Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Kerajaan Mataram Kuno

Disusun oleh :

Kelompok 1

 Fitrah Imalia
 Dhea Junthy Faturrahman

SMA NEGERI 1 SINGKEP


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmatNya-lah kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Kerajaan
Mataram Kuno”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata pelajaran
Sejarah.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
Makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
Harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat


Untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita
semua.
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

kerajaan Mataram Kuno merupakan Kerajaan Hindu yang meninggalkan catatan


sejarah melalui prasasti yang ditemukan. Mulai dari abad ke-10, Kerajaan
Mataram Kuno di Jawa Timur dimulai dengan pemerintahan Mpu Sindok, yang
digantikan oleh Sri Lokapala, Makuthawangsa Wardhana, dan Dharmawangsa
Teguh sebagai puncak dari Kerajaan Mataram Kuno atau Medang. Pada masa itu,
kerajaan ini dipimpin oleh tiga dinasti: Wangsa Sanjaya, Wangsa Sailendra, dan
Wangsa Isyana.

Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra, yang menganut agama Hindu dan Buddha
Mahayana secara berurutan, berkuasa di Jawa Tengah bagian selatan. Dinasti
Sanjaya, didirikan oleh Sanjaya pada tahun 732, dan Dinasti Syailendra, didirikan
oleh Bhanu pada tahun 752, berkuasa secara bersamaan dan damai. Nama
Mataram pertama kali muncul dalam prasasti pada masa pemerintahan Raja
Balitung.

Para sejarawan umumnya mengakui tiga dinasti yang memerintah di Kerajaan


Medang, yaitu Wangsa Sanjaya dan Wangsa Sailendra di periode Jawa Tengah,
serta Wangsa Isyana di periode Jawa Timur. Dinasti Sanjaya, yang menganut
agama Hindu aliran Siwa, memimpin Medang pada awalnya. Namun, teori van
Naerssen menyatakan bahwa kekuasaan Medang kemudian direbut oleh Wangsa
Sailendra yang beragama Buddha Mahayana pada masa pemerintahan Rakai
Panangkaran, sekitar tahun 770-an. Keturunan Sanjaya, seperti Rakai Pikatan,
kemudian mengawini Pramodawardhani dari Wangsa Sailendra, yang dianggap
sebagai awal kebangkitan kembali Wangsa Sanjaya.
BAB II

PEMBAHASAN

Sejarah Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno terletak di wilayah aliran sungai-sungai Bogowonto,


Progo, Elo, dan Bengawan Solo di Jawa Tengah, dengan keberadaannya tercatat
dalam Prasasti Canggal yang berasal dari tahun 732 Masehi. Awalnya, kerajaan ini
dipimpin oleh Sana, dan setelah kematiannya, keponakannya, Sanjaya, mengambil
alih tampuk kekuasaan. Pada masa pemerintahan Sri Maharaja Rakai
Panangkaran, Dinasti Syailendra yang beragama Buddha Mahayana juga berdiri
di Jawa Tengah, menggeser kedudukan Dinasti Sanjaya yang beragama Hindu
hingga ke bagian tengah Jawa Tengah. Namun, untuk memperkuat kedudukan
masing-masing, kedua dinasti sepakat untuk bergabung melalui pernikahan antara
Raja Putri Pramodharwani dari Dinasti Syailendra dengan Rakai Pikatan dari
Dinasti Sanjaya.

