Anda di halaman 1dari 21

PERBUATAN SANTET SEBAGAI OBYEK HUKUM

PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 1


TAHUN 2023 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG
HUKUM PIDANA

USULAN PENELITIAN SKRIPSI


Program Studi Hukum

Diajukan oleh:

AULIA ENDARWATI WICAKSONO


Nim : 2019200239

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2023

1
USULAN PENELITIAN

PERBUATAN SANTET SEBAGAI OBYEK HUKUM

PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 1

TAHUN 2023 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG

HUKUM PIDANA

Diajukan oleh:

AULIA ENDARWATI WICAKSONO

Nomor Induk Mahasiswa : 2019200239

Disetujui Untuk Diseminarkan :

Ketua Bagian Hukum Publik

Tubagus Heru Dharma Wijaya, S.H., M.H.


A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan Negara yang terkenal akan budayanya yang beraneka

ragam dengan segala jenis perbedaan adat istiadat, keyakinan dan kebiasaan

disetiap daerahnya. Kehidupan spiritual di Indonesia sangat kental, dan

memiliki agama yang merupakan sumber moral dan spiritual yang dianggap

sebagai bagian dari tradisi yang tidak pernah ditinggalkan. Kondisi nilai

spiritual yang tinggi membuat kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap

Tuhan dan roh-roh yang hidup disekitar manusia sudah tidak jarang ditemui

disetiap daerah dengan ciri khas budayanya masing-masing. Kepercayaan

tersebut tidak jarang orang-orang dibeberapa daerah memiliki kepercayaan atau

bahkan kemampuan untuk melihat hal-hal yang bersifat gaib atau mempelajari

ilmu sihir, demi kepentingannya masing.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai hukum yang tertulis

yang diadopsi dari hukum pidana kolonial, secara sosiologis telah ketinggalan

zaman. Olehnya itu diperlukan KUHP baru yang disesuaikan dengan

perkembangan masyarakat saat ini. Adanya pasal kontroversial yang potensial

digunakan oleh negara untuk mengkriminalisasikan warganya, salah satunya

Pasal 252 KUHP yang mengatur tentang santet sebagai bagian dari delik.

Dalam kamus bahasa Indonesia, santet diidentikkan dengan ilmu hitam

yang didefinsikan sebagai “pengetahuan mengenai kebatinan yang berkaitan

dengan perbuatan setan untuk mencelakakan orang (seperti membuat orang gila,

mencuri dengan bantuan makhluk halus). Sedangkan dalam kamus bahasa

Inggris, mendefinisikan black magic sebagai any of the branches of magic that

1
2

invoke the aid of demons or spirits, as witchrafts or diabolism (cabang ilmu

magis yang melibatkan bantuan setan atau roh, seperti pada sihir atau pemujaan

setan). Keduanya, sama-sama menyebut setan. Dalam agama setan identik

dengan sifat, perilaku, atau tindakan yang buruk atau jahat. 1

Ilmu hitam memiliki istilah atau nama lain dalam bahasa Indonesia, yaitu

sihir atau tuju. Sedangkan dalam bahasa lokal, ilmu hitam diisitilahkan dengan

bahasa yang berbeda-beda, misalnya teluh (Jawa Barat), tenung (Jawa Tengah),

santet (Jawa Timur), pulung (Kalimantan Barat), doti (Sulawesi Selatan) dan

masih banyak lainya. Namun demikian, dari segala istilah yang beredar di

Indonesia, santet lebih banyak disebut menggantikan sihir hitam, ilmu hitam

dan sebagainya.

Di Indonesia, santet umumnya dipercaya sebagai salah satu perbuatan yang

dapat menimbulkan kerugian terhadap seseorang melalui ilmu ghaib. Kerugian

yang ditimbulkan dari perbuatan santet dapat dilihat secara langsung dan nyata

terhadap diri korban santet, namun sulit dijelaskan secara medis. Dalam

berbagai kasus, lazimnya yang terjadi pada diri seseorang yang menjadi korban

santet, biasanya muncul luka sakit akibat adanya benda asing yang terdapat

didalam diri korban santet namun tidak dapat dijelaskan secara medis mengenai

asal usul benda asing tersebut. Benda asing yang dimaksd dapat berupa paku,

besi, jarum, rambut maupun banda-benda tajam lainnya. Bahkan, dalam kasus

yang lebih ektstrim, perbuatan santet selain dapat membuat orang menderita

berkepanjangan baik fisik maupun mental, dapat pula menyebabkan korbannya

1
Budi putra, 2007, Santet realita dibalik fakta, Bayu Media, Ikapi, Jatim hlm, 144
3

meninggal dunia.2 Walaupun demikian, sesuai dengan sistem hukum pidana

Indonesia yang menganut paham asas legalitas, pelaku santet selama ini tidak

dapat dijatuhi sanksi pidana.

