Oleh :
FINA FEBRIANA (B012231020)
GEBBRILLA (B012231089)
NURHIDAYAH HAMZAH (B012231043)
ULFA SRI ASTURI (B012231029)
ZALYA DWI AHZANA (B012231067)
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...........................................................................................................2
BAB I.......................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................3
A. Latar Belakang................................................................................................3
B. Rumusan Masalah..........................................................................................6
C. Tujuan Penelitian............................................................................................6
D. Manfaat Penelitian..........................................................................................6
E. Landasan Teoritis............................................................................................7
BAB II...................................................................................................................11
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................11
A. Pertanggungjawaban Pidana.......................................................................11
B. Pelaku Kejahatan..........................................................................................12
C. Necrophilia ……………………………………………………………....... 13
D. Hukum Positif...............................................................................................13
BAB III..................................................................................................................14
METODE PENELITIAN....................................................................................14
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, aman, dan damai. Hal tersebut juga
berdasar sebagaimana yang diamanatkan oleh konstitusi pada pada Pasal 1 ayat
kewajiban bagi negara untuk menjamin setiap warga negara sama dihadapan
(kelainan) berupa tertarik secara seksual untuk menyetubuhi mayat, orang yang
berhubungan seks dengan mayat, dan rasa tertarik yang abnormal terhadap mayat.
merupakan kelainan hasrat dalam tubuh manusia karena tertarik untuk bercinta
dengan tubuh orang meninggal.2 Pertama kali, istilah itu muncul sekitar tahun
adalah Joseph Guislain, seorang ahli kejiwaan asal Belgia. Penyebabnya beragam,
dan kebanyakan dialami mereka yang trauma terhadap hal tertentu. Beberapa
1
Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia Edisi Revisi (Raja Grafindo Prasada
1984), hlm. 3.
2
Kamus Besar Bahasa Indonesia diakses pada 18 september 2023.
kondisi ini juga memengaruhi: takut ditolak pasangan, menginginkan pasangan
para ahli. Misalnya, menurut Drs. Jonathan Rosman dan Phillip Resnick, yang
dijatuhi pemidanaan, karena belum ada aturan yang mengatur hal tersebut.
Mengingat hukum pidana masih mengacu kepada ketentuan umum hukum pidana
tentang Asas legalitas (principle of legality) atau biasa dikenal dalam bahasa
Latin sebagai “Nullum delictum nulla poena sine praevia lege” yang artinya
tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu. 5 Sehingga
sesama jenis tidak dapat dikenai dengan pasal Persetubuhan dengan kekerasan
3
M. Farakhan Maghriby Abdullah, “Aspek Hukum Pidana Terhadap Pelaku
Persetubuhan Terhadap Mayat di Indonesia”, Jurist-Diction Vol. 5 No. 3 2022, hlm. 850.
4
https://www.logosconsulting.co.id/media/jenis-jenis-necrophilia-penyimpangan-seksual-
terhadap-mayat/ , diakses pada tanggal 18 September 2023.
5
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Cetakan ke-tujuh (Rineka Cipta), hlm. 23.
Kata perkosaan berasal dari bahasa latin rapere yang berarti mencuri,
‘memaksa’ manusia lain untuk mau berhubungan seksual dengan ditandai oleh
penetrasi vagina dengan penis secara paksa atau dengan kekerasan. Dalam kamus
besar bahasa Indonesia, perkosaan berasal dari kata perkosaan yang berarti
Pelaku Necrophilia memang tidak diatur jelas dalam KUHP tetapi ada
terhadap mayat tanpa didahului oleh perbuatan lain yang dilarang dalam KUHP.
