1 Pengertian Undang-Undang memandang soal Perkawinan ialah suatu ikatan lahir batin Tidak ada
perkawinan hanya dalam hubungan- antara seorang pria dengan seorang
hubungan perdata. (Pasal 26) wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
Hubungan-hubungan perdata ialah membentuk keluarga (rumah tangga)
hubungan yang hanya melibatkan yang bahagia dan kekal berdasarkan Ke-
antara orang yang satu dengan orang Tuhanan Yang Maha Esa. (Pasal 1)
yang lainnya atau disebut hubungan Pengertian perkawinan menurut UU No 1
per-orangan. Dan pengertian tahun 1974 memiliki tiga unsur, yaitu
perkawinan dalam BW hanya ikatan lahir batin antara seorang pria
menjelaskan pengertian yuridis saja. dengan seorang wanita, bertujuan
membentuk keluarga yang bahagia dan
kekal, dan berdasarkan KeTuhanan YME.
2 Asas Pada BW, azas yang digunakan dalam Pada UU No 1 Tahun 1974, azas yang Tidak ada
perkawinan adalah, digunakan dalam perkawinan adalah,
a. Sepakat (Pasal 28) a. Sepakat (Pasal 3 ayat (2))
b. Monogami Mutlak (Pasal 27) b. Monagami tidak Mutlak (Pasal 3 ayat
(1))
3 Sahnya Perkawinan Perkawinan sah menurut BW, apabila: Perkawinan Sah menurut UU Tidak ada
a. Secara Yuridis, Hubungan- Perkawinan, apabila:
hubungan keperdataannya a. Dilakukan menurut hukum masing-
terpenuhi. (Pasal 26) masing agamanya dan
b. Yang hendak kawin kepercayaannya. (Pasal 2 ayat (1))
memberitahukan kepada Pegawai b. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut
Catatan Sipil ditempat salah satu peraturan perundang-undangan yang
pihak. (Pasal 50) berlaku. (Pasal 2 ayat (2))
4 Syarat Perkawinan a. Persetujuan kedua belah pihak. a. Persetujuan kedua belah pihak. (Pasal Putusan MK Nomor 22/PUU-
(Pasal 28) 6 ayat (1)) XV/2017 (Perkawinan Anak)
b. Batas usia untuk pria yaitu 18 b. Batas usia untuk pria yaitu 19 tahun, Berdasarkan Putusan tersebut
tahun, dan wanita yaitu 15 tahun. dan wanita yaitu 16 tahun. (Pasal 7 MK meminta batas usia kawin
(Pasal 29) ayat (1)) antara perempuan dan laki-laki
c. Apabila akan kawin, tapi belum c. Untuk melangsungkan perkawinan, dibedakan, sedangkan menurut
mencapai usia 30 tahun maka apabila belum mencapai usia 21 DPR tidak boleh dibedakan,
harus meminta izin dari ibu atau tahun, maka harus mendapat izin dari karena sebagai diskriminasi atas
bapak mereka (Pasal 42), dan kedua orangtua (Pasal 6 ayat (2)) dan dasar jenis kelamin. DPR
apabila tidak memperoleh izin apabila telah meninggal kedua menetapkan usia perkawinan
maka boleh meminta izin kepada orangtuanya maka minta izin kepada bagi pria dan wanita disamakan
Pengadilan Negeri tempat mereka salah satu orangtua yang masih hidup yakni 19 tahun.
