Anda di halaman 1dari 9

SEJARAH INDONESIA

“Kerajaan Hindu Budha Medang kamula”

DISUSUN OLEH :
KELAS X IPS 1
1.NELI AUDELIA LUTVIA
2.DIDAN ALFAHRI

SMA NEGERI 1 EMPANG


TAHUN PELAJARAN 2022/2023
BAB I

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang kerajaan medang kamulan.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi.
Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain
berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang
penulis hadapi teratasi. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata pelajaran
sejarah. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.Semoga
makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Akhirnya penulis berharap
semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah
memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah,
Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.

Empang, 12 Februari 2023

Penyusun

2
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kerajaan Medang (atau sering juga disebut Kerajaan Mataram Kuno atau
Kerajaan Mataram Hindu) adalah nama sebuah kerajaan yang berdiri di Jawa
Tengah pada abad ke-8, kemudian berpindah ke Jawa Timur pada abad ke-10.
Ada beberapa sebab kenapa ibukota Medang pindah ke Jawa Timur. Yang paling
banyak diyakini adalah karena kawasan ibukota lama di sekitar Yogyakarta amat
rawan bencana. Gunung Merapi pernah meletus dengan hebat sehingga istana
kerajaan hancur. Tidak diketahui dengan pasti apakah Dyah Wawa tewas dalam
bencana alam tersebut ataukah sudah meninggal sebelum peristiwa itu terjadi.
Selanjutnya pusat kekuasaan Medan sudah pindah ke Tamwlang, Jawa Timur
dengan raja bernama Mpu Sindok (Sri Isana Wikramadharmottungga), dari
wangsa Isana pada tahun 929.
Para raja kerajaan Medang ini banyak meninggalkan bukti sejarah berupa
prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta membangun
banyak candi baik yang bercorak Hindu maupun Buddha. Kerajaan Medang
akhirnya runtuh pada awal abad ke-11.
Berdasarkan uraian di atas Penyusun tertarik untuk membahas dan
mendalami sejarah kerajaan Medang.

B. Rumusan Masalah
Rumusan Masalah makalah ini adalah :
1. Bagaimana sejarah berdirinya kerajaan Medang?
2. Siapa saja Raja-raja yang pernah memerintah kerajaan Medang?
3. Apa penyebab runtuhnya kerajan Medang?
4. Apa saja peninggalan Kerajaan Medang?

C. Tujuan
1. Untuk lebih mengetahui sejarah Kerajaan Medang.
2. Untuk memenuhi tugas sekolah di MTs Negeri Pasiripis Suarde.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Awal Berdirinya Kerajaan Medang


Prasasti Mantyasih tahun 907 atas nama Dyah Balitung menyebutkan
dengan jelas bahwa raja pertama Kerajaan Medang (Rahyang ta rumuhun ri
Medang ri Poh Pitu) adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.
Sanjaya sendiri mengeluarkan prasasti Canggal tahun 732, namun tidak
menyebut dengan jelas apa nama kerajaannya. Ia hanya memberitakan adanya raja
lain yang memerintah pulau Jawa sebelum dirinya, bernama Sanna. Sepeninggal
Sanna, negara menjadi kacau. Sanjaya kemudian tampil menjadi raja, atas
dukungan ibunya, yaitu Sannaha, saudara perempuan Sanna.
Sanna, juga dikenal dengan nama "Sena" atau "Bratasenawa", merupakan
raja Kerajaan Galuh yang ketiga (709 - 716 M). Bratasenawa alias Sanna atau
Sena digulingkan dari tahta Galuh oleh Purbasora (saudara satu ibu Sanna) dalam
tahun 716 M. Sena akhirnya melarikan diri ke Pakuan, meminta perlindungan
pada Raja Tarusbawa. Tarusbawa yang merupakan raja pertama Kerajaan Sunda
(setelah Tarumanegara pecah menjadi Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh)
adalah sahabat baik Sanna. Persahabatan ini pula yang mendorong Tarusbawa
mengambil Sanjaya menjadi menantunya. Sanjaya, anak Sannaha saudara
perempuan Sanna, berniat menuntut balas terhadap keluarga Purbasora. Untuk itu
ia meminta bantuan Tarusbawa (mertuanya yangg merupakan sahabat Sanna).
Hasratnya dilaksanakan setelah menjadi Raja Sunda yang memerintah atas nama
isterinya. Akhirnya Sanjaya menjadi penguasa Kerajaan Sunda, Kerajaan Galuh
dan Kerajaan Kalingga (setelah Ratu Shima mangkat). Dalam tahun 732 M
Sanjaya mewarisi tahta Kerajaan Mataram dari orangtuanya. Sebelum ia
meninggalkan kawasan Jawa Barat, ia mengatur pembagian kekuasaan antara
puteranya, Tamperan, dan Resi Guru Demunawan. Sunda dan Galuh menjadi
kekuasaan Tamperan, sedangkan Kerajaan Kuningan dan Galunggung diperintah
oleh Resi Guru Demunawan, putera bungsu Sempakwaja.