Asas legalitas sebagaimana tercantum dalam KUHP Pasal 1 Ayat 1 yang

menerangkan bahwa “Tiada suatu perbuatan boleh dihukum, melainkan atas

kekuatan ketentuan pidana dalam undang-undang, yang ada terdahulu dari pada

perbuatan itu” atau dalam bahasa latinnya dikenal dengan istilah nullum

delictum nulla poena sine praevie lege poenali. Adapun makna daripada asas

legalitas sebagaimana termaktum dalam KUHP Pasal 1 Ayat 1, dapat kita

klasifikasikan kedalam dau hal, yaitu pertama, suatu perbuatan dapat dipidana

jika perbuatan tersebut diklasifikasikan sebagai perbuatan pidana menurut

ketentuan undang-undang (asas legalitas formal). Oleh sebab itu, maka

pemidanaan berdasarkan hukum yang hidup ditengah-tengah masyarakat yang

tidak tertulis tidak dimungkinkan. Kedua, ketentuan pidana mengenai perbuatan

tersebut haruslah terlebih dahulu ada (dipositiviskan) daripada perbuatannya.

Oleh sebab itupula maka, ketentuan tersebut tidak boleh berlaku surut, baik

mengenai ketetapan tentang perbuatan tersebut dapat dipidana, maupun terkait

dengan sanksinya.

Selain karena adanya asas legalitas, proses pembuktian santet di pengadilan

juga sulit dilakukan. Sebagaimana kita pahami santet merupakan dimensi yang

abstrak, merupakan wilayah yang berada dalam ruang mistis atau spiritual tidak

mampu atau bahkan sulit untuk mendapatkan kebenaran materiil terhadap

2
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barakatullah, 2005, Politik Hukum Pidana Kajian
Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm, 27.
4

perbuatan santet. Sedangkan ilmu hukum khususnya hukum pidana sifatnya

mencari kebenaran materiil dari suatu perbuatan, pembuktiannya harus

kongkrit, pasti dan nyata. Begitu pula alat-alat bukti yang digunakan didalam

KUHAP Pasal 184 tidak ada yang mengatur mengenai bukti-bukti delik santet.

Dengan tidak dipositiviskannya santet sebagai salah satu delik pidana, pada

realitasnya seseorang yang memiliki ilmu santet dapat dengan leluasa

menawarkan jasa santet tanpa rasa takut. Hal inilah yang kemudian mendorong

pemerintah untuk memasukkan pasal kriminalisasi terkait santet dalam KUHP

yang baru, dan tentu dengan maksud untuk meminimalisir perbuatan santet.3

Disamping itu juga untuk mencegah agar masyarakat tidak main hakim

sendiri terhadap seseorang yang dituduh sebagai pelaku santet. Sebab dalam

beberapa kasus di daerah, masyarakat kita terkadang melakukan perbuatan main

hakim sendiri terhadap seseorang yang dituduh sebagai pelaku santet, baik

berupa penganiayaan ringan, penganiayaan berat, pengeroyokan bahkan

pembunuhan, seperti nasib naas yang dialami oleh I Wayan Rika (2020) yang

harus menderita lukas tebas ditubuhnya karena dituduh sebagai dukun santet.

