Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kerajaan Mataram kuno atau sering disebut juga Kerajaan Medang atau
disebut juga Kerajaan Mataram Hindu. Kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah
pada abad ke-8, kemudian berpindah ke Jawa timur pada abad ke-10. Kerajaan ini
banyak meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa
Tengah dan Jawa Timur, serta membangun banyak candi baik yang bercorak
Hindu maupun Budha.
Yang termasuk dalam kajian peradaban adalah kajian tentang asal usul
peradaban, perkembangan peradaban dan keruntuhan peradaban. Sedangkan
tentang karakter peradaban memusatkan kajian peradaban sebagai sebuah
fenomena yang utuhdan dilihat secara sinkronis. Kita dapat mendapat pelajaran
dari sejarah peradaban tentang suatu rangkaian siklus kehancuran dan
pertumbuhan, dan setiap peradaban baru akan muncul setelah itu.
Dalam sejarah kerajaan Mataram kuno terdapat perpindahan ibu kota
yang disebabkan oleh beberapa hal. Sehingga terdapat kerajaan Mataram kuno
Jawa Tengah dan Mataram kuno Jawa Timur. Dan di masing-masing masa
pemerintahan terdapat beberapa dinasti.
Kerajaan Mataram kuno Jawa Tengah terdapat dua wangsa, yaitu wangsa
Sanjaya dan wangsa Sailendra. Wangsa sanjaya adalah pendiri dari kerajaan
Mataram Jawa tengah oleh raja Sanjaya. Sedangkan wangsa Sailendra dulunya
adalah wangsa dari kerajaan Sriwijaya. Mengapa ia keluar dari kerajaan tersebut
masih belum dapat dipastikan.
Mengenai Perbedaan pendapat tentang asal usul datangnya wangsa Sailendra ini,
mungkin terpecahkan dengan adanya bukti tentang hal tersebut.
Kerajaan Mataram di Jawa Timur ditandai dengan munculnya wangsa Isana yang
dipelopori oleh Pu Sindok. Dari kedua kerajaan tersebut telah melahirkan banyak

1
sumber sejarah yang sangat penting bagi pendidikan masyarakat. Keadaan
masyarakat kala masa kerajaan Mataram sangat beragam,raja Sanjaya yang
terkenal kemakmurannya, juga ada seorang raja peremouan yang terkenal
bijak,adil,tegas dan baik yang memerintah Mataram Jawa Tengah.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan Sejarah Kerajaan Mataram Kuno?
2. Sebutkanlah Dinasti Kerajaaan Mataram Kuno?
3. Siapa sajakah Raja-Raja Kerajaan Mataram Kuno?
4. Kepercayaan apa saja yang di anut Masyarakat Mataram Kuno?
5. Kebudayaan apa saja yang ada pada Masyarakat Mataram Kuno?
6. Jelaskan Kehidupan Masyarakat Mataram Kuno?
7. Jelaskan Hubungan Kerajaan Mataram Kuno dengan Kerajaan Sriwijaya?
8. Jelaskan penyebab perpindahan Kerajaan Mataram Kuno?
9. Tuliskan Bukti-bukti Peninggalan Sejarah Kerajaan Mataram Kuno?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Sejarah Kerajaan Mataram Kuno
2. Mengetahui Dinasti Kerajaaan Mataram Kuno
3. Mengetahui Raja-Raja Kerajaan Mataram Kuno
4. Mengetahui Kepercayaan yang di anut Masyarakat Mataram Kuno
5. Mengetahui Kebudayaan yang ada pada Masyarakat Mataram Kuno
6. Mengetahui Kehidupan Masyarakat Mataram Kuno
7. Mengetahui Hubungan Kerajaan Mataram Kuno dengan Kerajaan
Sriwijaya
8. Mengetahui penyebab perpindahan Kerajaan Mataram Kuno
9. Mengetahui Bukti-bukti Peninggalan Sejarah Kerajaan Mataram Kun

D. Manfaat Penulisan
 Dapat mengetahui sejarah tentang Mataram Kuno.
 Menambah pengetahuan tentang kehidupan kerajaan Mataram Kuno

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Kerajaan Mataram Kuno


Kerajaan Mataram (Hindu-Buddha), sering disebut dengan Kerajaan
Mataram Kuno sebagai pembeda dengan Mataram Baru atau Kesultanan Mataram
(Islam), adalah suatu kerajaan yang berkuasa di Jawa Tengah bagian selatan
antara abad ke-8 dan abad ke-10.
1. Kejayaan Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno mencapai puncak kejayaan pada masa
pemerintahan Raja Balitung (898-910 M). Di masa kekuasaannya, daerah-
daerah di sebelah timur Mataram berhasil ditaklukkannya. Oleh karena itu,
daerah kekuasaan Mataram semakin luas, yang meliputi Bagelen (Jawa
Tengah) sampai Malang (Jawa Timur).
2. Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno
Peranan Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah mundur ketika pusat
kekuasaannya pindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Ada beberapa
pendapat mengenai pemindahan pusat kerajaan ini.
Pendapat baru menyebutkan dua faktor mundurnya mataram kuno berikut.
 Keadaan alam bumi Mataram yang tertutup secara alamiah berakibat
negara ini sulit berkembang. Sementara, keadaan alam Jawa Timur lebih
terbuka untuk perdagangan luar, tidak ada pegunungan atau gunung yang
merintangi, bahkan didukung adanya
Sungai Bengawan Solo dan Brantas yang memperlancar lalu lintas dari
pedalaman ke pantai. Apalagi, alam Jawa Timur belum banyak diusahakan
sehingga tanahnya lebih subur dibandingkan dengan tanah di Jawa
Tengah.
 Dari segi politik, ada kebutuhan untuk mewaspadai ancaman Sriwijaya,
terutama karena Sriwijaya pada saat itu dikuasai dinasti Syailendra.

3
Sebagai antisipasinya, pusat kerajaan perlu dijauhkan dari tekanan
Sriwijaya. Ketika Sriwijaya sungguh-sungguh menyerang pada
pertengahan abad ke-10, Mpu Sindok dapat mematahkannya. Tetapi,
serangan Sriwijaya berikutnya dibantu Raja Wurawari pada tahun 1017
menghancurkan Mataram yang saat itu dipimpin Dharmawangsa. Kerajaan
Mataram yang kedua berdiri kembali di Jawa Tengah pada abad ke-16,
kali ini telah beragama Islam
Selain factor-faktor di atas, ada beberapa actor lain yang menyebabkan
runtuhnya kerajaan Mataram, yaitu:
1. Disebabkan oleh letusan gunung Merapi yang mengeluarkan lahar.
Kemudian lahar tersebut menimbun candi-candi yang didirikan oleh
kerajaan, sehinggacandi-candi tersebut menjadi rusak.
2. Runtuhnya kerajaan Mataram disebabkan oleh krisis politik yang terjadi
tahun 927-929 M.
3. Runtuhnya kerajaan dan perpindahan letak kerajaan dikarenakan
pertimbangan ekonomi. Di Jawa Tengah daerahnya kurang subur, jarang
terdapat sungai besar dan tidak terdapatnya pelabuhan strategis.
Selain itu, penyebab runtuhnya kerajaan Mataram Kuno di mulai sejak
masa Dinasti Wangsa Syalendra dan Dinasti Wangsa Sanjaya.
 Runtuhnya Wangsa Syailendra
Pramodhawardhani, puteri raja Samaratungga menikah dengan Rakai
Pikatan, yang waktu itu menjadi pangeran Wangsa Sanjaya. Sejak itu
pengaruh Sanjaya yang bercorak Hindu mulai dominan di Mataram,
menggantikan agama Buddha. Rakai Pikatan bahkan menyerang
Balaputradewa, yang merupakan saudara Pramodhawardhani. Sejarah
Wangsa Syailendra berakhir pada tahun 850, yaitu ketika Balaputradewa
melarikan diri ke Sriwijaya yang merupakan negeri asal ibunya.
 Runtuhnya Wangsa Sanjaya
Pada tahun 910, Raja Tulodong (Wangsa Sanjaya)mendirikan Candi
Prambanan. Prambanan merupakan kompleks candi Hindu terbesar di Asia
Tenggara. Pada masa ini, ditulis karya sastra Ramayana dalam Bahasa

