Anda di halaman 1dari 7

KELOMPOK 3

1. Surya Nusantara (210111100126)


2. Agung Wahyu Nugroho (210111100127)
3. Fany Aprillia R.C (210111100128)
4. Eva Dwi Nur Aini (210111100129)
5. Safiratul Ummah (210111100130)
6. Firly Ajurni (210111100131)
7. Nisa'atur Riyasatizzainiyah (210111100133)
8. Moh Hosnan (210111100384)

TERMINOLOGI ILMU HUKUM


Dalam bahasa Belanda, Jerman, dan bahasa Inggris digunakan istilah berikut :
- Rechtswetenschap (Belanda)
- Rechtstheorie (Belanda)
- Jurisprudence (Inggris)
- Legal science (Inggris)
- Jurisprudent (Jerman)
Kepustakaan bahasa Indonesia tidak tajam dalam penggunaan istilah Istilah ilmu hukum
tampaknya begitu saja disejajarkan dengan istilah-istilah dalam bahasa asing seperti dalam bahasa
Belanda rechtswetenschap, rechtstheorie, dan dalam kepustakaan berbahasa Inggris dikenal
istilah-istilah seperti: jurisprudence, legal science. Untuk mendapatkan pengertian ilmu hukum,
perlu diingat ungkapan lama quot homines, tot sententiae. Dalam bahasa Inggris, ilmu hukum
disebut jurisprudence. Beberapa penulis berbahasa Inggris ada menyebut ilmu hukum sebagai the
science of law atau legal science.1 Salmond, misalnya menyatakan: "If we use the term science in
its widest permissible sense as including the systematized knowledge of any subject of intellectual
enquiry we may define jurisprudence as the science of civil law" (Jika kita menggunakan istilah
ilmu pengetahuan dalam arti yang seluas-luasnya yang diperbolehkan sebagai termasuk
pengetahuan sistematis dari setiap subjek penyelidikan intelektual, kita dapat mendefinisikan

1
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2019) hal 36-37
yurisprudensi sebagai ilmu hukum perdata).2 Begitu juga Keaton menurutnya, "the science of
jurisprudence may be considered as the strictly and systematic arrangement of the general
principles of civil law" (ilmu yurisprudensi dapat dianggap sebagai pengaturan yang ketat dan
sistematis dari prinsip-prinsip umum hukum perdata).3 Sama halnya Roscoe Pound menyatakan
"jurisprudence is the science of law, using the term law in the judicial sense, as denoting the body
of principles recognized or enforced by public or regular tribunals in the administration of justice
(yurisprudensi adalah ilmu hukum, menggunakan istilah hukum dalam pengertian yudisial, yang
menunjukkan kumpulan prinsip-prinsip yang diakui atau ditegakkan oleh pengadilan umum atau
biasa dalam penyelenggaraan peradilan)”. 4
Istilah Belanda rechtswetenschap dalam arti sempit adalah dogmatik hukum atau ajaran
hukum (de reclusleer) yang tugasnya adalah deskripsi hukum positif, sistematisasi hukum positif
dan dalam hal tertentu juga eksplanasi. Dengan demikian dogmatik hukum tidak bebas nilai tetapi
syarat nilai. Menurut Jan Gijssels dan Mark van Hoecke terdapat tiga tingkatan ilmu hukum, yaitu
dogmatika hukum, teori hukum, dan filsafat hukum. Apa yang dikemukakan oleh kedua sarjana
Belgia itu seiring dengan yang dikemukakan oleh Richard A. Posner yang menyatakan bahwa
dalam studi hukum sebenarnya terdapat tiga wilayah, yaitu studi hukum doktrinal, teori hukum,
dan filsafat hukum. Akan tetapi jika ditelaah sejarah timbulnya ilmu hukum sebagaimana telah
dikemukakan, dogmatika hukum tidak dapat dipisahkan dari filsafat hukum. Hal itu terlihat dari
digunakannya doktrin-doktrin dan kompilasi yang dilakukan oleh Kaisar Justinianus dalam
penyelesaian masalah. Adapun metode yang digunakan adalah dialektika.
Menurut pandangan yang tradisional, dogmatika hukum merupakan bagian yang terutama
dalam ilmu hukum. Bidang kajian dogmatika hukum adalah hukum yang sedang berlaku dalam
suatu sistem hukum tertentu. Perlu dikemukakan dalam tulisan ini bahwa hukum yang sedang
berlaku dalam sistem hukum tertentu bukanlah hukum positif. Hukum positif adalah general rule
of conduct laid down by a political superior to a political inferior. Atau secara singkat dapat
dikatakan bahwa hukum positif adalah perintah penguasa." Hukum yang berlaku dalam suatu

2
Terjemahan pendapat Salmond menyatakan: "Jika kita menggunakan istilah ilmu pengetahuan dalam arti yang
seluas-luasnya yang diperbolehkan sebagai termasuk pengetahuan sistematis dari setiap subjek penyelidikan
intelektual, kita dapat mendefinisikan yurisprudensi sebagai ilmu hukum perdata".
3
Terjemahan pendapat Keaton menyatakan: "ilmu yurisprudensi dapat dianggap sebagai pengaturan yang ketat
dan sistematis dari prinsip-prinsip umum hukum perdata".
4
Terjemahan pendapat Roscoe Pound menyatakan: "yurisprudensi adalah ilmu hukum, menggunakan istilah
hukum dalam pengertian yudisial, yang menunjukkan kumpulan prinsip-prinsip yang diakui atau ditegakkan oleh
pengadilan umum atau biasa dalam penyelenggaraan peradilan”
sistem hukum tertentu (the prevailing law) bukan hanya hukum positif atau yang dibuat oleh
penguasa saja, melainkan juga hukum kebiasaan dan praktik praktik yang sudah diterima sebagai
hukum oleh masyarakat. Mengenai praktik-praktik yang sudah diterima sebagai hukum dapat
dikemukakan sebagai contoh, bahwa di beberapa kota besar di Indonesia terdapat lembaga
property broker age yang tidak diatur dalam ketentuan undang-undang, tetapi kegiatan yang
dilakukan oleh lembaga ini sebenarnya merupakan kegiatan makelar Hanya saja para brokers tidak
sebagaimana makelaar, mereka tidak diangkat oleh pejabat publik dan juga tidak disumpah di
pengadilan tinggi seperti halnya makelaar. Selama ini praktik property brokerage telah diterima
sebagai hukum oleh masyarakat.
Menurut Meuwissen, dogmatika hukum pertama kali bersifat deskriptif-analitis. Dalam hal ini
yang harus dilakukan adalah memberikan deskripsi dan analisis terhadap isi dan struktur hukum
yang berlaku. Selanjutnya diserap makna dari berbagai pengertian yang ada dalam struktur hukum
yang berlaku tersebut yang saling berhubungan antara pengertian yang satu dan pengertian lainnya.
Pengertian-pengertian itu lalu dianalisis dan ditelaah apakah pengertian-pengertian itu telah sesuai
dengan prinsip-prinsip yang mendasari pengertian pengertian itu."
Karakter dogmatika hukum berikutnya adalah sistematis. Dalam hal ini dilakukan
sistematisasi gejala-gejala hukum yang telah dideskripsikan dan telah dianalisis. Caranya adalah
mencari asas asas yang melandasi gejala-gejala hukum itu. Bukan tidak mungkin beberapa gejala
hukum beranjak dari asas yang sama. Bahkan bukan tidak mungkin juga terdapat gejala hukum
baru yang timbul dari praktik yang sebelumnya tidak dikenal tetapi beranjak dari asas yang sama
dengan yang melandasi ketentuan hukum yang berlaku; terhadap hal ini dapat diajukan contoh
yang telah dikemukakan, yaitu property brokerage di Indonesia yang esensinya adalah pedagang
perantara yang merupakan gejala hukum yang ada di mana-mana dan sudah barang tentu beran jak
dari asas yang sama dengan yang melandasi ketentuan mengenai makelar. Oleh karena itulah, tidak
salah kalau Meuwissen mengemukakan bahwa pada dasarnya, asas-asas itu merupakan rujukan
untuk melakukan sistematisasi terhadap gejala-gejala yang ada.
Selanjutnya, dogmatika hukum bersifat hermeneutis. Mengenai masalah ini, Meuwissen
mengemukakan perlunya interpretasi terha dap hukum yang berlaku. Dengan memberikan
deskripsi, melaku kan analisis, dan sistematisasi terhadap hukum yang berlaku timbul lah asumsi
bahwa sebenarnya pengertian hukum tersebut sejak semula telah ditetapkan Kegiatan interpretasi
ini dilakukan dalam rangka mendapatkan pengertian yang lebih jelas atau lebih dalam.
Karakter keempat dogmatika hukum adalah normatif. Dalam hal ini dilakukan penilaian
terhadap hukum yang berlaku. Oleh karena itulah, Meuwissen secara tegas menyatakan bahwa
dogmatika hukum tidak bebas nilai. Dogmatika hukum mempunyai kaitan dengan cita hukum
(rechtsidee), yang merupakan alasan sesungguhnya tujuan hu kum. Dogmatika hukum atau
menurut Meuwissen ilmu hukum dogmatis (dogmatische rechtswetenschap) membantu
memberikan pertimbangan dan putusan dalam merealisasi tujuan hukum, yaitu keadilan
(rechtsvaardigheid) dan kebebasan (vrijheid). Pandangan yang bersifat memberikan penilaian
tersebut merupakan dasar dari kegiatan dogmatika hukum. Penilaian-penilaian atas hukum yang
berlaku dapat dijumpai pada buku pegangan. Begitu pula anotasi terhadap pu tusan hakim akan
membuat hukum lebih jelas. Apabila ditelaah lebih lanjut, tidak boleh tidak akan dilacak apakah
hukum yang berlaku atau putusan-putusan hakim itu sesuai dengan cita hukum yang merupa kan
dasar dari semua hukum.
Dan, yang terakhir adalah dogmatika hukum bersifat praktis. Ciri khas tersebut tidak dapat
dilepaskan dari karakter normatif dogmatika hukum. Antara teori dan praktik harus dijembatani
oleh dogmatika hukum. Pada akhirnya dogmatika memang harus berhadapan dengan praktik.
Dalam hal inilah hukum dideskripsikan, dianalisis, disistematisasi, dan ditafsirkan untuk
diterapkan.5
Rechtswetenschap dalam arti luas meliputi: dogmatik hukum, teori hukum (dalam arti sempit)
dan filsafat hukum. Rechtstheorie juga mengandung makna sempit dan luas. Dalam arti sempit
rechtstheorie adalah lapisan ilmu hukum yang berada di antara dogmatik hukum dan filsafat
hukum. Adapun dalam filsafat hukum dipelajari gagasan dasar dan prinsip-prinsip hukum yang
merupakan pancaran dari moral. Kedua hal tersebut diperlukan dalam: (1) membangun
argumentasi oleh para pihak yang mengadakan hubungan hukum atau bersengketa; (2) dasar
pemikiran pengambilan keputusan oleh penyelenggara negara, yaitu legislatif, eksekutif, dan
yudisial; (3) landasan membangun konsep hukum. Yang pertama dan kedua bersifat praktis dan
merupakan kebutahan sehari-hari. Adapun yang ketiga dan keempat lebih mengarah kepada
pembangunan hukum. Namun demikian, tidak berarti bahwa untuk yang ketiga dan keempat itu
tidak bertalian dengan aktivitas sehari-hari; sebaliknya, para pihak yang sedang beradu
argumentasi bukan tidak mungkin membangun konsep baru dengan merujuk kepada pemikiran