Seperti untuk kasus mutilasi, dapat dipidana jika diawali dengan kejahatan
sebagaimana diatur dalam Pasal 180 KUHP, Untuk kasus pemerkosaan, Pasal 286
KUHP memang menyinggung ancaman pidana jika ditujukan terhadap orang yang
tidak berdaya, namun tak secara jelas menyebut bukan terhadap orang yang sudah
namun dalam rumusan Pasal 290 RUU KUHP Hasil Per 28 Juni 2018 mulai
akan dikenakan pidana selama dua tahun penjara atau denda. Sehingga untuk
kasus pemerkosaan terhadap mayat dalam RUU KUHP dapat disimpulkan sebagai
6
Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Gitamedia Press), hlm. 453
Seperti yang terjadi pada pemuda 19 tahun asal Mojokerto yang nekat
memerkosa mayat siswi SMP sebanyak dua kali setelah nyawanya dihabisi oleh
tentunya dapat menjaga dan melindungi seluruh kepentingan, baik itu kepentingan
yang bersifat horizontal (Manusia dengan Manusia) maupun yang bersifat vertikal
(Manusia dengan Tuhan). Hal ini lah yang melatar belakangi, bahwa harus adanya
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
E. Landasan Teoritis
1. Teori pemidanaan
golongan besar, yaitu teori absolut atau teori pembalasan (vergeldings theorin),
teori relatif atau teori tujuan (doel theorin), dan teori menggabungkan
(verenignings theorin).
Dasar pijakan dari teori ini adalah pembalasan. Inilah dasar pembenar dari
negara) yang telah dilindungi. Maka oleh karenanya ia harus diberikan pidana
Teori Relatif atau teori tujuan berpokok pangkal pada dasar bahwa pidana
adalah alat untuk menegakkan tata tertib (hukum) dalam masyarakat. Tujuan
7
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2002, hlm. 153.
pidana ialah tata tertib masyarakat, dan untuk menegakkan tata tertib itu
diperlukan pidana.8
c. Teori Menggabungkan
Teori gabungan merupakan kombinasi dari teori absolut dan teori relatif yang
menjadi dasar dari penjatuhan pidana. Dengan kata lain, teori gabungan
Teori ini mengatakan bahwa perilaku kriminalitas timbul karena faktor intel
nternalisasi diri yang keliru, konflik batin, emosi yang kontroversial dan kecende
psikis, misalnya pada keluarga yang hancur akibat perceraian atau salah asuhan
karena orangtua terlalu sibuk berkarier. Faktor lain yang menjadi penyebab terja
dinya kejahatan adalah psikologis dari seorang pelaku kejahatan, maksudnya ada
ang mendorong mereka untuk melakukan kejahatan. Faktor ini didominasi karen
a pribadi seseorang yang tertekan dengan keadaan hidupnya yang tak kunjung m
mi membantu mengurangi beban hidup yang ada dibandingkan dengan orang dal
8
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,
2002, hlm. 157.
9
Ibid. 162.
am keadaan normal. Psikologis seseorang yang terganggu dalam interaksi sosial
akan tetap memiliki kelakuan jahat tanpa melihat situasi dan kondisi.10
n tertekan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang tak kunjung dapat ia lakuk
an karena tak memiliki penghasilan tetap. Kemiskinan atau faktor ekonomi ini a
dalah menjadi faktor yang memengaruhi terjadinya kejahatan, karena demi mem
enuhi kebutuhan hidupnya maka orang akan cenderung melakukan apapun itu m
h ke bawah akan merasa hidupnya berbeda sekali dengan orang-orang yang mem
iliki pendapatan diatasnya, hal ini mendorong seseorang tersebut untuk melakuk
Sejalan dengan pemikiran itu bahwa salah satu masalah struktural yang perl
Kejahatan di Indonesia salah satunya juga didorong oleh krisis ekonomi, termasu
gemukakan bahwa kejahatan timbul karena adanya tekanan ekonomi yang tidak
jahatan itu haruslah diadakan peningkatan di bidang ekonomi. Dengan kata lain
ahatan.
