Anda di halaman 1dari 7

TUGAS

Mata Kuliah : TEORI HUKUM


Dosen : Dr. Inosentius Samsul, SH., MH.
Dr. Erikson Sitohang, SH., M.Hum.

ANALISIS KARAKTER HUKUM


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 5 TAHUN 1960
TENTANG
PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA

OLEH:
I NYOMAN SUDARMA , SH.
NPM : 19.02.01235.1625.

PROGRAM PASCASARJANA (S2) MAGISTER HUKUM


PROGRAM STUDI ILMU HUKUM PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS MAHENDRADATTA
DENPASAR
2017
ANALISIS KARAKTER HUKUM
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 5 TAHUN 1960
TENTANG
PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA

A. Pendahuluan
Ada pameo kuno menyebutkan jika hukum senantiasa hidup di dalam masyarakat, hukum
berkembang di dalam masyarakat. Dalam buku yang berjudul “Dasar-Dasar hukum dan
pengadilan”, Prof. Subekti, SH mengatakan bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan negara yang
dalam pokoknya ialah mendatangkan kemakmuran dan kebahagian pada rakyatnya.
Ilmu Hukum memiliki berbagai istilah, rechtswetenschap atau rechtstheorie dalam bahasa
Belanda, jurisprudence atau legal science (Inggris), dan jurisprudent (Jerman). Dalam
kepustakaan Indonesia tidak tajam dalam penggunaan istilah. Istilah ilmu hukum disejajarkan
dengan istilah-istilah dalam bahasa asing tersebut.
Istilah rechtswetenschap (Belanda) dalam arti sempit adalah dogmatik hukum atau ajaran
hukum (de rechtsleer) yang tugasnya adalah deskripsi hukum positif, sistematisasi hukum
posistif dan dalam hal tertentu juga eksplanasi. Dengan demikian dogmatik hukum tidak bebas
nilai tetapi syarat nilai. Rechtswetenschap dalarn arti luas meliputi: dogmatik hukum, teori
hukum (dalam arti sempit) dan filsafat hukum.
Rechtstheorie juga mengandung makna sempit dan luas. Dalam arti sempit rechtstheorie
adalah lapisan ilmu hukum yang berada di antara dogmatik hukum dan filsafat hukum. Teori
hukum dalam arti ini merupakan ilmu eksplanasi hukum (een verklarende wetenschap van
hetrecht).1
HPH Visser Thooft, dari sudut pandang filsafat ilmu, menggunakan istilah
rechtswetenschappen (ilmu-ilmu hukum), dan merumuskan sebagai disiplin yang obyeknya
hukum. Atas dasar itu dikatakan: “recht is mede wetwnschap”.
Sementara D.H.M. Meuwissen, menggunakan istilah rechtsbeoefening (pengembanan
hukum) untuk menunjuk pada semua kegiatan manusia berkenaan dengan adanya dan
berlakunya hukum di dalam masyarakat.2

1
Titik Triwulan Tutik, 2011, Hakikat Keilmuan Ilmu Hukum, URL: https://www.titiktriwulan.blogspot.com,
diakses tanggal 4 Februari 2017.
2
Ibid.