4
Kisah hidup Sanjaya secara panjang lebar terdapat dalam Carita
Parahyangan yang baru ditulis ratusan tahun setelah kematiannya, yaitu sekitar
abad ke-16.

B. Dinasti Yang Berkuasa


Pada umumnya para sejarawan menyebut ada tiga dinasti yang pernah
berkuasa di Kerajaan Medang, yaitu Wangsa Sanjaya dan Wangsa Sailendra pada
periode Jawa Tengah, serta Wangsa Isyana pada periode Jawa Timur.
Istilah Wangsa Sanjaya merujuk pada nama raja pertama Medang, yaitu
Sanjaya. Dinasti ini menganut agama Hindu aliran Siwa. Menurut teori van
Naerssen, pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran (pengganti Sanjaya sekitar
tahun 770-an), kekuasaan atas Medang direbut oleh Wangsa Sailendra yang
beragama Buddha Mahayana.
Mulai saat itu Wangsa Sailendra berkuasa di Pulau Jawa, bahkan berhasil
pula menguasai Kerajaan Sriwijaya di Pulau Sumatra. Sampai akhirnya, sekitar
tahun 840-an, seorang keturunan Sanjaya bernama Rakai Pikatan berhasil
menikahi Pramodawardhani putri mahkota Wangsa Sailendra. Berkat perkawinan
itu ia bisa menjadi raja Medang, dan memindahkan istananya ke Mamrati.
Peristiwa tersebut dianggap sebagai awal kebangkitan kembali Wangsa Sanjaya.
Menurut teori Bosch, nama raja-raja Medang dalam Prasasti Mantyasih
dianggap sebagai anggota Wangsa Sanjaya secara keseluruhan. Sementara itu
Slamet Muljana berpendapat bahwa daftar tersebut adalah daftar raja-raja yang
pernah berkuasa di Medang, dan bukan daftar silsilah keturunan Sanjaya. Contoh
yang diajukan Slamet Muljana adalah Rakai Panangkaran yang diyakininya bukan
putra Sanjaya. Alasannya ialah, prasasti Kalasan tahun 778 memuji Rakai
Panangkaran sebagai “permata wangsa Sailendra” (Sailendrawangsatilaka).
Dengan demikian pendapat ini menolak teori van Naerssen tentang kekalahan
Rakai Panangkaran oleh seorang raja Sailendra.
Menurut teori Slamet Muljana, raja-raja Medang versi Prasasti Mantyasih
mulai dari Rakai Panangkaran sampai dengan Rakai Garung adalah anggota
Wangsa Sailendra. Sedangkan kebangkitan Wangsa Sanjaya baru dimulai sejak
Rakai Pikatan naik takhta menggantikan Rakai Garung.