10
Indah Sri Utami, 2012, “Aliran dan Teori Dalam Kriminologi”, Thafa Media, Yogyakar
ta, hlm 48.
11
Anang Priyanto, 2012, “Kriminologi” , Penerbit Ombak, Yogyakarta, hlm 77.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pertanggungjawaban Pidana
pidana pada hakikatnya merupakan suatu mekanisme yang dibangun oleh hukum
pidana untuk bereaksi terhadap pelanggaran atas “kesepakatan menolak‟ suatu
perbuatan tertentu.12
sebagai diteruskannya celaan yang objektif yang ada pada perbuatan pidana dan
itu”.13 Maksud celaan objektif adalah bahwa perbuatan yang dilakukan oleh
perbuatan tersebut melawan hukum baik dalam arti melawan hukum formil
kepada orang yang melakukan perbuatan yang dilarang tadi. Sekalipun perbuatan
yang dilarang telah dilakukan oleh seseorang, namun jika orang tersebut tidak
mengatakan bahwa dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah
delik dalam undangundang dan tidak dibenarkan, namun hal tersebut belum
syarat untuk penjatuhan pidana, yaitu orang yang melakukan perbuatan itu
12
Chairul Huda, 2006, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Perta
nggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Kencana, Cet.Kedua, Jakarta, hlm. 70.
13
Roeslan Saleh dalam Hanafi Amrani dan Mahrus Ali, 2015, Sistem Pertanggungjawaba
n pidana Perkembangan dan Penerapan, PT Rajawali Press, Jakarta, hlm. 21.
bertanggungjawab atas perbuatannya atau jika dilihat dari sudut perbuatannya,
B. Pelaku Kejahatan
Secara yuridis, akan disebut sebagai pelaku kejahatan apabila seseorang tel
dang dan diancam dengan suatu sanksi. 15 Definisi penjahat ini tidak bisa dipisahka
n dengan definisi kejahatan. Definisi penjahat ini tidak bisa dipisahkan dengan def
inisi kejahatan. Secara sosiologis, kejahatan adalah semua bentuk ucapan, perbuat
an, dan tingkah laku yang seara ekonomis, politis dan sosial psikologis sangat mer
warga masyarakat (baik yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang
C. Necrophilia
Necrophilia berasal dari kata necros yang berarti mayat dan phileinyang
D. Hukum Positif
Hukum positif disebut juga ius constitutum yang berarti kumpulan asas
dan kaidah hukum tertulis yang pada saat ini sedang berlaku dan mengikat secara
umum atau khusus dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadian
14
Sudarto dalam Hanafi Amrani dan Mahrus Ali, 2015, Sistem Pertanggungjawaban Pid
ana Perkembangan dan Penerapan, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 22.
15
Topo Santoso dan Eva Achiani Ulfa, Kriminologi, Rajawali Pers. Depok, 2017, hlm. 14.
16
Dadang Hawari, Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, PT Darma Bakti Prima
Yasa, Jogjakarta, 2006, hlm. 75.
dalam Negara Indonesia.17 Pengertian Hukum Positif dalam penjelasan yang
adalah adalah kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis yang ada pada saat ini
sedang berlaku dan mengikat secara umum atau khusus dan ditegakkan oleh atau
BAB III
METODE PENELITIAN
undang dan regulasi yang terkait dengan isu hukum yang sedang diteliti.
17
I. Gede Pantja Astawa, Dinamika Hukum dan ilmu Perundang-Undangan di Indonesia,
(Bandung: PT. Alumni, 2008), hlm. 56.
18
https://perpustakaan.mahkamahagung.go.id/, diakses pada tanggal 19 September 2023,
pukul 13.32.
2. Pendekatan konseptual (conceptual Approach)
memang belum ada atau tidak ada aturan hukum untuk masalah yang
dihadapi.
hakim.
dapat ditemukan dari buku, teks, kamus hukum, tesis dan jurnal hukum
Buku
Jurnal
Sumber lain