Nim : 170111100277
Kelas : Argumentasi Hukum – G
BAB I
ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU SUI GENERIS
Dalam ilmu hukum arti dari kata ilmu hukum sebagai ilmu sui generis adalah ilmu hukum
merupakan ilmu jenis sendiri. Dikatakan ilmu jenis sendiri karena ilmu hukum dengan kualitas
ilmiah sulit dikelompokkan dalam salah satu cabang pohon ilmu. Apakah ilmu hukum masuk
cabang IPA ( Ilmu Pengetahuan Alam ), apakah ilmu hukum masuk kedalam cabang IPS ( Ilmu
Pengetahuan Sosial ). Jawaban pasti atas pertanyaan tersebut tidak akan final. Menelaah sifat
khas ilmu hukum dalam tulisan ini ditelaah 4 hal yang menggambarkan ilmu hukum seagai ilmu
“ Sui Generis “ yaitu : “ Karakter normative ilmu hukum, terminologi ilmu hukum, jenis ilmu
hukum dan lapisan ilmu hukum “.
Dalam bahasa Belanda digunakan istilah rechtswetenschap dalam arti sempit adalah
dogmatik hukum atau ajaran hukum ( de rechtsleer ) yang tugasnya adalah deskripsi hukum
positif sistematisasi hukum positif dan dalam hal tertentu juga eksplonasi. Dengan demikian
dogmatik hukum tidak bebas nilai tetapi syarat nilai. Rechtswetenschap dalam arti luas meliputi
dogmatik teori hukum ( dalam arti sempit ) dan filsafat hukum. Dan rechswetenschap
mengandung makna sempit dan luas. Dalam arti sempit rechtstheorie adalah lapisan ilmu yang
berada di antara dogmatic hukum dan filsafat hukum. Teori hukum dalam arti ini merupakan
ilmu eksplanasi hukum ( een verklarende wetenschap van het recht ). Teori hukum merupakan
ilmu yang sifatnya interdisipliner. Dalam arti luas rechtstheorie digunakan dalam arti yang sama
dengan rechtswetenschap dalam arti luas.
Istilah Inggris jurisprudence, legal science, dan legal philosophy mempunyai makna yang
berbeda dengan istilah – istilah Belanda seperti yang telah diuraikan di atas.
Dari seg obyeknya ilmu hukum di bedakan atas ; ILMU HUKUM NORMATIF dan ILMU
HUKUM EMPIRIS. Tahapan studi ilmu hukum empiris sampai saat ini meliputi :
REALIS : Factual Patterns of Behavior
- Fokus studinya adalah perilaku, misalnya perilaku hakim. Dalam kasus
pemerkosaan aliran ini lebih memfokuskan pada perilaku hakim dalam memutus
kasus pemerkosaan salah satu fokusnya adalah apakah terdapat perbedaan
menyangkut berat ringannya hukuman terhadap pelaku dikaitkan dengan gender
yaitu: bagaimanakah perilaku hakim pria dan perilaku hakim wanita dalam
memberikan hukuman pemerkosaan
SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE : Law In Action
- Aliran ini memfokuskan diri pada problema kesenjangan, yaitu kesenjangan
antara Law In Book dan Law In Action.
SOCIO – LEGAL STUDIES
- Aliran ini melihat hubungan timbale balik antara huum dan masyarakat, yang
disatu sisi pengaruh hukum terhadap masyarakat dan disisi lain pengaruh
masyarakat terhadap hukum.
Perbedaan antara ilmu hukum normative dengan ilmu hukum empiris oleh D.H.M.
Meuwissen digambarkan sebagai berikut:
Filsafat Hukum
Teori Hukum
Dogmatik Hukum
Praktik Hukum
Dogmatik hukum, teori hukum, filsafat hukum pada akhirnya harus diarahkan kepada
praktik hukum. Praktik hukum menyangkut dua aspek yaitu pembentukan hukum dan
penerapan hukum. Permasalahan penerapan hukum antara lain mengenai: interprestasi
hukum, kekosongan hukum ( leemten in het recht ), antinomi dan norma yang kabur ( vage
normen ).
Filsafat Hukum (Rechts Filosofie)
Dapat disimpulkan bahwa dogmatik hukum ( Ilmu hukum positif ) adalah ilmu hukum praktis.
Fungsi ilmu hukum praktis adalah problem solving, dengan demikian dogmatik hukum sebagai
ilmu hukum praktis tujuannya adalah legal problem solving. Untuk tujuan tersebut dibutuhkan “
Ars “ yang merupakan keterampilan ilmiah. Ars itu dibutuhkan para yuris untuk menyusun legal
opinion sebagai output dari langkah legal problem solving. Ars yang dimaksud adalah legal
reasoning atau legal argumentation, yang hakikatnya adalah giving reason
BAB II
2. KESESATAN ( FALLACY )
Kesesatan dalam penalaran bisa terjadi karena yang sesat itu, karena sesuatu hal kelihatan
tidak masuk akal. Jika orang mengemukakan sebuah penalaran yang sesat dan ia sendiri tidak
melihat kesesatannya, penalaran itu disebut sebagai paralogis. Jika penalaran yang sesat itu
digunakan sengaja untuk menyesatkan orang lain disebut sebagai sofisme.
