Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

SEJARAH KEBUDAYAAN INDONESIA


KERAJAAN MATARAM PRIODE JAWA TENGAH
Dosen Pengampu : Dr. Herawati, S.Ag.,M.Pd.
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Kebudayaan Indonesia

Disusun oleh:

Kelompok 1
Sarti Yani Daulay (19101020082)
Muhammad Taufiq Abror (19101020081)
Vivi Yunita (19101020093)
Ahmad Hafiduddin (19101020096)
Bechik Budi

FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA


PRODI SEJARA KEBUDAYAAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2019
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Kerajaan Mataram Priode
Jawa Tengah” ini. Sholawat dan Salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
junjungan besar kita Nabi Muhammad SAW, yang telah menunjukkan kita semua
jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugrah
terbesar bagi seluruh alam semesta.
Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang
menjadi tugas Sejarah Kebudayaan Indonesia dengan judul “Kerajaan Mataram
Priode Jawa Tengah”. Disamping itu, kami mengucapkan banyak terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu kami selama pembuatan makalah ini
berlangsung, sehingga dapat terealisasikanlah makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat
bbermanfaat bagi para pembaca. Kami mengharapkan keritik dan saran terhadap
makalah ini agar kedepannya dapat kami perbaiki. Karena kami sadar, makalah
yang kami buat ini masih banyak terdapat kekurangan.

Yogyakarta, 30 September 2019

Penulis
Bab I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Kerajaan mataram kuno adalah kerajaan Hindu/Buddha yang
banyak meninggalkan prasasti yang di temukan. Nama Mataram sendiri
pertama kali disebut pada prasasti yang ditulis di masa Raja Balitung.
Ibukota Mataram adalah Medang atau Medang Kamulan hingga tahun 925.
Pada prasasti Canggal terdapat kata-kata “Medang i Bhumi Mataram”.
Namun, hingga sekarang letak pasti Ibukota ini belum diketahui.
Secara umum Kerajaan Mataram Kuno pernah di pimpin 3 Dinasti
yang pernah berkuasa pada masa itu, yaitu Wangsa Sanjaya, Wangsa
Sailendra, dan Wangsa Isyana. Wangsa Sanjaya dan Wangsa Sailendra
merupakan Dinasti yang berkuasa di Kerajaan Mataram Kuno sebelum
berpindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.
Berdasarkan prasasti Canggal diketahui, Mataram Kuno mula-mula
di perintah oleh Raja Sanna, Sanna kemudian digantikan oleh
keponakannya, Sanjaya yang merupakan anak Sanaha, saudara perempuan
Raja Sanna (Sanna tidak memiliki keturunan). Setelah Sanjaya, Mataram
diperintah oleh Panangkaran yang bergelar Syailendra Sri Maharaja Dyah
Pancapana Raka I Panangkaran. Oleh karna itu, pada kesempatan ini
penulis ingin memaparkan tentang Sejarah Kerajaan Mataram Kuno Priode
Jawa Tengah, Wangsa Sanjaya dan Wangsa Sailendra.
B. Rumusan Masalah
 Bagaimana Sejarah dan proses berkembangnya Kerajaan Mataram
Kuno priode Jawa Tengah?
 Bagaiman hubungan Kerajaan dengan Kerajaan lainnya?
C. Rumusan
 Mengetahui perkembangan Kerajaan Mataram Kuno priode Jawa
Tengah.
 Mengetahui perkembangan Kerajaan dan hubungan dengan
Kerajaan lain.
Bab II
Pembahasan