Di Nusa Tenggara Timur, Whilhelmus Sikone harus pula meregang nyawa pada

tahun 2019 karena dituduh sebagai pelaku santet. Bahkan 22 tahun silam, di

daerah Banyuwangi terjadi tragedi “pembantaian” terhadap orang-orang yang

diduga memiliki ilmu santet. Pakar hukum pidana UI Prof Dr. Ronny

Nitibaskara mengatakan penerapan pasal santet bisa melindungi orang-orang

yang difitnah melakukan santet. Karena dengan adanya itu maka mereka yang

3
Hendar Soetama, 2011, Hukum Pembuktian Dalam Acara Pidana, PT. Alumni, Bandung
hlm, 55.
5

difitnah melakukan santet tidak bisa di main hakim sendiri. Tetapi pakar hukum

pidana UI Prof Dr. Ronny Nitibaskara yang dilibatkan dalam pembuatan

Rancangan KUHP ini mengaku bahwa pasal santet tersebut ada sisi negatifnya.

karena adanya kendala pembuktian. Yang dipidana bukan pembunuhan

terselubung oleh tukang santet, melainkan perbuatan mereka yang mengganggu

ketertiban umum. Menurut Wicaksana kebijakan hukum pidana terhadap tindak

pidana santet yang diatur dalam konsep Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP) bukan delik santet namun berhubungan dengan masalah santet

(kekuatan gaib dan supranatural), khususnya yang berkaitan dengan penawaran

bantuan jasa atau sarana dari orang yang mengaku memiliki keahlian

supranatural (dukun atau paranormal) untuk melakukan suatu kejahatan atau

tindak pidana.4

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Melalui identifikasi masalah diharapkan dapat diungkap berbagai masalah yang

terkait dengan tema penelitian. Berdasarkan latar belakang masalah, maka

identifikasi masalah dari penelitian ini adalah:

1. Apakah Hakekat Santet dan bahayanya.

2. Apakah dasar pertimbangan mengkriminalisasikan perbuatan santet.

3. Bagaimana kebijakan pemerintah untuk mengkriminalisasikan

Perbuatan Santet sebagai suatu delik ke dalam Kitab Undang-Undang

4
Wicaksana, I. P. S., Putra, Yuliartini, N. P. R., & Mangku, D. G. S. (2020). Kebijakan
Hukum Tentang Pengaturan Santet Dalam Hukum Pidana Indonesia. Jurnal Komunitas Yustisia,
3(1), 411–419.
6

Hukum Pidana.

4. Bagaimanakah kajian aliran sejarah hukum mengenai santet sebagai

obyek hukum pidana.

5. Bagaimanakah konsep delik santet menurut hukum positif di Indonesia.

6. Bagaimanakah pengaturan terhadap delik santet dalam KUHP

7. Apakah pertimbangan hukum tentang pengaturan santet dalam hukum

pidana Indonesia.

8. kebijakan hukum tentang pengaturan santet dalam hukum pidana

Indonesia.

C. PEMBATASAN MASALAH

Dalam pembatasan masalah ini, peneliti membatasi ruang lingkup penelitiannya

secara tegas dan jelas, dengan demikian dapat diketahui secara rinci masalah

yang akan diteliti dan ruang lingkup/wilayah studinya. Pembatasan masalah ini

hanya mengenai “Perbuatan Santet Sebagai Obyek Hukum Pidana Dalam

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana”.

D. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

yang akan dibahas dalam proposal skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah perbuatan santet menjadi opsi yang tepat dirumuskan dalam

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang KUHP ?

2. Bagaimanakah ketentuan tindak pidana santet dalam pasal 252 KUHP ?


7

E. KERANGKA TEORI

a. Perundang-undangan

Teori perundang-undangan atau Gestzgebungstheorie adalah teori

pengaturan suatu peraturan yang mengutamakan kejelasan dan

kejernihan dari arti atau pengertian baik secara legal maupun inheren

b. Pembuktian

Teori pembuktian adalah teori yang menegaskan kebenaran dari

suatu perbuatan pidana berdasarkan unsur-unsur dari suatu perbuatan

pidana merujuk pada alat bukti yang telah ditentukan oleh aturan yang

ada

c. Tes Provokasi

Teori tes provokasi menurut Mutungi adalah suatu perbuatan pidana

dapat dikatakan sebagai sebuah perbuatan pidana ketika pelaku telah

menunjukkan upaya yang sarat dengan kekuatan gaib atau ritual yang

memprovokasi atau mengintimidasi korban sehingga korban menjadi

ketakutan atau marah

F. DEFENISI OPERASIONAL

1. Perbuatan

Adalah proses yang memperlihatkan perilaku yang semula tidak dianggap

sebagai peristiwa pidana, tetapi kemudian digolongkan sebagai peristiwa

pidana oleh masyarakat.

