Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada tahun 1041 atau 963 M Raja Airlangga memerintahkan membagi kerajaan menjadi dua bagian.
Pembagian kerajaan tersebut dilakukan oleh seorang Brahmana yang terkenal akan kesaktiannya yaitu
Mpu Bharada. Kedua kerajaan tersebut dikenal dengan Kahuripan menjadi Jenggala (Kahuripan) dan
Panjalu (Kediri) yang dibatasi oleh gunung Kawi dan sungai Brantas dikisahkan dalam prasasti
Mahaksubya (1289 M), kitab Negarakertagama (1365 M), dan kitab Calon Arang (1540 M). Tujuan
pembagian kerajaan menjadi dua agar tidak terjadi pertikaian.

Kerajaan Jenggala meliputi daerah Malang dan delta sungai Brantas dengan pelabuhannya

Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan, ibu kotanya Kahuripan, sedangkan Panjalu kemudian dikenal
dengan nama Kediri meliputi Kediri, Madiun, dan ibu kotanya Daha. Berdasarkan prasasti-prasasti yang
ditemukan masing-masing kerajaan saling merasa berhak atas seluruh tahta Airlangga sehingga
terjadilah peperangan.

Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya karena kedua putranya
bersaing memperebutkan takhta. Putra yang bernama Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat
bernama Panjalu yang berpusat di kota baru, yaitu Daha. Sedangkan putra yang bernama Mapanji
Garasakan mendapatkan kerajaan timur bernama Janggala yang berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan.
Panjalu dapat dikuasai Jenggala dan diabadikanlah nama Raja Mapanji Garasakan (1042 – 1052 M)
dalam prasasti Malenga. Ia tetap memakai lambang Kerajaan Airlangga, yaitu Garuda Mukha.

Pada awalnya perang saudara tersebut, dimenangkan oleh Jenggala tetapi pada perkembangan
selanjutnya Panjalu/Kediri yang memenangkan peperangan dan menguasai seluruh tahta Airlangga.
Dengan demikian di Jawa Timur berdirilah kerajaan Kediri dimana bukti-bukti yang menjelaskan kerajaan
tersebut, selain ditemukannya prasasti-prasasti juga melalui kitab-kitab sastra. Dan yang banyak
menjelaskan tentang kerajaan Kediri adalah hasil karya berupa kitab sastra. Hasil karya sastra tersebut
adalah kitab Kakawin Bharatayudha yang ditulis Mpu Sedah dan Mpu Panuluh yang menceritakan
tentang kemenangan Kediri/Panjalu atas Jenggala.
B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, penyusun ingin mengetahui:

1. Bagaimana kehidupan politik masyarakat kerajaan Singasari dan Kediri?

2. Bagaimana kehidupan ekonomi masyarakat kerajaan Singasari dan Kediri?

3. Bagaimana kehidupan sosial masyarakat kerajaan Singasari dan Kediri?

4. Bagaimana kehidupan budaya masyarakat kerajaan Singasari dan Kediri?

C. TUJUAN

Laporan ini dibuat bertujuan untuk memenuhi tugas Sejarah serta

1. Memahami kehidupan politik masyarakat kerajaan Singasari dan Kediri

2. Memahami kehidupan ekonomi masyarakat kerajaan Singasari dan Kediri

3. Memahami kehidupan sosial masyarakat kerajaan Singasari dan Kediri

4. Memahami kehidupan budaya masyarakat kerajaan Singasari dan Kediri


BAB II

PEMBAHASAN

A. KERAJAAN SINGASARI

1. Kehidupan Politik

Untuk menciptakan pemerintahan yang kuat dan teratur, Kertanegara telah membentuk badan-badan
pelaksana. Raja sebagai penguasa tertinggi. Kemudian raja mengangkat penasihat yang terdiri atas
rakryan i hino, rakryan i sirikan, dan rakryan i halu. Untuk membantu raja dalam pelaksanaan
pemerintahan, diangkat beberapa pejabat tinggi kerajaan yang terdiri dari Rakryan Mapatih, Rakryan
Demung dan Rakryan Kanuruhan. Selain itu, ada pegawai-pegawai rendahan.

Untuk menciptakan stabilitas politik dalam negeri, Kertanegara melakukan penataan di lingkungan para
pejabat. Orang-orang yang tidak setuju dengan cita-cita Kertanegara diganti. Sebagai contoh, Patih
Raganata (Kebo Arema) diganti oleh Aragani dan Banyak Wide dipindahkan ke Madura, menjadi bupati
Sumenep dengan nama Arya Wiraraja.

