Anda di halaman 1dari 16

Volume 22. Nomor 1.

Bulan Januari – Juni 2016 ISSN 1693-0061

S A S I
Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon

 Perlindungan Hak Asasi Manusia Pekerja Kontrak (Outsourcing) Di Kota Ambon


Barzah Latupono

 Peran Aktif Masyarakat Hukum Adat Dalam Pembangunan Ekonomi


Adonia Ivonne Laturette

 Penegakan Hukum Di Kawasan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) Menurut


Konsepsi Hukum Internasional Dan Hukum Nasional Indonesia
Richard M. Waas

 Kebijakan Moratorium Remisi Dan Pembebasan Bersyarat Bagi Narapidana Tindak


Pidana Korupsi Di Indonesia
Yonna b. Salamor

 Penerapan Sanksi Pidana Mati Kepada Koruptor Suatu Perbandingan Hukum Antara
Indonesia Dan Cina
Steven Makaruku

 Indonesia Dalam Penerapan Hukum Berdasarkan Aliran Monisme, Dualisme Dan


Campuran
Veriena J. B. Rehatta

 Kompetensi Absolut Pengadilan Agama Dan Kekhususan Beracaranya Pasca


Amandemen Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
Sabri Fataruba

 Perlindungan Hukum Terhadap Hak Perempuan Sebagai Korban Kekerasan Dalam


Rumah Tangga (Kajian Perspektif Hak Asasi Manusia)
Margie Gladies Sopacua dan J. A. S. Titahelu

 Pelaksanaan Hak Monopoli Oleh Badan Usaha Milik Negara Di Indonesia


Rory J. Akyuwen
PENGELOLA

Penanggung Jawab : Dr. J. Tjiptabudy, SH. M. Hum (Dekan)

Penasihat : 1. J. D. Pasalbessy, SH. M.Hum (PD I)

2. Dr. A. D. Laturete, SH. MH (PD II)

3. N. Tianotak, SH. M.Hum (PD III)

4. O. Lawalata, SH. M.Hum (PD IV)

Pemimpinan Redaksi : Ny. S. S. Kuahaty, SH. MH

Wakil Pemimpin Redaksi : Ny. R. D. Daties, SH. MH

Sekretaris Redaksi : E. S. Holle, SH. MH

Redaksi Ahli : 1. Prof. Dr. R. Z. Titahelu, SH. MS

2. Dr. H. Hattu, SH. MH

3. Dr. J. Leatemia, SH. MH

4. Dr. S. E. M. Nirahua, SH. M.Hum

Redaktur Pelaksana : 1. Ny. Y. A. Lewerissa, SH. MH

2. M. A. H. Labetubun, SH. L.LM

3. A. D. Bakarbessy, SH. LLM

4. S. Peilouw, SH. MH
EDITORIAL

Pemerintah dalam melaksanakan tugasnya, sering diperhadapkan dengan perubahan

yang terjadi dalam masyarakat. Dinamika dan tuntutan masyarakat yang begitu cepat berubah,

ternyata menimbulkan berbagai permasalahan hukum, termasuk masalah tanggungjawab

pemerintah dalam memberikan perlindungan sesuai dengan tugas dan tanggungjawab serta

kewenangannya. Dalam edisi “SASI” kali ini beberapa permasalahan hukum yang menjadi

sorotan adalah Perlindungan Hak Asasi Manusia Pekerja Kontrak (Outsourcing) Di Kota

Ambon, Peran Aktif Masyarakat Hukum Adat Dalam Pembangunan Ekonomi, Penegakan

Hukum Di Kawasan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) Menurut Konsepsi Hukum

Internasional Dan Hukum Nasional Indonesi, Kebijakan Moratorium Remisi Dan

Pembebasan Bersyarat Bagi Narapidana Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, Penerapan

Sanksi Pidana Mati Kepada Koruptor Suatu Perbandingan Hukum Antara Indonesia Dan Cina,

Indonesia Dalam Penerapan Hukum Berdasarkan Aliran Monisme, Dualisme Dan Campuran,

