Anda di halaman 1dari 32

KERAJAAN HINDHU-BUDHA YANG

MEMPENGARUHI MASUKNYA AGAMA HINDHU


BUDHA DI INDONESIA



Disusun Oleh :
1. Fenanda Muhammad Baharudin
2. Feriza Herdiyanto
3. Fiki Husnia
4. Galih Candra Mayatanti
5. Galuh Aimi



SMA NEGERI 1 PATI
TAHUN AJARAN 2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang,
karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga makalah ini dapat terlaksanakan.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas pelajaran Sejarah.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak akan lupa saya ucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Suparno Hadi sebagai Kepala Sekolah SMA N 1 Pati.
2. Bapak Amal Hamzah sebagai guru Sejarah.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, walaupun kami
telah bekerja keras untuk menyusun makalah ini namun tidak akan mungkin menjadi lebih
baik tanpa masukan dari Bapak/Ibu guru dan siswa-siswa .Untuk itu kami mengharapkan
kritik dan saran kepada semua Bapak/Ibu guru dan siswa-siswa agar memberikan berbagai
masukan dan kesempurnaan makalah ini.




Penulis








DAFTAR ISI
Halaman Judul.i

Kata Pengantarii

Daftar isi..iii

Bab I Pendahuluan

I. Latar Belakang Sejarah1
II. Rumusan Masalah1
III. Tujuan..1

Bab II Pembahasan
I. Pengertian Sejarah2
II. Prinsip-Prinsip Dasar Penelitian Sejarah..2

Bab III Penutup
I. Kesimpulan
II. Saran









BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Disini kami akan membahas tentang Kerajaan Mataram Kuno, Kerajaan Medang,
Kerajaan Kahuripan dan Kerajaan Kediri. Pada umumnya, istilah Kerajaan medang hanya
lazim dipakai untuk menyebut periode Jawa Timur saja, padahal berdasarkan prastasti
prastasti yang telah ditemukan, nama Medang sudah dikenal sejak periode sebelumnyanyaitu
periode Jawa Tengah. Sementara itu, nama yang lazim dipakai untuk menyebut Kerajaan
Medang periode Jawa Tengah adalah Kerajaan Mataram, yaitu merujuk kepada salah daerah
ibu kota kerajaan ini. Kadang untuk membedakannya dengan Kerajaan Mataram Islam yang
berdiri pada abad ke-16, Kerajaan Medang periode Jawa Tengah biasa pula disebut dengan
nama Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu.
Sedangkan Kahuripan adalah nama yang lazim dipakai untuk sebuah kerajaan di Jawa
Timur (Bedakan Kerajaan Kuripan di Kalimantan.) yang didirikan oleh Airlangga pada tahun
1009. Kerajaan ini dibangun sebagai kelanjutan Kerajaan Medang yang runtuh tahun 1006.
Kemudian Kerajaan Kadiri atau Kerajaan Panjalu, adalah sebuah kerajaan yang terdapat di
Jawa Timur antara tahun 1042-1222. Kerajaan ini berpusat di kota Daha, yang terletak di
sekitar Kota Kediri sekarang.
Kerajaan Kediri memiliki Peradaban kebudayaan yang tinggi bahkan pada masa
Kerajaan Kediri sudah menghasilkan beberapa karya sastra. Seperti cerita khakawin Barata-
Yudha yang di terjemahkan dari kitab Bharata-Yudha ke bahasa jawa kuno, dan dengan cerita
yang agak berbeda dari cerita-cerita sebelumnya yaitu menceritakan tentang perang saudara
antara Panjalu dan Janggala.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan beberapa permsalahan sebagai
berikut :
a. Bagaimana kerajaan Medang terbentuk?
b. Kapan kerajaan Medang mencapai masa kejayaan?
c. Mengapa kerajaan Sriwijaya mengalami masa kemunduran?
d. Bagaimana Kerajaan Kahuripan terbentuk?
e. Kapan Kerajaan Kahuripan mencapai tujuan?
f. Mengapa kerajaan Kahuripan mengalami masa Kemunduran?
g. Bagaimana kerajaan Kediri terbentuk?
h. Kapan kerajaan Kediri mencapai masa kejayaan?
i. Mengapa kerajaan Kediri mengalami masa kemunduran?

1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar penulis dan pembaca dapat mengetahui mulai
dari awal terbentuknya kerajaan Medang, Kahuripan, dan Kediri, kapan masa kejayaannya,
sumber sumber sejarahnya, dan mengetahui kapan kerajaan kerajaan tersebut mengalami
kemunduran dan apa factor yang menyebabkan kemunduran tersebut.
1.4 Manfaat penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah agar penulis dan membaca dapat lebih
memahami akan latar belakang dari kerajaan Medang, Kahuripan, dan Kediri, mulai dari
masa terbentuknya , masa kejayaannya, sumber sumber sejarahnya, serta mengetahui kapan
kerajaan kerajaan tersebut mengalami masa kemunduran. Selain itu manfaat dari penulisan
makalah ini adalah agar dapat dijadikan rujukan atau referensi dalam mata kuliah Sejarah
Nasional Indonesia.













BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno (abad ke-8) adalah kerajaan Hindu di Jawa (Jawa Tengah dan Jawa
Timur). Berdasarkan catatan yang terdapat pada prasassti yang ditemukan, Kerajaan Mataram
Kuno bermula sejak pemerintahan Raja Sanjaya yang bergelar Rakai Mataram Sang Ratu
Sanjaya. Ia memerintah Kerajaan Mataram Kuno hingga 732M.
Kerajaan Mataram Kuno diperkirakan berdiri sejak awal abad ke-8. Pada awal berdirinya,
kerjaan ini berpusat di Jawa Tengah. Akan tetapi, pada abad ke-10 pusat Kerajaan Mataram
Kuno pindah ke Jawa Timur. Kerajaan Mataram Kuno mempunyai dua latar belakang
keagamaan yang berbedaa, yakni agama Hindu dan Buddha.
Peninggalan bangunan suci dari keduanya antara lain ialah Candi Geding Songo, kompleks
Candi Dieng, dan kompleks Candi Prambanan yang berlatar belakang Hindu. Adapun yang
berlatar belakang agama Buddha antara lain ialah Candi Kalasan, Candi Borobudur, Candi
Mendut, Candi Sewu, dan Candi Plaosan.
2.1.1 Kerajaan Mataram di Jawa Tengah
Kerajaan Mataram Kuno yang berpusat di Jawa Tengah terdiri dari dua wangsa(keluarga),
yaitu wangsa Sanjaya dan Sailendraa. Pendiri wangsa Sanjaya adalah Raja Sanjaya. Ia
menggantikan raja sebelumnya, yakni Raja Sanna. Konon, Raja Sanjaya telah
menyelamatkan Kerajaan Mataram Kuno dari kehancuran setelah Raja Sanna wafat.
Setelah Raha Sanjaya wafat, kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno dipegang oleh Dapunta
Sailendra, pendiri wangsa Sailendra. Para raja keturunan wangsaSanjaya seperti Sri Maharaja
Rakai Panangkaran, Sri Maharaja Rakai Panunggalan, Sri Maharaja Rakai Warak, dan Sri
Maharaja Rakai Garung merupakan raja bawahan dari wangsa Sailendra. Oleh Karena
adanya perlawanan yang dilakukan oleh keturunan Raja Sanjaya, Samaratungga
(raja wangsaSailendra) menyerahkan anak perempuannya, Pramodawarddhani, untuk
dikawinkan dengan anak Rakai Patapan, yaitu Rakai Pikatan (wangsa Sanjaya).