Kartanegara berusaha memperluas kerajaan Singasari dengan gagasan Cakrawala Mandala. Pada tahun
1275, Kertanegara mengirim pasukan ke Sumatra dengan Ekspedisi Pamalau. Ia ingin menghadang
pasukan Mongol yang berencana menggelar ekspansi. Selain itu Singasari juga menaklukkan Pahang,
Sunda, Bali, Bakulapura dan Gurun. Kartanegara juga menjalin persahabatan dengan Raja Campa untuk
menghalau pasukan Mongol ke Jawa. Akan tetapi sebelum sampai ke Jawa, pasukan Mongol sudah
dihadang oleh Jayakatwang dari kerajaan Kediri. Dalam serangan ini pula Kertanegara tewas besrta
petinggi petinggi istana lainnya.
2. Kehidupan Ekonomi

Mengenai kehidupan perekonomian Singosari tidak begitu jelas diketahui. Akan tetapi mengingat
kerajaan tersebut terletak di tepi sungai Brantas (Jawa Timur), kemungkinan masalah ekonomi tidak
jauh berbeda dari kerajaan – kerajaan terdahulunya, yaitu secara langsung maupun secara tidak
langsung rakyat ikut ambil bagian dalam dunia pelayaran.

3. Kehidupan Sosial

Ketika Ken Arok menjadi Akuwu di Tumapel, berusaha meningkatkan kehidupan masyarakatnya. Banyak
daerah – daerah yang bergabung dengan Tumapel. Namun pada masa pemerintahan Anusapati,
kehidupan kehidupan sosial masyarakat kurang mendapat perhatian, karena ia larut dalam
kegemarannya menyabung ayam. Pada masa Wisnuwardhana kehidupan sosial masyarakatnya mulai
diatur rapi. Dan pada masa Kertanegara, ia meningkatkan taraf kehidupan masyarakatnya.

4. Kehidupan Budaya

Kehidupan kebudayaan masyarakat Singasari dapat diketahui dari peninggalan candi-candi dan patung-
patung yang berhasil dibangunnya. Candi hasil peninggalan Singasari, di antaranya adalah Candi Kidal,
Candi Jago, dan Candi Singasari. Adapun arca atau patung hasil peninggalan Kerajaan Singasari, antara
lain Patung Ken Dedes sebagai perwujudan dari Prajnyaparamita lambang kesempurnaan ilmu dan
Patung Kertanegara dalam wujud Patung Joko Dolog di temuakan di dekat Surabaya, dan patung
Amoghapasa juga merupakan perwujudan Raja Kertanegara yang dikirim ke Dharmacraya ibukota
kerajaan melayu.

Kudua perwujudan patung Raja Kertanegara baik patung Joko Dolog maupun patung Amoghapasa
menyatakan bahwa Raja Kertanegara menganut agama Budha beraliran Tantrayana ( Tantriisme ).

5. Kehidupan Agama

Diangkat seorng Dharmadyaksa (kepala agama Buddha). Disamping itu ada pendeta Maha Brahmana
yang mendampingi Raja, dengan pangkat Sangkhadharma. Sesuai dengan agama yang dianutnya,
Kertanegara didharmakan sebagai Syiwa Buddha di candi Jawi, di Sagala bersama – sama dengan
permaisurinya yang diwujudkan sebagai Wairocana Locana, dan sebagai Bairawa di candi Singasari.
Terdapat prasasti pada lapik (alas) arca Joko Dolog yang ada di taman Simpang di Surabaya, yang
menyebutkan bahwa Kertanegara dinobatkan sebagai Jina atau Dhyani Buddha yaitu sebagai Aksobya.
Sedangkan arca Joko Dolog itu sendiri merupakan arca perwujudannya. Sebagai seorang Jina ia bergelar
Jnanasiwabajra.

6. Sistem Pemerintahan

Menurut versi Pararaton yang informasinya didapat dari Prasasti Kudadu, Ken Arok adalah pendiri
Kerajaan Singasari yang digantikan oleh Anusapati (1247–1249 M). Anusapati diganti oleh Tohjaya
(1249–1250 M), yang diteruskan oleh Ranggawuni alias Wisnuwardhana (1250–1272 M). Terakhir adalah
Kertanegara yang memerintah sejak 1272 hingga 1292 M. Sementara pada versi Negarakretagama, raja
pertama Kerajaan Singasari adalah Rangga Rajasa Sang Girinathapura (1222–1227 M). Selanjutnya
adalah Anusapati, yang dilanjutkan Wisnuwardhana (1248–1254 M). Terakhir adalah Kertanagara (1254–
1292 M). Data ini didapat dari prasasti Mula Malurung.

a. Ken Arok (1222–1227 M)

Pendiri Kerajaan Singasari adalah Ken Arok yang sekaligus juga menjadi Raja Singasari yang pertama
dengan gelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi. Munculnya Ken Arok sebagai raja pertama Singasari
menandai munculnya suatu dinasti baru, yakni Dinasti Rajasa (Rajasawangsa) atau Girindra
(Girindrawangsa). Ken Arok hanya memerintah selama lima tahun (1222–1227 M). Pada tahun 1227 M,
Ken Arok dibunuh oleh seorang suruhan Anusapati (anak tiri Ken Arok). Ken Arok dimakamkan di
Kegenengan dalam bangunan Siwa–Buddha.