2. Santet

santet umumnya dipercaya sebagai salah satu perbuatan yang dapat


8

menimbulkan kerugian terhadap seseorang melalui ilmu ghaib.

Kerugian yang ditimbulkan dari perbuatan santet dapat dilihat secara

langsung dan nyata terhadap diri korban santet, namun sulit dijelaskan

secara medis. Dalam berbagai kasus, lazimnya yang terjadi pada diri

seseorang yang menjadi korban santet, biasanya muncul luka sakit

akibat adanya benda asing yang terdapat didalam diri korban santet

namun tidak dapat dijelaskan secara medis mengenai asal usul benda

asing tersebut. Benda asing yang dimaksd dapat berupa paku, besi,

jarum, rambut maupun banda-benda tajam lainnya. Bahkan, dalam

kasus yang lebih ektstrim, perbuatan santet selain dapat membuat orang

menderita berkepanjangan baik fisik maupun mental, dapat pula

menyebabkan korbannya meninggal dunia.

3. Obyek Hukum

Objek Hukum adalah segala hal yang mempunyai manfaat bagi

"subjek hukum" serta dapat menjadi pokok permasalahan dan

kepentingan bagi para subjek hukum, dimana objek hukum tersebut

dikuasai oleh subjek hukum.

4. Santet Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana

Sampai dengan skripsi ini ditulis, upaya pembaharuan KUHP

Nasional baru berbentuk Peraturan Undang-undang (Undang- undang

Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana

pengundangan versi bulan Januari tahun 2023). Dalam Undang-undang


9

Nomor 1 tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana

tersebut, pengaturan korporasi sebagai subjek tindak pidana dapat

ditemukan dalam ketentuan sebagai berikut:

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang

Hukum Pidana.

Pasal 252:

1) Setiap Orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib,

memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau

memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena

perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau

penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana

penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda

paling banyak kategori IV.

2) Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan

perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan

sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, pidananya dapat

ditambah 1/3 (satu per tiga).

Dalam rangka mewujudkan hukum pidana nasional Negara

Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD

1945, Pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana sebagai wujud penyesuaian dengan politik hukum,

keadaan, dan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa,


10

dan bernegara yang menjunjung hak asasi manusia.

UU Nomor 1 tahun 2023 tersebut berlaku setelah 3 (tiga)

tahun terhitung sejak tanggal diundangkan atau 3 (tiga) tahun setelah

tanggal 2 Januari 2023. Kitab Undang- Undang Hukum Pidana atau

KUHP merupakan peraturan perundang-undangan yang mengatur

mengenai perbuatan pidana secara materiel di Indonesia.

Pengesahan KUHP melalui UU No.1 Tahun 2023 tersebut sekaligus

untuk menggantikan Wetboek van Strafrecht atau yang juga disebut

dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagaimana

ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang

Peraturan Hukum Pidana yang telah beberapa kali diubah.

Secara keseluruhan perbedaan yang mendasar antara

Wetboek van Strafrecht dan Undang-Undang No. 1 Tahun 2023

adalah filosofi yang mendasari dibentuknya Wetboek van Strafrecht

dilandasi oleh pemikiran aliran klasik yang berkembang pada Abad

ke-18 yang memusatkan perhatian hukum pidana pada perbuatan

atau Tindak Pidana. Sedangkan UU No. 1 Tahun 2023 mendasarkan

diri pada pemikiran aliran neo-klasik yang menjaga keseimbangan

antara faktor objektif (perbuatan/lahiriah) dan faktor subjektif

(orang/ batiniah/ sikap batin).

UU 1/2023 tentang KUHP terdiri atas 2 (dua) buku yakni

Buku Kesatu dan Buku Kedua. Buku Kesatu berisi aturan umum

sebagai pedoman bagi penerapan Buku Kedua serta Undang-


11

Undang di luar UU 1/2023, Peraturan Daerah Provinsi, dan

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, kecuali ditentukan lain menurut

Undang-Undang sehingga Buku Kesatu juga menjadi dasar bagi

Undang-Undang di luar Undang-Undang No. 1 Tahun 2023.