A. Sejarah Kerajaan Mataram Kuno (Medang)


Kerajaan Medang atau yang lebih dikenal Kerajaan Mataram Kuno
adalah Kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8, kemudian
pindah ke Jawa Timur pada abad ke-10 dan akhirnya runtuh pada abad ke-
11. Bhumi Mataram adalah sebutan lama untuk Yogyakarta dan sekitarnya.
Kerajaan Mataram Kuno sendiri diperkirakan berada di wilayah aliran
sungai-sungai Bogowonto, Progo, Elo dan Bengawan Solo Jawa Tengah. Di
daerah inilah untuk pertama kalinya Kerajaan Medang diperkirakan berdiri
(Rajya Medang i Bhumi Mataram), nama ini tertulis dalam prasasti Minto
dan beberapa prasasti yang ditemukan lainnya. Istilah Mataram kemudian
lazim dipakai untuk menyebutkan Kerajaan keseluruhan meskipun tidak
selamanya Kerajaan ini berpusat disana.
Pada umumnya para sejarawan sepakat ada tiga Dinasti yang pernah
berkuasa di Kerajaan Mataram, yaitu Wangsa Sanjaya, Wangsa Syaliendra
pada priode Jawa Tengah, serta Wangsa Iysana pada priode Jawa Timur.
Istilah Wangsa Sanjaya merujuk pada nama Sanjaya, Raja Mataram.
Dinasti ini menganut agama Hindu aliran Siwa. Menurut teori Van
Naerssen, pada masa pemerintahan Raka Panangkaran (penggantian
Sanjaya sekitar tahun 770-an), kemudian kekuasaan direbut oleh Wangsa
Syalieandra yang beragama Buddha aliran Mahayana.
Mulai saat itu Wangsa Syalieandra berkuasa di pulau Jawa. Bahkan
berhasil mengasai Kerajaan Sriwijaya di pulau Sumatra. Sampai akhirnya,
sekitar tahun 840-an, seseorang anggota Wangsa Sanjaya yang bernama
Rakai Pikatan berhasil menikahi Pramodawardhani putri mahkota Wangsa
Syalieandra. Berkat perkawinan itu ia bisa menjadi Raja Mataram dan
memindahkan Istananya ke Mamrati. Peristiwa tersebut dianggap sebagai
kebangkitan kembali Wangsa Sanjaya.
Kerajaan Mataram Kuno terkenal keunggulan dalam pembangunan
Candi agama Hindu dan Budhha. Candi yang diperuntukan agama Buddha
antara lain Candi Borobudur, yang dibangun oleh Samaratungga dari
Wangsa Syalieandra. Sedangkan Candi yang dibangun untuk agama Hindu
antara lain Candi Rorojongrang di Prambanan, yang dibangun oleh Raja
Pikatan dari Wangsa Sanjaya.