b. Anusapati (1227 – 1248 M)

Candi Kidal

Dengan meninggalnya Ken Arok maka takhta Kerajaan Singasari jatuh ke tangan Anusapati. Dalam
jangka waktu pemerintahaannya yang lama, Anusapati tidak banyak melakukan pembaharuan-
pembaharuan karena larut dengan kesenangannya menyabung ayam. Peristiwa kematian Ken Arok
akhirnya terbongkar dan sampai juga ke Tohjoyo (putra Ken Arok dengan Ken Umang). Tohjoyo
mengetahui bahwa Anusapati gemar menyabung ayam sehingga diundangnya Anusapati ke Gedong Jiwa
(tempat kediamanan Tohjoyo) untuk mengadakan pesta sabung ayam. Pada saat Anusapati asyik
menyaksikan aduan ayamnya, secara tiba-tiba Tohjoyo menyabut keris buatan Empu Gandring yang
dibawanya dan langsung menusuk Anusapati. Dengan demikian, meninggallah Anusapati yang
didharmakan di Candi Kidal.

c. Tohjoyo (1248 M)

Dengan meninggalnya Anusapati maka tahta Kerajaan Singasari dipegang oleh Tohjoyo. Namun, Tohjoyo
memerintah Kerajaan Singasari tidak lama sebab anak Anusapati yang bernama Ranggawuni berusaha
membalas kematian ayahnya. Dengan bantuan Mahesa Cempaka dan para pengikutnya, Ranggawuni
berhasil menggulingkan Tohjoyo dan kemudian menduduki singgasana.
d. Ranggawuni (1248–1268 M)

Candi jago

Ranggawuni naik takhta Kerajaan Singasari pada tahun 1248 M dengan gelar Sri Jaya Wisnuwardana
oleh Mahesa Cempaka (anak dari Mahesa Wongateleng) yang diberi kedudukan sebagai ratu angabhaya
dengan gelar Narasinghamurti. Ppemerintahan Ranggawuni membawa ketenteraman dan kesejahteran
rakyat Singasari. Pada tahun 1254 M Wisnuwardana mengangkat putranya yang bernama Kertanegara
sebagai yuwaraja (raja muda) dengan maksud mempersiapkannya menjadi raja besar di Kerajaan
Singasari. Pada tahun 1268 Wisnuwardanameninggal dunia dan didharmakan di Jajaghu atau Candi Jago
sebagai Buddha Amogapasa dan di Candi Waleri sebagai Siwa.

e. Kartanegara (1268-1292 M)

Arca Amoghapasa

Kertanegara adalah Raja Singasari terakhir dan terbesar karena mempunyai cita-cita untuk menyatukan
seluruh Nusantara. Ia naik takhta pada tahun 1268 dengan gelar Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara.
Dalam pemerintahannya, ia dibantu oleh tiga orang mahamentri, yaitu mahamentri i hino, mahamentri i
halu, dan mahamenteri i sirikan. Untuk dapat mewujudkan gagasan penyatuan Nusantara, ia mengganti
pejabat-pejabat yang kolot dengan yang baru, seperti Patih Raganata digantikan oleh Patih Aragani.
Banyak Wide dijadikan Bupati di Sumenep (Madura) dengan gelar Aria Wiaraja. Setelah Jawa dapat
diselesaikan, kemudian perhatian ditujukan ke daerah lain. Kertanegara mengirimkan utusan ke Melayu
yang dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu 1275 yang berhasil menguasai Kerajaan Melayu. Hal ini
ditandai dengan pengirimkan Arca Amoghapasa ke Dharmasraya atas perintah Raja Kertanegara.

Selain menguasai Melayu, Singasari juga menaklukan Pahang, Sunda, Bali, Bakulapura (Kalimantan
Barat), dan Gurun (Maluku). Kertanegara juga menjalin hubungan persahabatan dengan raja
Champa,dengan tujuan untuk menahan perluasaan kekuasaan Kubilai Khan dari Dinasti Mongol. Kubilai
Khan menuntut raja-raja di daerah selatan termasuk Indonesia mengakuinya sebagai yang dipertuan.
Kertanegara menolak dengan melukai muka utusannya yang bernama Mengki. Tindakan Kertanegara ini
membuat Kubilai Khan marah besar dan bermaksud menghukumnya dengan mengirimkan pasukannya
ke Jawa. Mengetahui sebagian besar pasukan Singasari dikirim untuk menghadapi serangan Mongol
maka Jayakatwang (Kediri) menggunakan kesempatan untuk menyerangnya. Serangan dilancarakan dari
dua arah, yakni dari arah utara merupakan pasukan pancingan dan dari arah selatan merupakan
pasukan inti.