4
Jawa Kuno. Pada tahun 928, Mpu Sindok memindahkan istana Kerajaan
Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur (Medang). Alasan perpindahan
ini diduga akibat letusan Gunung Merapi, atau mendapat serangan dari
Sriwijaya. Sejak inilah berakhir era Wangsa Sanjaya, dan Mpu Sindok
yang diperkirakan adalah keturunan atau menantu keturunan dari Wangsa
Sanjaya, mendirikan dinasti baru yaitu Wangsa Isyana yang memerintah di
Jawa Timur

B. Dinasti Kerajaaan Mataram Kuno


Secara umum menurut para ahli sejarah menyatakan bahwa Kerajaan
Mataram Kuno pernah dipimpin oleh tiga dinasti yang pernah berkuasa pada
waktu itu. Ketiga dinasti tersebut adalah Wangsa Sanjaya, Wangsa Sailendra, dan
Wangsa Isyana. Wangsa Sanjaya dan Wangsa Sailendra merupakan dua dinasti
dari Kerajaan Mataram Kuno yang masih berpusat di Jawa tengah, sedangkan
Wangsa Isnaya merupakan Kerajaan Maratam Kuno yang sudah berpindah dari
Jawa Tengah ke Jawa Timur.
 Wangsa Sanjaya
Penggunaan nama Wangsa Sanjaya didasarkan pada nama dari raja pertama
Kerajaan Medang. Nama dari raja tersebut adalah Sanjaya. Raja Kerajaan
Medang ini menganut agama hindu yang menyembah kepada Dewa Siwa atau
yang lebih dikenal dengan Hindu aliran Siwa.
Sebagaimana kerajaan lainnya pada umumny bahwa akan ada masa
pergantian kedudukan. Hal tersebut juga berlaku pada Kerajaan Medang pada
masa Wangsa Sanjaya. Dalam sebuah kajian teori yang dikemukan oleh van
Naerssen mengatakan bahwa keruntuhan dinasti Sanjaya adalah pada masa
pemerintahan Rakai Panangkaran yang merupakan pengganti dari raja Sanjaya
tepatnya pada tahun 770-an.
 Wangsa Sailendra
Dinasti Sanjaya kemudian digantikan oleh Dinasti Syailendra yang berhasil
merebut kekuasaan dari Rakai Panangkaran. Raja Syailendra merupakan

5
seorang penganut agama Budha Mahayana. Sejak saat itu Wangsa Syailendra
memimpin di Pulau Jawa.
Tidak hanya memimpin Pulau jawa saja, namun juga mampu
menaklukan Kerajaan Sriwijaya yang berada di Pulau Sumatra. Hingga
akhirnya pada tahun 840 putri dari Wangsa Syailendra yang bernama
Pramodawardhani menikah dengan Rakai Pikatan yang merupakan keturunan
dari Wangsa Sanjaya. Dari perkawinannya antara Pramodawardhani maka
Rakai Pikatan berhasil menduduki tahta sebagai raja di Kerajaan Medang.
Kemudian oleh Raja Rakai Pikatan, istana kerajaan dipindahkan ke
Mamrati. Peristiwa naiknya Rakai PIkatan yang merupakan keturunan dari
Wangsa Sanjaya dianggap sebagai kebangkitan dari Wangsa Sanjaya itu
sendiri.
Dalam sebuah Prasasti Mantyasih ada perbedaan pendapat mengenai para
raja Medang. Berdasarka teori dari Bosch maka berdsarkan nama yang ada di
dalam prasasti tersebut diambil kesimpulan bahwa raja-raja Medang
merupakan keturunan dari Wangsa Sanjaya secara keseluruhan.
Namun teori itu tidak sejalan dengan pendapat dari Slamet Muljana yang
beranggapan bahwa nama-nama yang ada pada Prasasti Mantyasih adalah
daftar nama raja-raja yang pernah berkuasa di Medang. Jadi bukanlah
merupakan daftar silsilah keturunan dari Wangsa Sanjaya.
Sebagai contoh adalah tertolaknya teori van Nersen yang menyatakan
kekalahan Rakai Panangkaran yang merupakan keturunan Sanjaya oleh Raja
Syailendra yang menandakan berpindahnya kekuasaan dari Sanjaya ke
Syailendra. Menurut Slamet Muljana bahwa Rakai Panangkaran dianggap
bukan merupakan keturunan dari Sanjaya.
Hal tersebut didasarkan pada temuan prasasti yang ada. Prasasti tersebtu
adalah Prasasti Kalasan yang mengagung-agunkan Rakai Panangkaran sebagai
Sailendrawangsasatilaka. Maksud dari “sailendrawangsasatilaka” adalah
permata wangsa Sailendra. Jadi Rakai Panangkaran bukanlah keturunan
sanjaya karena disebut sebagai permata sailendra.

6
Menurut Slamet juga bahwa berdasarkan Prasasti Matyasih maka Rakai
Panangkaran hingga Rakai Agung merupakan keturunan dari Wangsa
Sailendra. Sedangkan bangkitnya Wangsa Sanjaya setelah Wangsa Sailendra
adalah pada waktu Rakai Pikatan menjadi Raja menggantikan Rakai Garung.
Penggunaan nama “Rakai” pada Kerajaan Medang memiliki makna yang
sama dengan istilah “Bhre” pada Kerajaan Majapahit. Istilah Rakaia pada
Kerajaan Medang dan Bhre pada Kerajaan Majapahit memiliki arti penguasa.
Jadi adanya gelar Rakai Panangkaran memiliki arti sebagai penguasa
panangkaran. Dalam sejarah yang ditemukan di Prasati Kalasan ditemukan
bahwa nama asli dari Rakai Panangkaran adalah Dyah Pancapana.
Di lain waktu ada dinasti ketiga yang berkuasa di Kerajaan Medang.
Dinasti tersebut adalah Dinasi Isyana yang merupakan penguasa Kerajaan
Mataram setelah pindah dari Jawa Tengah. Dinasi ini memindahkan pusat
Kerajaan Mataram yang semula berada di Jawa Tengah berindah ke Jawa
Timur.
Pendiri dari Dinasi Isyana yang berpusat di Jawa Timur adalah Mpu
Sindok. Mpu sindok sendiri baru membangun kerajaannya di Tamwlang pada
tahun 929. Kerajaan yang didirikan oleh Mpu Sindok merupakan lanjutan dari
kerajaan Mataram karena pada prasasti yang ada diketahui bahwa Mpu Sindok
secara tegas menyatakan bahwa kerajaan yang ia bangun merupakan kelanjutan
dari Kadatwan Rahyangta I Medang I Bhumi Mataram.
Itu merupakan bukti bahwa Kerajaan Mataram yang dibangun oleh Mpu
Sindok yang berpusat di Jawa Timur merupakan lanjutan dari Kerajaan
Mataram yang sebelumnya ada di Jawa Tengah.

C. Raja-Raja Kerajaan Mataram Kuno


Selama tiga abad, Kerajaan Mataram kuno diperintah oleh 16 raja. Raja-
raja ini punya kekhasan kebijakan dalam memerintah. Pemikiran dan tingkah laku
mereka, jadi acuan mayoritas rakyat Kerajaan Mataram Kuno. Berikut ini nama
dari raja-raja tersebut:
1. Sanjaya, pendiri Kerajaan Mataram Kuno.