1
Teori hukum dikenal dengan istilah lain yaitu; teori hukumeory of law dalam bahasa
Inggris atau rechtsteori hukumeorie dalam bahasa Belanda. Bruggink mengartikan teori hukum
adalah, “suatu keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem
konseptual aturan-aturan hukum dan putusan putusan hukum, dan sistem tersebut untuk sebagian
penting untuk dipositifkan". Dalam pengertian ini pengertian teori hukum bermakna ganda. Yaitu
dalam pengertian sebagai produk sebab keseluruhan pernyatan yang saling berkaitan merupakan
hasil kegiatan teoritis bidang hukum. Sementara dikatakan sebagai proses sebab perhatiannya
diarahkan pada kegiatan teoritis tentang hukum atau pada kegiatan penelitian teoritis bidang
hukum sendiri, tidak pada hasil kegiatan kegiatan itu. Teori hukum mengkaji tidak hanya tentang
norma akan tetapi juga mengkaji hukum dalam kenyataan.3
Beberapa pendapat tentang teori hukum dikemukakan oleh beberapa ahli dengan pendapat
sebagai berikut :
Radbruch: tugas teori hukum membikin jelas nilai-nilai serta postulat postulat hukum
sampai kepada landasan filosofisnya yang tinggi.
1. Paul Scholten: teori hukum berupaya meneliti unsur yang sama dalam bentuk pada semua
tata hukum, yang secara a priori menunjuk pada sisi logikal dari tiap hukum positif.
2. Arief Sidharta: disiplin hukum yang secara kritis dan perspektif interdisipliner
menganalisis berbagai aspek dari gejala hukum baik secara tersendiri maupun dalam kaitan
keseluruhan; baik dalam konsepsi teoritisnya maupun pengejawantahan praktisnya,
dengan tujuan memperoleh pemahaman yang lebih baik dan penjelasan yang lebih jernih
tentang bahan yang tersaji dan kegiatan yuridis dalam kenyataan kemasyarakatan.4
3. Menurut Van Hoecke, Teori hukum dalam ilmu hukum sebagai suatu sistem pernyataan
(klaim), pandangan dan pengertian yang saling berkaitan secara logikal berkenaan dengan
sistem hukum tertentu atau suatu bagian dari sistem hukum itu, yang dirumuskan
sedemikian rupa sehingga berdasarkannya dimungkinkan untuk menjabarkan interpretasi
aturan hukum atau pengertian dalam hukum (konsep hukum) yang terbuka bagi pengujian.5
Dilihat dari beberapa pengertian diatas, teori hukum tidak hanya menjelaskan hukum
sampai kepada hal-hal yang konkret, tetapi juga pada persoalan yang mendasar dri hukum itu.
Seperti yang dikatakan Radbruch, tugas teori hukum adalah membuat jelas nilai-nilai oleh

3
Salim HS, 2009, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, hal. 256
4
Betara, 2012, Karakteristik Ilmu Hukum, URL: https://betaraubd.wordpress.com/2012/12/07/karakteristik-
ilmu-hukum/
5
Ibid.

2
postulat-postulat hukum sampai kepada penjelasan filosofis yang tertinggi. Teori hukum akan
mempertanyakan hal-hal seperti: mengapa hukum berlaku, apa dasar kekuatan yang
mengikatnya, apa yang menjadi tujuan hukum, bagaimana hukum dipahami, apa hubungannya
dengan individu dengan masyarakat, apa yang seharusnya dilakukan oleh hukum, apakah
keadilan itu, dan bagaimana hukum yang adil.
Teori hukum juga merupakan kelanjutan dari usaha untuk mempelajari hukum positif.
Teori hukum menggunakan hukum positif sebagai bahan kajian dengan telaah filosofis sebagai
salah satu sarana bantuan untuk menjelaskan tentang hukum.
Sebelum abad kesembilan belas, teori hukum merupakan produk sampingan yang
terpenting dari filsafat agama, etika atau politik. Para ahli fikir hukum terbesar pada awalnya
adalah ahli-ahli filsafat, ahli-ahli agama, ahli-ahli politik. Perubahan terpenting filsafat hukum
dari para pakar filsafat atau ahli politik ke filsafat hukum dari para ahli hukum, barulah terjadi
pada akhir-akhir ini. Yaitu setelah adanya perkembangan yang hebat dalam penelitian, studi
teknik dan penelitian hukum.
Teori-teori hukum pada zaman dahulu dilandasi oleh teori filsafat dan politik umum.
Sedangkan teori-teori hukum modern dibahas dalam bahasa dan sistem pemikiran para ahli
hukum sendiri. Perbedaannya terletak dalam metode dan penekanannya. Teori hukum para ahli
hukum modern seperti teori hukum para filosof, didasarkan atas keyakinan tertinggi yang
ilhamnya datang dari luar bidang hukum itu sendiri.
Kemudian menurut Moh. Mahfud MD dalam bukunya pergulatan hukum dan politik di
Indonesia, disebutkan bahwa hukum memiliki karakteristik yang berbeda dari masa kemasa.
Lebih lanjut lagi, ada beberapa karakteristik hukum yang ada yaitu; Responsif, represif, otonom
dan Progresif. Hukum yang responsif tercipta dari keadaan yang demokratis baik dalam
lingkungan perpolitikan maupun dari segi pembuatan hukum tersebut. Dalam hukum responsif,
tujuan hukum berdasarkan kompetensi dimana keadilan substansi yang dicari. Sedangkan pada
hukum represif tercipta akibat keadaan yang otoriter, dimana hukum hanya dijadikan alat untuk
mempertahankan status Quo penguasa. Kemudian ada juga hukum yang bersifat otonom, dimana
konfigurasinya terletak pada kebenaran prosedural.
Terkait dengan karakteristik masing-masing produk hukum di atas, Indonesia sebagai
negara hukum (pasal 1 ayat 1 UUD 1945) Juga mengasilkan beribu-ribu produk hukum dari awal