Pasukan Kediri dari arah selatan dipimpin langsung oleh Jayakatwang dan berhasil masuk istana dan
menemukan Kertanagera berpesta pora dengan para pembesar istana. Kertanaga beserta pembesar-
pembesar istana tewas dalam serangan tersebut. Ardharaja berbalik memihak kepada ayahnya
(Jayakatwang), sedangkan Raden Wijaya berhasil menyelamatkan diri dan menuju Madura dengan
maksud minta perlindungan dan bantuan kepada Aria Wiraraja. Atas bantuan Aria Wiraraja, Raden
Wijaya mendapat pengampunan dan mengabdi kepada Jayakatwang. Raden Wijaya diberi sebidang
tanah yang bernama Tanah Tarik oleh Jayakatwang untuk ditempati. Dengan gugurnya Kertanegara
maka Kerajaan Singasari dikuasai oleh Jayakatwang. Ini berarti berakhirnya kekuasan Kerajaan Singasari.
Sesuai dengan agama yang dianutnya, Kertanegara kemudian didharmakan sebagai Siwa––Buddha
(Bairawa) di Candi Singasari. Arca perwujudannya dikenal dengan nama Joko Dolog yang sekarang
berada di

Candi Singasari

Taman Simpang, Surabaya.

KEHIDUPAN POLITIK, EKONOMI, SOSIAL BUDAYA DAN AGAMA KERAJAAN MAJAPAHIT

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kerajaan bercorak Hindu yang terakhir dan terbesar di pulau Jawa adalah Majapahit. Menurut cerita,
nama kerajaan ini berasal dari buah maja yang rasanya pahit. Ketika orang-orang Madura bersama
Raden Wijaya membuka hutan di Desa Tarik, mereka menemukan sebuah pohon maja yang berbuah
pahit. Padahal, rasa buah itu biasanya manis. Oleh karena itu, mereka menamakan pemukiman yang
baru mereka bangun itu sebagai Majapahit.

Kerajaan Majapahit disebut sebagai kerajaan nasional Indonesia yang ke

dua. Hal tersebut disebabkan oleh upaya yang besar dari kerajaan ini untuk mewujudkan suatu cita-cita
yaitu penyatuan Nusantara. Dalam perjalanan Sejarah, upaya integrasi wilayah kepulauan Nusantara
memang tidak sepenuhnya berlangsung dengan mulus dan dilakukakan dengan cara Ksatria. Peristiwa
bubat yang disusul dengan perpecahan internal di dalam tubuh Majapahit sendiri menyebabkan cita-cita
penyatuan tidak sepenuhnya dapat dilakukan. Meskipun demikian pada awalnya, Majapahit merupakan
kerajaan yang mempunyai wibawa dan kekuatan yang besar, sehingga kerajaan lain harus berpikir
ratusan kali untuk membelot atau memberontak terhadap kekuasaan yang ada.

Ketika Singasari jatuh ke tangan Jayakatwang, Raden Wijaya (menantu Kertanegara) lari ke Madura. Atas
bantuan Arya Wiraraja, ia diterima kembali dengan baik oleh Jayakatwang dan diberi sebidang tanah di
Tarik (Mojokerto). Ketika tentara Kublai Khan menyerbu Singasari, Raden Wijaya berpura-pura
membantu menyerang Jayakatwang. Namun, setelah Jayakatwang dibunuh, Raden Wijaya berbalik
menyerang tentara Mongol dan berhasil mengusirnya. Setelah itu, Raden Wijaya mendirikan Kerajaan
Majapahit (1293) dan menobatkan dirinya dengan gelar Sri Kertarajasa Jayawardhana.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, penyusun ingin mengetahui:

1. Bagaimana kehidupan politik masyarakat kerajaan Majapahit?

2. Bagaimana kehidupan ekonomi masyarakat kerajaan Majapahit?

3. Bagaimana kehidupan sosial budaya masyarakat kerajaan Majapahit?

4. Bagaimana kehidupan agama masyarakat kerajaan Majapahit?

C. TUJUAN

Laporan ini dibuat bertujuan untuk memenuhi tugas Sejarah serta

1. Memahami kehidupan politik masyarakat kerajaan Majapahit

2. Memahami kehidupan ekonomi masyarakat kerajaan Majapahit

3. Memahami kehidupan sosial budaya masyarakat kerajaan Majapahit

4. Memahami kehidupan agama masyarakat kerajaan Majapahit


BAB II

PEMBAHASAN
A. PEMBAHASAN POKOK

1. Kehidupan Politik

Kehidupan politik Kerajaan Majapahit berhubungan pemerintahan dan kepemimpinan rajanya. Raja-raja
itu antara lain

a. Raden Wijaya

Berdirinya Kerajaan Majapahit sangat berhubungan dengan runtuhnya Kerajaan Singasari. Kerajaan
Singasari runtuh setelah salah satu raja vasalnya yaitu Jayakatwang mengadakan pemberontakan.
Kerajaan Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya yang merupakan menantu dari Raja Singasari terakhir
yaitu Kertanegara. Raden Wijaya beserta istri dan pengikutnya dapat meloloskan diri ketika Singasari
diserang Jayakatwang. Raden Wijaya meloloskan diri dan pergi ke Madura untuk menemui dan meminta
perlindungan Bupati Sumenep dari Madura yaitu Aryawiraraja. Berkat Aryawiraraja juga, Raden Wijaya
mendapat pengampunan dari Jayakatwang, bahkan Raden Wijaya sendiri diberi tanah di hutan Tarik
dekat Mojokerto yang kemudian daerah itu dijadikan sebagai tempat berdirinya kerajaan Majapahit.

