Anda di halaman 1dari 2

Probabilitas Penerapan Sistem Juri dalam Persidangan Pidana Indonesia

Indonesia adalah negara hukum yang teridiri dari kepulauan. Sebagaimana berdirinya
negara maka dibutuhkan adanya pengakuan secara de-facto dan de-jure. Pengakuan yang
diberikan secara resmi oleh negara lain yaitu de-jure bersifat penuh adalah terjadinya hubungan
antarnegara yang mengakui dan diakui dalam hubungan dagang, ekonomi, dan diplomatik. Hal ini,
mengisyaratkan bahwa berdirinya suatu bangsa tidak luput dari bantuan dan hubungan dengan
negara lain. Terlebih sebagai negara hukum, hal tersebut menjadikan Indonesia banyak
mendapatkan pengaruh dari hukum internasional dalam pelaksanaan hukum Nasional.
Hukum Internasional mempunyai fungsi yang sangat penting bagi Negara-negara di dunia
termasuk Indonesia. Fungsi Hukum Internasional adalah ‘ sebagai aturan atau kaidah yang berlaku
bagi subyeknya( Juwana, 2011). Beberapa hukum internasional yang diterapkan di Indonesia
memiliki dampak positif, salah satunya yaitu hukum internasional dapat digunakan sebagi sarana
penyelesaian sengketa antar negara. Dengan hukum internasional suatu sengketa dapat
diselesaikan melalui jalur diplomatik. Oleh karena banyak hukum nasional kita yaitu peraturan
perundang-undangan yang dipengaruhi oleh ketentuan hukum internasional. Contohnya adalah
UU Kepailitan, UU Perusahaan, UU Investasi, UU, Kelautan, UU Kehutanan dan sebagainya.
Pengaruh hukum internasional terhadap Indonesia sebenarnya membawa dampak yang tidak baik
bagi pemerintah Indonesia.
Negara Perancis adalah Negara pertama yang membuat kodifikasi hukum di Eropa Barat,
namun sebelumnya Napoleon Bonaparte sebagai kaisar pada waktu itu memberlakukan unifikasi
hukum yang intinya adalah hukum Germania di samping hukum Romawi. Pada tahun 1804 code
civil yang disusun oleh Perancis baru dapat diselesaikan dan di berlakukan pada tanggal 21 Maret
1804. Selain Negara Perancis sebagai pembuat dan pengguna code civil, Negara Belanda juga
menggunakan dan menerapkan kodifikasi hukum tersebut karena pada waktu itu Belanda
merupakan masih jajahan perancis. Ketika Belanda lepas dari kolonialisme Perancis, code civil
tersebut di tiru oleh Pemerintah Belanda dalam membuat hukum Perdata (BW) untuk daerah
jajahannya baik di Asia maupun daerah Hindia Belanda lainnya (Manan 2006: 33). Oleh karena
itu, tidak jarang hukum di Indonesia terpengaruh dari kodifikasi Eropa Barat seperti halnya
Amerika Serikat.
Amerika Serikat dikenal dengan supremasi para penguasanya. Oleh karena itu,
penyelenggaraan peradilan pidana di Amerika Serikat dikenal dua model dalam proses
pemeriksaan perkara pidana (two models of the criminal process) yaitu due process model dan
crime control model. Konsep hukum Anglo Saxion menjadikan Amerika Serikat memberlakukan
pengadilan juri dalam system peradilannya. Ketersediaan uji coba juri di yurisdiksi Amerika
biasanya tergantung pada ketersediaan Jury trial dalam jenis tertentu dari kasus berdasarkan
hukum umum Inggris pada saat Perang Revolusi (yangmemungkinkan uji coba juri dalam
“pengadilan hukum” tetapi tidak dalam “pengadilan dari ekuitas”), terlepas dari kenyataan bahwa
uji coba juri tidak lagi tersedia di sebagian besar kasus tersebut berdasarkan hukum Inggris
modern. A jury trial (trial by jury) digunakan dalam porsi yangsignifikan dari kasus-kasus pidana
yang serius di semua Anglo-Amerika (common law) sistem, dan juri atau hakim awam telah
dimasukkan ke dalam sistem hukum dari banyak negara-negara Civil Law untuk kasus-kasus
pidana. Hanya Amerika Serikat dan Kanada membuat penggunaan rutin uji coba juri dalam
berbagai kasus non-pidana.
Sidang Juri menuai banyak kontroversi dalam isu global karena dalam perssidangan juri
orang yang dipilih sebagai juri adalah masyarakat dari berbagai kalangan, baik itu kalangan atas
seperti dokter, direktur. Dari kalangan menengah seperti pegawai negeri atau kalangan bawah
seperti pengangguran. Mereka memiliki kesempatan yang sama dalam hukum untuk memberi
pandangan akan suatu tuntutan pidana. Para juri mendapatkan surat undangan sebagi orang yang
berhak menjadi juri secara acak tanpa melihat latar belakang atau ras, golongan orang tersebut.
Grand jury mempunyai kewenangan memanggil saksi-saksi untuk memastikan telah terjadi sebuah
tindak pidana. Ketika grand jury percaya bahwa suatu tindak pidana telah terjadi maka mereka
akan mengeluarkan sebuah indictment atau presentments yaitu documents atau rekomendasi
tentang adanya cukup bukti bahwa seseorang telah melakukan sebuah tindak pidana. Akan tapi,
jika grand jury tidak menemukan cukup bukti maka, grand jury dapat menyatakan "no true bill."
Di Indonesia, mengadopsi konsep grand jury dalam KUHAP bukanlah hal mudah. Konsep
Grand jury yang disesuaikan dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat Indonesia. Pada sisi
lain, kekakuan sebagian pengambil kebijakan terhadap penerapan tradisi civil law system secara
mutlak menjadi kendala untuk menyerap konsep-konsep common law dan konsep lain dalam
KUHAP. Kendala lain adalah munculnya "perlawanan" dari subsistem lama dalam sistem
peradilan pidana. Penerapan konsep grand jury yang merepresentasikan masyarakat dalam dalam
proses peradilan dengan sendirinya akan mengurangi kewenangan lembaga lain.
Kontroversi tersebut yang menjadikan banyak masyarakat dan ahli hukum tidak setuju
adanya penerapan system pengadilan juri di Indonesia. Karena yang terpenting bukanlah
perubahan dam pembaharuan hukum guna menciptakan supremasi hukum yang berkeadilan.
Namun, yang dibutuhkan adalah kerja sama yang kooperatif anatara para penegak huku, jaksa,
hakim, polisi dan khususnya masyarakat.

Depok, 30 Januari 2023

Anda mungkin juga menyukai