Anda di halaman 1dari 5

Tugas Mata Kuliah Pengantar Hukum Indonesia

Resume mengenai
“Filsafat dan Teori Hukum”

Dosen Pengampu: Farrah Syamala Rosyda, M.H

Disusun oleh:

Muhammad Yazid (23103070087)

PROGRAM STUDI

HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

2024
A. Filsafat Hukum

1. Pengertian Filsafat.

Kata filsafat berasal dari kata philosophia yang terdiri dari kata philein yang berarti cinta
dan sophos yang berarti hikmah atau kebijaksanaan, sehingga philosophia diartikan cinta akan
kebijaksanaan. Orang yang bijak dianggap selalu berpikir atau merenung secara mendalam lebih
dulu sebelum bertindak. Maka, filsafat berarti perenungan (refleksi) sedalam-dalamnya
sampai pada akar-akarnya (radikal) mengenai segala sesuatu, mencari hakikat segala yang
ada, sebabnya, serta asalnya dalam sifatnya yang umum (uberhaupt).

Filsafat merupakan aktivitas merenung (bertukar pikiran dengan diri sendiri) dan kegiatan
intelektual yang bersifat rasional. Filsafat harus memberi argumentasi terhadap pandangan-
pandangannya. Filsafat berpretensi menangkap kenyataan dan menggambarkan
keberlakuan umum. Tanpa pretensi ini filsafat tidak memiliki arti (Mahadi, 1991: 3).

Filsafat mencari das Ding an sich (hakikat benda) bukan mencari das Ding fur mich
(benda yang ada di depan saya). Filsafat tidak bertujuan untuk menguraikan dan menjelaskan
tentang kenyataan yang ada, namun lebih jauh mendalami hakikat dari kenyataan itu. Filsafat
diawali dengan pengetahuan yang tidak bersumber dari pengalaman (a priori) sehingga akan
menimbulkan pertanyaan-pertanyaan baru.

2. Pengertian Filsafat Hukum.

Dalam bahasa Belanda, filsafat hukum dikenal dengan istilah wijsbegeerte van het recht
yang terdiri dari wijs yang berarti keinginan yang amat besar akan kearifan dan begeerte yang
berarti hasrat. Ada pula istilah-istilah lainnya yaitu Rechsphilosophie (Radbruch), philosophy of
law, dan legal philosophy.

Dengan demikian, filsafat hukum adalah perenungan atau refleksi yang sedalam-
dalamnya sampai pada akar-akarnya (radikal) ysng bersifat umum (uberhaupt) mengenai segala
sesuatu tentang hukum. Filsafat tidak bertujuan menguraikan, menafsirkan, atau menjelaskan
hukum positif.

3. Ruang Lingkup Filsafat Hukum.

Filsafat hukum meliputi hal-hal berikut


1. Ontologi hukum, ajaran mengenai hakikat hukum; bersifat fundamental. Seperti asas
hukum, kaidah hukum, arti perikatan, hubungan hukum dan moral, dan sebagainya.
2. Axiologi hukum, ajaran mengenai nilai, menyangkut legitimasi hukum. Seperti keadilan,
kepatutan, kesamaan, kebebasan, kebenaran, penyalahgunaan hak, dan sebagainya.
3. Ideologi hukum, ajaran tentang ide, pandangan-pandangan. Manusia dan masyarakat
sebagai dasar legitimasi lembaga-lembaga hukum yang ada seperti hukum kodrat, filsafat
hukum Marxist.
4. Epistemologi hukum, ajaran tentang pengetahuan, metafilosofi. Berapa jauh pengetahuan
tentang hakikat hukum dimungkinkan berlaku secara umum.
5. Teleologi hukum, ajaran tentang tujuan hukum, manfaat hukum.
6. Ajaran ilmu tentang hukum, kriteria sifat ilmiah, dan pembagian hukum.
7. Logika hukum atau logika formal. Logika formal mempelajari asas-asas, kaidah-kaidah
atau hukum berpikir yang harus ditaati supaya kita berpikir dengan tepat dan benar, dan
mencapai kebenaran (Salam, 1988: 1).

4. Pokok Permasalahan Filsafat Hukum

• Apa yang menyebabkan hukum itu mengikat?


Terdapat 2 (dua) teori akan hal ini. Pertama, Teori Teokratis. Teori ini
menyebutkan 3 gagasan. Gagasan pertama, hukum mempunyai kekuatan
mengikat karena dikehendaki Tuhan, hukum diciptakan oleh Tuhan. Gagasan
kedua, hukum mempunyai kekuatan mengikat karena diciptakan oleh raja sebagai
pengejawantahan (manifestasi) Tuhan. Gagasan ketiga, hukum mempunyai
kekuatan mengikat karena merupakan kehendak raja sebagai wakil Tuhan. Namun
adanya perubahan pendapat orang mengenai ini, mereka menyebutkan bahwa
hukum itu kehendak manusia. Jadi, keterikatan pada hukum disebabkan karena
manusia telah mengadakan perjanjian, baik secara diam-diam maupun secara
tegas, dan karena itu telah dikehendaki. Teori yang kedua ialah Teori kedaulatan
negara. Teori ini lahir karena adanya ajaran mengenai kedaulatan negara pada
abad ke-19. Kekuatan mengikatnya hukum berdasarkan pada kehendak negara.

• Apa hubungan antara hukum dengan kekuasaan (kekuatan fisik, power)?


Hukum juga dapat terjadi secara suka-rela antarmanusia, seperti jual-beli. Hukum
itu juga harus dapat dipaksakan pelaksanaannya. Untuk itu hukum membutuhkan
kekuasaan dalam pelaksanaanya (terkadang, tidak selalu). Hukum bukanlah
kekuasaan. Sebaliknya juga, kekuasaan bukanlah hukum, namun kekuasaan harus
didasarkan pada hukum yang sah.
B. Teori Hukum.

1. Asal Mula Teori Hukum.

Abad ke-19 (1800), para ahli hukum merasa perlu adanya disiplin hukum yang tidak
terlalu teoretis abstrak seperti filsafat hukum dan tidak terlalu praktis konkret seperti dogmatik
hukum. Pendekatn fenomena semacam ini disebut ajaran hukum umum (algemene rechtsleer,
allgemeine Rechtslehre, general jurisprudenc, theorie general du droit). Ajaran hukum umum
ini meneliti apa yang sama pada semua sistem hukum di waktu yang lampau dan yang
seharusnya tidak sama pada semua sistem hukum. Ajaran hukum umum adalah ilmu tentang das
Sein (kenyataan alamiah atau peristiwa konkret). Materialnya berupa peraturan, namun tidak
mencari isi norma melainkan kebenaran dari norma (Gijssels, 1982: 54).

Ajaran hukum umum secara a priori bertitik tolak pada anggapan adanya ciri-ciri yang
bersifat universal pada semua system hukum. Oleh karena itu, ajaran hukum umum sering
dianggap sebagai bagian dari filsafat hukum, bukan ilmu yang berdiri sendiri. Ajaran hukum
umum mempelajari ontologi hukum, yaitu hakikat hukum melalui jalan empiris, sehingga
memberi dasar yang positif ilmiah pada jawaban atas pertanyaan filosofis asli murni. Tokoh yang
mewakili pendekatan ajaran hukum umum adalah Adolf Reinach (1883-1917), yang berusaha
membangun ontologi hukum murni. Dari ajaran hukum umum, maka sepanjang abad 20 (1900)
lahirlah teori hukum (Gijssels, 1982: 54).

2. Pengertian Teori Hukum.

Teori hukum bukanlah filsafat hukum dan bukan pula ilmu hukum yang dogmatik. Hal
ini tidak berarti bahwa teori hukum tidak filosofis atau tidak berorientasi pada ilmu hukum
dogmatik. Teori hukum ada di antaranya.

Teori hukum adalah cabang ilmu hukum yang membahas, mempelajari atau menganalisis
secara kritis berbagai aspek teoretis maupun praktis dari hukum positif tertentu secara tersendiri
dan dalam keseluruhannya secara interdisipliner tidak hanya dengan metode sintesis saja, yang
bertujuan memperoleh pengetahuan dan penjelasan yang lebih baik, lebih jelas, dan lebih
mendasar mengenai hukum positif yang bersangkutan.

Teori hukum berbeda dengan dogmatik hukum. Perbedaannya akan dijabarkan dalam
tabel berikut.
Dogmatik Hukum Teori Hukum
Menjelaskan secara konkret mengenai hukum Menganalisis secara teoretis atau kritis
positif, hal-hal yang telah diatur dalam hukum mengenai hal-hal dasar yang tidak diatur dalam
positif hukum positif
Tidak bermaksud mencari kebenaran Bermaksud mencari kebenaran
Metode sintesis Metode interdisipliner
Bersifat terbatas dan sempit karena terikat pada Bersifat lebih bebas dan luas
hukum positif
Mencari keanekaragaman Mencari kesamaan

3. Ruang Lingkup Teori Hukum.

Teori hukum meliputi hal-hal sebagai berikut:


1). Analisis hukum.
a. pengertian hukum,
b. kaidah hukum,
c. sistem hukum,
d. pengertian teknis yuridis lembaga-lembaga, bentuk-bentuk hukum,
e. pengertian yang bersifat teori hukum dan filsafat hukum,
f. fungsi-fungsi yuridis,
g. sumber-sumber hukum,
2). Metodologi (pembentukan) hukum.
3). Metodologi pelaksanaan hukum.
a. penafsiran undang-undang,
b. kekosongan hukum,
c. antinomi dalam hukum,
d. penerapan pengertian-pengertian kabur atau kaidah-kaidah kabur,
e. penafsiran perbuatan hukum keperdataan, dan
f. argumentasi yuridis.
4). Ajaran ilmu dan ajaran tentang metode dan dogmatik hukum.
a. ajaran ilmu dogmatik hukum, dan
b. ajaran metode dogmatik hukum.
5). Kritik ideologi hukum.
a. pembentukan undang-undang,
b. peradilan, dan
c. dogmatik hukum.

Bersumber dari buku yang berjudul “Teori Hukum” karya Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H.

Anda mungkin juga menyukai