Raden Wijaya kemudian menyusun kekuatan di Majapahit dan mencari saat yang tepat untuk
menyerang balik Jayakatwang. Untuk itu, dia mencoba mencari dukungan kekuatan dari raja-raja yang
masih setia pada Singasari atau raja yang kurang senang pada Jayakatwang. Kesempatan untuk
menghancurkan Jayakatwang akhirnya muncul setelah tentara Mongol mendarat di Jawa untuk
menyerang Kertanegara. Keadaan seperti ini dimanfaatkan oleh Raden Wijaya dengan cara memperalat
mereka untuk menyerang Jayakatwang. Raden Wijaya bersama-sama dengan pasukan Kubhilai Khan
berhasil mengalahkan pasukan Jayakatwang. Begitu pula Jayakatwang berhasil ditangkap dan lalu
dibunuh oleh pasukan Kubhilai Khan.

Setelah Jayakatwang terbunuh, lalu Raden Wijaya melakukan serangan balik terhadap pasukan Kubhilai
Khan. Raden Wijaya berhasil memukul mundur pasukan Kubhilai Khan, sehingga mereka terpaksa
menyelamatkan diri keluar Jawa. Setelah berhasil mengusir pasukan Kubhilai Khan, Raden Wijaya
dinobatkan menjadi raja Majapahit pada tahun 1293 M dengan gelar Sri Kertarajasa Jayawardhana.

Sebagai seorang raja yang besar, Raden Wijaya memperistri empat putri Kertanegara sebagai
permaisurinya. Dari Tribuana, ia mempunyai seorang putra yang bernama Jayanegara. Sedangkan dari
Gayatri, ia mempunyai dua orang putri, yaitu Tribuanatunggadewi dan Rajadewi Maharajasa.

Para pengikut Raden Wijaya yang setia dan berjasa dalam mendirikan kerajaan Majapahit, diberi
kedudukan yang tinggi dalam pemerintahan. Tetapi ada saja yang tidak puas dengan kedudukan yang
diperolehnya. Hal ini menimbulkan pemberontakan di sana-sini. Pada tahun 1309 M, Raden Wijaya
meninggal dunia dan didarmakan di Antahpura, dekat Blitar. Setelah Raden Wijaya meninggal dunia,
Kerajaan Majapahit dipimpin oleh Jayanegara dengan gelar Sri Jayanegara.

b. Jayanegera.
Pada masa pemerintahannya, Jayanegara dirongrong oleh serentetan pemberontakan. Pemberontakan-
pemberontakan ini datang dari Ranggalawe (1309), Lembu Sora (1311), Juru Demung dan Gajah Biru
(1314), Nambi (1316), dan Kuti (1320).

Pemberontakan Kuti merupakan pemberontakan yang paling berbahaya karena Kuti berhasil menduduki
ibu kota Majapahit, sehingga raja Jayanegara terpaksa melarikan diri ke daerah Badandea. Jayanegara
diselamatkan oleh pasukan Bhayangkari di bawah pimpinan Gajah Mada. Berkat ketangkasan dan siasat
jitu dari Gajah Mada, pemberontakan Kuti berhasil ditumpas. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya,
Gajah Mada diangkat menjadi Patih di Kahuripan pada tahun 1321 M dan Patih di Daha (Kediri).

Pada tahun 1328, Jayanegara tewas dibunuh oleh Tabib Israna Ratanca, ia didharmakan di dalam pura di
Sila Petak dan Bubat. Jayanegara tidak mempunyai putra, maka takhta kerajaan digantikan oleh adik
perempuannya yang bernama Tribhuanatunggadewi. Ia dinobatkan menjadi raja Majapahit dengan
gelar Tribhuanatunggadewi Jaya Wisnu Wardhani.

c. Tribhuanatunggadewi

Pada masa pemerintahannya, terjadi pemberontakan Sadeng dan Keta pada tahun 1331.
Pemberontakan ini dapat dipadamkan oleh Gajah Mada. Sebagai penghargaan atas jasanya, Gajah Mada
diangkat menjadi mahapatih di Majapahit oleh Tribhuanatunggadewi.

Di hadapan raja dan para pembesar Majapahit, Gajah Mada mengucapkan sumpah yang terkenal
dengan nama Sumpah Palapa. Isi sumpahnya, ia tidak akan Amukti Palapa sebelum ia dapat
menundukkan Nusantara, yaitu Gurun, Seran, Panjungpura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda,
Palembang, dan Tumasik.