tinggal. (Pasal 6 ayat (3), jika tidak ada maka
d. Perkawinan dilarang, antara: kepada wali (Pasal 6 ayat (4)), dan
1) Yang satu dengan yang lainnya jika tidak ada juga dapat meminta izin
bertalian keluarga dalam garis kepada Pengadilan (Pasal 6 ayat (5))
keturunan keatas maupun d. Perkawinan dilarang, antara:
kebawah, baik karena 1) Berhubungan darah dalam garis
perkawinan yang sah, maupun keturunan lurus kebawah atau
taksah atau karena perkawinan keatas
dan dalam garis menyimpang 2) Berhubungan darah dalam garis
antara saudara laki-laki dan keturunan menyamping
saudara perempuan sah atau 3) Berhubungan semenda
taksah. (Pasal 30) 4) Berhubungan sepersusuan
2) Antara ipar laki-laki dan ipar 5) Berhubungan saudara dengan
perempuan. (Pasal 31) isteri atau sebagai bibi atau
3) Antara paman atau paman kemenakan dari isteri
orangtua dan anak perempuan 6) Mempunyai hubungan yang
saudara atau cucu perempuan agamanya atau peraturan lain
saudara, seperti antara bibi atau yang berlaku, dilarang kawin
bibi orangtua dan anak laki- 7) Apabila antara suami-istri telah
laki saudara atau cucu laki-laki bercerai sebanyak 2 kali, maka
saudara. (Pasal 31) tidak boleh dilangsungkan
4) Perkawinan untuk kedua perkawinan lagi sepanjang hukum
kalianya dengan orang yang masing-masing agamanya dan
sama adalah terlarang (Pasal kepercayaannya dari keduanya
33) tidak menentukan lain. (Pasal 10)
5) Seorang wanita tidak 8) Bagi seorang wanita yang
diperbolehkan kawin lagi perkawinannya putus berlaku
sebelum lewat 300 hari jangka waktu tunggu sesuai
semenjak perkawinan terakhir dengan Peraturan Pemerintah
dibubarkan (Pasal 34) lebih lanjut. (Pasal 11)
5 Tata cara perkawinan Didalam BW diatur tata cara Didalam UU Perkawinan tata cara Tidak ada
perkawinan dari mulai sebelum pelaksanaan perkawinan diatur dalam
perkawinan, dan saat perkawinan itu perundang-undangan tersendiri. (Pasal
berlangsung (Pasal 50-58, Pasal 71- 12)
82)
6 Pencegahan a. Hak mencegah berlangsungnya a. Perkawinan dapat dicegah apabila ada Tidak ada
Perkawinan suatu perkawinan hanyalah ada pihak yang tidak memenuhi syarat-
pada suami-istri yang masing syarat untuk melangsungkan
mengikat satu sama lain, anak perkawinan. (Pasal 13)
yang dilahirkan dari perkawinan, b. Orang yang dapat mencegah
bapak atau ibunya, kakek atau perkawinan ialah para keluarga dalam
neneknya, saudaranya, dan garis keturunan lurus keatas dan
walinya. (Pasal 59-64) kebawah, saudara, wali nikah, wali,
b. Jika pencegahan perkawinannya pengampu dari salah seorang calon
ditolak kecuali dilakukan oleh para mempelai, pejabat yang ditunjuk dan
keluarga sedarah yang dalam garis pihak-pihak lainnya yang
lurus kebawah atau keatas atau berkepentingan, dan mereka berhak
Kejaksaan, mereka yang mencegah perkawinan tersebut
melakukan boleh dihukum dengan apabila nyatanya perkawinan tersebut
membayar segala biaya, rugi, dan mengakibatkan kesengsaraan bagi
bunga. (Pasal 69) calon mempelai lainnya. (Pasal 14
dan Pasal 17)
c. Pihak yang pencegahan
perkawinannya ditolak berhak
mengajukan permohonan kepada
pengadilan dalam wilayah pencatatan
perkawinan yang mengadakan
penolakan berkedudukan untuk
memberikan keputusan, dengan
menyerahkan surat keterangan
penolakan tersebut. (Pasal 21 ayat
(3))
7 Batalnya Perkawinan a. Batalnya perkawinan hanya dapat a. Batalnya perkawinan dimulai setelah Tidak ada
dinyatakan oleh hakim. (Pasal 85) keputusan Pengadilan yang bersifat
b. Perkawinan dapat dibatalkan, tetap dan berlaku sejak saat
apabila tidak ada kata sepakat berlangsungnya perkawinan (Pasal 28
antara kedua belah pihak, karena ayat (1))
ketidaksempurnaan akalnya, b. Perkawinan dapat dibatalkan, apabila
belum mencapai umur yang para pihak tidak memenuhi syarat-
disyaratkan, menyalahi ketentuan syarat untuk melangsungkan
dari pasal 30-33, berlangsung perkawinan. (Pasal 28)
tanpa izin orangtua dan orang yang
disebutkan dalam pasal 37-40.