B. Proses Berkembangnya Kerajaan Mataram Kuno Priode


Jawa Tengah
Perkembangan Kerajaan Mataram Kuno Priode Jawa Tengah
terbagi menjadi dua Dinasti yaitu Wangsa Sanjaya dan Wangsa Syalieandra.
a. Wangsa Sanjaya
Dinasti Sanjaya adalah Wangsa atau Dinasti yang sebagian besar
Raja nya menganut agama Hindu, yang dikenal sebagai pendiri Kerajaan
Mataram Kuno. Menurut prasasti Canggal, Wangsa Sanjaya, didirikan pada
tahun 732 oleh Sanjaya. Diketahui bahwa Sanjaya adalah penerus Raja
Sanna, penganut agama Hindu aliran Siwa, dan berkiblat ke Kunjarakunja
di daerah india.
Menurut penafsiran , Sanjaya digambarkan sebagai Pangeran dari
Galuh yang akhirnya berkuasa di Mataram. Ibu dari Sanjaya adalah Sanaha,
cucu Ratu Shima dari Kerajaan Kalingga di Jepara. Sedangkan Ayahnya
adalah Sena/Sanna/Bratasenawa, Raja Galuh ketiga. Tidak banyak
diketahui pada masa-masa awal Wangsa Sanjaya. Wangsa Sanjaya cukup
dominan pada waktu itu.
Sanjaya memegang kekuasaan Mataram Kuno pada masa itu selama
22 tahun (732-754M), yang kemudian diganti oleh putranya dari Dewi
Sundiwara, yaitu Rakai Panangkaran. Namun setelah Rakai Panangkaran
memgang kekuasaan Mataram, Wangsa Sanjaya terhenti karana dikalahkan
oleh Wangsa pendatang yaitu, Wangsa Syalieandra. Berdasarkan penafsiran
prasasti Kalasan (778M), Pada tahun 778M Raja Syalieandra yang
beragama Buddha aliran Mahayana Memerintah Rakai Panangkaran untuk
mendirikan Candi Kalasan.
Sejak saat itu Kerajaan Mataram dikuasai Wangsa Syalieandra.
Sampai akhirnya seorang putri Mahkota Wangsa Syalieandra yang bernama
Pramodhawardhani menikah dengan Rakai Pikatan, seorang keturunan dari
Wangsa Sanjaya, pada tahun 840-an. Rakai Pikatan kemudian mewarisi
tahta mertuanya. Dengan demikian Wangsa Sanjaya kembali berkuasa di
Mataram.
Pada tahun 910M, Raja Tulodong mendirikan Candi Prambanan
yang kini menjadi kompleks Candi Hindu terbesar di Asia Tenggara. Pada
tahun 928M, Mpu Sindok memindahkan Istana Kerajaan Mataram dari
Jawa Tengah ke Jawa Timur. Alasan perpindahan ini diduga akibat letusan
Gunung merapi, atau mendapat serangan dari Kerajaan Seriwijaya. Sejak
inilah berakhir era-Wangsa Sanjaya. Mpu Sindok yang diperkirakan adalah
keturunan dari Wangsa Sanjaya, mendirikan Dinasti baru yaitu Wangsa
Isyana yang memerintah di Jawa Timur.
b. Wangsa Syalieandra
Syalieandra adalah nama Wangsa atau Dinasti yang sebagian besar raja-
rajanya menganut agama Buddha Mahayana yang berkuasa di Kerajaan
Mataram Kuno sejak tahun 752M. Wangsa ini hidup berdampingan dengan
Wangsa Sanjaya yang berkuasa sejak tahun 732M, di daerah Jawa Tengah
bagian selatan.
Istialah Sailendrawangsa dijumpai pertama kali di dalam prasasti
Kalasan tahun 778M. dan menariknya istilah Sailendrawangsa itu pun
muncul di luar Nusantara yaitu prasasti Ligor dari tahun 775M dan prasasti
Nalanda.
Mengenai asal usul keluarga Syalieandra, banyak dipersoalkan oleh
sejarawan dan arkiologis dari berbagai Negara. Ada yang mengatakan
bahwa Wangsa Syalieandra berasal dari Na-Funa yang melarikan diri karan
mendapat serangan dari kerajaan Chen-la da nada di antara raja-rajanya
yang melarikan diri ke Jawa dan berhasil mengalahkan raja yang berkuasa
disana yaitu Sanjaya yang beragama Siwa, tetapi seleteah kedatangan raja
dari Na-Funa itu yang berhasil menaklukannya, maka di Jawa Tengah
terdapat dua Wangsa raja-raja, yaitu Wangsa raja-raja dari Wangsa Sanjaya
yang beragama Hindu aliran Siwa dan Wangsa raja-raja dari para pendatang
baru itu yang kemudian menamakan dirinya Wangsa Syalieandra yang
beragama Buddha Mahayana. Yang ada didalam prasasti Kalasan tahun
778M, yaitu Wangsa Syaliendra, yang hanya disebut sebagai Permata