Dalam rangka mewujudkan cita-citanya, Gajah Mada menaklukkan Bali pada tahun 1334, kemudian
Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, Sumatra, dan beberapa daerah di Semenanjung Malaka.
Seperti yang tercantum dalam kitab Negarakertagama, wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit sangat
luas, yakni meliputi daerah hampir seluas wilayah Republik Indonesia sekarang.

Tribhuanatunggadewi memerintah selama dua puluh dua tahun. Pada tahun 1350, ia mengundurkan diri
dari pemerintahan dan digantikan oleh putranya yang bernama Hayam Wuruk. Pada tahun 1350 M,
putra mahkota Hayam Wuruk dinobatkan menjadi raja Majapahit dengan gelar Sri Rajasanagara dan ia
didampingi oleh Mahapatih Gajah Mada.

d. Hayam Wuruk

Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Hayam Wuruk. Wilayah
kekuasaan Majapahit meliputi seluruh Nusantara. Pada saat itulah cita-cita Gajah Mada dengan Sumpah
Palapa berhasil diwujudkan.

Usaha Gajah Mada dalam melaksanakan politiknya, berakhir pada tahun 1357 dengan terjadinya
peristiwa di Bubat, yaitu perang antara Pajajaran dengan Majapahit. Pada waktu itu, Hayam Wuruk
bermaksud untuk menikahi putri Dyah Pitaloka. Sebelum putri Dyah Pitaloka dan ayahnya beserta para
pembesar Kerajaan Pajajaran sampai di Majapahit, mereka beristirahat di lapangan Bubat. Di sana
terjadi perselisihan antara Gajah Mada yang menghendaki agar putri itu dipersembahkan oleh raja
Pajajaran kepada raja Majapahit. Para pembesar Kerajaan Pajajaran tidak setuju, akhirnya terjadilah
peperangan di Bubat yang menyebabkan semua rombongan Kerajaan Pajajaran gugur.

Pada tahun 1364 M, Gajah Mada meninggal dunia. Hal itu merupakan kehilangan yang sangat besar bagi
Majapahit. Kemudian pada tahun 1389 Raja Hayam Wuruk meninggal dunia. Hal ini menjadi salah satu
penyebab surutnya kebesaran Kerajaan Majapahit di samping terjadinya pertentangan yang
berkembang menjadi perang saudara.

Setelah Hayam Wuruk meninggal, takhta Kerajaan Majapahit diduduki oleh Wikramawardhana. Ia
adalah menantu Hayam Wuruk yang menikah dengan putrinya yang bernama Kusumawardhani. Ia
memerintah Kerajaan Majapahit selama dua belas tahun.

Pada tahun 1429 M, Wikramawardhana meninggal dunia. Selanjutnya raja-raja yang memerintah
Majapahit setelah Wikramawardhana adalah:

1) Suhita (1429 M 1447 M), putri Wikramawardhana;

2) Kertawijaya (1448 M 1451 M), adik Suhita;

3) Sri Rajasawardhana (1451 M 1453 M);

4) Girindrawardhana (1456 M 1466 M), anak dari Kertawijaya;

5) Sri Singhawikramawardhana (1466 M 1474 M);

6) Girindrawardhana Dyah Ranawijaya.

Runtuhnya Kerajaan Majapahit pada tahun 1400 Saka (1478 M) dijelaskan dalam Chandra Sengkala yang
berbunyi, “Sirna ilang Kertaning-Bhumi” dengan adanya peristiwa perang saudara antara Dyah
Ranawijaya dengan Bhre Kahuripan. Selain itu, keruntuhan Majapahit disebabkan karena serangan dari
Kerajaan Islam Demak

2. Kehidupan Ekonomi

Majapahit merupakan negara agraris dan juga sebagai negara maritim. Kedudukan sebagai negara
agraris tampak dari letaknya di pedalaman dan dekat aliran sungai. Kedudukan sebagai negara maritim
tampak dari kesanggupan angkatan laut kerajaan itu untuk menanamkan pengaruh Majapahit di seluruh
nusantara. Dengan demikian, kehidupan ekonomi masyarakat Majapahit menitikberatkan pada bidang
pertanian dan pelayaran.

Udara di Jawa panas sepanjang tahun. Panen padi terjadi dua kali dalam setahun, butir berasnya amat
halus. Terdapat pula wijen putih, kacang hijau, rempah-rempah, dan lain-lain kecuali gandum. Buah-
buahan banyak jenisnya, antara lain pisang, kelapa, delima, pepaya, durian, manggis, langsa, dan
semangka. Sayur mayur berlimpah macamnya. Jenis binatang juga banyak.
Untuk membantu pengairan pertanian yang teratur, pemerintah Majapahit membangun dua buah
bendungan, yaitu Bendungan Jiwu untuk persawahan dan Bendungan Trailokyapur untuk mengairi
daerah hilir.