Kerajaan Mataram Kuno dikenal dengan keunggulannya dalam pembangunan


candi agama Budha dan Hindu. Candi Borobudur, yang dibangun oleh
Samaratungga dari Dinasti Syailendra, serta Candi Roro Jongrang di Prambanan
yang dibangun oleh Raja Pikatan, menjadi bukti keagungan kerajaan ini. Namun,
pada zaman pemerintahan Raja Rakai Wawa, terjadi kekacauan di daerah-daerah
yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno, disertai ancaman dari
luar. Setelah kematian Raja Wawa, Mpu Sindok mengambil keputusan untuk
memindahkan pusat pemerintahan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, mendirikan
dinasti baru yang dikenal sebagai Dinasti Isyana.
Kerajaan Mataram Kuno pertama kali dipimpin oleh Raja Sanjaya, yang dikenal
sebagai seorang raja yang besar dan taat pada agama Hindu Siwa. Setelah
kematiannya, putranya Sankhara Rakai Panangkaran Dyah Sonkhara Sri
Sanggramadhanjaya menggantikannya. Rakai Panangkaran lebih progresif dan
bijaksana daripada ayahnya, sehingga kerajaan ini berkembang dengan pesat.
Daerah-daerah sekitar Mataram Kuno segera ditaklukkan, termasuk kerajaan
Galuh di Jawa Barat dan Kerajaan Melayu di Semenanjung Malaya. Pada masa
pemerintahan Rakai Panunggalan, pembangunan beberapa candi megah seperti
Candi Kalasan, Candi Sewu, Candi Sari, Candi Pawon, Candi Mendut, dan Candi
Borobudur dilakukan. Setelah Rakai Panunggalan meninggal, ia digantikan oleh
Rakai Warak, yang lebih mengutamakan agama Buddha dan Hindu, sehingga
banyak masyarakat yang mengenal kedua agama tersebut. Setelah Rakai Warak
meninggal, ia digantikan oleh Rakai Garung, dan kemudian oleh Rakai Pikatan.
Rakai Pikatan berhasil menghidupkan kembali semangat kebudayaan Hindu dan
memperluas kekuasaannya hingga seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ia juga
memulai pembangunan Candi Prambanan, yang merupakan candi Hindu terbesar
dan terindah di desa Prambanan. Setelah wafat, Rakai Pikatan digantikan oleh
Rakai Kayuwangi, yang memimpin kerajaan saat menghadapi berbagai masalah
dan persoalan yang rumit, serta mulai terjadi perang saudara, menandai
berakhirnya zaman keemasan Kerajaan Mataram Kuno.

Proses Berkembangnya Kerajaan Mataram Kuno

Perkembangan Kerajaan Mataram Kuno terbagi menjadi dua periode yang


berbeda:

a. Dinasti Sanjaya

Istilah “Dinasti Sanjaya” diperkenalkan oleh sejarawan Dr. Bosch dalam


tulisannya yang berjudul “Sriwijaya, de Sailendrawamsa en de Sanjayawamsa”
(1952). Menurut Bosch, Kerajaan Medang diperintah oleh dua dinasti yang
berbeda, yakni Dinasti Sanjaya dan Sailendra. Dinasti Sanjaya, yang dinamakan
sesuai dengan pendiri Kerajaan Medang, Sanjaya, memerintah sekitar tahun 732.
Berdasarkan Prasasti Canggal (732 M), diketahui bahwa Sanjaya, yang menganut
agama Hindu Siwa, mendirikan Shivalingga baru, menandai pembangunan pusat
pemerintahan baru. Menurut interpretasi naskah Carita Parahyangan, Sanjaya
dianggap sebagai pangeran dari Galuh yang kemudian memerintah di Mataram.
Ibunya, Sanaha, adalah cucu Ratu Shima dari Kerajaan Kalingga di Jepara,
sementara ayahnya adalah Sena/Sanna/Bratasenawa, raja ketiga Galuh. Sanjaya
menaklukkan Galuh dan Sunda, kemudian menyerahkan kekuasaan kepada
putranya Rarkyan Panaraban (Tamperan). Meskipun begitu, kekuasaan Sunda-
Galuh kemudian kembali ke tangan Sanjaya. Di Kalingga, Sanjaya memerintah
selama 22 tahun sebelum digantikan oleh putranya, Rakai Panangkaran. Namun,
Rakai Panangkaran dikalahkan oleh dinasti pendatang dari Sumatra, Wangsa
Sailendra. Setelah pernikahan Pramodawardhani dari Wangsa Sailendra dengan
Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya, kekuasaan kembali berpindah ke Wangsa
Sanjaya di Medang.

b. Dinasti Syailendra

Kerajaan Medang dianggap diperintah oleh dua wangsa yang berbeda agama,
Wangsa Sailendra yang menganut Buddha dan Wangsa Sanjaya yang menganut
Hindu Siwa. Meskipun ada pandangan yang menyatakan bahwa keduanya adalah
bagian dari satu wangsa, Wangsa Sailendra tetap dominan di Jawa Tengah pada
awal era Medang. Prasasti dan peninggalan arkeologis menunjukkan bahwa
kerajaan Mataram Kuno yang bercorak Buddha umumnya terletak di Jawa Tengah
bagian selatan, sementara yang bercorak Hindu umumnya di bagian utara.