5
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008) hal 20-24
filosofis. Begitu juga penyusun naskah akademis atau ha kim, dengan merujuk kepada pemikiran
filosofis, bukan tidak mungkin menemukan prinsip hukum yang baru.6
Rechtstheorie juga mengandung makna sempit dan luas. Dalam arti sempit rechtstheorie
adalah lapisan ilmu hukum yang berada di antara dogmatik hukum dan filsafat hukum.Teori hukum
dalam arti ini merupakan ilmu eksplanasi hukum (een verklarende wetenschap van het recht), teori
hukum merupakan ilmu yang sifatnya interdisipliner. Dalam arti luas, rechtstheorie digunakan
dalam arti yang sama dengan rechtswetenschap dalam arti luas. Mengenai ruang lingkup teori
hukum, perlu dikemukakan kembali pandangan Jan Gijssels dan Mark van Hoecke. Di dalam Wat
is Rechtsteorie, kedua sarjana dari Antwerpen Belgia itu menyatakan bahwa perkembangan teori
hukum tidak dapat dilepaskan dari perkembangan ilmu hukum pada umumnya, terutama sejak
abad XIX. Pada saat itu terdapat kebutuhan akan suatu disiplin hukum yang ilmiah berada di antara
filsafat hukum yang abstrak dan dogmatik hukum yang yang terlalu teknis. Apa yang dikemukakan
oleh Jan Gijssels bersama-sama Van Hoecke tersebut memang benar. Lebih-lebih identifikasi
Gijssels dan Van Hoecke bahwa teori hukum berada di antara dogmatika hukum dan filsafat
hukum. Baik dogmatika hukum maupun filsafat hukum merupakan bagian ilmu hukum
(jurisprudence). Kedua bagian ilmu hukum itu dikembangkan sejak awal dipelajarinya hukum
secara sistematis. Sebenarnya, dengan mengacu kepada kebutuhan akan teori hukum, teori hukum
dibutuhkan dalam menjembatani antara dogmatika hukum dan filsafat hukum. Mengingat bahwa
ilmu hukum merupakan ilmu terapan, teori hukum pun juga dibutuhkan dalam rangka praktik
hukum dan dalam rangka kegiatan akademis, yaitu menghasilkan teori baru dan bahkan prinsip
hukum yang baru yang sangat bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum. Oleh karena itulah,
tugas teori hukum adalah pertama, memberikan landasan teoretis baik dalam pembuatan hukum
maupun dalam penerapan hukum, dan kedua mengemukakan metode yang tepat dalam penerapan
hukum. Adapun pengembangan teori bukan hanya teori belaka, melainkan teori yang dapat
diterapkan.7
Istilah Inggris jurisprudence, legal science, dan legal philoso phy mempunyai makna yang
berbeda dengan istilah-istilah Belanda seperti yang telah diuraikan di atas, Lord Lloyd O
Hamstead, M.D.A Freeman dalam bukunya Lloyd's Introduction to Jurisprudence memberikan
gambaran sebagai berikut:

6
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008) hal 26
7
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008) hal 25-26
- Jurisprudence involves the study of general theoritical questions about the nature of laws and
legal systems, about the relationship of law to justice and morality and about the social nature of
law.
- Science, however, is concerned with empirically observable facts and events
ARTINYA:
➢ Yurisprudensi melibatkan studi pertanyaan teoritis umum tentang sifat hukum dan sistem
hukum, tentang hubungan hukum dengan keadilan dan moralitas dan tentang sifat sosial
hukum.
➢ Sains, bagaimanapun, berkaitan dengan fakta dan peristiwa yang dapat diamati secara empiris
Untuk menghindari kata science diterapkan untuk ilmu hukum, dalam bahasa Inggris ilmu
hukum lazim disebut jurisprudence yang berasal dari bahasa Latin iuris dan prudentia yang kalau
diterjemah kan secara harfiah kebijaksanaan tentang hukum. Akan tetapi, istilah jurisprudence
sudah diterima oleh para sarjana sebagai bahasa Inggris untuk menyebut ilmu hukum. Bahkan Jan
Gijssels dan Mark van Hoecke, dua orang sarjana Belgia berbahasa Belanda, menghindari
menerjemahkan kata bahasa Belanda Rechtswetenschap menjadi legal science. la secara tepat
menganjurkan Rechtswetenschap menjadi jurisprudence.
artinya ilmu yang membawa atau sarat nilai ilmu hukum bersifat menganjurkan bukan hanya
mengemukakan apa adanya. Oleh karena itu, ilmu hukum bukan termasuk ke dalam bilan gan ilmu
empiris. Kebenaran yang hendak diperoleh adalah kebenaran koherensi bukan kebenaran
korespondensi.
Di dalam Webster Dictionary, kata science berarti knowledge or a system of knowledge
covering general truths or the opera tion of general laws especially as obtained and tested through
scientific method (pengetahuan atau sistem pengetahuan yang meliputi kebenaran umum atau
operasi hukum umum khususnya yang diperoleh dan diuji melalui metode ilmiah). Selanjutnya,
kamus itu menyebutkan bahwa such knowledge or such a system of knowledge concerned with the
physical world and its phenomena (kamus itu menyebutkan bahwa pengetahuan semacam itu atau
sistem pengetahuan semacam itu yang berkaitan dengan dunia fisik dan fenomenanya):
NATURAL SCIENCE. Dengan berpegang kepada kamus itu, tidak dapat disangkal bahwa kata
science memang merujuk kepada tidak lain daripada ilmu alamiah. Jenis ilmu ini hanya dapat
diperoleh melalui metode ilmiah atau scientific method. Adapun mengenai scientific method,
Webster mendefinisikan sebagai principles and procedures for the systematic pursuit of knowledge
involving the recognition and formulation of a problem, the collection of data through observation
and experiment, and the formulation and testing of hypotheses (prinsip dan prosedur untuk
mengejar pengetahuan secara sistematis yang melibatkan pengenalan dan perumusan masalah,
pengumpulan data melalui observasi dan eksperimen, dan perumusan dan pengujian hipotesis).8
H.PH. Visser Thooft, dari sudut pandang filsafat ilmu, menggunakan istilah
rechtswetenschappen (Ilmu-ilmu Hukum), merumuskan bahwa semua disiplin yang obyeknya
Hukum adalah ilmu hukum. Atas dasar itu dikatakan: recht is mede wetenschap.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa titik anjak dalam mempelajari hukum adalah
memahami kondisi intrinsik aturan-aturan hukum. Hal inilah yang membedakan antara ilmu
hukum dengan dispilin-disiplin lain yang objek kajianya juga hukum. Disiplin-displi lain tersebut
memandang huku dari luar. Studi-studi sosial ttentang hukum memandang hukum sebagai gejala
sosial. Deengan melihat konndisi intrinsik aturan hukum, illmu hukum mempelajari gagasa-
gagasan hukum yang bersifat mendasar,universal, umum, dan teoritis serta landasan pemikiran
yang mendasarinya. Landasan pemikiran itu berkaitan dengan berbagai macam konsep mengenai
kebenaran pemahaman dan makna, serta nilai-nili atau prinsip-prinsip moral. Dalam bidang yang
fundamental ini, beberapa pertanyaan esensial dapat bersifat positif atau deskripstif ataukah
bersdifat preskriptif atau normatif.9

8
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2019) hal 9
9
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2019) hal 42

Anda mungkin juga menyukai