Rakai Pikatan kemudian menduduki takhta Kerajaan Mataram Kuno. Melihat keadaan ini,
adik Pramodawarddhani, yaitu Balaputeradewa, mengadakan perlawanan namun kalah dalam
peperangan. Balaputeradewa kemudian melarikan diri ke P. SUmatra dan menjadi raja
Sriwijaya.
Pada masa Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Dharmodaya Mahasambu berkuasa,
terjadi perebutan kekuasaan di antara para pangeran Kerajaan Mataram Kuno. Ketika Sri
Maharaja Rakai Sumba Dyah Wawa berkuasa, kerajaan ini berakhir dengan tiba-tiba. Diduga
kehancuran kerajaan ini akibat bencana alam karena letusan G. Merapi, Magelang, Jawa
Tengah.
Menurut prasasti Kedu Raja Sanjaya bergelar Rakai Mataram sang Ratu Sanjaya.
Menurut prasasti Kedu pula tahun 907, tertulislah daftar raja-raja Mataram yaitu :
1. Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya
2. Sri Maharaja Rakai Panakaran
3. Sri Maharaja Rakai Panunggalan
4. Sri Maharaja Rakai Warak
5. Sri Maharaja Rakai Gunung
6. Sri Maharaja Rakai Pikatan
7. Sri Maharaja Rakai Kayuwangi
8. Sri Maharaja Rakai Watukumalang
9. Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung
Raja tersebut diatas memerintah di Jawa Tengah sampai abad 10 M. Sejak tahun 778 di
Mataram Jawa Tengah ini telah berkembang kekuasaan pemerintahan baru ialah keluarga raja
Syailendra yang beragama Budha. Menurut prasasti Kalasan, raja Panakaran disebut juga
Syailendra Sri Maharaja Dyah Pancapana Rakai Panakaran. Jadi Panakaran dan raja-raja
keturunan Sanjaya adalah keluarga Syailendra.
Setelah Panakaran di Jawa tengah kekuasaan Sylendra pecah menjadi dua. Jawa Tengah
bagian selatan untuk keluarga Syailendra yang beragama Budha. Sedang Jawa tengah bagian
Utara dan sekitar Dieng untuk keluarga Syailendra yang beragama Hindu. Jadi kerajaan
Mataram berbentuk dua yaitu Indonesia Budha dan Indonesia Hindu. Raja-raja yang
beragama Budha ialah Bhanu Wisnu yang bergelar Sri Dharma Tungga Indra bergelar Sri
Sangga-madananjaya Smaratungga dan Balaputradewa. Mereka memerintah pada tahun 750-
800. Pada waktu itu dibangunkanlah candi-candi Kalasan, Sewu, Pawon, Sari, Borobudur,
dan Mendut.
Diantara candi-candi itu candi Borobudurlah yang merupakan candi yang besar dan megah,
yang baru selesai dipugar pada tahun yang lalu 1978. Raja-raja yang beragama Hindu
membangun candi Sewu dan candi Prambanan (candi Lorojongkrang), yang merupakan candi
untuk kebaktian kepada Dewa Shiwa Mahakala, Syiwa Mahaguru, Batari Durgha
(Lorojongkrang isteri Syiwa), dan Ganesya (putera Dewa Syiwa).
Ketiganya dilukiskan dalam bentuk patung yang megah. Di samping itu pada candi
Prambanan terdapat pula relief ceritera Ramayana. Di bawah pemerintah Rakai Pikatan,
Mataram dibangun dan di perluas wilayah kekuasaanya meliputi Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Raja Mataram yang terkenal ialah Balitung yang bergelar Rakai Watukura.
Pemerintahannya berlangsung tahun 898-910. Wilayah kekuasaannya meliputi daerah-daerah
Jawa Timur terutama daerah lembah sungai Brantas yang sangat subur dan sangat baik untuk
pelayaran dan perdagangan.
Kerajaan pada waktu itu menjadi semakin penting kedudukannya. Dan akhirnya pada sekitar
tahun 925 pusat ibukota kerajaan dipindahkan ke daerah Jawa Timur di daerah subur sungai
Brantas dengan Empu Sendok sebagai raja pertama dan bergelar Sri Isyana (929-947)
2.1.2 Kerajaan Mataram di Jawa Timur
Setelah terjadinya bencana alam yang dianggap sebagai peristiwapralaya, maka sesuai
dengan landasan kosmologis harus dibangun kerajaan baru dengan wangsa yang baru pula.
Pada abad ke-10, cucu Sri Maharaja Daksa, Mpu Sindok, membangun kembali kerajaan ini di
Watugaluh (wilayah antara G. Semeru dan G. Wilis), Jawa Timur. Mpu Sindok naik takhta
kerajaan pada 929 dan berkuasa hingga 948. Kerajaan yang didirikan Mpu SIndok ini tetap
bernama Mataram. Dengan demikian Mpu Sindok dianggap sebagai cikal bakal wangsabaru,
yaitu wangsa Isana. Perpindahan kerajaan ke Jawa Timur tidak disertai dengan penaklukan
karena sejak masa Dyah Balitung, kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno telah meluass hingga
ke Jawa Timur. Setelah masa pemerintahan Mpu Sindok terdapat masa gelap sampai masa
pemerintahan Dharmawangsa Airlangga (1020). Sampai pada masa ini Kerajaan Mataram
Kuno masih menjadi saatu kerajaan yang utuh. Akan tetapi, untuk menghindari perang
saudara, Airlangga membagi kerajaan menjadi dua, yaitu Kerajaan Pangjalu dan Janggala.
2.1.3 Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra
Mataram Kuno atau Mataram (Hindu) merupakan sebutan untuk dua dinasti, yakni Dinasti
Sanjaya dan Dinasti Syailendra, yang berkuasa di Jawa Tengah bagian selatan. Dinasti
Sanjaya yang bercorak Hindu didirikan oleh Sanjaya pada tahun 732. Beberapa saat
kemudian, Dinasti Syailendra yang bercorak Buddha Mahayana didirikan oleh Bhanu pada
tahun 752. Kedua dinasti ini berkuasa berdampingan secara damai. Nama Mataram sendiri
pertama kali disebut pada prasasti yang ditulis di masa raja Balitung.
Dinasti Syailendra
Dinasti Syailendra diduga berasal dari daratan Indocina (sekarang Thailand dan Kemboja).
Dinasti ini bercorak Budha Mahayana, didirikan oleh Bhanu pada tahun 752. Pada awal era
Mataram Kuno, Dinasti Syailendra cukup dominan dibanding Dinasti Sanjaya. Pada masa
pemerintahan raja Indra (782-812), Syailendra mengadakan ekspedisi perdagangan
ke Sriwijaya. Ia juga melakukan perkawinan politik: puteranya, Samaratungga, dinikahkan
dengan Dewi Tara, puteri raja Sriwijaya. Pada tahun 790, Syailendra menyerang dan
mengalahkan Chenla (Kamboja), kemudian sempat berkuasa di sana selama beberapa tahuan.
Peninggalan terbesar Dinasti Syailendra adalah Candi Borobudur yang selesai dibangun pada
masa pemerintahan raja Samaratungga (812-833).
Dinasti Sanjaya
Tak banyak yang diketahui sejarah Dinasti Sanjaya sejak sepeninggal Raja Sanna. Rakai
Pikatan, yang waktu itu menjadi pangeran Dinasti Sanjaya, menikah
dengan Pramodhawardhani (833-856), puteri raja Dinasti Syailendara Samaratungga. Sejak
itu pengaruh Sanjaya yang bercorak Hindu mulai dominan di Mataram, menggantikan Agama
Buddha. Rakai Pikatan bahkan mendepak Raja Balaputradewa (putera Samaratungga dan
Dewi Tara). Tahun 850, era Dinasti Syailendra berakhir yang ditandai dengan larinya
Balaputradewa ke Sriwijaya.
Pada tahun 910, Raja Tulodong mendirikan Candi Prambanan. Prambanan merupakan
kompleks candi Hindu terbesar di Asia Tenggara. Pada masa ini, ditulis karya
sastra Ramayana dalam Bahasa Kawi. Tahun 928, Raja Mpu Sindok memindahkan istana
Kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur (Medang). Perpindahan ini diduga
akibat letusan Gunung Merapi, atau mendapat serangan dari Sriwijaya.