Penafsiran atas prasasti Canggal menunjukkan bahwa Sanjaya mendirikan


Shivalingga baru, menandai peralihan pusat pemerintahan. Hal ini sesuai dengan
kepercayaan Jawa bahwa pemindahan pusat pemerintahan menandai awal dari
masa yang lebih baik. Meskipun demikian, Sanjaya masih dianggap sebagai
kelanjutan dari Wangsa Sailendra.
Selain itu, kehidupan rakyat Mataram Kuno sangat bergantung pada pertanian dan
perdagangan. Upaya untuk meningkatkan dan mengembangkan hasil pertanian
telah dilakukan sejak pemerintahan Rakai Kayuwangi. Raja Balitung juga
memberi perhatian pada perdagangan dengan mendirikan pusat-pusat
perdagangan di sepanjang Sungai Bengawan Solo, yang meningkatkan
perekonomian dan kesejahteraan rakyat.

Penyebab Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno

Ada beberapa faktor yang menyebabkan runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno:

1. Letusan Gunung Merapi: Letusan gunung Merapi yang mengeluarkan


lahar menyebabkan kerusakan pada candi-candi yang didirikan oleh
kerajaan. Lahar yang menimbun situs-situs tersebut merusak warisan
budaya dan mengganggu kehidupan masyarakat.
2. Krisis Politik: Krisis politik yang terjadi antara tahun 927-929 M juga
berkontribusi pada runtuhnya kerajaan. Ketidakstabilan politik dapat
melemahkan pemerintahan dan memicu ketidakharmonisan di antara para
pemimpin, yang akhirnya mengakibatkan kehancuran kerajaan.
3. Pertimbangan Ekonomi: Salah satu faktor penting lainnya adalah
pertimbangan ekonomi. Jawa Tengah, tempat pusat kerajaan sebelumnya
berada, dianggap kurang subur dan kurang strategis secara geografis untuk
perdagangan. Sebaliknya, Jawa Timur dan pantai selatan Bali dianggap
lebih strategis karena akses yang lebih baik untuk perdagangan dan
sumber daya komoditas yang melimpah.

Mpu Sindok memegang peranan kunci dalam perpindahan pusat kekuasaan ke


Jawa Timur dan pendirian Dinasti Isyana di sana. Dengan membentuk Kerajaan
Mataram sebagai kelanjutan dari kerajaan sebelumnya, Mpu Sindok berhasil
memperkuat posisi kekuasaannya. Sumber-sumber sejarah seperti prasasti-prasasti
yang disebutkan menyimpan catatan penting tentang peristiwa-peristiwa tersebut,
termasuk penyerahan kedudukan putra mahkota oleh Airlangga kepada
sepupunya, Samarawijaya putra Teguh Dharmawangsa.