3
kemerdekaan hingga sekarang ini. Produk hukum tersebut memiliki karakteristik yang unik di
masing-masing masa.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin membedah produk hukum di awal 1960 an, yaitu UU
No.5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Agraria. UU ini merupakan satu-satunya produk
hukum pasca kemerdekaan yang sampai saat ini belum direvisi. Selanjutnya berkaitan dengan
karakteristik, produk hukum di UU No.5 Tahun 1960 menurut hemat penulis bersifat Responsif.
Dikarenakan politik hukum UU No.5 Tahun 1960 lebih membela rakyat.
Seperti kita ketahui bersama, dalam sejarahnya sebelum dibentuk UUPA ini, bangsa
Indonesia menganut hukum Belanda yaitu UU agrarische Wet 1870 yang terkenal dengan domai
verklaringanya (semua tanah jajahan yang tidak dapat dibuktikan kepemilikannya berdasarkan
pembuktian hukum barat, maka tanah tersebut dinyatakan tanah milik negara/penjajah Belanda).
Hal ini tentu sangat memberatkan bagi masyarakat Pribumu, dimana kala itu sebagian besar
tanahnya belum didaftarkan di kantor Pertanahan dan belum memiliki sertifikat. Sehingga
banyak sekali tanah Pribumi yang dirampas secara paksa oleh pemerintah Belanda.
Akan tetapi, pasca disahkannya UU No.5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria pada
tanggal 24 September 1960, asas Domein Verklaring mulai dihapuskan. Hal ini dikarenakan asas
tersebut tidaklah sesuai dengan hukum adat dan telah menciderai hak-hak masyarakat hukum
adat. Hal ini pula yang telah disadari oleh para ahli hukum saat itu, dimana dalam konsideran
dijelaskan:
1. Bahwa didalam Negara RI yang disusun kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya,
terutama masih bercorak agraris, bumi, air, dan ruang angkasa, sebagai karunia Tuhan
YME mempunyai fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan
makmur.
2. Bahwa hukum agraria yang masih berlaku sekarang ini sebagian tersusun berdasarkan
tujuan dan sendi-sendi dari pemerintah jajahan dan sebagian dipengaruhi olehnya, hingga
bertentangan dengan kepentingan rakyat dan negara dalam melaksanakan revolusi nasional
sekarang ini serta pembangunan semesta.
3. Bahwa hukum agraria tersebut mempunyai sifat dualisme, dengan berlakunya hukum adat
disamping hukum agraria yang didasarkan atas hukum barat.
4. Bahwa bagi rakyat asli hukum agraria penjajahan itu tidak menjamin kepastian hukum.
Dari beberapa point diatas sangat jelas bahwa hukum bawaan penjajah sangat tidak sesuai
dengan kepentingan rakyat dan negara. Selain itu juga terdapat dualisme hukum dalam hukum

4
agraria penjajahan Belanda yang sangat ribet dalam pengaturannya. Lebih jauh lagi didalam
pokok-pokok hukum agraria No.5/1960 ini selain Agrariche Wet juga mencabut Domein
Verklaring pasal 1 Agrarische Besluit (staatsblad 1870, N0.118).