2.2 Kerajaan Medang
Kerajaan Medang (atau sering juga disebut Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan
Mataram Hindu) adalah nama sebuah kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8,
kemudian berpindah ke Jawa Timur pada abad ke-10. Kerajaan Medang kamulan merupakan
Kerajaan lanjutan dari Mataram Lama di Jawa Tengah. Para raja kerajaan ini banyak
meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa
Timur, serta membangun banyak candi baik yang bercorak Hindu maupun Buddha.
Berdasarkan penemuan beberapa prasasti, dapat diketahui bahwa Kerajaan Medang
Kamulan terletak di Jawa Timur, yaitu di muara sungai Brantas.ibu kotanya bernama Watan
Mas ( diperkirakan di daerah Plosoantara Jombang dan Lamongan ). Kerajaan ini didirikan
oleh Mpu Sindok, setelah ia memindahkan pusat pemerintahannya dari Jawa Tengah ke Jawa
Timur. Namun, wilayah kekuasaan Kerajaan Medang Kamulan pada masa pemerintahan Mpu
Sindok mencakup daerah Nganjuk disebelah barat, daerah Pasuruan di sebelah timur, daerah
Surabaya di sebelah utara, dan daerah Malang di sebelah selatan. Dalam perkembangan
selanjutnya, wilayah kekuasaan Kerajaan Medang Kamulan mencakup hampir seluruh
wilayah Jawa Timur.
Sesungguhnya, pusat Kerajaan Medang pernah mengalami beberapa kali perpindahan,
bahkan sampai ke daerah Jawa Timur sekarang. Beberapa daerah yang pernah menjadi lokasi
istana Medang berdasarkan prasasti-prasasti yang sudah ditemukan antara lain :
a) Medang i Bhumi Mataram (zaman Sanjaya)
b) Medang i Mamrati (zaman Rakai Pikatan)
c) Medang i Poh Pitu (zaman Dyah Balitung)
d) Medang i Bhumi Mataram (zaman Dyah Wawa)
e) Medang i Tamwlang (zaman Mpu Sindok)
f) Medang i Watugaluh (zaman Mpu Sindok)
g) Medang i Wwatan (zaman Dharmawangsa Teguh)
Menurut perkiraan, Mataram terletak di daerah Yogyakarta sekarang. Mamrati dan
Poh Pitu diperkirakan terletak di daerah Kedu. Sementara itu, Tamwlang sekarang disebut
dengan nama Tembelang, sedangkan Watugaluh sekarang disebut Megaluh. Keduanya
terletak di daerah Jombang. Istana terakhir, yaitu Wwatan, sekarang disebut dengan nama
Wotan, yang terletak di daerah Madiun.
2.2.1 Awal Berdirinya Kerajaan Medang
Prastasti Mantyasih tahun 907 atas nama Dyah Balitung menyebutkan dengan jelas
bahwa raja pertama Kerajaan Medang (Rahyang ta rumuhun ri Medang ri Poh Pitu) adalah
Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Sanjaya sendiri mengeluarkan prasasti
Canggal tahun 732, namun tidak menyebut dengan jelas apa nama kerajaannya. Ia hanya
memberitakan adanya raja lain yang memerintah pulau Jawasebelum dirinya, bernama Sanna.
Sepeninggal Sanna, negara menjadi kacau. Sanjaya kemudian tampil menjadi raja, atas
dukungan ibunya, yaitu Sannaha, saudara perempuan Sanna.
Sanna, juga dikenal dengan nama "Sena" atau "Bratasenawa", merupakan
raja Kerajaan Galuhyang ketiga (709 - 716 M). Bratasenawa alias Sanna atau Sena
digulingkan dari tahta Galuh oleh Purbasora (saudara satu ibu Sanna) dalam tahun 716 M.
Sena akhirnya melarikan diri ke Pakuan, meminta perlindungan pada Raja Tarusbawa.
Tarusbawa yang merupakan raja pertama Kerajaan Sunda (setelah Tarumanegara pecah
menjadi Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh) adalah sahabat baik Sanna. Persahabatan ini
pula yang mendorong Tarusbawa mengambil Sanjaya menjadi menantunya.
Sanjaya, anak Sannaha saudara perempuan Sanna, berniat menuntut balas terhadap
keluarga Purbasora. Untuk itu ia meminta bantuan Tarusbawa (mertuanya yangg merupakan
sahabat Sanna). Hasratnya dilaksanakan setelah menjadi Raja Sunda yang memerintah atas
nama isterinya. Akhirnya Sanjaya menjadi penguasa Kerajaan Sunda, Kerajaan Galuh dan
Kerajaan Kalingga (setelah Ratu Shima mangkat). Dalam tahun 732 M Sanjaya mewarisi
tahta Kerajaan Mataram dari orangtuanya. Sebelum ia meninggalkan kawasan Jawa Barat, ia
mengatur pembagian kekuasaan antara puteranya, Tamperan, dan Resi Guru Demunawan.
Sunda dan Galuh menjadi kekuasaan Tamperan, sedangkan Kerajaan Kuningan dan
Galunggung diperintah oleh Resi Guru Demunawan, putera bungsu Sempakwaja. Kisah
hidup Sanjaya secara panjang lebar terdapat dalam Carita Parahyangan yang baru ditulis
ratusan tahun setelah kematiannya, yaitu sekitar abad ke-16.
2.2.2 Dinasti Yang Berkuasa
Pada umumnya para sejarawan menyebut ada tiga dinasti yang pernah pernah
berkuasa di Kerajaan Medang, yaitu Wangsa Sanjaya dan Wangsa Sailendra pada
periodeJawa Tengah . serta Wangsa Isyana pada periode Jawa Timur.
Istilah Wangsa Sanjaya merujuk pada nama raja pertama Medang, yaitu Sanjaya.
Dinasti ini menganut agama Hindu aliran Siwa. Menurut teori van Naerssen pada masa
pemerintahan Rakai Panangkaran (pengganti Sanjaya sekitar tahun 770-an), kekuasaan atas
Medang direbut oleh Wangsa Sailendra yang beragama Buddha Mahayana.
Mulai saat itu Wangsa Sailendra berkuasa di Pulau Jawa, bahkan berhasil pula
menguasai Kerajaan Sriwijaya di Pulau Sumatra. Sampai akhirnya sekitar tahun 840-an,
seorang keturunan Sanjaya bernama Rakai Pikatan berhasil menikahi Pramodawardhani
putrid mahkota Wangsa Sailendra. Berkat perkawinan itu ia bisa menjadi raja Medang, dan
memindahkan istananya ke Mamrati. Peristiwa tersebut dianggap sebagai awal kebangkitan
kembali Wangsa Sanjaya.
Menurut teori Bosch, nama raja-raja Medang dalam Prasasti Mantyasih dianggap
sebagai anggota Wangsa Sanjaya secara keseluruhan. Sementara itu Slamet
Muljana berpendapat bahwa daftar tersebut adalah daftar raja-raja yang pernah berkuasa di
Medang, dan bukan daftar silsilah keturunan Sanjaya. Contoh yang diajukan Slamet Muljana
adalah Rakai Panangkaran yang diyakininya bukan putra Sanjaya. Alasannya ialah, prasasti
Kalasan tahun 778 memuji Rakai Panangkaran sebagai permata wangsa Sailendra
(Sailendrawangsatilaka). Dengan demikian pendapat ini menolak teori van Naerssen tentang
kekalahan Rakai Panangkaran oleh seorang raja Sailendra.
Menurut teori Slamet Muljana, raja-raja Medang versi Prasasti Mantyasih mulai
dari Rakai Panangkaran sampai dengan Rakai Garungadalah anggota Wangsa Sailendra.
Sedangkan kebangkitan Wangsa Sanjaya baru dimulai sejak Rakai Pikatan naik takhta
menggantikan Rakai Garung. Istilah Rakai pada zaman Medang identik dengan Bhre pada
zaman Majapahit, yang bermakna penguasa di. Jadi, gelar Rakai Panangkaran sama artinya
dengan Penguasa di Panangkaran. Nama aslinya ditemukan dalam prasasti Kalasan, yaitu
Dyah Pancapana.
Slamet Muljana kemudian mengidentifikasi Rakai Panunggalan sampai Rakai
Garung dengan nama-nama raja Wangsa Sailendra yang telah diketahui,
misalnya Dharanindra ataupun Samaratungga. yang selama ini cenderung dianggap bukan
bagian dari daftar para raja versi Prasasti Mantyasih. Sementara itu, dinasti ketiga yang
berkuasa di Medang adalah Wangsa Isana yang baru muncul pada periode Jawa Timur.
Dinasti ini didirikan oleh Mpu Sindok yang membangun istana baru di Tamwlang sekitar
tahun 929. Dalam prasasti-prasastinya, Mpu Sindok menyebut dengan tegas bahwa
kerajaannya adalah kelanjutan dari Kadatwan Rahyangta i Medang i Bhumi Mataram.
2.2.3 Daftar Raja-Raja Medang
Daftar nama-nama raja yang pernah berkuasa di kerajaan Medang, yaitu sebagai
berikut:
1. Sanjaya, pendiri Kerajaan Medang
2. Rakai Panangkaran, awal berkuasanya Wangsa Syailendra
3. Rakai Panunggalan alias Dharanindra
4. Rakai Warak alias Samaragrawira
5. Rakai Garung alias Samaratungga
6. Rakai Pikatan suami Pramodawardhani, awal kebangkitan Wangsa Sanjaya
7. Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala
8. Rakai Watuhumalang
9. Rakai Watukura Dyah Balitung
10. Mpu Daksa
11. Rakai Layang Dyah Tulodong
12. Rakai Sumba Dyah Wawa
13. Mpu Sindok, awal periode Jawa Timur
14. Sri Lokapala suami Sri Isanatunggawijaya
15. Makuthawangsawardhana
16. Dharmawangsa Teguh, Kerajaan Medang berakhir
Pada daftar di atas hanya Sanjaya yang memakai gelar Sang Ratu, sedangkan raja-
raja sesudahnya semua memakai gelar Sri Maharaja.
2.2.4 Struktur Pemerintahan
Raja merupakan pemimpin tertinggi kerajaan Medang. Sanjaya sebagai raja
pertama memakai gelar Ratu. Pada zaman itu istilah Ratubelum identik dengan kaum
perempuan. Gelar ini setara dengan Datu yang berarti "pemimpin". Keduanya merupakan
gelar asliIndonesia.
Ketika Rakai Panangkaran dari Wangsa Sailendra berkuasa, gelar Ratudihapusnya
dan diganti dengan gelar Sri Maharaja. Kasus yang sama terjadi pada Kerajaan Sriwijaya
dimana raja rajanya semula bergelar Dapunta Hyang, dan setelah dikuasai Wangsa
Sailendra juga berubah menjadi Sri Maharaja. Pemakaian gelar Sri Maharaja di Kerajaan
Medang tetap dilestarikan oleh Rakai Pikatan meskipun Wangsa Sanjaya berkuasa kembali.
Hal ini dapat dilihat dalam daftar raja-raja versi Prasasti Mantyasih yang menyebutkan hanya
Sanjaya yang bergelar Sang Ratu.
Jabatan tertinggi sesudah raja ialah Rakyan Mahamantri I Hino atau kadang
ditulis Rakryan Mapatih Hino. Jabatan ini dipegang oleh putra atau saudara raja yang
memiliki peluang untuk naik takhta selanjutnya. Misalnya, Mpu Sindok merupakanMapatih
Hino pada masa pemerintahan Dyah Wawa.
Jabatan Rakryan Mahapatih Hino pada zaman ini berbeda dengan Rakryan
Mapatih pada zaman Majapahit. Patih zaman Majapahit setara dengan perdana
menteri namun tidak berhak untuk naik takhta. Jabatan sesudah Mahamantri i Hino secara
berturut-turut adalah Mahamantri i Halu dan Mahamantri i Sirikan. Pada zaman Majapahit
jabatan-jabatan ini masih ada namun hanya sekadar gelar kehormatan saja. Pada
zaman Wangsa Isana berkuasa masih ditambah lagi dengan jabatanMahamantri
Wka dan Mahamantri Bawang.
Jabatan tertinggi di Medang selanjutnya ialah Rakyan Kanuruhan sebagai
pelaksana perintah raja. Mungkin semacam perdana menteri pada zaman sekarang atau setara
dengan Rakryan Mapatih pada zaman Majapahit. Jabatan Rakryan Kanuruhan pada zaman
Majapahit memang masih ada, namun kiranya setara dengan menteri dalam negeri pada
zaman sekarang.