Peninggalan-peninggalan Kerajaan Mataram Kuno

A. Prasasti
1) Prasasti Canggal ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir di
desa Canggal pada tahun 732 Masehi dengan menggunakan
Candrasangkala sebagai penanggalan.
2) Prasasti Kalasan ditemukan di desa Kalasan, Yogyakarta, pada
tahun 778 Masehi. Prasasti ini ditulis dalam huruf Pranagari (India
Utara) dan bahasa Sansekerta.
3) Prasasti Mantyasih ditemukan di Mantyasih, Kedu, Jawa Tengah,
pada tahun 907 Masehi. Prasasti ini menggunakan bahasa Jawa
Kuno dan berisi daftar silsilah raja-raja Mataram.
4) Prasasti Klurak ditemukan di desa Prambanan pada tahun 782
Masehi. Isinya menceritakan pembuatan arca Manjusri oleh Raja
Indra.
B. Candi
1) Candi Gatotkaca terletak di Dataran Tinggi Dieng, Kabupaten
Banjarnegara, Jawa Tengah. Nama candi ini diambil dari tokoh
wayang Mahabarata.
2) Candi Bima terletak di Desa Dieng Kulon, Kabupaten
Banjarnegara, Jawa Tengah. Arsitekturnya mirip dengan beberapa
candi di India.
3) Candi Dwarawati memiliki bentuk mirip dengan Candi Gatutkaca,
dengan tubuh candi berdiri di atas batur setinggi sekitar 50 cm.
4) Candi Arjuna, mirip dengan candi-candi di kompleks Gedong
Sanga, memiliki bentuk dasar persegi dan dihiasi dengan pahatan
Kalamakara.
5) Candi Semar, berhadapan dengan Candi Arjuna, memiliki denah
dasar persegi empat dan batur setinggi sekitar 50 cm.
6) Candi Puntadewa, meskipun tidak terlalu besar, tampak lebih tinggi
dengan tubuh candi berdiri di atas batur setinggi sekitar 2,5 m.
7) Candi Sembrada memiliki batur candi setinggi sekitar 50 cm
dengan denah dasar berbentuk bujur sangkar.
8) Candi Srikandi terletak di utara Candi Arjuna dengan denah dasar
berbentuk kubus.
9) Candi Gedong Songo terletak di lereng Gunung Ungaran,
Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Kompleks ini terdiri dari
sembilan buah candi.
10) Candi Sari berada tidak jauh dari Candi Sambi Sari, Candi
Kalasan, dan Candi Prambanan, memiliki 9 stupa di bagian
atasnya.
11) Candi Mendut terletak di Kota Mungkid, Kabupaten Magelang,
Jawa Tengah, sekitar 3 kilometer dari Candi Borobudur.

12) Candi Sewu terletak di Desa Bugisan, Kabupaten Klaten, Jawa


Tengah, merupakan kompleks candi Buddha terbesar kedua setelah
Candi Borobudur.
13) Candi Pawon berada di antara Candi Mendut dan Candi
Borobudur, diperkirakan sebagai tempat perabuan atau tempat abu.
14) Candi Borobudur, merupakan candi Buddha terbesar yang terletak
di Magelang, Jawa Tengah. Monumen ini didirikan pada abad ke-9
Masehi dan memiliki 504 arca Buddha.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Secara umum Kerajaan Mataram Kuno, yang dipimpin oleh tiga dinasti utama
yaitu Wangsa Sanjaya, Wangsa Sailendra, dan Wangsa Isyana, memainkan peran
penting dalam sejarah Nusantara. Dinasti Isyana, yang berasal dari Sri Isyana
Wikramadharmottunggadewa (Mpu Sindok) setelah menjadi raja Medang (929–
947 M), memiliki silsilah yang tercatat dalam prasasti-prasasti penting seperti
Prasasti Pucangan tahun 1041 atas nama Airlangga, yang mengaku keturunan
Mpu Sindok. Selama periode kekuasaannya, Kerajaan Mataram Kuno aktif dalam
usaha meningkatkan hasil pertanian dan perdagangan. Bukan hanya hasil bumi
seperti beras, buah-buahan, dan rempah-rempah, tetapi juga hasil industri rumah
tangga seperti alat perkakas, pakaian, keranjang, dan barang-barang anyaman
yang diperdagangkan. Selain itu, binatang ternak seperti kerbau, sapi, kambing,
itik, dan ayam serta produk-produknya juga menjadi komoditas perdagangan yang
penting. Dengan demikian, upaya-upaya ekonomi ini menunjukkan betapa
Kerajaan Mataram Kuno tidak hanya berkembang dalam bidang politik dan
budaya, tetapi juga aktif dalam mengelola sumber daya ekonomi untuk
kepentingan kerajaan dan masyarakatnya.

Anda mungkin juga menyukai