5
Istilah Rakai pada zaman Medang identik dengan Bhre pada zaman
Majapahit, yang bermakna “penguasa di”. Jadi, gelar Rakai Panangkaran sama
artinya dengan “Penguasa di Panangkaran”. Nama aslinya ditemukan dalam
prasasti Kalasan, yaitu Dyah Pancapana. Slamet Muljana kemudian
mengidentifikasi Rakai Panunggalan sampai Rakai Garung dengan nama-nama
raja Wangsa Sailendra yang telah diketahui, misalnya Dharanindra ataupun
Samaratungga. yang selama ini cenderung dianggap bukan bagian dari daftar para
raja versi Prasasti Mantyasih.
Sementara itu, dinasti ketiga yang berkuasa di Medang adalah Wangsa
Isana yang baru muncul pada ‘’periode Jawa Timur’’. Dinasti ini didirikan oleh
Mpu Sindok yang membangun istana baru di Tamwlang sekitar tahun 929. Dalam
prasasti-prasastinya, Mpu Sindok menyebut dengan tegas bahwa kerajaannya
adalah kelanjutan dari Kadatwan Rahyangta i Medang i Bhumi Mataram.

C. Daftar Raja-Raja Medang


Apabila teori Slamet Muljana benar, maka daftar raja-raja Medang sejak
masih berpusat di Bhumi Mataram sampai berakhir di Wwatan dapat disusun
secara lengkap sebagai berikut:
1. Sanjaya, pendiri Kerajaan Medang
2. Rakai Panangkaran, awal berkuasanya Wangsa Syailendra
3. Rakai Panunggalan alias Dharanindra
4. Rakai Warak alias Samaragrawira
5. Rakai Garung alias Samaratungga
6. Rakai Pikatan suami Pramodawardhani, awal kebangkitan Wangsa Sanjaya
7. Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala
8. Rakai Watuhumalang
9. Rakai Watukura Dyah Balitung
10. Mpu Daksa
11. Rakai Layang Dyah Tulodong
12. Rakai Sumba Dyah Wawa
13. Mpu Sindok, awal periode Jawa Timur
14. Sri Lokapala suami Sri Isanatunggawijaya

6
15. Makuthawangsawardhana
16. Dharmawangsa Teguh, Kerajaan Medang berakhir
Pada daftar di atas hanya Sanjaya yang memakai gelar Sang Ratu,
sedangkan raja-raja sesudahnya semua memakai gelar Sri Maharaja.

D. Perkembangan Sosial Kerajaan Medang Kamulan

Kehidupan sosial kerajaan Medang Kamulan sudah teratur. Dalam kehidupan Sosial,
masyarakatnya dibedakan dalam pembagian kasta (dalam masyarakat Hindu).
Disamping itu juga berdasarkan kedudukan seseorang di dalam masyarakat, baik
kedudukan didalam struktur birokrasi maupun kekayaan material.

E. Perkembangan Politik Kerajaan Medang Kamulan

Kerajaan Medang Kamulan didirikan oleh Mpu Sindok di daerah Jawa Timur. Pada
masa pemerintahan raja Dharmawangsa, langkah-langkah politik yang ditempuh
adalah bertujuan untuk mengangkat derajat kerajaan. Namun Demikaian, diakhir
kekuasaannya kerajaan Medang Kamulan mengalami kehancuran akibat serangan
dari kerajaan Wurawari. Baru pada masa pemerintahan Raja Airlangga, kerajaan
Medang Kamulan berhasil dipulihkan kembali.