2.2.5 Keadaan Penduduk
Penduduk Medang sejak periode Bhumi Mataram sampai periode Wwatan pada
umumnya bekerja sebagai petani. Kerajaan Medang memang terkenal sebagai negara agraris,
sedangkan saingannya, yaitu Kerajaan Sriwijaya merupakan negara maritim.
Agama resmi Kerajaan Medang pada masa pemerintahan Sanjaya adalah Hindu
aliran Siwa. Ketika Sailendrawangsa berkuasa, agama resmi kerajaan berganti menjadi
Buddha aliran Mahayana. Kemudian pada saat Rakai Pikatan dari Sanjayawangsa berkuasa,
agama Hindu dan Buddha tetap hidup berdampingan dengan penuh toleransi.
2.2.6 Runtuhnya Kerajaan Medang
Mahapralaya adalah peristiwa hancurnya istana Medang di Jawa Timur
berdasarkan berita dalam prasasti Pucangan. Tahun terjadinya peristiwa tersebut tidak dapat
dibaca dengan jelas sehingga muncul dua versi pendapat. Sebagian sejarawan menyebut
Kerajaan Medang runtuh pada tahun 1006, sedangkan yang lainnya menyebut tahun 1016.
Raja terakhir Medang adalah Dharmawangsa Teguh, cicit Mpu Sindok. Kronik
Cina dari Dinasti Song mencatat telah beberapa kali Dharmawangsa mengirim pasukan untuk
menggempur ibu kota Sriwijaya sejak ia naik takhta tahun 991. Permusuhan antara Jawa dan
Sumatra semakin memanas saat itu.Pada tahun 1006 (atau 1016) Dharmawangsa lengah.
Ketika ia mengadakan pesta perkawinan putrinya, istana Medang di Wwatan diserbu oleh Aji
Wurawari dari Lwaram yang diperkirakan sebagai sekutu Kerajaan Sriwijaya. Dalam
peristiwa tersebut, Dharmawangsa tewas.
Tiga tahun kemudian, seorang pangeran berdarah campuran JawaBali yang lolos
dariMahapralaya tampil membangun kerajaan baru sebagai kelanjutan Kerajaan Medang.
Pangeran itu bernama Airlangga yang mengaku bahwa ibunya adalah keturunan Mpu Sindok.
Kerajaan yang ia dirikan kemudian lazim disebut dengan nama Kerajaan Kahuripan.

2.3 Kerajaan Kahuripan
Raja Kerajaan Medang yang terakhir bernama Dharmawangsa Teguh, saingan
berat Kerajaan Sriwijaya. Pada tahun 1006 Raja Wurawari dari Lwaram (sekutu Sriwijaya)
menyerang Watan, ibu kota Kerajaan Medang, yang tengah mengadakan pesta perkawinan
Dharmawangsa Teguh tewas, sedangkan keponakannya yang bernama Airlangga lolos dalam
serangan itu.
Airlangga adalah putera pasangan Mahendradatta (saudari Dharmawangsa Teguh) dan
Udayana raja Bali. Ia lolos ditemani pembantunya yang bernama Narotama. Sejak saat
itu Airlangga menjalani kehidupan sebagai pertapa di hutan pegunungan (wanagiri).