7
2. Rakai Panangkaran, awal berkuasanya Wangsa Syailendra.
3. Rakai Panunggalan alias Dharanindra.
4. Rakai Warak alias Samaragrawira.
5. Rakai Garung alias Samaratungga.
6. Rakai Pikatan suami Pramodawardhani, awal kebangkitan Wangsa Sanjaya.
7. Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala.
8. Rakai Watuhumalang.
9. Rakai Watukura Dyah Balitung.
10. Mpu Daksa.
11. Rakai Layang Dyah Tulodong.
12. Rakai Sumba Dyah Wawa.
13. Mpu Sindok, awal periode Jawa Timur.
14. Sri Lokapala, suami Sri Isanatunggawijaya.
15. Makuthawangsawardhana.
16. Dharmawangsa Teguh, Kerajaan Mataram Kuno berakhir.

Keenambelas raja Kerajaan Mataram Kuno tersebut merupakan sosok


yang punya kharisma dan kebijaksanaan dalam memerintah. Kewibawaan yang
terbangun bukan hanya karena statusnya sebagai raja, namun juga disebabkan
kebijaksanaan mereka dalam berpikir dan berbuat.

Mereka pun tak hanya dihormati, tapi juga dicintai oleh rakyatnya.
Berikut ini, diambil tiga raja pertama dari kerajaan Mataram Kuno. Setidaknya
mereka bisa mewakili kebijaksaan dari ke-13 raja-raja lainnya. Memberikan
contoh bagaimana sosok ideal seorang raja dalam memerintah.

1. Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya, Raja Pertama Kerajaan Mataram


Kuno
Raja Sanjaya berkuasa di Mataram Kuno cukup lama, yaitu sekitar 28
tahun (732-760 M). Selama rentang waktu tersebut, Sanjaya memusatkan
perhatiannya pada aspek religiusitas dan kesusastraan. Maraknya pembangunan
candi-candi di Gunung Dieng jadi bukti penguatan sisi religi.

8
Untuk bidang kesusastraan, Sanjaya membuka akses seluas-luasnya bagi
rakyat Kerajaan Mataram Kuno untuk mengenal beragam karya sastra dengan
baik. Contoh, pengajaran puisi jadi pendidikan yang wajib diikuti oleh
masyarakat umum. Terutama bagi kalangan pegawai istana dan pemuka
masyarakat, mereka harus memahami ilmu pengasah kehalusan jiwa itu.
Sebagai raja pertama Kerajaan Mataram Kuno, Sanjaya terkenal dengan
wejangan-wejangan penuntun kehidupan. Wejangan itu berupa empat macam
perbuatan luhur untuk mencapai kehidupan sempurna, yaitu:
 Tresna (cinta kasih).
 Gumbira (bahagia).
 Upeksa (tidak mencampuri urusan orang lain).
 Mitra (memiliki banyak kawan, sahabat, saudara atau teman).
2. Sri Maharaja Rakai Panangkaran, Raja Kedua Kerajaan Mataram Kuno
Mewarisi kebijaksanaan dari ayahnya, Rakai Panangkaran (760-780 M)
melanjutkan kejayaan dari Kerajaan Mataram Kuno. Tak hanya wilayah
kerajaan yang semakin meluas, raja Mataram Kuno itu pun memerintah dengan
kearifan layaknya seorang pemimpin.
Ini dapat dilihat dari nasihat mengenai kebahagiaan hidup manusia. Yaitu
hal-hal yang harus diperjuangkan untuk diperoleh manusia sepanjang
hidupnya:
 Kasuran (kesaktian).
 Kagunan (kepandaian).
 Kabegjan (kekayaan).
 Kabrayan (banyak anak cucu).
 Kasinggihan (keluhuran).
 Kasyuwan (panjang umur).
 Kawidagdan (keselamatan).
3. Sri Maharaja Rakai Panaggalan, Raja Ketiga Kerajaan Mataram Kuno
Raja ketiga dari Kerajaan Mataram Kuno ini terkenal dengan
kepeduliannya terhadap ilmu pengetahuan. Termasuk juga memberikan

9
sumbangsih penting dalam penanggalan Jawa Kuno. Selama masa
pemerintahannya, kesadaran akan hukum terjaga dengan baik. Hal ini bukti
dari keberhasilan penerapan dari konsep Catur Guru yang dikembangkan oleh
Rakai Pananggalan (780-800 M).
Catur berarti empat, sedangkan Guru adalah berat. Sehingga Catur Guru
berarti empat guru yang mempunyai tugas berat, terdiri atas:
 Guru Sudarma, orang tua yang melahirkan manusia.
 Guru Swadaya, Tuhan.
 Guru Surasa, bapak dan ibu guru di sekolah.
 Guru Wisesa, pemerintah pembuat undang-undang untuk kepentingan
bersama.

D. Kepercayaan Masyarakat Mataram Kuno


Kerajaan Medang periode jawa tengah atau dikenal dengan kerajaan
Mataram kuno ,sebuah kerajaan bercorak hindu-budha yang dibangun wilayah
Prambanan, Yogyakarta pada abad ke 8 atau tahun 732 M berdasarkan prasasti
Canggal terletak digunung Ukir,Salam,Kab Magelang.Kerajaan Medang periode
jawa tengah kemudian di kenal kerajaan Mataram kuno merujuk pada ibukota
kerajaan ini yakni bumi Mataram sementara dinamakan Mataram kuno untuk
membedakan dengan kerajaan Mataram Islam yang berdiri abad ke 16.
Roda pemerintahan kerajaan Mataram kuno dikendalikan oleh 2 wangsa
atau dinasti yang berbeda agama yakni wangsa Sanjaya didirikan ratu Sang
Sanjaya beragama hindu Siwa serta wangsa Sailendra mulai berkuasa dikerajaan
Mataram kuno sejak masa pemerintahan Rakai Panangkaran beragama budha
Mahayana.Kedua agama ini dimasa kerajaan mataram kuno silih berganti menjadi
agama resmi seiring pergantian raja yang diisi oleh raja-raja keturunan Wangsa
Sanjaya maupun wangsa Sailendra di abad 8.
Awal pemerintahan mataram kuno kedua wangsa :sanjaya maupun
sailendra mengakui agama Budha Mahayana sebagai agama resmi,namun entah
bagaimana persoalannya sejak Rakai Panangkaran yang diduga keturunan wangsa
sanjaya serta wangsa Sailendra berpindah agama dari hindu siwa ke budha

10
mahayana sekaligus agama budha Mahayana sebagai agama resmi kerajaan
Mataram kuno.Sejak itulah masyarakat mataram kuno sebagian beragama budha
mahayana dan sebagaian lagi beragama hindu siwa sepeninggal rakai
Panangkaran yang kemudian berkembang menjadi persaingan politik yang
membagi dinasti kerajaan Mataram kuno juga terbagi 2 wilayah kekuasaan
kerajaan Mataram yakni mataram budha dikuasai wangsa sailendra dimula sejak
pemerintahan salah satunya raja indra menempati bagian selatan jawa tengah
selanjutnya mataram hindu dikuasai wangsa Sanjaya mulai dari rakai mataram
ratu sanjaya,rakai pikatan,rakai garung,rakai warak dan rakai dyah balitung
menempati jawa tengah wilayah bagian utara Jawa tengah.
Persaingan ketat sering terjadi keduanya seakan berlomba mendirikan
beragam bangunan candi bercorak hindu prambanan misalnya yang dibangun
masa rakai Pikatan kemudian candi bercorak budha misalnya candi borobudur
dibangun masa rakai warak atau Samaratungga.Walaupun candi-candi dibangun
oleh kedua wangsa atau dinasti kerajaan Mataram kuno sebagai upaya
menunjukkan legimitasi kekuasaan ,tetapi tidak sepenuhnya raja-raja kedua
dinasti memiliki ambisi besar merebut tahta kerajaan sebagai raja Mataram kuno.
Ada sejumlah raja mataram kuno yang memfokuskan dalam bidang
agama seperti rakai warak atau Samaratungga yang membangun candi Borobudur
sebagai upaya agar masyarakat Mataram kuno makin dekat dengan agamanya
serta rakai garung membangun komplek candi dieng,candi gedung sewu sebagai
tempat ibadah .Perbedaan keyakinan maupun karakter antar kedua wangsa
membuat persaingan politik kian ketat tetapi kejadian ini tidak berlangsung lama
setelah Samaratungga mengadakan perkawinan politik antara rakai
pikatan/wangsa sanjaya dengan pramodyawhardani /wangsa sailendra.
Pasca perkawinan rakai pikatan dengan pramodyawardhani kehidupan
agama masyarakat Mataram kuno dalam praktik keagamaan terdiri atas agama
hindu dan budha makin harmonis,tetap hidup rukun dan saling bertoleransi .Sikap
kerukunan serta toleransi beragama dikalangan masxarakat Mataram kuno
dibuktikan ketika mereka kerjasama serta gotong royong dalam membangun candi
Borobudur bangunan suci bercorak budha Mahayana.Dampak lain perkawinan