wangsa Saliendra tanpa nama, dan Rakai Panangkaran, raja bawahannya
dari Wangsa Sanjaya.
Namun pendapat bahwa Wangsa Syalieandra itu berasal dari luar
Nusantara (Indonesia) ditentang oleh R.Ng Poerbatjaraka, menurutnya
Raka Sanjaya dan keturunan-keturunanya itu ialah raja-raja dari Wangsa
Syaliendra, asli Nusantara (Indonesia), yang semulanya beragama Hindu
siwa, tetapi sejak Rakai Panangkaran berpindah agama menjadi penganut
agama Buddha Mahayana. Sebagai salah satu alasan ia menunjuk kepada
kitab Cerita Parahyangan.
Pendapat Poerbatjaraka itu kemudian diperkuat setelah
ditemukannya prasasti batu berbahasa Melayu Kuno di desa Sojometro,
kabupaten Pekalongan dan sebuah prasasti berbahasa Sansekerta yang tidak
diketahui dengan jelas asalnya dan kini disimpan dalam koleksi pribadi
bapak Adam malik, sementara prasasti itu disebut dengan nama prasasti
Sankahara.
Dalam prasasti Sojometro itu jelas bahwa Daputa Syalieandra ialah
menganut agama Hindu Siwa. Kapan dan sebabnya raja-raja Wangsa
syalieandra itu muali menganut agama Buddha Mahayana, mungkindapat
diketahui dari prasasti Sankahara, tetapi sayang yang ditemukan kembali
hanya bagian akhirnya. Karena prasasti ini tidak lengkap hingga tidak
diketahui angka tahunnya. Tetapi dari segi palaeografi dapat diperkirakan
bahwa peasasti ini berasal dari pertengahan abad ke-8 M. Maka mungkin
sekali ini merupakan bukti epigrafis dari pendapat Poerbatjaraka.
Dengan perkataan lain, pendapat Poerbatjaraka munkin sekali benar
mengenai asal usul Wangsa Syalieandra, yaitu bahwa mereka itu berasal
dari Indonesia asli dan hanya ada satu Wangsa yaitu Wangsa Syalieandra,
yang semualnya menganut agama Hindu Siwa, namun sejak kekuasaan
Rakai Panangkaran berpindah menjadi penganut agam Buddha Mahayana
dan kemudian pindah lagi menjadi penganut agama Siwa sejak kekuasaan
Rakai Pikatan.
C. Hubungan Kerajaan Mataram dengan Kerajaan lain.
Ungkapan “Rajya Medang I Bhumi Mataram” menjadi petunjuk
bahwa dahulu prnah ada suatu kerajaan di bumi mataram. Mataram sendiri
diyakini sebagai nama daerah yang dijadikan pusat kerajaan. Istilah inilah
yang menjadikan kerajaan Medang lebih dikenal sebagai Kerajaan
Mataram. Kerajaan Mataram Kuno ini berdiri diatas sebuah prasasti tertulis,
prasasti Mantyasih berangka tahun 907M. Prasasti ini mengatasnamakan
Dyah Balitung dan menjelaskan secara eksplisit bahwa penguasa pertama
kerajaan mataram adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Menyandang
gelar Ratu bukan berarti penguasa pertama Kerajaan Mataram merupakan
seorang perempuan. Istilah Ratu, Rakai dan Bhre adalah istilah asli
Nusantara untuk menyebutkan seorang penguasa. Karna pada saat itu tidak
ada perbedaan yang berarti atas tafsiran Raja atau Ratu.
Tertulis dalam sejarah bahwa pada dasarnya Kerajaan Mataram
memiliki hubungan yang sangat erat dengan kerajaan Sunda dan Kerajaan
Sriwijaya yang merupakan Kerajaan jajahan pada masa Wangsa Syaliendra.
a. Kerajaan Mataram dan Kerajaan Sunda
Hubungan Kerajaan Mataram dengan Kerajaan Sunda ini bermula
dari Sanjaya yang merupakan Raja Mataram, yang memiliki Ibu bernama
Sannah (Cucu Maharani Sima Ratu Kalingga), Sannah memiliki saudara
bernama Sanna yang menguasai sebuah Kerajaan tanpa nama (yang
nantinya Kerajaan Medang/Mataram) yang gagal memerintah kerajaan
hingga kondisi kerajaan kacau, lalu Sanjaya datang untuk membereskan
kekacauan. Keterangan tersebut tertulis dalam prasasti Canggal tahun
732M. Diketahu bahwa Sanna merupakan pewaris tahta Kerajaan Galuh
(Jawa Barat) yang memiliki nama antara lain Sena (Bratasenawa). Proses
turunnya Sanna dari Kerajaan Galuh dipicu oleh sebuah pembrontakan yang
gagal diredam. Pembrotakan tersebut dilakukan oleh Purbasora, Paman dari
Sanjaya.
Raja Sana yang merasa berhak menduduki tahtanya lagi, ia pun lari
ke sahabatnya, Raja Sunda pertama bernama Tarusbawa. Sebenarnya
kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda merupakan bagian dari Kerajaan
Tarumanegara yang kemudian pecah menjadi dua bagian.
Sanna dan keluarganya diperlakukan baik di Kerajaan Sunda.
Hingga Tarusbawa merasa simpati terhadap Sanjaya yang tak lain adalah
keponakan Sanna. Raja Tarusbawa pun memutuskan menikahkan putrinya
dengan Sanjaya anak Sannah adik kandung Sanna. Kemudian Sanjaya
mendapatkan mandate memimpin Kerajaan Sunda karna ia adalah menantu
dari Raja Tarusbawa. Sanjaya yang telah mendapatkan mandat menuntut
balas kepada Purbasora yang telah merebut kerajaan Galuh. Kerajaan Galuh
pun akhirnya dapat ditundukan oleh Sanjaya. Sanjaya yang hanya berniat
balas dendam terpaksa naik tahta sebagai Raja Galuh. Kerajaan Sunda-
Galuh pun berhasil disatukan kembali oleh Sanjaya. Karena ia menjadi Raja
yang cakap di Kerajaan Sunda yang termasuk wilayah Jawa Barat. Sanjaya
pun diangkat menjadi Raja menggantikan Ratu Sima untuk menduduki tahta
Kerajaan Kalingga. Hingga akhirnya Sanjaya menggenggam kekuasaan 3
kerajaan sekaligus di Jawa Barat.
Pada abad ke-7 Sanjaya mengakhiri kekuasaanya di Jawa Barat
dengan membagi wilayah kerajaan kepada kedua putranya. Kemudian
Sanjaya kembali ke Mataram dan mewarisi tahta Raja di mataram yang
menyandang gelar sebagai Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Karna
memulianya dari awal sehingga Sanjaya lebih dikenal sebagai pendiri
Kerajaan Mataram.
b. Mataram dan Sriwijaya
Setelah Raja Sanjaya wafat, kekuasaan Kerajaan Mataram dipegang
oleh Dapunta Syalieandra yang merupakan pendiri Wangsa Syalieandra.
Lalu para Raja Wangsa Sanjaya seperti : Sri Maharaja Rakai Panangkaran,
Sri Maharaja Rakai Panunggalan, Sri Maharaja Rakai Waruk dan Sri
Maharaja Rakai Garung merupakan Raja bawahan dari Wangsa
Syalieandra. Keterangan itu tertera pada prasasti Kalasan tahun 778M.
Pada masa kekuasaan Raja Indra dari Wangsa Syalieandra (782-
812M). Putranya, Samaratungga, dinikahkan dengan Dewi Tara, putri
Dharmasetu, yang merupakan Maharaja Sriwijaya. Keterangan tersebut
tertulis pada prasasti Nalanda dari raja Dewapaladewa yang berasal kira kira
dari abad IX M. dan juga ditemukan dalam prasasti candi Kalasan yang
menjelaskan bahwa candi tersebut dibangun untuk menghormati Dewi Tara
sebagai Bodhisattva.
Setelah Samaratungga dari Wangsa Syalieandra berkuasa di
kerajaan Mataram. Terjadi perlawanan yang dilakukan oleh keturunan raja
dari Wangsa Sanjaya. Untuk meredam perselisihan di dalam kerajaan
Samaratungga pun menikahkan putrinya, Pramodawardhani dengan anak
Rakai Patapan yaitu Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya.
Rakai Pikatan kemudian mendudukin tahta Kerajaan Mataram.
Melihat keadaan ini, adik Pramodawardhani, yaitu Balaputeradewa,
mengadakan perlawanan namun kalah dalam peperangan. Balaputeradewa
kemudian melarikan diri ke Pulau Sumatra dan mewarisi tahta kerajaan
Sriwijaya dari kakeknya Dharmasetu Maharaja Sriwijaya pada abad ke-9.
Dengan demikian hubungan antara kerajaan Mataram dengan Sriwijaya
sangat erat dari Wangsa Syalieandra. Keterangan tersebut tertulis pada
Prasasti Nalanda dari tahun 860M, yang menyatakan bahwa
Balaputeradewa merupakan keturunan Syalieandra, sebuah Wangsa di
pulau Jawa. Dan menyebutkan nama Balaputeradewa sebagai Maharaja di
Suwarnadwipa, sebutan lama bagi Sumatra yang identic dengan Sriwijaya.
Bab III
Penutup

A. Kesimpulan
Secara umum Kerajaan Mataram Kuno pernah di pimpin 3 Dinasti
yang pernah berkuasa pada masa itu, yaitu Wangsa Sanjaya, Wangsa
Sailendra, dan Wangsa Isyana. Dengan Wangsa Sanjaya dan Wangsa
Sailendra merupakan Dinasti yang berkuasa di Kerajaan Mataram Kuno
sebelum berpindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.
Istilah Wangsa Sanjaya berasal dari Rakai Mataram Sang Ratu
Sanjaya, yang memiliki hubungan yang erat dengan Kerajaan Sunda dan
memiliki peninggalan berupa Candi Prambanan. Silsilah wangsa Sanjaya
dapat diketahu didalam prasasti Canggal dan Prasasti Mantyasih.
Sedangkan Wangsa Syalieandra berasal dari Daputa Syalieadra, yang
menjalin hubungan kerajaan dengan kerajaan Sriwijaya dan salah satu
peninggalan dari Wangsa ini ialah Candi Borobudur. Silsilah dari Wangsa
Syalieandra ini tertera dalam prasasti Ligor.
Hingga akhirnya kedua Wangsa tersebut berakhir dan kemudian
dilanjutkan dengan Wangsa baru yaitu Wangsa Isyana sekaligus
perpindahan kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.

B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan
bagi para pembaca. Selain itu kita bisa lebih mengetahui lebih dalam tentang
kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia khususnya Kerajaan Mataram pada
masa piode Jawa Tengah. Dengan harapan kita sebagai penerus bangsa bisa
melestarikan serta menjaga semua peninggalannya.
Daftar Pustaka

El-Ibrahim, dan Moh Noor. 2019. Kerajaan Mataram Kuno. Semarang :


Mutiara Aksara.
Djoened Poesponegoro Marwati, dan Notosusanto Nugroho. 1992. Sejarah
Nasional Indonesia Jilid 2. Jakarta ; Balai Pustaka.
Histori.id. 2018. Kerajaan Sunda Galuh.
https://www.google.com/amp/s/histori.id/kerajaan-sunda-galuh/amp/
di akses pada tanggal 29 September 2019 pukul. 23.48.
Herdahita Putri, Risa. 2019. Raja-raja yang Bertahta di Sriwijaya.
https://www.google.com/amp/s/historia.id/amp/kuno/articles/raja-raja-
yang-bertahta-di-sriwijaya-Peka9 di akses pada tanggal 29 September pukul. 23.58.

Anda mungkin juga menyukai