2.3.1 Awal Berdirinya Kerajaan Kahuripan
Pada tahun 1009, datang para utusan rakyat meminta agar Airlangga membangun
kembali Kerajaan Medang. Karena kota Watan sudah hancur, maka, Airlangga pun
membangun ibu kota baru bernama Watan Mas di dekat Gunung Penanggungan.
Pada mulanya wilayah kerajaan yang diperintah Airlangga hanya meliputi
daerah Gunung Penanggungan dan sekitarnya, karena banyak daerah-daerah
bawahan Kerajaan Medang yang membebaskan diri. Baru setelah Kerajaan
Sriwijaya dikalahkan Rajendra Coladewa raja Colamandala dari India tahun 1023. Airlangga
merasa leluasa membangun kembali kejayaan Wangsa Isyana.
Peperangan demi peperangan dijalani Airlangga. Satu demi satu kerajaan-kerajaan
di Jawa Timur dapat ditaklukkannya. Namun pada tahun 1032 Airlangga kehilangan kota
Watan Mas karena diserang oleh raja wanita yang kuat bagai raksasa. Airlangga kemudian
membangun ibu kota baru bernama Kahuripan di daerah Sidoarjo sekarang. Musuh wanita
dapat dikalahkan, bahkan kemudian Raja Wurawari pun dapat dihancurkan pula. Saat itu
wilayah kerajaan mencakup hampir seluruh Jawa Timur.
Nama Kahuripan inilah yang kemudian lazim dipakai sebagai nama kerajaan yang
dipimpin Airlangga, sama halnya nama Singhasariyang sebenarnya cuma nama ibu kota,
lazim dipakai sebagai nama kerajaan yang dipimpin Kertanegara. Pusat kerajaan Airlangga
kemudian dipindah lagi ke Daha bedasarkan prastasti Pamwatan, 1042 dan Serat Calon
Arang.
2.3.2 Pembangunan Kerajaan
Kerajaan yang baru dengan pusatnya di Kahuripan, Sidoarjo ini, wilayahnya
membentang dari Pasuruan di timur hingga Madiun di barat. Pantai utara Jawa, terutama
Surabaya dan Tuban, menjadi pusat perdagangan yang penting untuk pertama kalinya.
Airlangga naik tahta dengan gelar abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa
Airlangga Anantawikramottunggadewa. Airlangga juga memperluas wilayah kerajaan hingga
ke Jawa Tengah, bahkan pengaruh kekuasaannya diakui sampai ke Bali. Menurut prasasti
Pamwatan (1042), pusat kerajaan kemudian pindah ke Daha (Kediri).
Setelah keadaan aman, Airlangga mulai mengadakan pembangunan-pembangunan
demi kesejahteraan rakyatnya. Pembangunan yang dicatat dalam prasasti-prasasti
peninggalannya antara lain:
a. Membangun Sri Wijaya Asrama tahun 1036.
b. Membangun bendungan Waringin Sapta tahun 1037 untuk mencegah banjir musiman.
c. Memperbaiki pelabuhan Hujung Galuh, yang letaknya di muara Kali Brantas, dekat
Surabaya sekarang.
d. Membangun jalan-jalan yang menghubungkan daerah pesisir ke pusat kerajaan.
e. Meresmikan pertapaan Gunung Pucangan tahun 1041.
f. Memindahkan ibu kota dari Kahuripan ke Daha
Ketika itu, Airlangga dikenal atas toleransi beragamanya, yaitu sebagai pelindung
agama Hindu Syiwa dan Buddha. Airlangga juga menaruh perhatian terhadap seni sastra.
Tahun 1035 Mpu Kanwa menulis Arjuna Wiwaha, yang diadaptasi dari epic Mahabharata.
Kitab tersebut menceritakan perjuangan Arjunamengalahkan Niwatakawancaka, sebagai
kiasan Airlangga mengalahkan Wurawari.
2.3.3 Pembelahan kerajaan
Pada tahun 1042 Airlangga turun takhta menjadi pendeta, ia bergelar Resi Aji
Paduka Mpungku Sang Pinaka Catraning Bhuwana. Berdasarkan cerita rakyat, putri mahkota
Airlangga menolak menjadi raja dan memilih hidup sebagai pertapa bernama Dewi Kili Suci.
Nama asli putri tersebut dalam prasasti Cane (1021) sampai prasasti Turun Hyang (1035)
adalah Sanggramawijaya Tunggadewi. Menurut Serat Calon Arang, Airlangga kemudian
bingung memilih pengganti karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta.
Mengingat dirinya juga putra raja Bali, maka ia pun berniat menempatkan salah satu putranya
di pulau itu. Gurunya yang bernama Mpu Bharada berangkat ke Bali mengajukan niat
tersebut namun mengalami kegagalan. Fakta sejarah menunjukkan Udayana digantikan putra
keduanya yang bernama Marakata sebagai raja Bali, dan Marakata kemudian digantikan adik
yang lain yaitu Anak Wungsu..
Airlangga lalu membagi dua wilayah kerajannya. Mpu Bharada ditugasi
menetapkan perbatasan antara bagian barat dan timur. Peristiwa pembelahan ini tercatat
dalam Serat Calon Arang, Nagarakretagama, dan prasasti Turun Hyang II. Maka terciptalah
dua kerajaan baru. Kerajaan barat disebut Kadiri berpusat di kota baru, yaitu Daha, diperintah
oleh Sri Samarawijaya. Sedangkan kerajaan timur disebut Janggala berpusat di kota lama,
yaitu Kahuripan, diperintah oleh Mapanji Garasakan.
Dalam prasasti Pamwatan, 20 November 1042, Airlangga masih bergelar
Maharaja, sedangkan dalam prasasti Gandhakuti, 24 November 1042, ia sudah bergelar Resi
Aji Paduka Mpungku. Dengan demikian, peristiwa pembelahan kerajaan diperkirakan terjadi
di antara kedua tanggal tersebut. Tidak diketahui dengan pasti kapan Airlangga meninggal.
Prasasti Sumengka (1059) peninggalanKerajaan Janggala hanya menyebutkan, Resi Aji
Paduka Mpungku dimakamkan di tirtha atau pemandian. Kolam pemandian yang paling
sesuai dengan berita prasasti Sumengka adalah Candi Belahan di lerengGunung
Penanggungan. Pada kolam tersebut ditemukan arca Wisnu disertai dua dewi. Berdasarkan
prasasti Pucangan (1041) diketahui Airlangga adalah penganut Hindu Wisnu yang taat.
Maka, ketiga patung tersebut dapat diperkirakan sebagai lambang Airlangga dengan dua
istrinya, yaitu ibu Sri Samarawijaya dan ibu Mapanji Garasakan.
2.4 Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri adalah sebuah kerajaan besar di Jawa Timur yang berdiri pada abad ke-
12. Kerajaan ini merupakan bagian dari Kerajaan Mataram Kuno. Pusat kerajaanya terletak di
tepi S. Brantas yang pada masa itu telah menjadi jalur pelayaran yang ramai.