(Pasal 87-91)
8 Perjanjian Perkawinan a. Perjanjian tidak boleh mengurangi a. Perjanjian tidak dapat disahkan Putusan MK Nomor 69/PUU-
segala hak yang disandarkan pada apabila melanggar batas-batas hukum, XIII/2015 (Perjanjian Kawin)
kekuasaan suami, istri, orangtua, agama, dan kesusilaan. (Pasal 29 ayat Pasca putusan MK ini perjanjian
dan hak-hak yang diberikan (2)) perkawinan sebelum dan sesudah
undang-undang kepada suami-istri. b. Perjanjian berlaku dimulai sejak berlangsungnya perkawinan
(Pasal 140) perkawinan dilangsungkan. (Pasal 29 diakui oleh negara.
b. Tidak boleh memperjanjikan ayat (3)) Dimana dalam putusan tersebut
sesuatu bahwa salah satu pihak c. Selama perkawinan berlangsung MK mengubah ketentuan Pasal
harus membayar utang pihak lain perjanjian tidak dapat dirubah, 29 UU perkawinan menjadi
dalam laba persatuan. (Pasal 142) kecuali bila kedua belah pihak setuju Frasa “pada waktu atau sebelum
c. Setelah perkawinan berlangsung, untuk melakukan perubahan dan perkawinan dilangsungkan”
dengan cara apapun perjanjian perubahan tidak merugikan pihak dalam Pasal 29 ayat (1), frasa
tersebut tidak dapat dirubah. (Pasal ketiga. (Pasal 29 ayat (4)) “...sejak perkawinan di-
149) langsungkan” dalam Pasal 29
ayat (3), dan frasa “selama
perkawinan berlangsung” dalam
Pasal 29 ayat (4) UU 1/1974
membatasi kebebasan 2 (dua)
orang individu untuk melakukan
atau kapan akan melakukan
“perjanjian”, sehingga ber-
tentangan dengan Pasal 28E ayat
(2) UUD 1945 sebagaimana dalil
Pemohon. Dengan demikian,
frasa “pada waktu atau sebelum
perkawinan dilangsungkan”
dalam Pasal 29 ayat (1) dan frasa
“selama perkawinan ber-
langsung” dalam Pasal 29 ayat
(4) UU Nomor 1 Tahun 1974
adalah bertentangan dengan
UUD 1945 secara bersyarat
sepanjang tidak dimaknai
termasuk pula selama dalam
ikatan perkawinan.
9 Hak dan Kewajiban a. Suami-isteri mengikat diri dalam a. Suami-isteri memikul kewajiban Tidak ada
Suami-Isteri satu perkawinan dan karena itu luhur untuk menegakkan rumah
terikatlah dalam satu perjanjian tangga yang menjadi sendi-sendi dari
timbale-balik, memelihara dan susunan masyarakat. (Pasal 30)
mendidik anak. (Pasal 104) b. Wajib saling mencintai,
b. Harus setia, tolong-menolong, dan menghormati, setia, memberikan
saling membantu satu sama lain bantuan lahir batin kepada satu sama
(Pasal 103) lain. (Pasal 33)
c. Suami adalah kepala dalam c. Suami adalah kepala keluarga dan
perkawinan, dan isteri harus isteri adalah ibu rumah tangga (Pasal
tunduk patuh kepada suaminya 32 ayat (2))
(Pasal 105-106) d. Hak dan kedudukan isteri adalah
d. Hak dan kedudukan suami lebih seimbang dengan hak dan kedudukan
tinggi daripada isterinya karena suami dalam kehidupan rumah tangga
segala sesuatu perbuatan, dan pergaulan hidup masyarakat.