Kompetensi Absolut Pengadilan Agama Dan Kekhususan Beracaranya Pasca Amandemen

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, Perlindungan Hukum

Terhadap Hak Perempuan Sebagai Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Kajian

Perspektif Hak Asasi Manusia), dan Eksistensi Hak Milik Atas Tanah

Pemikiran-pemikiran yang dikembangkan di atas sebenarnya didasarkan pada kajian-

kajian yang terkait dengan upaya pengembangan dan pembangunan ilmu hukum kedepan,

semoga tulisan-tulisan ini bermanfaat.

Redaksi
DAFTAR ISI

Editorial ………………………………………………………………………….. i Daftar

Isi ………………………………………………………………………….

ii
 Perlindungan Hak Asasi Manusia Pekerja Kontrak (Outsourcing) Di Kota
Ambon
Barzah Latupono ............................................................................................... 1

 Peran Aktif Masyarakat Hukum Adat Dalam Pembangunan Ekonomi


Adonia Ivonne Laturette.................................................................................... 11

 Penegakan Hukum Di Kawasan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI)


Menurut Konsepsi Hukum Internasional Dan Hukum Nasional Indonesia
Richard M. Waas ............................................................................................... 22

 Kebijakan Moratorium Remisi Dan Pembebasan Bersyarat Bagi Narapidana


Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia
Yonna b. Salamor .............................................................................................. 37

 Penerapan Sanksi Pidana Mati Kepada Koruptor Suatu Perbandingan Hukum


Antara Indonesia Dan Cina
Steven Makaruku .............................................................................................. 43

 Indonesia Dalam Penerapan Hukum Berdasarkan Aliran Monisme, Dualisme


Dan Campuran
54
Veriena J. B. Rehatta ........................................................................................

 Kompetensi Absolut Pengadilan Agama Dan Kekhususan Beracaranya Pasca


Amandemen Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
59
Sabri Fataruba .............................................................................................

 Perlindungan Hukum Terhadap Hak Perempuan Sebagai Korban Kekerasan


Dalam Rumah Tangga (Kajian Perspektif Hak Asasi Manusia)
74
Margie G. Sopacua dan J. A. S. Titahelu..........................................................
 Pelaksanaan Hak Monopoli Oleh Badan Usaha Milik Negara Di Indonesia
Rory J. Akyuwen ........................................................................................ 85

Ketentuan Penulisan Jurnal SASI


KETENTUAN PENULISAN
JURNAL SASI

Jurnal SASI adalah jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum
Universitas Pattimura, sebagai upaya mempublikasikan hasil-hasil
pemikiran dan penelitian di bidang ilmu hukum dalam upaya pengembangan
ilmu hukum, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Naskah Tulisan bertemakan hukum, bersifat ilmiah yang belum pernah
diterbitkan dalam media cetak lain.
2. Sistematika penulisan terdiri dari Abstrak, Pendahuluan, Pembahasan,
Penutup, dan Daftar Pustaka
3. Naskah wajib mencantumkan abstrak dalam bentuk bahasa Inggris yang
baik.
4. Diketik dengan menggunkan pengolah kata MS Word, spasi rangkap,
setebal 10-15 halaman kwarto dalam bentuk naskah dan disket.
5. Margin kiri dan atas 4, margin kanan dan bawah 3. Menggunakan huruf
Times New Roman 12.
6. Redaksi berhak menyingkat atau memperbaiki tulisan untuk
keseragaman format tanpa mengubah maksud isinya. kandungan tulisan
tetap menjadi tanggungjawab penulis.
Steven Makaruku, Penerapan Sanksi Pidana 4
Mati………………….

PENERAPAN SANKSI PIDANA MATI KEPADA KORUPTOR


SUATU PERBANDINGAN HUKUM ANTARA INDONESIA DAN CINA

Oleh: Steven Makaruku

ABSTRACT

Under the provisions of Law No. 31 Year 1999 jo Law No. 20 of 2001, the type of criminal
sanctions can be imposed judges against the accused of corruption that is for people who
commit criminal acts of corruption in Indonesia is Criminal Dead, Criminal Prison and Penal
Supplement. Sanctions death penalty to corrupt when corruption was carried out on funding
earmarked for coping with the hazards, national disasters, social unrest is widespread, the
economic and monetary crisis management, and the repetition of acts of corruption. Under
the provisions of this Article, the application of sanctions the death penalty for corruption
imposed only if it is done in certain circumstances. In contrast to China, the Chinese
government's commitment to eradicate corruption no doubt, not just a slogan or a rhetorical,
because in the system of prevention of corruption in China when an officer was proved only
accept bribes, then legal sanction given to him to till the death penalty. related to the
implementation of sanctions Criminal die for actors in Indonesia and China, it is seen that
political action imposition of capital punishment against perpetrators of corruption in
Indonesia is still weak, while in China's political action imposition of capital punishment
against the perpetrators of the crime of corruption is very strong due to the strong
commitment of government to combating corruption. A strong commitment to prevent and
combat corruption could prove the decrease of corruption
Keywords: corruption, death penalty

A. PENDAHULUAN. memerlukan kemampuan berpikir


(intelegencia), dengan pola perbuatan yang
Korupsi merupakan masalah yang demikian itu paling mudah merangsang
besar dan menarik sebagai persoalan hukum untuk ditiru dan menjalar di lapisan
yang menyangkut jenis kejahatan yang rumit masyarakat1. Sedangkan menurut Pasal 1
penanggulangannya, karena korupsi agka 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
mengandung aspek yang majemuk dalam 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
kaitannya dengan politik, ekonomi, dan Korupsi (selanjutnya disebut
sosial-budaya. Berbagai upaya Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999),
pemberantasan telah dilakukan, namun tidak sebagaimana telah diubah dengan Undang-
mampu memberantas kejahatan korupsi, undang nomor 20 tahun 2001 Tentang
bahkan semakin lama semakin meningkat Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31
baik dari kuantitas maupun dari segi kualitas Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
pelakunya. Pidana Korupsi,
Menurut Bambang Poernomo
Korupsi merupakan suatu perbuatan curang 1
(vig bedorven) dan tidak jujur (onesrlijk)
http://lentera-vita.blogspot.com/2009/10/materi-ku
yang bermula sebagai perbuatan jahat yang liah-hukum-kejahatan-korupsi-1.html
Steven Makaruku, Penerapan Sanksi Pidana 4
Mati………………….