11
politik rakai pikatan dengan Pramodyawardhani tumbuhnya rasa gotong royong
yang telah mendarah daging dalam masyarakat Mataram kuno kala itu hingga
sekarang.
Kini candi-candi peninggalan mataram kuno :candi borobudur,
prambanan, mendut,komplek candi dieng, candi gedung songo dan puluhan candi
bercorak hindu maupun budha masih berdiri megah dikawasan jawa tengah
,Yogyakarta yang umumnya dimanfaatkan sebagai tempat ibdah sekaligus tempat
wisata sejarah .Sementara kerukunan,toleransi antar masyarakat hindu maupun
budha sampai kini tetap terjaga dengan baik dan menjadi adat istiadat ataupun
budaya masyarat Indonesia .

E. Kebudayaan Masyarakat Mataram Kuno


Semangat kebudayaan masyarakat Mataram Kuno sangat tinggi. Hal itu
dibuktikan dengan banyaknya peninggalan berupa prasasti dan candi. Prasasti
peniggalan dari Kerajaan Mataram Kuno, seperti prasasti Canggal (tahun 732 M),
prasasti Kelurak (tahun 782 M), dan prasasti Mantyasih (Kedu). Selain itu, juga
dibangun candi Hindu, seperti candi Bima, candi Arjuna, candi Nakula, candi
Prambanan, candi Sambisari, cadi Ratu Baka, dan candi Sukuh. Selain candi
Hindu, dibangun pula candi Buddha, misalnya candi Borobudur, candi Kalasan,
candi Sewu, candi Sari, candi Pawon, dan candi Mendut. Mereka juga telah
mengenal bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa. Selain tiu, masyarakat kerajaan
Mataram Kuno juga mampu membuat syair.

F. Kehidupan Masyarakat Mataram Kuno


1. Kehidupan Sosial dan Ekonomi
Kehidupan politik kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha membawaperubahan
baru dalam kehidupansosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Struktur sosial
dari masa Kutai hingga Majapahit mengalami perkembangan yang berevolusi
namun progresif. Dunia perekonomian pun mengalami perkembangan dari
yang semula sistem barter hingga sistem nilai itu karuang.Sumber−sumber
berita Cina mengungkapkan keadaan masyarakat Mataram dari abad ke−7

12
sampai ke−10. Kegiatan perdagangan baik di dalam maupun luar negeri
berlangsung ramai. Hal ini terbukti dari ditemukannya barang-barang keramik
dari Vietnam dan Cina. Kenyataa ini dikuatkan lagi dengan berita dari Dinasi
Tang yang menceritakan kebesaran sebuah kerajaan dari Jawa.
Dari Prasasti Warudu Kidul diperolehin formasi adanya sekumpulan
orang asing yang berdiam di Mataram. Mereka mempunyai status yang
berbeda dengan penduduk pribumi. Mereka membayar pajak yang berbeda
yang tentunya lebih mahal daripada rakyat pribumi Mataram. Kemungkinan
besar mereka itu adalah parasaudagar dariluar negeri.Namun, sumber−sumber
local tidak memperinci lebih lanjut tentang orang−orang asingini.
Kemungkinan besar mereka adalah kaum migran dari Cina.Dari berita Cina
diketahui bahwa di ibu kota kerajaan terdapat istana raja yang dikelilingi
dinding dari batu bata dan batang kayu. Di dalam istana, berdiam raja beserta
keluarganya dan para abdi. Di luaristana (masih di dalam lingkungan dinding
kota) terdapat kediaman param pejabat tinggi kerajaan termasuk putra
mahkota beserta keluarganya. Mereka tinggal dalam perkampungan khusus di
manapara hamba dan budak yang dipekerjakan di istana juga tinggl sekitarnya.
Sisa-sisa peninggalan pemukiman khusus ini sampai sekarang masih bisa kita
temukan di Yogyakarta dan Surakarta. Di luar tembok kota berdiam rakyat
yang merupakan kelompok terbesar.
Kehidupan masyarakat Mataram umumnya bersifat agraris karena pusat
Mataram terletak di pedalaman, bukan di pesisir pantai. Pertanian merupakan
sumber kehidupan kebanyakan rakyat Mataram. Di sampingitu, penduduk di
desa (disebutwanua) memelihara ternak seperti kambing, kerbau, sapi, ayam,
babi, danitik.Sebagai tenagakerja, merekajugaberdagang danmenjadi
pengrajin.
Dari Prasasti Purworejo (900 M) diperoleh informasi tentang kegiatan
perdagangan. Kegiatan di pasar ini tidak diaadakan setiap hari melainkan
bergilir, berdasarkan pada hari pasaran menurutka lender Jawa Kuno. Pada hari
Kliwon, pasardiadakan di pusatkota. Pada har I Mani satau legi, pasar diadakan
di desabagian timur. Pada hari Paking (Pahing), pasar diadakan di desa sebelah

13
selatan.Pada hari Pon, pasar diadakan di desa sebelah barat. Padahari Wage,
pasar diadakan di desasebelah utara.
Pada hari pasaran ini, desa−desa yang menjadi pusat perdagangan, ramai
didatangi pembeli dan penjual dari desa−desa lain. Mereka datang dengan
berbagai cara, melalui transportasi darat maupun sungai sambil membawa
barang dagangannya seperti beras, buah−buahan, dan ternak untuk
dibarterdengan kebutuhan yang lain. Selain pertanian, industri rumah tangga
juga sudah berkembang. Beberapa hasil industry ini antara lain anyaman
seperti keranjang, perkakas dari besi, emas, tembaga, perunggu, pakaian, gula,
kelapa, arang, dan kapur sirih. Hasil produksi industri ini dapat diperoleh di
pasar−pasar tadi.Sementaraitu, bila seseorang berjasa (biasanya pejabat militer
atau kerabat istana) kepada Kerajaan, maka orang bersangkutan akan diberi
hak memiliki tanah untuk dikelola. Biasanya tempat itu adalah hutan yang
kemudian dibukamenjadi pemukiman baru. Orang yang diberi tanah baru itu
diangkat menjadi penguasa tempat yang baru dihadiahkan kepadanya. Ia bisa
saja menjadi akuwu (kepaladesa), senopati, atau adipati atau menteri. Bisa pula
sebuah wilayah dihadiahkan kepada kaum brahmana atau rahibuntuk di jadikan
asrama sebagai tempat tinggal mereka, dan di sekitar asrama tersebut biasanya
didirikan candi atau wihara.
2. Aspek Kehidupan Ekonomi
Rakyat Mataram menggantungkan kehidupannya pada hasil pertanian.
Hal ini mengakibatkan banyak kerajaan-kerajaan serta daerah lain yang saling
mengekspor dan mengimpor hasil pertaniannya.Usaha untuk meningkatkan dan
mengembangkan hasil pertanian telah dilakukan sejak masa pemerintahan
Rakai Kayuwangi. Yang diperdagagkan pertama-tama hasil bumi, seperti
beras, buah-buahan, sirih pinang, dan buah mengkudu. Juga hasil industry
rumah tangga, seperti alat perkakas dari besi dan tembaga,
pakaian,paying,keranjang, dan barang-barang anyaman, gula, arang, dan kapur
sirih. Binatang ternak seperti kerbau, sapi, kambing, itik, dan ayam serta
telurnya juga di perjualbelikan.