Penalaran juga dapat sesat karena tidak ada hubungan logis antara premis dan konklusi.
Kesesatan demikian adalah kesesatan relevansi mengenai materi penalaran. Model kesesatan
yang lain adalah kesesatan karena bahasa. Selanjutnya untuk menggambarkan kesesatan dalam
penalaran hukum R.G. Soekadijo memaparkan lima model kesesatan hukum yaitu:
- Argumentum ad ignorantium
- Argumentum ad verecumdiam
- Argumentum ad hominem
- Argumentum ad misericordiam
- Argumentum ad baculum
Argumentum ad ignorantium
Kesesatan ini terjadi apabila orang mengargumentasikan suatu proposisi besar karena tidak
terbukti salah atau suatu proposisi salah karena tidak terbukti benar. Dalam bidang hukum,
argumentum ad ignorantium dapat dilakukan apabila hal itu dimungkinkan oleh hukum acara
dalam bidang hukum tersebut.
Argumentum ad verecumdiam
Menolak atau menerima suatu argumentasi bukan karena nilai penalarannya tetapi karena
orang yang mengemukakannya adalah orang yang berwibawa, berkuasa, dapat dipercaya.
Argumentasi demikian bertentangan dengan pepatah latin: Tantum valet auctoritas, quantum
valet argumentatio (nilai wibawa hanya setinggi nilai argumentasinya). Dalam bidang hukum
argumentasi demikian tidak sesat jika yurisprudensinya menjadi yuriprudensi yang tetp.
Argumentum ad hominem
Menolak atau menerima suatu argumentasi atau usul bukan karena penalaran, tetapi karena
keadaan orangnya. Menolak pendapat seseorang karena dia orang Negro adalah suatu contoh
Argumentum ad hominem. Dalam bidang hukum, argumentasi demikian bukan kesesatan
apabila digunakan untuk mendiskreditkan seseorang saksi yang pada dasarnya tidak
mengetahui secara pasti kejadian yang sebenarnya.
Argumentumad misericordiam
Suatu argumentasi yang bertujuan untuk menimbulkan belas kasihan. Dalam bidang hukum,
argumentasi semacam ini tidak sesat apabila digunakan untuk meminta keringanan hukum.
Akan tetapi apabila digunakan untuk pembuktian tidak bersalah, hal itu merupakan suatu
kesesatan.
Argumentum ad baculum
Menerima atau menolak suatu argumentasi hanya karena suatu ancaman. Ancaman itu
membuat orang takut. Dalam bidang hukum, cara itu tidak sesat apabila digunakan untuk
mengingatkan orang tentang suatu ketentuan hukum.
3. KEKHUSUSAN LOGIKA HUKUM
Arti penting makna hukum juga di paparkan oleh A. Soetaman dan P.W. Brower. Satu dalil
yang kuat: Satu argumentasi bermakna hanya dibangun atas dasar logika. Dengan kata lain
adalah “Conditio sine qua non” agar suatu keputusan dapat diterima adalah apabila didasarkan
pada proses nalar, sesuai dengan sistem logika formal yang merupakan syarat mutlak dalam
berargumentasi. Dalam kaitan itu tiga lapisan argumentasi hukum yang rational adalah seperti
yang digambarkan oleh E.T. Feteris, tiga lapisan argumentasi hukum yang rasional (Drie
niveaous van rationele juridische argumentatie) meliputi:
Lapisan dialektik dan lapisan prosedural menentukan kualitas suatu argumentasi dalam arti
luas dan sempit. Dalam arti luas legal reasoning berkaitan dengan proses psikologi yang
dilakukan hakim untuk sampai pada keputusan atau kasus yang dihadapinya. Studi legal
reasoning dalam arti luas menyangkut aspek psikologi dan aspek biographi. Legal reasoniing
dalam arti sempit berkaitan dengan argumentasi yang melandasi suatu keputusan. Jadi
berkaitan dengan jenis – jenis argumentasi, hubungan antara reason (pertimbangan, alasan)
dan keputusan, serta ketepatan alasan atau pertimbangan yang mendukung keputusan. Tipe
argumentasi dibedakan menjadi 2 cara yaitu:
Dua bentuk tersebut dapat ditelusuri kembali ke pola logika Aristoteles.bentuk – bentuk
logika dalam argumentasi dibedakan atas argumentasi deduksi dan non deduksi dan beberapa
karakteristik logic yang berkaitan dengan bentuk – bentuk tersebut.