I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Di dalam Undang-Undang Dasar 1945, ditegaskan bahwa sistem
pemerintahan Indonesia adalah berdasarkan hukum tidak berdasarkan atas
kekuasaan belaka. Dengan demikian, atas dasar hal tersebut, maka semua
perbuatan yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun negara harus
berdasarkan hukum. Salah satu ketentuan yang mengatur bagaimana aparatur
penegak hukum melaksanakan tugasnya terdapat dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mempunyai tujuan untuk
mencari dan mendekati kebenaran materiil yaitu kebenaran yang selengkap-
lengkapnya dari suatu perkara pidana sehingga suatu tindak pidana dapat
terungkap dan pelakunya dijatuhi putusan yang seadil-adilnya
1.
Dalam proses persidangan, hal yang penting adalah yaitu proses
pembuktian sebab jawaban yang akan ditemukan dalam proses pembuktian
merupakan salah satu hal yang utama untuk Majelis Hakim dalam
memutuskan suatu perkara tindak pidana
1
.
Pasal 183 KUHAP menyatakan; 'Hakim tidak boleh menjatuhkan
pidana kepada seorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat
bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-
benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya
1
.
Dalam penjelasan Pasal 183 KUHAP dinyatakan bahwa ketentuan
tersebut demi tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi
seseorang. Sementara itu, Pasal 184 KUHAP menyatakan
1
:
1) Alat bukti yang sah ialah:
a) keterangan saksi;
b) keterangan ahli;
c) surat;
d) petunjuk;
e) keterangan terdakwa.
2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan
warung. Wanita itu tinggal bersama ibunya dan ia sendiri, tetapi ia tidak
pernah mengadakan hubungan kelamin dengannya, sungguhpun banyak
kesempatan, malahan tidak pernah menyentuhnya. Lama-kelamaan ia merasa
pusing.
Kemudian ke warung datang istri guru itu. Ia sering mengobrol
dengannya. Dalam ingatannya ia merasa cinta terhadap nyonya itu. 'saya
melayaninya karena ia terus melayani saya. Mereka sering berdua-duaan,
tetapi tidak pernah pergi bersama-sama. Hanya di halaman saja, karena
nyonya itu sering datang untuk menagih.
Pukul setengah delapan malam itu, ia secara mendadak pergi ke rumah
nyonya itu. Sepulangnya dari warung, tiba-tiba ia merasa panas dalam pikiran,
lalu mengambil pisau dapur dan pergi ke rumah nyonya itu. Di rumah nyonya
itu si suami sedang menghadapi dua orang tamu. Pintu di dobrak dengan kaki
dan terus masuk. Guru itu mengejarnya, lalu pisau ditusukkan. Tidak ada
suara-suara yang menyuruhnya. Yang ada hanya suara perempuan merayu,
mengajak mati dan menghina.
Ada perasaan menyesal karena telah melakukan pembunuhan, tetapi
tidak kelihatan di raut wajahnya. Ia banyak pikiran sedih. Ia telah membunuh
karena cinta isteri orang lain. Ia sadar bahwa tidak boleh membunuh
seseorang, karena cinta kepada isteri orang itu.
Sebabnya ia membunuh, karena kegelapan, karena tidak tahan
gangguan-gannguan, karena pikiran-pikiran saja. Pikiran banyak, terus saja
ingat pada perempuan itu.
Pemeriksaan psikologis:
M. memiliki kecerdasan yang agak rendah. IQ kurang dari 70.
Pengalamannya tidak mengikuti perkembangan umurnya, sehingga
kecerdasannya tidak sesuai umurnya. Kehidupan emosional juga terhambat
dan masih bersiIat inIantil. Juga tingkah lakunya bersiIat kekanak-kanakan. Ia
tidak sanggup menilai kenyataan dengan baik. Mudah terpengaruh
(suggestibel) dan suka lari ke dalam khayalan. Karena perkembangan
kepribadiannya tidak baik, ia tidak dapat menyelesaikan masalah-masalah
hidup, sering mengalami kekecwewaan dan konIlik-konIlik batin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kurniawan AM. Peran dan Kedudukan Ahli Psikiatri Forensik dalam
Penjelasan Perkara Pidana.2010. Avalaible Irom : URL: etd.eprints.ums.ac.id.
(Cited on: 18 Oktober 2011)
2. Hayu TF. 2007. Kekuatan Surat Keterangan Dokter Psikiatri Forensik Sebagai
Alasan Penghapusan Pidana Bagi Pelaku Kejahatan. avalaible Irom :
www.medscribd.com. (Cited on: 30 Oktober 2011)
3. Arturo. J, Leons R.B. Forensic Psychiatry Roles` and Responsibility. In:
Principles and Practice oI Forensic Psychiatry.Hodder Arnold
Group.2003;2:7-11
4. Eckert WG, Turco RN. Forensic Psychiatry. In: Eckert WG. Introduction to
Forensic Science 2
nd
Edition. 1997. Florida: CRC Press. p: 13-43, 66-72.
5. Schetky DH. History oI Child and Adolescent In : Principles and Practice oI
Child and Adolescent Forensic Psychiatry.American Psychiatric Publishing
.2002.1:3-6
6. Prosono M. History oI Forensic Psychiatry. In : Principles and Practice oI
Forensic Psychiatry.Hodder Arnold Group.2003;3:14-27
7. Utomo BP. Peranan Ilmu Forensik dalam Usahan Memecahkan Kasus
Kriminalitas. avalaible Irom: www.medscribd.com. (Cited on: 30 Oktober
2011)
8. Dhistramine PA.Psikiatri Forensik (ppt). avalaible Irom www.ppt-
indonesia.org . (Cited on: 30 Agustus 2011).
9. Hawari D. pemeriksaan Psikiatrik. Dalam: Idris AM, Tjiptomartono AL.
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. 2008. Jakarta:
Sagung Seto. hal: 263-6.
10.Nanton A. Psychiatric Forensic Interview. Updated October 12
th
2011.
Available Irom: URL: http://www.emedicine.medscape.com. (Cited on:
October 18
th
2011).
11.Balderama CN. Forensic Psychiatry : Neurology Psychiatry Module. 2011.
ASPMH Group. Irom www.medicalpdI.cc.uk . (Cited on: October 30
th
2011).
12.Puncana W. Forensik Psikiatri dan VeRP. availaible Irom www.pdIi-
indonesia.org. (Cited on: 30 Oktober 2011)