14
Usaha perdagangan juga mulai mendapat perhatian ketika Raja Balitung
berkuasa. Raja telah memerintahkan untuk membuat pusat-pusat perdagangan
serta penduduk disekitar kanan-kiri aliran Sungai Bengawan Solo
diperintahkan untuk menjamin kelancaran arus lalu lintas perdagangan melalui
aliran sungai tersebut.Sebagai imbalannya, penduduk desa di kanan-kiri sungai
tersebut dibebaskan dari pungutan pajak. Lancarya pengangkutan perdagangan
melalui sungai tersebut dengan sendirinya akan meningkatkan perekonomian
dan kesejahteraan rakyat Mataram Kuno.
3. Struktur Birokrasi (Struktur Pemerintahan)
Dalam struktur pemerintahan kerajaan-kerajaan kuno raja (Sri Maharaja)
ialah penguasa tertinggi. Dari gelar abhiseka dan puji-pujian kepada raja di
dalam berbagai prasasti dan kitab-kitab susastra Jawa Kuno sejak raja
Airlangga. Dari jaman Mataram Kuno hanya ada dua orang raja yang bergelar
abhiseka dengan unsure tunggadewa, yaitu Bhujayottunggadewa dan Rakai
Layang dyah Tulodong Sri Saijanasanmatanuragatungadewa.
Di naskah Ramayana Kakawin yang di dalam bagian yang berisikan
uraian tentang rajadharmma (tugas kewajiban seorang raja), yaitu bagian yang
merupakan ajaran Rama kepada adiknya Bharata dan Wibhisana, dijumpai
antara lain ajaran astrabrata, yaitu perilaku yang delapan. Dikatakan bahwa di
dalam diri seorang raja berpadu 8 dewa-dewa, yaitu Indra, Yama, Suryya,
Soma, Wayu, Kuwera, Waruna, dan Agni.
Secara singkat bahwa seorang raja harus berpegang teguh pada dharma,
bersikap adil, menghukum yang bersalah dan memberikan anugerah kepada
mereka yang berjasa (wnang wigraha anugerah), bijaksana, tidak boleh
sewenang-wenang, waspada terhadap gejolak-gejolak dikalangan rakyatnya,
berusaha agar rakyatnya senantiasa memperoleh rasa tenteram dan bahagia,
dan dapat memperlihatkan wibawanya dengan kekuatan angkatan perang dan
harta kekayaannya.Sejak raja Airlangga sampai munculnya Wangsa Rajasa
raja-raja menggunakan gelar abhiseka yang berarti penjelmaan Wisnu, hal itu
berlandaskan konsepsi kosmologis. Konsepsi ini dipergunaka oleh nenek

15
moyang kita untuk membenarkan fakta sejarah tentang tergulingkannya
seorang maharaja oleh raja bawahannya.
Contoh tentang digulingkannya seorang maharaja oleh seorang penguasa
daerah atau oleh maharaja dari mandala yang lain, ialah perang saudara, atau
perang perebutan kekuasaan di antara para pangeran, yang disebabkan karena
raja di jaman dulu, disamping parameswari banyak yang dapat memberikan
anak laki-laki kepada raja. Perang saudara dan perebutan kekuasaan di antara
para pangeran itu terjadi pada masa sesudah Rakai Kayuwangi pu Lokapala
sampai ke masa pemerintahan Pu Sindok, dan pada masa sesudah raja
Airlangga.Sebenarnya telah ada ketentuan mengenai hal waris atas takhta
kerajaan, yaitu bahwa ya ng pertama-tama berhak untuk menggantikan duduk
di atas takhta kerajaan ialah anak-anak raja yang lahir dari parameswari.
Di dalam prasasti-prasasti dari jaman pemerintahan Rakai Kayuwangi
dan Rakai Watukura dijumpai seorang pejabat yang kedudukannya setingkat
dengan para putra raja itu, yaitu pamgat tiruan. Gelar pamgat menunjukkan
bahwa ia seorang pejabat keagamaan. Dari prasasti-prasasti dari masa rajakula
Rajasa pamgat tiruan ialah seorang upapatti atau pejabat kehakiman.Ada satu
pejabat yang hingga sekarang hanya dijumpai di dalam prasasti-prasasti yang
ditemukan di Jawa Timur, yaitu rakryan kanuruhan. Gelar kanuruhan
ditemukan juga di antara tulisan-tulisan singkat pada salah satu candi perwara
Candi Loro Jonggrang di Prambanan pada deretan yang sebelah timur.Rakryan
kanuruhan mulai tampak sebagai pejabat dalam hirarki pemerintahan pusat
sejak jaman empu sindok. Pada masa pemerintahan raja Dharmmawangsa
Airlangga ia merupakan pejabat yang terpenting sesudah para putra raja
keadaan ini terus berlangsung sepanjang jaman Kadiri. Dalam jaman ini ia
disebut sebagai yang terutama di antara pada tanda rakryan ring pakirakiran.
Itulah gambaran yang diperoleh dari sumber prasasti tentang birokrasi
ditingkat pusat kerajaan. Raja didampingi oleh para pangeran, di antaranya
putra mahkota, dan seorang pejabat kehakiman. Mereka itu ialah rakarayan
mapati I hino, I halu, I sirikan, I wka, dan pamgat tiruan. Berita cina yang
menyangkut masalah birokrasi di kerajaan Mataram tidak juga banyak

16
menolong dalam mengungkapkan selengkapnya masalah ini. Berita dari jaman
rajakula T’ang (Hsin-T’ang-shu) mengatakan bahwa ada 32 pejabat tinggi, dan
yang pertama di antara mereka ialah ta-tso-kan-hiung. Berita dari jaman
rajakula Sung mengatakan : tiga orang putra raja bertindak sebagai raja muda,
dan ada pejabat yang bergelar samgat dan empat rakryan, yang bersama-sama
menyelenggarakan Negara sebagaimana para menteri di Cina, mereka itu tidak
memperoleh gaji tetap, tetapi pada waktu-waktu tertentu memperoleh hasil
bumi dan barang-barang lain semacamnya.
Berita yang pertama pernah ditafsirkan sebagai berita yang khusus
berkenaan dengan masa pemerintahan Rakai Watukara Dyah Balitung, sebab
ta-tso-kan-hiung ditafsirkan sebagai Daksa, saudara raja yang gagah
berani.Berita yang kedua lebih terperinci, dan dalam beberapa hal memang
sesuai dengan data epigrafis. Di atas sudah dilihat adanya tiga, bahkan
sebenarnya empat orang putra raja yang duduk dalam hirarki pemerintahan.
Tetapi bahwa selanjutnya ada samgat dan empat rakryan tidaklah sesuai,
karena kenyataannya ada empat samgat dan lima orang rakryan.
Dengan perkataan lain kebanyakan di antara para manilala drawiya haji
itu ialah abdi dalem keraton, yang menikmati kekayaan raja dalam arti
menerima gaji tetap dari perbendaharaan kerajaan. Para pejabat tinggi kerajaan
dan para pangeran yang menduduki jabatan di dalam hirarki pemerintahan
tingkat pusat, baik yang bergelar rakai maupun pamgat, lebih banyak tingkat di
lingkungan ibukota kerajaan. Sayang sekali prasasti-prasasti tidak memberikan
data yang lengkap tentang struktur birokrasi ditingkat watak itu. Lebih
terperinci ialah keterangan mengenai pejabat-pejabat di bawah para penguasa
daerah. Seorang Rakai Patapan misalnya, disebut mempunyai bawahan tuhan
ning nayaka, parujar atau parwuwus, matanda, tuhan ning kalula, tuhan ning
lampuran, tuhan ning mangrakat atau manapal, dan tuhan ning wadia rarai.
4. Kehidupan Politik Kerajaan Mataram Kuno
Untuk mempertahankan wilayah kekuasaannya, Mataram Kuno menjalin
kerjasama dengan kerajaan tetangga, misalnya Sriwijaya, Siam dan India.
Selain itu, Mataram Kuno juga menggunakan sistem perkawinan politik.