Dalam perkembangannya, pembaruan Undang-Undang No. 1 Tahun

2023 mengacu pada 4 (empat) misi antara lain:

1. rekodifikasi hukum pidana;

2. demokratisasi hukum pidana;

3. konsolidasi hukum pidana; serta

4. adaptasi dan harmonisasi terhadap berbagai perkembangan

hukum yang terjadi.

Dengan telah ditetapkannya UU No. 1 Tahun 2023,

diharapkan dapat terwujud usaha pembangunan hukum nasional

yang dilakukan secara terarah, terpadu, dan terencana sehingga

dapat mendukung pembangunan nasional di berbagai bidang sesuai

dengan tuntutan pembangunan serta tingkat kesadaran hukum dan

dinamika yang berkembang dalam Masyarakat.5

G. METODELOGI PENELITIAN

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan jenis

5
JDIH Kemaritiman dan Investasi, https://jdih.maritim.go.id/uu-12023-kitab-undang-
undang-hukum-pidana-kuhp, Diakses 24 September 2023.
12

yuridis normatif, sehingga menggunakan data sekunder yang berupa

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier

yang dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi dokumen. Tehnik

wawancara sebagai sumber data primer dilakukan untuk menguatkan

data sekunder. Pendekatan menggunakan pendekatan undang-undang,

sedangkan analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif.

2. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Agar bisa mengetahui pasal kohabitasi menjadi opsi yang tepat

dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023

Tentang KUHP yang sehingga masuk ke ranah privasi

masyarakat

2. Agar bisa mengetahui bagaimana pasal kohabitasi ini dapat

menjadi perbuatan pidana.

3. Tipe Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif.

Peneltian deskriptif adalah penelitian hanya mencari, memaparkan dan

menggambarkan atau mendeskripsikan saja hasil penelitian.

4. Metode Penelitian
13

Dalam proposal ini peneliti menggunakan metode penelitian

normatif. Ada beberapa metode penelitian sebagai berikut :

a. Metode Penelitian Sejarah

b. Metode Penelitian Studi Kasus

c. Metode Penelitian Komparatif

d. Meetode Penelitian Deskriptif

5. Teknik Pengambilan Sample

Dalam metode penelitian ini menggunakan Teknik Random purposif (

Purposive Random Sampling ). Teknik random purposive ialah suatu

pemilihan dan penetapan sampel dalam penelitian yang dilakukan

secara acak atau sembarang berdasarkan atas pemahaman yang

mendalam terhadap unsur populasi.

6. Teknik dan alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah suatu cara yang dilakukan peneliti

untuk mendapatkan atau mengumpulkan data yang dapat menjelaskan

dan/atau menjawab permasalahan penelitian yang bersangkutan secara

objektif. Kemudian teknik pengumpulan data diartikan juga untuk

mencari and mengumpulkan informasi. Teknik pengumpulan data

dalam penelitian terdiri atas :

a. Observasi atau pengamatan

b. Teknik komunikasi langsung

c. Teknik komunikasi tidak langsung.


14

7. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk pengembangan

ilmu hukum dan menambah refrensi dibidang hukum pidana. Hasil

penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi masyarakat

khususnya Perlindungan Hukum Justice Collaborator Dalam tindak

Pidana narkotika.

8. Teknik Pengolahan atau Analisis data

Pengolahan dan analisis data dari hasil penelitian berisi uraian tentang

cara-cara mengolah dan menganalisis data yang telah terkumpul untuk

digunakan dalam pemecahan masalah yang akan diteliti. Penelitian ini

menggunakan analisis kualitatif.

H. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistem penulisan skripsi ini terbagi ke dalam bab-bab yang menguraikan

permasalahan secara tersendiri, yang dalam berbagai konteks saling berkaitan

satu sama lain. Penulis membuat sistematika dengan membagi pembahasan

keseluruhan ke dalam 5 (lima) bab, dimana setiap bab terdiri dari beberapa sub

bab yang dimaksudkan untuk memperjelas dan mempermudah penguraian

masalah agar dapat lebih dimengerti, sehingga akhirnya sampai kepada suatu

kesimpulan yang benar.

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bagian ini akan diuraikan Latar Belakang Masalah,


15

Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah, Rumusan Masalah,

Kerangka Teori, Definisi Operasional, Metode Penelitian: 1.

