun ar-Rasyid ini mengandung konsep-konsep pendidikan karakter yang ingin
ia sampaikan kepada Ahmar sang guru agar kelak dalam proses pendidikan putra mahkotanya
al-Amin konsep-konsep tersebut menjadibagian dari aturan yang harus dipenuhi oleh Ahmar.
Adapun pesan tersebut adalah:
“Wahai Ahmar, saat ini Amirul mu’minin telah memasrahkan kepadamu buah hatinya
(Al-Amin). Maka bukalah tanganmu untuk menyambutnya, dan dia wajib mentaatimu. Maka
posisikanlah dirimu sebagaimana engkau telah dipercaya oleh Amirul mu’minin. Ajarkan
padanya cara membaca al-Quran, kenalkan padanya hadits Nabi Muhammad SAW, ajarkan
padanya tentang syi’ir, kenalkan padanya tuntunan sunnah Rasul SAW, serta ajarkan padanya
keterampilan retorika. Tuntunlah ia agar tidak tertawa kecuali pada saat yang tepat. Tuntunlah
ia untuk menghormati keluarga besar Bani Hasyim jika mereka sedang datang ke istana, serta
ajarilah ia untuk menghormati pasukan tentara kerajaan. Janganlah engkau lengah sedikitpun
dalam mendidiknya, serta jangan menggunakan kekerasan karena itu akan mematikan hati dan
perasaannya. Namun di sisi lain janganlah engkau terlalu permisif sehingga dia merasa nyaman
membuang-buang waktu. Jika engkau hendak meluruskannya atas suatu perkara maka
lakukanlah dengan pendekatan dan lemah lembut, namun jika cara ini tidak diindahkan olehnya
maka kamu berhak mengingatkannya dengan cara yang keras”.
(http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/jurnalPenelitian/article/view/1319)
kholifah Harun Ar-Rasyid dikenal sebagai Kholifah yang mencintai ilmu dan seni. ia
banyak meluangkan ilmunya untuk berdiskusi dengan kalangan ilmuan dena mempunyai
apresiasi yang tinggi dalam bidang seni. beliau mengembangkan satu akademi "Gundishapur"
yang didirikan oleh Anusirvan pada tahun 555 M. pada masa pemerintahannya, lemabga
tersebut sebagai pusat pengembangan dan penerjemahan bidang ilmu kedokteran, obat dan
filsafat. dari gambaran diatas, terlihat bahwa dinasti Bani Abbasyiah pada priode pertama, lebih
21
menekankan pembinaan pradaban dan dan kebudayaan ilam daripada perluasan wilayah.
Disinilah perbedaan pokok antara Bani Abbas dan Bani Umayyah. (Nasution, 2017).
Oleh karena itu Kholifah Harun Ar-Rasyid sangat berjasa dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan, karena dari kebijakan-kebijakan yang beliau buat sangat mempengaruhi
perkembangan ilmu pengetahuan hingga saat ini. Salah satu kontribusi terbesar beliau didalam
mengembangkan ilmu pengetahuan ialah dengan didirikannya sebuat pusat ilmu pengetahuan
pada saat itu yang bernama “Baitul Hikmah”. (Syalabi, 1993: 110)
1. Dibidang kesusastraan
Yang telah menjadikan Khilifah Harun Ar-Rasyid masyhur dan terkenal ialah
melalui buku ”seribu satu malam”, yang telah menduduki tempat paling atas dibidang
kesustraan dunia. (Sholabi, 1993).
Dan salah satu pencapaian yang paling menojol dibidang kesastraan pada masa
kepemimpinan harun Ar-Rasyid adalah syair.
Syair merupakan salah satu bentuk karya sastra dari puisi lama yang secara
umum diartikan sebagai jenis puisi lama setiap baitnya terdiri atas 4 baris dengan sajak
a-a- a-a. Syair hanya mempunyai isi dan tidak mempunyai sampiran.
Syair berasal dari bahasa Arab Syu’ur yang artiya Perasaan. Setelah itu
kata Syu’ur berkembang menjadi kata syi’ru yang artinya puisi dalam pengertian
umum. Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, syair merupakan puisi lama
yang tiap bait terdiri atas 4 larik yang berakhir dengan bunyi yang sama. Orang yang
membacakan syair disebut penyair sementara orang yang membuat syair disebut
dengan pujangga.
22
■ Syair mempunyai sajak a-a-a-a.
Jenis-jenis syair:
1. Syair Agama
Contoh :
23
Bertaubatlah kepada-Nya
2. Syair Kiasan
Contoh:
3. Syair Panji
Syair panji adalah syair yang berisi cerita tentang keadaan yang terjadi
dalam istana atau kerajaan, yang berasal dari dalam istana.
Contoh:
Syair Panji
Sungguh ia bersuka-suka
Seboleh-bolehnya disamarkannya
25
Hati yang gundah diliburkan
4. Syair Romantis
Contoh:
5. Syair Sejarah
Contoh:
26
Terhadap Allah serta Rasul juga bakti
(duniapcoid/2019)
Tak heran bila pada zaman itu muncul sastrawan Islam yang terkemuka dan
berpengaruh. Pada era kekuasaan Dinasti Umayyah (661?750 M), gaya hidup orang
Arab yang berpindah-pindah mulai berubah menjadi budaya hidup menetap dan
bergaya kota.
Pada era itu, masyarakat Muslim sudah gemar membacakan Syair dengan
diiringi musik. Pada zaman itu, Syair masih sederhana. Syairi Arab yang kompleks dan
panjang disederhanakan menjadi lebih pendek dan dapat disesuaikan dengan musik
sehingga Syair dan musik pada masa itu seperti dua sisi mata uang yang tak dapat
dipisahkan.
Sastra semakin berkilau dan tumbuh menjadi pri- madona pada era kekuasaan
Daulah Abbasiyah--yang berkuasa di Baghdad pada abad ke-8 M. Masa keemasan
27
kebudayaan Islam serta perniagaan terjadi pada saat Khalifah Harun Ar-Rasyid dan
putranya, Al- Ma'mun, berkuasa.
Pada era itu, prosa Arab mulai menempati tempat yang terhormat dan
berdampingan dengan Syair. Syair sekuler dan syair keagamaan juga tumbuh
beriringan.
Pada pertengahan abad ke-10 M, sebuah genre sastra di dunia Arab kembali
muncul. Genre sastra baru itu bernama maqamat, sebuah anekdot yang menghibur dan
diceritakan oleh seorang pengembara yang menjalani hidupnya dengan kecerdasan.
Maqamat ditemukan oleh Badi' al-Zaman al- Hamadhani (wafat tahun 1008 M). Dari
empat ratus maqamat yang diciptakannya, kini yang masih tersisa dan bertahan hanya
42 maqamat.
2. Dibidang Kesehatan
Dimasa kepemimpinannya sang Kholifah telah membangungun Rumah Sakit
sebagai pusat pendidikan kedokteran dan farmasi. Dan dikala itu telah mencetak dokter
hingga sekitar 800 orang. (insiklopedi islam 1994).
28
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Semua kita adalah pemimpin, akan tetapi perbedaanya adalah tentang siapa saja dan
bagaimana kita memimpin. Menjadi pemimpin hebat dan di cintai oleh yang dipimpin
merupakan keinginan dan cita-cita semua orang (pemimpin). Pemimpin paling populer
hingga kini ialah Muhammad Saw, maka sebagai seorang muslim, sudah seyogyanyalah kita
mengikuti jejak beliau didalam memimpin.
Demikianlah harun ar-rasyid juga mencontoh nabi muhammad saw dalam memimpin,
alhasil kehilafahan beliaupun hingga kini masih di kenal dan dikagumi.
Tentu saja tidak bisa dibandingkan antara kepemimpinan nabi saw dengan kholifah
harun ar-rasyid, akan tetapi konsep dan sikap harun Ar-rasyid dalam memimpin, mengikuti
pola kepemimpinan nabi muhammad saw terutama dalam beberapa hal:
b. Pendidikan
c. Kecerdan
d. Akhlak al-karimah
Mesikpun tak sesempurna nabi muhammad saw, akan tetapi hasilnya sudah sangat baik.
Ini dapat dilihat sebagaimana respon orang yang dipimpin sangat luar biasa terhadap nya.
30
DAFTAR PUSTAKA
http://e-
repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/1501/1/SKRIPSI/20PERAN/20KHALIFAH/20HARUN/2
0AL/20RASYID/20DALAM/20PENGEMBANGAN/20PENDIDIKAN/20ISLAM.pdf
31