perjanjian, harta, dan kekuasaan (Pasal 31 ayat (1))
harus berdasarkan izin tertulis dari e. Harus mempunyai kediaman yang
suaminya. (Pasal 108-110) tetap dan ditentukan secara bersama-
e. Suami wajib menerima isterinya sama (Pasal 32)
dalam rumah yang ia diami. (Pasal f. Suami wajib melindungi isterinya,
107) dan memberikan segala sesuatu
f. Suami wajib memberikan bantuan keperluan hidup rumah tangga sesuai
kepada isterinya (Pasal 105) dan dengan kemampuannya. Dan isteri
wajib membantunya dimuka wajib mengatur urusan rumah tangga
hakim (Pasal 110) sebaik-baiknya. Apabila keduanya
g. Suami harus mengurus harta melalaikan kewajibannya maka dapat
kekayaan milik pribadi isterinya mengajukan gugatan ke Pengadilan
dan harta kekayaan milik bersama (Pasal 34)
(Pasal 105) g. Masing-masing pihak berhak untuk
h. Suami tidak boleh memindah melakukan perbuatan hukum (Pasal
tangankan atau membebani harta 31 ayat (2))
kekayaan milik isterinya tanpa
persetujuan istri (Pasal 105)
i. Setiap isteri berhak membuat surat
wasiat tanpa izin suaminya (Pasal
118)
10 Harta Benda dalam a. Berlaku persatuan bulat antara a. Harta yang diperoleh selama Putusan MK Nomor
Perkawinan harta kekayaan suami dan isteri saat perkawinan menjadi harta bersama 64/PUUX/2012
perkawinan dilangsungkan, (Pasal 35 ayat (1)) dan mengenai Tidak ada pasal yang diubah
meliputi : harta yang sudah ada harta bersama dapat bertindak atas dalam Undang-Undang
pada waktu perkawinan dan harta persetujuan kedua belah pihak Perkawinan namun makna harta
yang diperoleh selama perkawinan. (Pasal 36 ayat (1)) bersama dalam putusan ini oleh
Namun harta tersebut bukan harta b. Harta bawaan adalah harta masing- mahkamah konstitusi diperluas
persatuan bulat apabila terdapat masing suami atau isteri sebelum menjadi
perjanjian kawin dan ada hibah atau perkawinan yang diperoleh dari “Untuk memberikan kepastian
warisan yang ditetapkan pewaris hadiah atau warisan dan dan perlindungan hukum yang
(Pasal 119 dan Pasal 120) pengusaannya ada dimasing-masing adil, ketentuan Pasal 40 ayat (1)
b. Suami atau isteri tidak pihak sepanjang pihak tidak Undang-Undang Perbankan
diperbolehkan memindahkan hak menentukan hal lain (Pasal 35 ayat harus dimaknai “Bank wajib
atas harta benda yang bukan (2)) dan mengenai harta bawaan Merahasiakan keterangan
miliknya, terlebih ketika harta itu masing-masing suami atau isteri mengenai nasabah penyimpan
bukan merupakan harta asal. (Pasal mempunyai hak sepenuhnya untuk dan simpanannya, kecuali dalam
124-125) melakukan perbuatan hukum hal sebagaimana dimaksud
mengenai hartanya (Pasal 36 ayat dalam Pasal 41, Pasal 41A,
(2)). Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44,
dan Pasal 44A serta untuk
kepentingan peradilan mengenai
harta bersama dalam perkara
perceraian”.
Sumber :
1. Buku Ke-Satu tentang Orang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek)
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
3. Laporan Penelitian Winda Wijayanti dan Alia Harumdani Widjaja, “Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Terkait Perkawinan
Terhadap Politik Hukum Perkawinan Di Indonesia”Jakarta, Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi, Tahun 2020