17
Misalnya pada masa pemerintahan Samaratungga yang berusaha menyatukan
kembali Wangsa Syailendra dan Wangsa Sanjaya dengan cara anaknya yang
bernama Pramodyawardhani(Wangsa Syailendra) dinikahkan dengan Rakai
Pikatan (Wangsa Sanjaya).
Wangsa Sanjaya merupakan penguasa awal di Kerajaan Mataram Kuno,
sedangkan Wangsa Syailendra muncul setelahnya yaitu mulai akhir abad ke-8
M. Dengan adanya perkawinan politik ini, maka jalinan kerukunan beragama
antara Hindu (Wangsa Sanjaya) dan Buddha (Wangsa Syailendra) semakin
erat.
5. Administrasi Pengadilan
Sumber penghasilan kerajaan dan pemerintahan daerah yang lain ialah
denda-denda yang dikenakan atas segala macam tindak pidana. Di dalam
prasasti-prasasti disebut sukha dukha, yang di dalam naskah-naskah hukum
disebut hala hayu, denda-denda itu di dalam prasasti juga disebut drawya haji.
Hal ini tidak perlu mengherankan karena dapat dibayangkan bahwa naskah-
naskah hukum menjadi pegangan para hakim itu tentu tidak ditulis di atas
logam, karena akan menjadi berat dan mahal.Beberapa naskah hukum jawa
kuno yang sampai kepada kita diketahui merupakan olahan dari naskah-naskah
hukum di India. Antara lain kitab Purwadhigama, Kuramanawa atau
Siwasasana dan Swarajambhu. Menurut penelitian van Naerssen memang ada
petunjuk bahwa naskah-naskah hukum jawa kuno itu diulis kembali pada
waktu kemudian.
Karena dari jaman Mataram tidak ada naskah hukum yang sampai
kepada kita, maka gambaran tentang administrasi kehakiman hanya dapat
disuguhkan di sini berdasarkan beberapa prasasti yang merupakan keputusan
peradilan (Jaya Patra), dan keterangan tentang sukha dukha yang terdapat
dalam prasasti-prasasti yang lain.Perkara yang dipermasalahkan di dalam
prasasti Guntur dan Wurudu Kidul dapat diselesaikan ditingkat watak oleh
seorang pamgat. Sudah kita lihat bahwa yang diperkarakan di dalam prasasti
Guntur ialah masalah hutang piutang. Di dalam surat keputusan itu disebutkan
sebagai sebab yang pertama mengapa Sang Dharmma dikalahkan perkaranya

18
ialah karena ia tidak hadir di persidangan. Alasan yang serupa juga digunakan
terhadap Sang Pamariwa yang digugat oleh Sang Danadi.
Sebagai alasan yang kedua mengapa Sang Dharmma dikalahkan
perkaranya ialah karena menurut kitab hukum hutang istri yang dibuat tanpa
pengetahuan suaminya, apalagi kalau mereka itu tidak mempunyai anak, tidak
menjadi tanggung jawab si suami. Pasal yang mengatakan demikian tidak
terdapat di dalam naskah hukum yang diterbitkan oleh Jonker, juga tidak ada di
dalam bab VIII dari Manawadharmmasastra. Hal yang diajukan di dalam
prasasti Wurudu Kidul tidak terdapat di dalam naskah hukum yang kita kenal.
Mungkin tidak ada naskah hukum yang mengatur masalah status
kewarganegaraan seseorang. Maka dalam hal ini keputusan diambil
berdasarkan kesaksian kaum keluarga Sang Dhanadi dan penduduk asli yang
netral dari beberapa desa di luar desa tempat tinggal Sang Dhanadi.
Di dalam naskah-naskah hukum memang ada juga dicantumkan syarat-
syarat seorang saksi, antara lain harus orang yang telah berkeluarga, yang
banyak anaknya, penduduk asli, dan orang-orang yang tidak berkepentingan di
dalam perkaranya, baik dari kasta ksatrya, waisya, maupun sudra. Seorang
brahmana tidak dapat dijadikan saksi, demikian pula raja sendiri, para tukang
dan pandai, dan para pendeta yang telah meninggalkan keduniaan.Bahwa pihak
yang tidak hadir dalam persidangan harus dinyatakan kalah perkaranya
memang ditentukan di dalam naskah hukum. Dalam kasus Sang Dharmma
melawan Pu Tabwel sebenarnya ada ketentuan bahwa Sang Dharmma dapat
dikenai denda, karena menagih hutang tetapi tidak mau datang di pengadilan
untuk menjelaskan duduk perkaranya hutang piutang itu. Tetapi ternyata di
dalam prasasti Guntur itu tidak ada disebutkan hukuman bagi Sang Dharmma.
6. Keadaan Masyarakat
Di samping stratifikasi sosial berdasarkan pembagian kasta seperti yang
ternyata dari berbagai prasasti, ada lagi stratifikasi sosial berdasarkan
kedudukan seseorang di dalam masyarakat, baik kedudukan di dalam struktur
birokrasi maupun kedudukan sosial berdasarkan kekayaan materil. Dalam
kenyataan stratifikasi sosial masyarakat jawa kuno bersifat kompleks dan

19
tumpang tindih. Sebagai contoh dapat disebutkan bahwa dari seorang kasta
brahmana, kasta yang tertinggi, dapat menduduki jabatan dalam struktur
birokrasi tingkat pusat atau tingkat watak, dapat juga ditingkat desa (Wanua),
tetapi dapat juga tidak mempunyai sesuatu jabatan. Ada juga orang dari kasta
ksatrya yang dapat menduduki jabatan keagamaan ditingkat pusat, seperti Sang
pamgat tiruan misalnya, dan dapat juga menjadi pertapa dan tinggal di suatu
biara. Di ibukota kerajaan, yang menurut berita-berita Cina dikelilingi oleh
dinding, baik dari batu bata maupun dari batang-batang kayu, terdapat istana
raja yang juga dikelilingi oleh dinding. Di luar istana, masih di dalam
lingkungan dinding kota, terdapat kediaman putra mahkota (Rake hino), dan
tiga orang adiknya, dan kediaman para pejabat tinggi kerajaan. Rumah-rumah
mereka itu terletak di dalam kampung khusus di dalam lingkungan tembok
kota, di mana tinggal para hamba mereka masing-masing.
Di dalam lingkungan tembok kota itu juga tinggal para pejabat sipil yang
lebih rendah, yaitu para manilala drawyah haji yang jumlahnya mungkin
sampai kira-kira tiga ratus orang, bersama-sama dengan keluarga mereka. Jadi
di dalam lingkungan tembok ibukota kerajaan tinggal kelompok elit dan non
elit, dengan raja dan keluarganya mengambil tempat tersendiri. Menurut berita-
berita Cina raja tiap hari mengadakan pertemuan dengan putra mahkota, para
pangeran, para pejabat tinggi kerajaan dan pendeta penasehat raja. Biasanya
raja mengambil keputusan setelah mendengarkan pendapat dari para pejabat
yang hadir sebagai contoh dapat dikemukakan di sini prasasti Sarwadharma
tahun 1191 saka (31 oktober 1269 M). Di dalam prasasti ini diperingati
permohonan rakyat dari desa-desa yang menjadi punpunan Sang Hyang
Sarwwadharma di wilayah Janggala dan Pangjalu agar mereka itu dibebaskan
dari ikatan thanibala, sehingga tidak perlu lagi membayar bermacam-macam
pungutan.
Dalam kehidupan sehari-hari rakyat tidak terlepas dari kebutuhan akan
hiburan. Prasasti-prasasti dan relief candi-candi, teritama Candi Borobudur dan
Prambanan, banyak member data tentang bermacam-macam seni pertunjukan.
Tentang pertunjukan wayang di dalam prasasti Wukajana dari masa