Tujuan, 2. Pendekatan Penelitian, 3. Tipe Penelitian, 4. Metode

Penelitian, 5. Kegunaan Penelitian, 6.Teknik Pengambilan Sampel,

7. Teknik dan Alat Pengambilan Data, 8. Teknik

Pengolahan/Analisis Data, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : TINJAUAN UMUM KUMPUL KEBO (KOHABITASI).

Pada bab ini akan diuraikan sekitar hal-hal yang bersifat teoritis

sekitar kumpul kebo (kohabitasi) pada umumnya, akan meliputi :

Pengertian Kumpul kebo, Pengertian tindak pidana perzinahan,

BAB III : TINJAUAN UMUM MENGENAI KUMPUL KEBO

(KOHABITASI) DI LUAR KITAB UNDANG-UNDANG

HUKUM PIDANA

Pada Bab ini pembahasan akan ditujukan mengenai kumpul kebo

(kohabitasi) di Indonesia serta apa yang menjadi faktor kelemahan

dalam penegakan hukum kumpul kebo (kohabitasi) di luar Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana

BAB IV : LANDASAN KONSEP KUMPUL KEBO (KOHABITASI)

DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2023

TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA.

Menguraikan Pada bab ini akan diteliti mengenai konsepsi kumpul

kebo dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana


16

dalam memberikan kepastian penegakan hukum meliputi

pengejawantahan korporasi dalam Rancangan Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana dan pelaksanaan pertanggungjawaban

pidana Korporasi pada RUU KUHP. .

BAB V : PENUTUP

Bab ini merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dan saran.


DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Andi Hamzah, Hukum Pidana dan Acara Pidana.(Jakarta:Ghalia Indonesia..2001).

Adi Sulistiyono, “Reformasi Hukum Ekonomi Dalam Era Globalisasi”, Sebelas

Maret UniversityPress,Surakarta. 2005, Hal 9.

Adam Chazawi, 2007, Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1, PT Raja Grafindo

Persada Jakarta, hlm. 157.

Eva Achjani Zulfa, 2014, Konsep Dasar Restorative Justice, disampaikan dalam

acara Pelatihan Hukum Pidana dan Kriminologi “Asas-Asas Hukum Pidana

dan Kriminologi Serta Perkembangan Dewasa Ini”. Kerjasama Fakultas

Hukum Universitas Gadjah Mada dengan Masyarakat Hukum Pidana dan

Kriminologi, Yogyakarta, 23-27 Februari 2014, hlm. 1.

Moch. Basarah, “Prosedur Alternatif Penyelesaian Sengketa Arbitrase

Traditionaldan Modern (Online)”, Genta Publising, Bandung, 2011, hal.98

I.P.M. Ranuhandoko, Terminologi Hukum Inggris Indonesia, Cet. III, Sinargrafika,

Jakarta, 2003.

Jhon M. Echos dan Hasan Shaddili, Kamus Inggris-Indonesia, Gramedia, Jakarta,

2005.

Kamus Besar Bahasa Indoesia (KBBI) Online, https://kbbi.web.id/perlindungan,

diakses pada tanggal 24 maret 2023

Maidin Gultom. Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan. Bandung:

PT Rafika Aditama, 2018.


Moeljatno. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta. 2002.

Muladi & Barda Nawawi Arief. 1984. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Bandung:

Alumni.

Phillipus M. Hadjon. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Surabaya: PT.

Bina Ilmu, 1987.

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Cetakan ke-6, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2006.

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta, Liberti,

2007.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta 1984.

Undang-Undang

Undang-Undang Nomor. 39 Tahun 1999. Tentang HAM

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Jurnal

Ita Iya Pulina Perangin-angin, Rahayu, Nuswantoro Dwiwarno, “Kewajiban Dan

Tanggungjawab Negara Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap

Perempuan Korban Revenge Porn Di Indonesia”, Diponegoro Law Journal

8 (1), 2019, hal 457-483.

Hwian Christanto, “Revenge Porn Sebagai Kejahatan Kesusilaan Khusus:

Perspektif Sobural”, Jurnal Veritas et Justitia 3 (2), 2017, hal 299-326.


Abdul Munir, M.Krim & Wulan Junaini, “Studi Terhadap Seorang Perempuan

Sebagai Korban Revenge Porn di Pekanbaru”. Jurnal Sisi Lain Realita 5 (1),

2020, hal 21-35.

Anda mungkin juga menyukai