2.4.1 Berdirinya Kerajaan Kediri
Penemuan Situs Tondowongso pada awal tahun 2007, yang diyakini sebagai peninggalan
Kerajaan Kadiri diharapkan dapat membantu memberikan lebih banyak informasi tentang
kerajaan tersebut. Beberapa arca kuno peninggalan Kerajaan Kediri. Arca yang ditemukan di
desa Gayam, Kediri itu tergolong langka karena untuk pertama kalinya ditemukan patung
Dewa Syiwa Catur Muka atau bermuka empat.
Pada tahun 1041 atau 963 M Raja Airlangga memerintahkan membagi kerajaan
menjadi dua bagian. Pembagian kerajaan tersebut dilakukan oleh seorang Brahmana yang
terkenal akan kesaktiannya yaitu Mpu Bharada. Kedua kerajaan tersebut dikenal
dengan Kahuripan menjadi Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) yang dibatasi oleh
gunung Kawi dan sungai Brantas dikisahkan dalam prasasti Mahaksubya (1289 M), kitab
Negarakertagama (1365 M), dan kitab Calon Arang (1540 M). Tujuan pembagian kerajaan
menjadi dua agar tidak terjadi pertikaian.
Kerajaan Jenggala meliputi daerah Malang dan delta sungai Brantas dengan
pelabuhannya Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan, ibu kotanya Kahuripan, sedangkan
Panjalu kemudian dikenal dengan nama Kediri meliputi Kediri, Madiun, dan ibu kotanya
Daha. Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan masing-masing kerajaan saling merasa
berhak atas seluruh tahta Airlangga sehingga terjadilah peperangan.
Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya karena
kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Putra yang bernama Sri
Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat bernama Panjalu yang berpusat di kota baru, yaitu
Daha. Sedangkan putra yang bernama Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan timur
bernama Janggala yang berpusat dikota lama, yaitu Kahuripan. Panjalu dapat dikuasai
Jenggala dan diabadikanlah nama Raja Mapanji Garasakan (1042 1052 M) dalam prasasti
Malenga. Ia tetap memakai lambang Kerajaan Airlangga, yaitu Garuda Mukha.
Pada awalnya perang saudara tersebut, dimenangkan oleh Jenggala tetapi pada
perkembangan selanjutnya Panjalu/Kediri yang memenangkan peperangan dan menguasai
seluruh tahta Airlangga. Dengan demikian di Jawa Timur berdirilah kerajaan Kediri dimana
bukti-bukti yang menjelaskan kerajaan tersebut, selain ditemukannya prasasti-prasasti juga
melalui kitab-kitab sastra. Dan yang banyak menjelaskan tentang kerajaan Kediri adalah hasil
karya berupa kitab sastra. Hasil karya sastra tersebut adalah kitab Kakawin Bharatayudha
yang ditulis Mpu Sedah dan Mpu Panuluh yang menceritakan tentang kemenangan
Kediri/Panjalu atas Jenggala.
2.4.2 Perkembangan Kerajaan Kediri
Dalam perkembangannya Kerajaan Kediri yang beribukota Daha tumbuh menjadi
besar, sedangkan Kerajaan Jenggala semakin tenggelam. Diduga Kerajaan Jenggala
ditaklukkan oleh Kediri. Akan tetapi hilangnya jejak Jenggala mungkin juga disebabkan oleh
tidak adanya prasasti yang ditinggalkan atau belum ditemukannya prasasti yang ditinggalkan
Kerajaan Jenggala. Kejayaan Kerajaan Kediri sempat jatuh ketika Raja Kertajaya (1185-
1222) berselisih dengan golongan pendeta. Keadaan ini dimanfaatkan oleh Akuwu Tumapel
Tunggul Ametung.
Namun kemudian kedudukannya direbut oleh Ken Arok. Diatas bekas Kerajaan
Kediri inilah Ken Arok kemudian mendirikan Kerajaan Singasari, dan Kediri berada di
bawah kekuasaan Singasari. Ketika Singasari berada di bawah pemerintahan Kertanegara
(1268 1292), terjadilah pergolakan di dalam kerajaan. Jayakatwang, raja Kediri yang selama
ini tunduk kepada Singasari bergabung dengan Bupati Sumenep (Madura) untuk menjatuhkan
Kertanegara. Akhirnya pada tahun 1292 Jayakatwang berhasil mengalahkan Kertanegara dan
membangun kembali kejayaan Kerajaan Kediri.
2.4.3 Perkembangan politik kerajaan Kediri
Mapanji Garasakan memerintah tidak lama. Ia digantikan Raja Mapanji
Alanjung (1052 1059 M). Mapanji Alanjung kemudian diganti lagi oleh Sri
Maharaja Samarotsaha. Pertempuran yang terus menerus antara Jenggala dan Panjalu
menyebabkan selama 60 tahun tidak ada berita yang jelas mengenai kedua kerajaan tersebut
hingga munculnya nama Raja Bameswara (1116 1135 M) dari Kediri.
Pada masa itu ibu kota Panjalu telah dipindahkan dari Daha ke Kediri sehingga
kerajaan ini lebih dikenal dengan nama Kerajaan Kediri. Raja Bameswara menggunakan
lencana kerajaan berupa tengkorak bertaring di atas bulan sabit yang biasa disebut
Candrakapala. Setelah Bameswara turun takhta, ia digantikan Jayabaya yang dalam masa
pemerintahannya itu berhasil mengalahkan Jenggala. Berturut-turut raja-raja Kediri sejak
Jayabaya sebagai berikut.
Pada tahun 1019 M Airlangga dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan.
Airlangga berusaha memulihkan kembali kewibawaan Medang Kamulan, setelah
kewibawaan kerajaan berahasil dipulihkan, Airlangga memindahkan pusat pemerintahan dari
Medang Kamulan ke Kahuripan. Berkat jerih payahnya , Medang Kamulan mencapai
kejayaan dan kemakmuran. Menjelang akhir hayatnya , Airlangga memutuskan untuk
mundur dari pemerintahan dan menjadi pertapa dengan sebutan Resi Gentayu. Airlangga
meninggal pada tahun 1049 M.
Pewaris tahta kerajaan Medang Kamulan seharusnya seorang putri yaitu Sri
Sanggramawijaya yang lahir dari seorang permaisuri. Namun karena memilih menjadi
pertapa, tahta beralih pada putra Airlangga yang lahir dari selir. Untuk menghindari perang
saudara, Medang Kamulan dibagi menjadi dua yaitu kerajaan Jenggala dengan ibu kota
Kahuripan, dan kerajaan Kediri (Panjalu) dengan ibu kota Dhaha. Tetapi upaya tersebut
mengalami kegagalan. Hal ini dapat terlihat hingga abad ke 12 , dimana Kediri tetap menjadi
kerajaan yang subur dan makmur namun tetap tidak damai sepenuhnya dikarenakan
dibayang- bayangi Jenggala yang berada dalam posisi yang lebih lemah. Hal itu menjadikan
suasana gelap, penuh kemunafikan dan pembunuhan berlangsung terhadap pangeran dan raja
raja antar kedua negara. Namun perseteruan ini berakhir dengan kekalahan jenggala,
kerajaan kembali dipersatukandi bawah kekuasaan Kediri.
2.4.4 Sistem Pemerintahan Kerajaan Kediri
Sistem pemerintahan kerajaan Kediri terjadi beberapa kali pergantian kekuasaan ,
adapun raja raja yang pernah berkuasa pada masa kerajaan Kediri adalah:
1. Shri Jayawarsa Digjaya Shastraprabhu
Jayawarsa adalah raja pertama kerajaan Kediri dengan prasastinya yang berangka tahun 1104.
Ia menamakan dirinya sebagai titisan Wisnu.
2. Kameshwara
Raja ke dua kerajaan Kediri yang bergelar Sri Maharajarake Sirikan Shri Kameshwara
Sakalabhuwanatushtikarana Sarwwaniwaryyawiryya Parakrama Digjayottunggadewa, yang
lebih dikenal sebagai kameshwara I (1115 1130 ). Lancana kerajaanya adalah tengkorak
yang bertaring disebut Candrakapala. Dalam masa pemerintahannya Mpu Darmaja telah
mengubah kitab samaradana. Dalam kitab ini sang raja di pujipuji sebagai titisan dewa
Kama, dan ibukotanya yang keindahannya dikagumi seluruh dunia bernama Dahana.
Permaisurinya bernama Shri Kirana, yang berasal dari Janggala.
3. Jayabaya
Raja kediri ketiga yang bergelar Shri Maharaja Shri Kroncarryadipa Handabhuwanapalaka
Parakramanindita Digjayotunggadewanama Shri Gandra. Dengan prasatinya pada tahun
1181. Raja Kediri paling terkenal adalah Prabu Jayabaya, di bawah pemerintahannya Kediri
mencapai kejayaan. Keahlian sebagai pemimpin politik yang ulung Jayabaya termasyur
dengan ramalannya. Ramalanramalan itu dikumpulkan dalam satu kitab yang berjudul
jongko Joyoboyo. Dukungan spiritual dan material dari Prabu Jayabaya dan hal budaya dan
kesusastraan tidak tanggungtanggung. Sikap merakyat dan visinya yang jauh kedepan
menjadikan prabu Jayabaya layak dikenang.
4. Prabu Sarwaswera
Sebagai raja yang taat beragama dan budaya, prabu Sarwaswera memegang teguh prinsip tat
wam asi yang artinya Dikaulah itu, , dikaulah (semua) itu , semua makhluk adalah engkau .
Tujuan hidup manusia menurut prabu Sarwaswera yang terakhir adalah mooksa, yaitu
pemanunggalan jiwatma dengan paramatma. Jalan yang benar adalah sesuatu yang menuju
kearah kesatuan , segala sesuatu yang menghalangi kesatuan adalah tidak benar.
5. Prabu Kroncharyadipa
Namanya yang berarti beteng kebenaran, sang prabu memang senantiasa berbuat adil pada
masyarakatnya. Sebagai plemeluk agama yang taat mengendalikan diri dari pemerintahannya
dengan prinsip , sad kama murka, yakni enam macam musuh dalam diri manusia. Keenam itu
adalah kroda (marah), moha (kebingungan), kama (hawa nafsu),loba (rakus),mada (mabuk),
masarya (iri hati).
6. Srengga Kertajaya
Srengga Kertajaya tak hentihentinya bekerja keras demi bangsa negaranya. Masyarakat
yang aman dan tentram sangat dia harapkan. Prinsip kesucian prabu Srengga menurut para
dalang wayang dilukiskan oleh prapanca.
7. Pemerintahan Kertajaya
Raja terakhir pada masa Kediri. Kertajaya raja yang mulia serta sangat peduli dengan rakyat.
Kertajaya dikenal dengan catur marganya yang berarti empat jalan yaitu darma, arta, kama,
moksa.