20
pemerintahan Rakai Watukura Dyah Balitung.Pada pertunjukan wayang kulit
dan petilan wayang orang serta pembacaan ceritera Ramayana ada lagi
pertunjukan lawak mamirus dan mabanol. Pertunjukan lawak hampir dijumpai
di semua prasasti yang menyebut upacara penetapan sima secara
terperinci.Tarian-tarian juga sering dipertunjukan pada upacara penetapan
sima. Ada tari-tarian yang dapat ditarikan bersama oleh laki-laki dan
perempuan, orang-orang tua dan pemuda-pemudi, dan ada juga tarian khusus
seperti tuwung, bungkuk, ganding, dan rawanahasta. Ada juga tari topeng
(matapukan). Tarian itu biasanya diiringi dengan gamelan. Ternyata prasati dan
relief candi menampilkan jenis alat gamelan yang terbatas, anatra lain
semacam gendang (padahi) kecer atau simbal (regang), semacam gambang,
saron, kenong, beberapa macam bentuk kecapi(wina), seruling dan gong.
Adanya berbagai macam tarian yang diiringi oleh gamelan yang terbatas
itu dijumpai di relief Candi Prambanan dan Borobudur. Diantaranya kita dapat
melihat tarian perang, seorang wanita menari sendiri, adegan yang
menggambarkan semacam reog di Jawa Barat, dan lain-lain. Adegan wanita
yang menari sendiri diikuti oleh beberapa orang laki-laki yangbertepuk tangan
mengingatkan kita pada keterangan di dalam prasasti Poh yang menyebut rara
mabhramana tinonton mwang were werehnya (gadis yang berkeliling untuk
ditonton dengan orang laki-laki), mungkin semacam teledek yang ngamen
berkeliling dari desa ke desa yang lain.Berbagai macam tontonan itu tentu saja
ridak hanya dipertunjukkan pada waktu ada upacara penetapan sima. Ada
dalang, penabuh gamelan, penari dan pelawak professional, yang memperoleh
sumber penghasilan dari profesinya tersebut. Seperti telah dikatakan di atas
bahwa para seniman itu masuk ke dalam kelompok wargga kilalan.
7. Aspek Kehidupan Kebudayaan Hindu-Buddha
Semangat kebudayaan masyarakat Mataram Kuno sangat tinggi. Hal itu
dibuktikan dengan banyaknya peninggalan berupa prasasti dan candi. Prasasti
peniggalan dari Kerajaan Mataram Kuno, seperti prasasti Canggal (tahun 732
M), prasasti Kelurak (tahun 782 M), dan prasasti Mantyasih (Kedu). Selain itu,
juga dibangun candi Hindu, seperti candi Bima, candi Arjuna, candi Nakula,

21
candi Prambanan, candi Sambisari, candi Ratu Baka, dan candi Sukuh. Selain
candi Hindu, dibangun pula candi Buddha, misalnya candi Borobudur, candi
Kalasan, candi Sewu, candi Sari, candi Pawon, dan candi Mendut. Mereka juga
telah mengenal bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa. Selain itu, masyarakat
kerajaan Mataram Kuno juga mampu membuat syair.

G. Hubungan Kerajaan Mataram Kuno dengan Kerajaan Sriwijaya


1. Hubungan Baik antara Kerajaan Mataram Kuno dengan Kerajaan
Sriwijaya
Kerajaan Mataram mengadakan hubungan baik dengan Sriwijaya di
Sumatra, dalam hal Politik dan kebudayaan. Raja-raja sriwijaya juga
merupakan keturunan dari wangsa sailendra. Dalam bidang politik terlihat dari
pergantian raja yang menduduki kedua kerajaan tersebut. Istilah wangsa
sanjaya merujuk pada nama raja pertama Mataram yaitu Sanjaya, dinasti
sanjaya menganut agama Hindu aliran Siwa. Pada masa pemerintahan Rakai
Panangkaran (pengganti Sanjaya sekitar tahun 770-an), kekuasaan atas
Mataram direbut oleh Wangsa Syailendra yang beragama Buddha Mahayana.
Mulai saat itu Wangsa Syailendra berkuasa di Pulau Jawa, bahkan berhail
menguasai Kerajaan Sriwijaya di Pulau Sumatra. Sampai akhirnya, sekitar
tahun 840-an, seorang keturunan Sanjaya yang bernama Rakai Pikatan berhasil
menikahi Pramodawardhani putrid mahkota Wangsa Syailendra. Berkat
perkaawinan itu Rakai pikatan dapat menjadi raja Mataram, peristiwa tersebut
dianggap sebagai awal kebangkitan kembali Wangsa Sanjaya.
2. Persaingan antara Kerajaan Mataram Kuno dengan Kerajaan Sriwijaya
Selain menguasai Medang, Wangsa Sailendra juga menguasai Kerajaan
Sriwijaya di pulau Sumatera. Prasasti Ligor tahun 775 menyebut nama
Maharaja Wisnu dari Wangsa Sailendra sebagai penguasa Sriwijaya.
Hubungan saudara antara Mataram-Sriwijaya (Wangsa Sailendra)
berubah jadi permusuhan saat Rakai Pikatan (Wangsa Sanjaya) mengambilalih
tahta Medang. Pada sekitar tahun 850–an, Rakai Pikatan menyingkirkan

22
Balaputradewa putra Samaragrawira seorang Wangsa Sailendra yang kemudian
akhirnya menjadi Raja Sriwijaya.
Balaputradewa menyimpan dendam terhadap Rakai Pikatan. Perselisihan
antara kedua raja ini berkembang menjadi permusuhan turun-temurun pada
generasi selanjutnya. Medang dan Sriwijaya juga bersaing untuk menguasai
lalu lintas pelayaran perdagangan.
Rasa permusuhan Wangsa Sailendra terhadap Jawa terus berlanjut
bahkan ketika Wangsa Isana berkuasa. Saat Mpu Sindok memulai periode
Jawa Timur, pasukan Sriwijaya datang menyerangnya. Pertempuran terjadi di
daerah Anjukladang (sekarang Nganjuk, Jawa Timur) yang dimenangkan oleh
pihak Mpu Sindok.

H. Penyebab perpindahan Kerajaan Mataram Kuno


Beberapa hal yang menyebabkan perpindahan kerajaan Mataram kuno di
Jawa Tengah ke Jawa Timur yaitu:
1. Perpindahan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur pada permulaan abad 10 A.D.
fakta ini didahului dengan perpindahan perhatian dari raja-raja Jawa Tengah
secara berangsur-angsur ke Jawa Timur.
2. Kemungkinan dari alasan-alasan politis yang dikemukakan oleh Dr,J.G.de
Casparis.
3. Terjadinya serangan musuh ke dalam keraton atau kaliyuga.
4. Menurut Dr.R.W.Van Bemmelen mengatakan bahwa ia menemukan tanda-
tanda dari ledakan gunung merapi pada masa lampau, Bagian sebelah barat
meledak dan mengalir ke bawah dengan kecepatan penuh,sehingga terbentuk
bukti-bukti gendol. Menueut pendapat Boechari,kita perlu data-data yang lebih
teoat tentang terjadinya bencana alam itu,kalau dapat dibuktikan bahwa itu
terjadi pada sekitar awal abad 10 A.D, maka dapat dipastikan bahwa memang
benar ledakan inilah yang menyebabkan perpindahan Ibu kota,kami
memikirkan kemungkinan bahwa ibu kota dihancurkan oleh gempa bumi atau
aliran lava atau keduanya.

23
5. Salah satu daerah yang subur ditinggalkan ,karena mereka menjadi tidak
berpenduduk dan tidak dapat untuk bertani s\dalam waktu yang lama, ini
dianggap sebagai faktor Ekonomi.

I. Bukti Peninggalan Sejarah


Dari hasil budaya dan peninggalanya kerajaan ini meningalkan berbagai
prasasti dan hasil budaya yang sampai sekarang masih ada :
a. Candi-Candi Dan Prasasti Peninggalan Mataram Kuno
Mataram kuno terdiri dari dua Dinasti besar yang masih berhubungan, yaitu
dinasti Sanjaya dan dinasti Sailendra. Banyak peninggalan-peninggalan yang
bersejarah dari dua kerajaan tersebut. Beberapa candi yang terkenal bercorak
Hindu dan Buddha. Bukan hanya candi saja bukti sejarah kerajaan mataram
dinasti sanjaya dan dinasti sailendra tetapi juga bukti-bukti penemuan prasasti.
b. Candi-Candi Bercorak Hindu
Peninggalan bangunan suci dari keduanya antara lain ialah Candi Gedong
Songo, kompleks Candi Dieng, Candi Siwa, Candi Brahma, Candi Wisnu,
Candi Sukuh, Candi Boko dan kompleks Candi Prambanan yang berlatar
belakang Hindu.
c. Candi-Candi Bercorak Buddha
Adapun yang berlatar belakang agama Buddha antara lain ialah Candi Kalasan,
Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Sewu, dan Candi Plaosan, Candi
Sojiwan, Candi Pawon, Candi Sari.
d. Prasasti
Mengenai bukti yang menjadi sumber sejarah berlangsungnya kerajaan
Mataram dapat diketahui melalui prasasti-prasasti dan bangunan candi-candi
yang dapat Anda ketahui sampai sekarang.
Prasasti-prasasti yang menjelaskan tentang keberadaan kerajaan Mataram
Kuno / lama tersebut yaitu antara lain:
1) Prasasti Canggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya dengan berangka tahun
berbentuk Candrasengkala berbunyi Srutiindriyarasa atau tahun 654 Saka
732 M berhuruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Isi pokok Prasasti

24
Canggal adalah pendirian sebuah lingga di Bukit Stirangga buat
keselamatan rakyatnya.
2) Prasasti Balitung yang berangka tahun 907 M disebutkan nama keluarga
raja-raja keturunan Sanjaya memuat nama Panangkaran. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa pada waktu itu Dinasti Sanjaya dan Sailendra
sama-sama berperan di Jawa Tengah. Dinasti Sanjaya dibagian utara dengan
mendirikan candi Hindu seperti Gedong Sanga di Ungaran, Candi Dieng di
DataranTinggi Dieng. Adapun Dinasti Sailendra dibagian selatan dengan
mendirikan candi Buddha, seperti Borobudur, Mendut, dan Kalasan.
3) Prasasti Kelurak (di daerah Prambanan) tahun 782 disebutkan tentang
pembuatan Arca Manjusri sebagai perwujudan Buddha, Dharma, dan
Sanggha yang dapat disamakan dengan Brahma, Wisnu, dan Siwa. Mungkin
sekali bangunan sucinya ialah Candi Lumbung yang terletak di sebelah utara
Prambanan. Raja yang memerintah pada waktu itu ialah Indra. Pengganti
Indra yang terkenal ialah Smaratungga yang dalam pemerintahannya
mendirikan Candi Borobudur tahun 824.
4) Prasasti Mantyasih atau Prasasti Kedu yang dibuat oleh Raja Balitung.
Prasasti itu menyebutkan bahwa sanjaya adalah raja pertama (Wangsakarta)
dengan ibu kota kerajaannya di Medangri Poh Pitu.

25
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
 Bahwa kerajaan Mataram Jawa Tengah terdiri dari dua dinasti. Yaitu dinasti
Sanjaya dan dinasti Sailendra.
 Kerajaan mataram kuno, adalah sebuah kerajaan yang sangat besar, di masa
raja Sailendra, dan Sanjaya.
 Kerajaan ini mengalami keruntuhan ketika kerajaan tersebut pindah ke daerah
Jawa timur.
 Keadaan masyarakat saat masa awal kerajaan Mataram di Jawa Tengah boleh
dikatakan makmur, karena pengaruh dari peran seorang raja yang juga sangat
arif bijaksana. Terdapat beberapa aspek disana, yaitu aspek social, aspek
keagamaan, aspek ekonomi dan aspek politik.
 Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, penyebab perpindahan ibu kota
yang mulanya di Jawa Tengah menjadi Jawa Timur ada beberapa hal, salah
satunya adalah alasan ekonomi dan pengalihan perhatian ke Jawa Timur
sehingga Jawa Tengah ditinggalkan.
 Dari segi sumber-sumber sejarah, terdapat banyak prasasti yang ditulis pada
masa kekuasaan raja-raja Mataram Jawa Tengah. Ditemukan juga candi-candi
yang dapat menjadi bukti dari kejayaan kerajaan Mataram Jawa Tengah.

B. Saran
Dalam hal ini saya menyarankan agar kita tetap mengingat kata dari bung
Karno beliau berkata “JASMERAH” jangan lupakan sejarah, Maka kita sebagai
penerima warisan (sejarah) hendaknya kita lebigh giat lagi mencari pengetahuan
mengenai sejarag-sejarah masa lampau. dengan demikian kita akan bisa
menambahkan rasa prtiotisme, yang sebagai pemuda-pemudi bangsa sangat
penting memiliki jiwa cinta tanah air, guna membangun bangsa yang lebih baik.

26
Demikian yang dapat penulis sampaikan dalam pembuatan makalah ini,
semoga makalah ini bermanfaat dan barokah untuk anda semua, dan semoga
melalui pembuatan makalah ini penulis dapat menambah ilmu pengetahuan, dan
juga bagi yang membaca. Kami mohon maaf apabila ada salah-salah kata, dan
kata-kata yang kurang berkenan di hati pembaca. Penulis pun tidak lupa
memohon kritik serta saran para pembaca untuk makalah yang kami buat ini.
Sekian dan Terimakasih.

27
DAFTAR PUSTAKA

 http://dwirumah.wordpress.com/2012/03/10/kerajaan-mataram-kuno/

 http://ms.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Mataram_Kuno

 http://www.sibarasok.com/2013/07/sejarah-kerajaan-mataram-kuno-

dinasti.html

 http://indonesian-persons.blogspot.com/2012/08/kerajaan-mataram.html

 http://sitisafitri1.blogspot.com/2012/10/sejarah-kerajaan-mataram-kuno-

runtuhnya.html

 http://nantly.mywapblog.com/kehidupan-agama-masa-kerajaan-mataram-

ku.xhtml

 http://mataramkunojawabarat.blogspot.com/

 http://dwirumah.wordpress.com/2012/03/10/kerajaan-mataram-kuno/

 http://encuss26.blogspot.com/

 http://www.kidnesia.com/Kidnesia/Archive/Sejarah-Indonesia/Zaman-Pra-

Kolonial/Tahun-600-799/Sekitar-Tahun-732-Kerajaan-Medang-atau-Mataram-

Kuno

 http://www.koran-artikel.com/2013/04/sejarah-lengkap-tentang-

kerajaan.html#chitika_close_button

 http://putrianaruto.blogspot.com/2013/05/makalah-sejarah.html

28

Anda mungkin juga menyukai