Majapahit memiliki mata uang sendiri yang bernama gobog. Gobog merupakan uang logam yang terbuat
dari campuran perak, timah hitam, timah putih, dan tembaga. Bentuknya koin dengan lubang di
tengahnya.

Dalam transaksi perdagangan, selain menggunakan mata uang gobog, penduduk Majapahit juga
menggunakan uang kepeng dari berbagai dinasti. Menurut catatan Wang Ta-yuan seorang pedagang
dari Tiongkok, komoditas ekspor Jawa pada saat itu ialah lada, garam, kain, dan burung kakak tua.
Sedangkan komoditas impornya adalah mutiara, emas, perak, sutra, barang keramik, dan barang dari
besi.

3. Kehidupan Sosial Budaya

Pola tata masyarakat Majapahit dibedakan atas lapisan-lapisan masyarakat yang perbedaannya lebih
bersifat statis. Walaupun di Majapahit terdapat empat kasta seperti di India, yang lebih dikenal dengan
catur warna, tetapi hanya bersifat teoritis dalam literatur istana.

Pola ini dibedakan atas empat golongan masyarakat, yaitu brahmana, ksatria, waisya, dan sudra.
Namun terdapat pula golongan yang berada di luar lapisan ini, yaitu Candala, Mleccha, dan Tuccha, yang
merupakan golongan terbawah dari lapisan masyarakat Majapahit.

Brahmana (kaum pendeta) mempunyai kewajiban menjalankan enam dharma, yaitu: mengajar; belajar;
melakukan persajian untuk diri sendiri dan orang lain; membagi dan menerima derma (sedekah) untuk
mencapai kesempurnaan hidup; dan bersatu dengan Brahman (Tuhan). Mereka juga mempunyai
pengaruh di dalam pemerintahan, yang berada pada bidang keagamaan dan dikepalai oleh dua orang
pendeta tinggi, yaitu pendeta dari agama Siwa (Saiwadharmadhyaksa) dan agama Buddha
(Buddhadarmadyaksa). Saiwadyaksa mengepalai tempat suci (pahyangan) dan tempat pemukiman
empu (kalagyan). Buddhadyaksa mengepalai tempat sembahyang (kuti) dan bihara (wihara). Menteri
berhaji mengepalai para ulama (karesyan) dan para pertapa (tapaswi).

Semua rohaniawan menghambakan hidupnya kepada raja yang disebut sebagai wikuhaji. Para
rohaniawan biasanya tinggal di sekitar bangunan agama, yaitu: mandala, dharma, sima, wihara, dan
sebagainya.

Kaum Ksatria merupakan keturunan dari pewaris tahta (raja) kerajaan terdahulu, yang mempunyai tugas
memerintah tampuk pemerintahan. Keluarga raja dapat dikatakan merupakan keturunan dari kerajaan
Singasari-Majapahit yang dapat dilihat dari silsilah keluarganya dan keluarga-keluarga kerabat raja
tersebar ke seluruh pelosok negeri, karena mereka melakukan sistem poligami secara meluas yang
disebut sebagai wargahaji atau sakaparek. Semua anggota keluarga raja masing-masing diberi nama atas
gelar, umur, dan fungsi mereka di dalam masyarakat. Pemberian nama pribadi dan nama gelar terhadap
para putri dan putra raja didasarkan atas nama daerah kerajaan yang akan mereka kuasai sebagai wakil
raja.

Waisya merupakan masyarakat yang menekuni bidang pertanian dan perdagangan. Mereka bekerja
sebagai pedagang, peminjam uang, penggara sawah, dan beternak.

Kemudian kasta yang paling rendah dalam catur warna adalah kaum sudra yang mempunyai kewajiban
untuk mengabdi kepada kasta yang lebih tinggi, terutama pada golongan brahmana.

Golongan terbawah yang tidak termasuk dalam catur warna dan sering disebut sebagai pancama (warna
kelima), yaitu:

a. Candala merupakan anak dari perkawinan campuran antara laki-laki (golongan sudra) dengan
wanita (dari ketiga golongan lainnya: brahmana, waisya, dan waisya). Sehingga sang anak mempunyai
status yang lebih rendah dari ayahnya.

b. Mleccha adalah semua bangsa di luar Arya tanpa memandang bahasa dan warna kulit, yaitu para
pedagang-pedagang asing (Cina, India, Champa, Siam, dll.) yang tidak menganut agama Hindu.

c. Tuccha ialah golongan yang merugikan masyarakat, salah satu contohnya adalah para penjahat.
Ketika mereka diketahui melakukan tatayi, maka raja dapat menjatuhi hukuman mati kepada pelakunya.
Perbuatan tatayi adalah membakar rumah orang, meracuni sesama, mananung, mengamuk, merusak,
dan memfitnah kehormatan perempuan.