2.4.5 Kehidupan sosial masyarakat kerajaan kediri
Kehidupan sosial masyarakat Kediri cukup baik karena kesejahteraan rakyat
meningkat masyarakat hidup tenang, hal ini terlihat dari rumah-rumah rakyatnya yang baik,
bersih, dan rapi, dan berlantai ubin yang berwarna kuning, dan hijau serta orang-orang Kediri
telah memakai kain sampai di bawah lutut. Dengan kehidupan masyarakatnya yang aman dan
damai maka seni dapat berkembang antara lain kesusastraan yang paling maju adalah seni
sastra. Hal ini terlihat dari banyaknya hasil sastra yang dapat Anda ketahui sampai sekarang.
Hasil sastra tersebut, selain seperti yang telah dijelaskan pada uraian materi
sebelumnya juga masih banyak kitab sastra yang lain yaitu seperti kitab Hariwangsa dan
Gatotkacasraya yang ditulis Mpu Panuluh pada masa Jayabaya, kitab Simaradahana karya
Mpu Darmaja, kitab Lubdaka dan Wertasancaya karya Mpu Tan Akung, kitab Kresnayana
karya Mpu Triguna dan kitab Sumanasantaka karya Mpu Monaguna. Semuanya itu
dihasilkan pada masa pemerintahan Kameswara.
Penemuan Situs Tondowongso pada awal tahun 2007, yang diyakini sebagai
peninggalan Kerajaan Kadiri diharapkan dapat membantu memberikan lebih banyak
informasi tentang kerajaan tersebut. Beberapa arca kuno peninggalan Kerajaan Kediri. Arca
yang ditemukan di desa Gayam, Kediri itu tergolong langka karena untuk pertama kalinya
ditemukan patung Dewa Syiwa Catur Muka atau bermuka empat.
Kehidupan sosial kemasyarakatan pada zaman Kerajaan Kediri dapat kita lihat
dalam kitab Ling-Wai-Tai-Ta yang disusun oleh Chou Ku-Fei pada tahun 1178 M. Kitab
tersebut menyatakan bahwa masyarakat Kediri memakai kain sampai bawah lutut dan
rambutnya diurai. Rumah-rumahnya rata-rata sangat bersih dan rapi. Lantainya dibuat dari
ubin yang berwarna kuning dan hijau. Pemerintahannya sangat memerhatikan keadaan
rakyatnya sehingga pertanian, peternakan, dan perdagangan mengalami kemajuan yang
cukup pesat.
Golongan-golongan dalam masyarakat Kediri dibedakan menjadi tiga berdasarkan
kedudukan dalam pemerintahan kerajaan.
1. Golongan masyarakat pusat (kerajaan), yaitu masyarakat yang terdapat dalam lingkungan
raja dan beberapa kaum kerabatnya serta kelompok pelayannya.
2. Golongan masyarakat thani (daerah), yaitu golongan masyarakat yang terdiri atas para
pejabat atau petugas pemerintahan di wilayah thani (daerah).
3. Golongan masyarakat nonpemerintah, yaitu golongan masyarakat yang tidak mempunyai
kedudukan dan hubungan dengan pemerintah secara resmi atau masyarakat wiraswasta.
Kediri memiliki 300 lebih pejabat yang bertugas mengurus dan mencatat semua penghasilan
kerajaan. Di samping itu, ada 1.000 pegawai rendahan yang bertugas mengurusi benteng dan
parit kota, perbendaharaan kerajaan, dan gedung persediaan makanan.
Kerajaan Kediri lahir dari pembagian Kerajaan Mataram oleh Raja Airlangga
(1000-1049). Pemecahan ini dilakukan agar tidak terjadi perselisihan di antara anak-anak
selirnya. Tidak ada bukti yang jelas bagaimana kerajaan tersebut dipecah dan menjadi
beberapa bagian. Dalam babad disebutkan bahwa kerajaan dibagi empat atau lima bagian.
Tetapi dalam perkembangannya hanya dua kerajaan yang sering disebut, yaitu Kediri
(Pangjalu) dan Jenggala. Samarawijaya sebagai pewaris sah kerajaan mendapat ibukota lama,
yaitu Dahanaputra, dan nama kerajaannya diubah menjadi Pangjalu atau dikenal juga sebagai
Kerajaan Kediri.
2.4.6 Kondisi Ekonomi pada Jaman Kerajaan Kadiri
Perekonomian Kediri bersumber atas usaha perdagangan, peternakan, dan
pertanian. Kediri terkenal sebagai penghasil beras, kapas dan ulat sutra. Dengan demikian
dipandang dari aspek ekonomi, kerajaan Kediri cukup makmur. Hal ini terlihat dari
kemampuan kerajaan memberikan penghasilan tetap kepada para pegawainya dibayar dengan
hasil bumi. Keterangan ini diperoleh berdasarkan kitab Chi-Fan-Chi dan kitab Ling-wai-tai-
ta.
2.4.7 Karya Sastra dan Prasasti pada Jaman Kerajaan Kadiri
Prasasti pada Jaman Kerajaan Kadiri diantaranya yaitu:
1. Prasasti Banjaran yang berangka tahun 1052 M menjelaskan kemenangan Panjalu atau
Kadiri atas Jenggala
2. Prasasti Hantang tahun 1135 atau 1052 M menjelaskan Panjalu atau Kadiri pada masa Raja
Jayabaya.Pada prasasti ini terdapat semboyan Panjalu Jayati yang artinya Kadiri
Menang.Prasasti ini di keluarkan sebagai piagam pengesahan anugerah untuk penduduk Desa
Ngantang yang setia pada Kadiri selama perang dengan Jenggala.Dan dari Prasasti tersebut
dapat di ketahui kalau Raja Jayabhaya adalah raja yang berhasil mengalahkan Janggala dan
mempersatukannya kembali dengan Kadiri.
3. Prasasti Jepun 1144 M
4. Prasasti Talan 1136 M Seni sastra juga mendapat banyak perhatian pada zaman Kerajaan
Kadiri. Pada tahun 1157 Kakawin Bharatayuddha ditulis oleh Mpu Sedah dan diselesaikan
Mpu Panuluh. Kitab ini bersumber dari Mahabharata yang berisi kemenangan Pandawa atas
Korawa, sebagai kiasan,kemenangan.
Seni sastra mendapat banyak perhatian pada zaman Kerajaan Panjalu-Kadiri. Pada
tahun 1157 Kakawin Bharatayuddha ditulis oleh Mpu Sedah dan diselesaikan Mpu Panuluh.
Kitab ini bersumber dari Mahabharata yang berisi kemenangan Pandawa atas Korawa,
sebagai kiasan kemenangan Sri Jayabhaya atas Janggala.
Selain itu, Mpu Panuluh juga menulis Kakawin
Hariwangsa danGhatotkachasraya. Terdapat pula pujangga zaman pemerintahan Sri
Kameswara bernama Mpu Dharmaja yang menulis Kakawin Smaradahana. Kemudian pada
zaman pemerintahan Kertajaya terdapat pujangga bernama Mpu Monaguna yang
menulisSumanasantaka dan Mpu Triguna yang menulis Kresnayana.
Di samping kitab sastra maupun prasasti tersebut di atas, juga ditemukan berita
Cina yang banyak memberikan gambaran tentang kehidupan masyarakat dan pemerintahan
Kediri yang tidak ditemukan dari sumber yang lain. Berita Cina tersebut disusun melalui
kitab yang berjudul Ling-mai-tai-ta yang ditulis oleh Cho-ku-Fei tahun 1178 M dan kitab
Chu-Fan-Chi yang ditulis oleh Chau-Ju-Kua tahun 1225 M. Dengan demikian melalui
prasasti, kitab sastra maupun kitab yang ditulis orang-orang Cina tersebut perkembangan
Kediri.
2.4.8 Runtuhnya Kediri
Runtuhnya kerajaan Kediri dikarenakan pada masa pemerintahan Kertajaya, terjadi
pertentangan dengan kaum Brahmana. Meraka menganggap Kertajaya telah melanggar
agama dan memaksa menyambahnya sebagai dewa. Kemudian kaum Brahmana meminta
perlindungan Ken Arok , akuwu Tumapel. Perseteruan memuncak menjadi pertempuran di
desa Ganter, pada tahun 1222 M. Dalam pertempuarn itu Ken Arok dapat mengalahkan
Kertajaya, pada masa itu menandai berakhirnya kerajaan Kediri.
Setelah berhasil mengalah kan Kertanegara, Kerajaan Kediri bangkit kembali di
bawah pemerintahan Jayakatwang. Salah seorang pemimpin pasukan Singasari, Raden
Wijaya, berhasil meloloskan diri ke Madura. Karena perilakunya yang baik, Jayakatwang
memperbolehkan Raden Wijaya untuk membuka Hutan Tarik sebagai daerah tempat
tinggalnya. Pada tahun 1293, datang tentara Mongol yang dikirim oleh Kaisar Kubilai Khan
untuk membalas dendam terhadap Kertanegara. Keadaan ini dimanfaatkan Raden Wijaya
untuk menyerang Jayakatwang. Ia bekerjasama dengan tentara Mongol dan pasukan Madura
di bawah pimpinan Arya Wiraraja untuk menggempur Kediri. Dalam perang tersebut pasukan
Jayakatwang mudah dikalahkan. Setelah itu tidak ada lagi berita tentang Kerajaan Kediri.



BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kerajaan Medang (atau sering juga disebut Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan
Mataram Hindu) adalah nama sebuah kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8,
kemudian berpindah ke Jawa Timur pada abad ke-10. Kerajaan Medang kamulan merupakan
Kerajaan lanjutan dari Mataram Lama di Jawa Tengah. Para raja kerajaan ini banyak
meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa
Timur, serta membangun banyak candi baik yang bercorak Hindu maupun Buddha.
Raja terakhir Medang adalah Dharmawangsa Teguh, cicit Mpu Sindok. Kronik Cina dari
Dinasti Song mencatat telah beberapa kali Dharmawangsa mengirim pasukan untuk
menggempur ibu kota Sriwijaya sejak ia naik takhta tahun 991. Permusuhan antara Jawa dan
Sumatra semakin memanas saat itu.
Tiga tahun kemudian, seorang pangeran berdarah campuran JawaBali yang lolos
dariMahapralaya tampil membangun kerajaan baru sebagai kelanjutan Kerajaan Medang.
Pangeran itu bernama Airlangga yang mengaku bahwa ibunya adalah keturunan Mpu Sindok.
Kerajaan yang ia dirikan kemudian lazim disebut dengan nama Kerajaan Kahuripan.
Nama Kahuripan inilah yang kemudian lazim dipakai sebagai nama kerajaan yang
dipimpin Airlangga Pusat kerajaan Airlangga kemudian dipindah lagi ke Daha bedasarkan
prastasti Pamwatan, 1042 dan Serat Calon Arang.
pada tahun 1042 M Raja Airlangga memasuki masa kependetaan. Tahta kerajaan
diserahkan kepada seorang putrinya yang terlahir dari permaisuri, tetapi putrinya telah
memilih menjadi seorang pertapa dengan gelar Ratu Giri Putri, maka tahta kerajaan
diserahkan kepada kedua orang putra yang terlahir dari selir Airlangga. Selanjutnya, Kerajaan
Medang Kamulan terbagi dua, untuk menghindari perang saudara, yaitu Kerajaan Jenggala
dan Kerajaan Kediri (Panjalu).
Kerajaan Kediri / Panjalu yang merupakan kerajaan hasil bagi dari kerajaanKahuripan di
Jawa Timur pada masa raja Airlangga merupakan kerajaan yang patut diperhitungkan.
Kerajaan yang berada disekitar wilayah Kediri (sekarang) ini mengalami masa puncak
kejayaan pada masa raja Jayabaya yang sangat terkenal dengan ilmu dan keahliannya dalam
membaca masa depan atau meramal. Tak hanya cakap dalam meramal, bahkan raja Jayabaya
yang membawa kemakmuran bagi Kediri telah mampu mengelola dan memimpin
kerajaannya dengan sangat baik.
3.2 Kritik dan Saran
Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca, serta menambah pengetahuan
tentang bagaimana terbentuknya dan fase kejayaan serta factor yang menyebabkan
keruntuhan kerajaan Medang, Kahuripan dan Kediri. Makalah ini tidak luput dari kesalahan
dalam penulisan maupun dalam tata bahasa, untuk itu kami minta kritik dan saran dari para
pembaca untuk memperbaiki makalah kami, agar kedepannya makalah kami lebih baik lagi
dari makalah yang sekarang ini.
















Daftar Pustaka :
Wikipedia.com
Sumber : Syukur, Abdul, Ensiklopedi Umum untuk Pelajar , Jilid 6, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2005.
Halaman 161.
Sumber : Syukur, Abdul, Ensiklopedi Umum untuk Pelajar , Jilid 5, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2005.
Halaman 115.



















LAMPIRAN

Komplek Candi Dieng di Wonosobo, Jawa Tengah, merupakan peninggalan candi Hindu
pada masa Kerajaan Mataram Kuno.

Candi Plaosan di Klaten, Jawa Tengah, salah satu peninggalan Kerajaan Mataram Kuno
yang berlatar agama Buddha.

Arca Raja Airlangga, raja terakhir Kerajaan Mataram Kuno Jawa Timur, di Candi Belahan.
Arca ini kini disimpan di Museum Trowulan.


Candi Borobudur, salah satu peninggalan Dinasti Syailendra.

Candi Gedong Songo di Ungaran, Jawa Tengah, merupakan candi peninggalan Kerjaan
Mataram Kuno.

Arca Syiwa ini dibangun pada masa Kerajaan Kediri yang bercorak Hindu sebagai
persembahan kepada Dewa Syiwa.


Arca Wishnu, berasal dariKediri, abad ke-12 dan ke-13.

Arca Buddha Vajrasattva zaman Kadiri, abad X/XI, koleksi Museum fr Indische Kunst, Berlin-Dahlem,
Jerman.

Anda mungkin juga menyukai