B. Analisis Karakter Hukum Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1960


Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
Hukum agraria No.5/1960 ini diwujudkan untuk memberi keuntungan akan tercapainya
fungsi Bumi, air, dan ruang angkasa sebagai yang dimaksudkan diatas dan harus sesuai pula
dengan kepentingan rakyat dan negara sebagaimana telah diamanatkan didalam UUD 1945 pasal
33. Secara Historis Undang-Undang ini (No.5/1960) merupakan bentuk partisipatif dan
keinginan dari rakyat Indonesia yang tertindas oleh hukum penjajah Barat. Oleh karenanya,
UUPA isinya lebih bersifat partisipatif dalam membela hak-hak rakyat dan juga dalam
pembuatannya pun minim sekali tersentuh unsur-unsur kepentingan politik golongan tertentu.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa UU No.5 Tahun 1960 termasuk Hukum yang
Responsif, dikarenakan:
1. Tujuannya untuk melindungi masyarakat, yaitub dengan menghapus Agrarische Wet dan
Agrarische Besluit yang bertahan lebih dari satu abad lamanya sebagai hukum agararia di
Indonesia. Didalam kedua hukum Barat tersebut, terjadi dualisme antara hukum adat
dengan hukum agararia.
2. Mencabut asas Domein Verklaring yang sangat menciderai hak-hak rakyat, melalui UU
No.5/1960 ini, hak-hak rakyat dilindungi oleh negara.
3. Penghapusan konsesi-konsesi kolonial tanah
4. Adanya perombakan kepemilikan tanah dan penguasaan tanah serta hubungan-hubungan
hukum yang bersangkutan dengan penguasaan tanah dalam mewujudkan pemerataan
kemakmuran dan keadilan
5. Kepentingan hukum dalam UUPPA ini lebih mengutamakan rakyat (politik hukumnya
lebih condong kepada rakyat).
6. UUPA ini sejalan dengan konstitusi negara RI terutama dalam pasal 33 dan tujuan negara
sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-IV.
7. Pembuatannya sangat demokratis dengan tidak di Intervensi baik oleh partai politik
maupun pemerintah sendiri.

5
8. UUPA ini dibentuk dan mewujudkan penjelmaan Ketuahanan YME, kemanusiaan,
kebangsaan, Kerakyatan dan keadilan sosial sebagai asas kerohanian negara serta cita-cita
bangsa.
Produk hukum UUPA ini merupakan produk hukum yang dinilai sebagian besar Ahli
Hukum sebagai produk Hukum yang berhasil mengangkat harkat dan martabat masyarakat
Indonesia. Meskipun didalam pelaksanaannya tentu masih dapat dijumpai penyimpangan-
penyimpangan yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Pokok agraria ini. Dikarenakan kita
juga tidak dapat menafikan bahwasanya Das Sein kerap kali bertentangan dengan Das Solen, hal
yang sekiranya wajar mengingat setiap manusia dan setiap orang memiliki penafsiran hukum
berbeda dan memiliki kepentingan hukum yang berbeda pula.
Sebaik-baiknya hukum diciptakan oleh si pembuat, namun apabila disalahgunakan oleh si
pelaksana maka hukum tersebut hanya sebatas norma yang tidak rigid (kaku) dan bersifat
(sleeping law) karena didalamnya terdapat celah yang dapat dimasuki oleh kepentingan-
kepentingan politik suatu golongan. Oleh sebab itu, hukum yang baik adalah hukum yang tidak
hanya benar secara Prosedural, akan tetapi juga mencari kebenaran yang substantif.

Anda mungkin juga menyukai