Dari aspek kedudukan dalam masyarakat Majapahit, wanita mempunyai status yang lebih rendah dari
para lelaki. Hal ini terlihat pada kewajiban mereka untuk melayani dan menyenangkan hati para suami
mereka saja. Wanita tidak boleh ikut campur dalam urusan apapun, selain mengurusi dapur rumah
tangga mereka. Dalam undang-undang Majapahit pun para wanita yang sudah menikah tidak boleh
bercakap-cakap dengan lelaki lain, dan sebaliknya. Hal ini bertujuan untuk menghindari pergaulan bebas
antara kaum pria dan wanita.

Pada masa Majapahit bidang seni budaya berkembang pesat, terutama seni sastra. Karya seni sastra
yang dihasilkan pada masa zaman awal Majapahit, antara lain sebagai berikut:

a. Kitab Negarakertagama karangan Empu Prapanca pada tahun 1365. Isinya menceritakan hal-hal
sebagai berikut:

1) Sejarah raja-raja Singasari dan Majapahit dengan masa pemerintahannya.

2) Keadaan kota Majapahit dan daerah-daerah kekuasaannya.

3) Kisah perjalanan Raja Hayam Wuruk ketika berkunjung ke daerah kekuasaannya di Jawa Timur
beserta daftar candi-candi yang ada.

4) Kehidupan keagamaan dengan upacara-upacara sakralnya, misalnya upacara Srrada untuk


menghormati roh Gayatri dan menambah kesaktian raja.
b. Kitab Sutasoma karangan Empu Tantular. Kitab tersebut berisi riwayat Sutasoma, seorang anak raja
yang menjadi pendeta Buddha.

c. Kitab Arjunawijaya karangan Empu Tantular. Kitab tersebut berisi tentang riwayat raja raksasa
yang berhasil ditundukkan oleh Raja Arjunasasrabahu.

d. Kitab Kunjarakarna dan Parthayajna, tidak jelas siapa pengarangnya. Kitab itu berisi kisah raksasa
Kunjarakarna yang ingin menjadi manusia, dan pengembaraan Pandawa di hutan karena kalah bermain
dadu dengan Kurawa.

Sedangkan, karya seni sastra yang dihasilkan pada zaman akhir Majapahit antara lain, sebagai berikut:

a. Kitab Pararaton, isinya menceritakan riwayat raja-raja Singasari dan Majapahit.

b. Kitab Sudayana, isinya tentang Peristiwa Bubat.

c. Kitab Sorandakan, isinya tentang pemberontakan Sora.

d. Kitab Ranggalawe, isinya tentang pemberontakan Ranggalawe.

e. Kitab Panjiwijayakrama, isinya riwayat R.Wijaya sampai dengan menjadi Raja Majapahit.

f. Kitab Usana Jawa, isinya tentang penaklukan Bali oleh Gajah Mada dan Aryadamar.

g. Kitab Tantu Panggelaran, tentang pemindahan gunung Mahameru ke Pulau Jawa oleh Dewa
Brahma, Wisnu, dan Siwa.

Di samping seni sastra, seni bangunan juga berkembang pesat. Bermacam-macam candi didirikan
dengan ciri khas Jawa Timur, yaitu dibuat dari bata, misalnya Candi Panataran, Candi Tigawangi, Candi
Surawana, Candi Jabung, dan Gapura Bajang Ratu.

4. Kehidupan Agama

Pada masa Kerajaan Majapahit berkembang agama Hindu Syiwa dan Buddha. Kedua umat beragama itu
memiliki toleransi yang besar sehingga tercipta kerukunan umat beragama yang baik. Raja Hayam
Wuruk beragama Syiwa, sedangkan Gajah Mada beragama Buddha. Namun, mereka dapat bekerja sama
dengan baik.

Rakyat ikut meneladaninya, bahkan Empu Tantular menyatakan bahwa kedua agama itu merupakan
satu kesatuan yang disebut Syiwa–Buddha. Hal itu ditegaskan lagi dalam Kitab Sutasoma dengan kalimat
Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharmma Mangrwa. Artinya, walaupun beraneka ragam, tetap dalam
satu kesatuan, tidak ada agama yang mendua.

Urusan keagamaan diserahkan kepada pejabat tinggi yang disebut Dharmmaddhyaksa. Jabatan itu
dibagi dua, yaitu Dharmmaddhyaksa Ring Kasaiwan untuk urusan agama Syiwa dan Dharmmaddhyaksa
Ring Kasogatan untuk urusan agama Buddha. Kedua pejabat itu dibantu oleh sejumlah pejabat
keagamaan yang disebut dharmmaupatti. Pejabat itu, pada zaman Hayam Wuruk yang terkenal ada
tujuh orang yang disebut sang upatti sapta. Di samping sebagai pejabat keagamaan, para upatti juga
dikenal sebagai kelompok cendekiawan atau pujangga. Misalnya, Empu Prapanca adalah seorang
Dharmmaddhyaksa dan juga seorang pujangga besar dengan kitabnya Negarakertagama.

Untuk keperluan ibadah, raja juga melakukan perbaikan dan pembangunan candi-candi.

Anda mungkin juga menyukai