F. Perkembangan Ekonomi Masyarakat Medang Kamulan

Perkembangan perekonomian Medang Kamulan cukup pesat karena aktifitas


perekonomian yang dilakukannya melalui sungai brantas dan bengawan solo. Ketika
Medang Kamulan diperintah oleh Dharmawangsa, perekonomian semakin
berkembang pesat. Bahkan aktifitas perekonomian rakyatnya mencapai wilayah
Indonesia Timur. Dharmawangsa ingin menundukkan Sriwijaya dengan tujuan ingin
menguasai Selat Malakan sebagai jalur lalu lintas perdagangan dan pelayaran.
Setelah berhasil menguasai Sriwijaya, tidak lama kemudian Medang Kamulan
mendapat serangan dari Wurawari (sekutu Sriwijaya). Ketika Airlangga menjadi raja
di Medang Kamulan, ia berhasil mengembalikan perekonomian agraris untuk
mencapai perekonomian maritim.

G. Peninggalan Budaya Kerajaan Medang Kamulan

Hasil-hasil budaya dari kerajaan Medang Kamulan tidak begitu banyak yang berhasil
diketahui. Hanya ada beberapa yang berhasil diketahui, yaitu berupa prasasti atau
bangunan tugu kemenangan yang dibangun atas perintah Raja Mpu Sindok. Tugu itu
yang diberi nama Jayamrata an jayamstambho di desa Anyok Lodang (Jawa Timur).

G. Runtuhnya Kerajaan Medang Kamulan

Ketika berusia sekitar 50 tahun, Airlangga memutuskan untuk menjadi pertapa. Pada
akhir pemerintahannya ini, Airlangga sulit menentukan penggantinya. Ini terjadi
karena putri mahkota, Wijayatunggadewi, menolak naik takhta. Anak Airlangga

7
dengan seorang putri Dharmawangsa ini memilih mengikuti jejak ayahnya menjadi
seorang pertapa. Akibat keputusan Wijayatunggadewi itu, Airlangga harus
menyerahkan takhta kerajaan kepada salah satu dari dua orang anaknya yang lahir
dari selir. Keadaan ini memicu persaingan di antara keduanya untuk merebutkan
takhta. Akhirnya, dengan bantuan Mpu Bharada, Airlangga membagi dua kerajaan
menjadi Janggala dan Panjalu (Kediri). Janggala diberikan kepada Garasakan dan
Panjalu diberikan kepada Samarawijaya. Dengan pembagian itu, maka berakhirlah
Kerajaan Medang Kamulan.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kerajaan Medang (atau sering juga disebut Kerajaan Mataram Kuno atau
Kerajaan Mataram Hindu) adalah nama sebuah kerajaan yang berdiri di Jawa
Tengah pada abad ke-8, kemudian berpindah ke Jawa Timur pada abad ke-10.
Raja terakhir Medang adalah Dharmawangsa Teguh, cicit Mpu Sindok.
Kronik Cina dari Dinasti Song mencatat telah beberapa kali Dharmawangsa
mengirim pasukan untuk menggempur ibu kota Sriwijaya sejak ia naik takhta
tahun 991. Permusuhan antara Jawa dan Sumatra semakin memanas saat itu. Pada
tahun 1006 (atau 1016) Dharmawangsa lengah. Ketika ia mengadakan pesta
perkawinan putrinya, istana Medang di Wwatan diserbu oleh Aji Wurawari dari
Lwaram yang diperkirakan sebagai sekutu Kerajaan Sriwijaya. Dalam peristiwa
tersebut, Dharmawangsa tewas. Kerajaan Medang akhirnya runtuh pada awal
abad ke-11.

B. Saran
Dengan keberadaan kerajaan-kerajaan yang terlahir di Indonesia, kita
harus bisa mengapresiasi peninggalan-peninggalan yang menjadi sumber ilmu
pendidikan dari generasi ke generasi. Upaya pengapresiasian itu sendiri dapat
dengan melestarikannya, memeliharanya, dan tidak merusaknya. Jika kita dapat
berpartisipasi dalam upaya tersebut, berarti kita mengangkat derajat dan jati diri
bangsa. Dengan begitu kita dapat menanamkan rasa nasionalisme terhadap
negara Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai