Anda di halaman 1dari 20

ILMU HUKUM SEBAGAI

ILMU SUI GENERIS (?)

MATA KULIAH : ARGUMENTASI HUKUM


Apakah ilmu hukum merupakan cabang ilmu
alam/ilmu sosial/ilmu humaniora?
- Sulit memastikan jawaban tunggal atas pertanyaan ini, karena
masing-masing kelompok memiliki landasan argumentasi masing-
masing.
- Satu kelompok lainnya, meyakini bahwa ilmu hukum adalah ilmu sui
generis (ilmu jenis sendiri) karena karakteristik ilmu hukum itu
sendiri yang berbeda dengan ilmu lainnya.
- Penjelasan selanjutnya dalam powerpoint ini adalah uraian penjelasan
dalam kelompok ini yang memahami bahwa ilmu hukum merupakan
ilmu sui generis.
Karakter Normatif Ilmu Hukum
• Ilmu hukum memiliki karakter yang khas, yaitu sifat normatif-nya.
• Ciri khas tersebut menyebabkan sementara kalangan yang tidak memahami
kepribadian ilmu hukum itu, mulai meragukan hakekat keilmuan hukum.
• Keraguan itu dikarenakan dengan sifat normatifnya itu, ilmu hukum bukanlah ilmu
empiris.
• Di sisi lain, yuris Indonesia yg ingin mengangkat derajat keilmuan hukum berusaha
mengempiriskan ilmu hukum melalui kajian-kajian sosiologis.
• Cara yg dilakukan adalah menerapkan metode2 penelitian sosial dalam kajian hukum
normatif. Metode ilmu sosial dapat digunakan dalam fundamental research yg
memandang hukum sbg fenomena sosial.
Kajian hukum diempiriskan dengan merumuskan format2 penelitian
hukum yang dilatarbelakangi oleh metode penelitian ilmu sosial yang
notabene adalah ilmu empiris. Kejanggalan2 yg muncul karena
memaksakan format penelitian ilmu sosial dalam penelitian hukum
normatif, antara lain:
• Rumusan masalah dalam kalimat tanya. Kata-kata bagaimana, seberapa
jauh, dll, dipaksakan dalam rumusan penelitian hukum normatif.
• Sumber data, teknik pengumpulan data dan analisis data. Tanpa disadari
bahwa data bermakna empiris, sedangkan penelitian hukum normatif tidak
mengumpulkan data.
• Populasi dan sampling. Populasi dan sampling tidak dikenal dalam
penelitian hukum normatif.
• Karena penelitian hukum normatif tidak menggunakan analisis kuantitatif
(statistik), serta merta dikualifikasikan sbg penelitian kualitatif.
Ada 2 pendekatan untuk menjelaskan hakikat keilmuan
hukum (dan dengan sendirinya membawa konsekuensi
pada metode kajiannya), yaitu:
• Pendekatan dari sudut filsafat ilmu
• Pendekatan dari sudut pandang teori hukum.
Pendekatan dari sudut Filsafat Ilmu
• Falsafah ilmu membedakan ilmu dari dua pandangan, yaitu:
a. pandangan positivistik yang melahirkan ilmu empiris, dan
b. pandangan normatif yang melahirkan ilmu normatif.
• Dari sudut ini, ilmu hukum memiliki dua sisi tersebut : Pada satu sisi ilmu
hukum dengan karakter aslinya sebagai ilmu normatif dan pada sisi lainnya
ilmu hukum memiliki sisi empiris.
• Sisi empiris inilah yang menjadikan kajian ilmu hukum empiris muncul, seperti:
sociological jurisprudence, dan socio legal jurisprudence.
Jadi, dalam pemahaman filsafat ilmu ini –
ilmu hukum dibedakan:
• Ilmu hukum normatif, dengan metode kajiannya yang
khas.
• Ilmu hukum empiris, melalui penelitian kualitatif atau
kuantitatif, tergantung sifat datanya,
Melalui Sudut Pandang Teori Hukum
• Ilmu Hukum dibagi atas 3 lapisan utama, yaitu:
a. Dogmatik Hukum
b. Teori Hukum (dalam arti sempit)
c. Filsafat Hukum
• Ketiga lapisan itu pada akhirnya memberi dukungan kepada praktik hukum.
• Ketiga lapisan itu dan juga praktik hukum masing2 memiliki karakter yg
khas, yang dengan sendirinya juga memiliki metode yg khas.
Simpulan sementara tentang karakter keilmuan
hukum, sebagaimana pembahasan ini:
• Sikap yang mengunggulkan penelitian hukum empiris dan
meremehkan penelitian hukum normatif adalah sikap yang tidak tepat.
• Masing-masing pendekatan memiliki ciri khasnya, jangan
mengempiriskan segi-segi normatif ilmu hukum dan sebaliknya jangan
menormatifkan segi-segi empiris dalam penelitian hukum. Dalam
kajian normatif seharusnya berpegang pada tradisi keilmuan hukum itu
sendiri, sedangkan dalam kajian ilmu hukum empiris seharusnya
menggunakan metode2 penelitian empiris yang sesuai.
Terminologi Ilmu Hukum
• Rechtswetenschap (Belanda):
a. dalam arti sempit adalah dogmatik hukum atau ajaran hukum (de
rechtsleer)
b. dalam arti luas meliputi dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat
hukum.
• Rechtstheorie (Belanda)
• Jurisprudence (Inggris)
• Legal Science (Inggris)
Jenis Ilmu Hukum
Dari segi objeknya, ilmu hukum dibedakan atas:
1. Ilmu Hukum Normatif
2. Ilmu Hukum Empiris
Aliran dalam studi ilmu hukum empiris saat ini
meliputi:
• Realis: Factual Patterns of Behavior
Fokus studinya adalah perilaku, misalnya perilaku hakim.
• Sociological Jurisprudence: law in action # law in the books
Kritik: the gap is described but is rarely explained
Aliran ini memfokuskan diri pada problema kesenjangan, yaitu law in the books dan law in action.
• Socio Legal Studies
Aliran ini melihat hubungan timbal balik antara hukum dan masyarakat, yaitu di satu sisi
memahami pengaruh hukum terhadap masyarakat dan sebaliknya memahami pengaruh
masyarakat terhadap hukum.
‘Kualitas’ sarjana hukum dibedakan:
• Jurists : yang menguasai hukum secara normatif --- menguasai ars
• Legal Scientist : yang menguasai hukum secara empiris

Hanya kelompok yurislah yang kompeten untuk menduduki profesi hukum seperti
hakim, jaksa, advokat. Di Belanda kualitas yuris melekat pada gelar Mr. (Meester in
the rechten), dalam sistem Anglo-Amerika, karakter itu melekat pada gelar LLM.
Sementara, lulusan pendidikan tinggi hukum di Indonesia tidak jelas menunjukkan
karakter yutis, misal S1 (Sarjana Hukum), Lulusan S2 (awalnya M.S., kemudian
M.Hum., menjadi M.H.)
Perbedaan antara Ilmu Hukum Normatif dengan Ilmu Hukum
Empiris, menurut D.H.M. Meuwissen, antara lain:

• Ilmu Hukum Empiris secara tegas membedakan fakta dari norma.


• Bagi Ilmu Hukum Empiris, gejala hukum harus murni empiris,
yaitu fakta sosial.
• Bagi llmu Hukum Empiris, metode yang digunakan adalah
metode ilmu empiris.
• Ilmu Hukum Empiris merupakan ilmu yang bebas nilai.
Perbedaan Ilmu Hukum Empiris dengan Ilmu Hukum Normatif, menurut J.J.H.
Bruggink:
PANDANGAN POSITIVISTIK: ILMU PANDANGAN NORMATIF:
HUKUM EMPIRIK ILMU HUKUM NORMATIF
Hubungan Dasar Subjek - objek Subjek - subjek
Sikap Ilmuwan Penonton (toeschouwer) Partisipan (doelnemer)
Perspektif Ekstern Intern
Teori Kebenaran Korespondensi Pragmatik
Proposisi Hanya informatif atau empiris Normatif dan evaluatif
Metode Hanya metode yg bisa diamati panca-indra Juga metode lain
Moral Non kognitif kognitif
Hubungan antar moral Pemisahan tegas Tidak ada pemisahan
dan hukum
Ilmu Hanya sosiologi hukum empiris dan teori Ilmu hukum dalam arti luas
hukum empiris
Lapisan Ilmu Hukum
• J. Gijssels dan Marck van Hoecke mengemukakan lapisan ilmu hukum sebagai
berikut: Filsafat Hukum

Teori Hukum

Dogmatik Hukum

Praktik Hukum
• Secara kronologis, perkembangan ilmu hukum diawali oleh filsafat dan
disusul oleh dogmatik hukum (ilmu hukum positif). Dua disiplin ini
memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Filsafat Hukum sangat
spekulatif, sedangkan hukum positif sangat teknis.
• Oleh karenanya perlu disiplin lain yang menjembatani keduanya di tengah-
tengah. Disiplin itu mula-mula berbentuk ajaran hukum umum (algemene
rechtsleer) yg berisi ciri-ciri umum seperti asas-asas hukum dari berbagai
sistem hukum. Disiplin ini kemudian berkembang menjadi teori hukum.
• Dogmatik hukum, teori hukum, filsafat hukum pada akhirnya harus diarahkan
kepada praktik hukum. Praktik hukum ini menyangkut 2 aspek utama, yaitu
pembentukan hukum dan penerapan hukum.
• Permasalahan penerapan hukum antara lain mengenai: interpretasi hukum,
kekosongan hukum (leemten in het recht), antinomi dan norma yang kabur
(vage normen).
• Tiap lapisan ilmu hukum memiliki karakteristik khusus mengenai: konsep,
eksplanasi, dan sifat atau hakikat keilmuannya.
Karakteristik Lapisan Ilmu Hukum

Lapisan Ilmu Konsep Eksplanasi Sifat


Hukum
Filsafat Hukum Grondbegrippen Reflektif Spekulatif
Teori Hukum Algemene Analitis Normatif
begrippen Empiris
Dogmatik Technischjuridisc Teknis yuridis Normatif
Hukum h begrippen
• Dogmatik hukum (ilmu hukum positif) merupkan ilmu hukum praktis.
• Fungsi ilmu praktis adalah untuk problem solving.
• Dengan demikian, dogmatik hukum sebagai ilmu hukum praktis tujuannya adalah
legal problem solving. Untuk tujuan tersebut dibutuhkan ars yang merupakan
keterampilan ilmiah.
• Ars dibutuhkan para yuris untuk menyusun legal opinion sebagai output dari
langkah problem solving. Ars yang dimaksud adalah legal reasoning atau legal
argumentation, yang hakikatnya adalah giving reason.

Anda mungkin juga menyukai