maka yang dimaksudkan dengan korupsi Istilah coruptio sebenarnya


adalah secara melawan hukum melakukan mempunyai defenisi sangat luas, namun
perbuatan memperkaya diri sendiri atau demikian dalam ensiklopedia Grote Winkler
orang lain yang merugikan keuangan Prins 1977 menyatakan bahwa “coruptio
Negara. omkoping, noemt men het verschijknsel dat
Berdasarkan pengertian korupsi ambtenaren of andere personen in dienst der
tersebut, maka unsur-unsur tindak pidana openbare zaak (zie echter hieronder voor
korupsi sebagaimana dimaksud dalam zongenaam niet ambtelijk coruptie) zicht
peraturan perundang-undangan adalah laten omkopen”. Sedangkan di Belanda
1. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri telah ada Undang-Undang (wet van
sendiri atau orang lain atau suatu 23 1967, stbl. 655) yang mengancam pidana
korporasi; terhadap penyuapan yang diiterima bukan
2. Perbuatan melawan hukum; oleh pegawai negeri3.
3. Merugikan keuangan Negara atau Dalam rangka penegakan hukum
perekonomian; pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
4. Menyalahgunakan kekuasaan, (Tipikor), ada beberapa hal yang seharusnya
kesempatan atas sarana yang ada perlu mendapat perhatian dari penguasa
padanya karena jabatan dan diantaranya, perlunya kesamaan persepsi
kedudukannya dengan tujuan tentang pemberantasan korupsi dan standar
menguntungkan diri sendiri atau orang pemidanaan dalam kasus tindak pidana
lain. korupsi. Perlunya kesamaan persepsi
Persoalan korupsi di Indonesia tidak dimaksud terutama perlunya ditingkatkan
akan pernah selesai jika tidak ada kemauan usaha-usaha pencegahan dan pemberantasan
yang tegas dari penguasa untuk tindak pidana korupsi. Undang-Undang
memberantas korupsi yang terjadi selama ini. Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Korupsi di Indonesia mungkin adalah by Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
desain, namun tidak jelas siapa yang (selanjutnya disebut Undang-undang Nomor
mendesain korupsi tetap tumbuh subur di 31 Tahun 1999), dalam perkembangannya
bumi pertiwi ini. Di satu sisi korupsi ingin diubah dengan Undang-Undang Nomor 20
diberantas, namun disisi lain korupsi itu Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
menjadi lahan subur dan bahkan di pelihara Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999,
oleh masyarakat dan penguasa itu sendiri. telah mengatur berbagai ketentuan khusus
Korupsi di Indonesia sangat komplek, diantaranya adalah sanksi pidana dan
dimulai dari perebutan atau pergantian ketentuan hukum acara pidana.
kekuasaan dari satu rezim ke rezim lainnya Berdasarkan ketentuan Undang-
dimulai dengan pola kecurangan atau korup, undang Nomor 31 Tahun 1999 jo
sampai pada pelaksanaan kekuasaan itu Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001,
sendiri juga sarat dengan korupsi, sehingga jenis sanksi pidana yang dapat dijatuhkan
tidak aneh jika korupsi di Indonesia tidak hakim terhadap terdakwa tindak pidana
bisa diberantas sampai tuntas. korupsi yakni bagi orang yang melakukan
Pemberantasan korupsi di Indonesia hanya tindak pidana korupsi adalah Pidana Mati,
bersifat parsial atau ditujukan kepada pihak- Pidana Penjara dan Pidana Tambahan.
pihak tertentu saja, sedangkan mereka yang Sedangkan terhadap tindak pidana yang
berada dilingkungan rezim yang sedang dilakukan oleh atau atas nama suatu
berkuasa cenderung tidak tersentuh oleh
hukum, sehingga korupsi tetap berjalan
tindak-pidana-korupsi.html
sebagaimana mestinya2. 3
Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui
Hukum Pidana Nasional dan Internasional,
2
http://fryma-hukumpidana.blogspot.com/2011/02/ RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, hal 5
Steven Makaruku, Penerapan Sanksi Pidana 4
Mati………………….

korporasi, maka pidana pokok yang dapat hukum yang ideal untuk menyelesaikan
dijatuhkan adalah pidana denda dengan konflik dan perseteruan itu 5.
ketentuan maksimal ditambah 1/3 Perkembangan pengaturan sanksi
(sepertiga). Penjatuhan pidana ini melalui pidana dalam tindak pidana korupsi
prosedural ketentuan pasal 20 ayat (1) sebagaimana yang diatur dalam peraturan
sampai dengan ayat (5) undang-undang 31 perundang-undangan tentang tindak pidana
tahun 1999 korupsi perlu untuk dikaji agar dapat
Untuk dapat diterapkan dengan benar diketahui sampai sejauh mana konsistensi
sebuah sanksi (hukuman/ganjaran) yang ataupun visi para pembuat undang-undang
pada akhirnya akan berimplikasi pada dalam mengatur sanksi dalam pembuatan
pencegahan dan pemberantasan tindak perundang-undangan tentang tindak pidana
pidana korupsi di Indonesia maka korupsi.
diperlukan aturan atau hukum yang Ketentuan pidana dalam peraturan
mengatur mengenai masalah tersebut. perundang-undangan sejak diundangkannya
Hukum berfungsi mengatur undang-undang yang mengatur tentang
hubungan pergaulan antar manusia. Namun, tindak pidana korupsi telah mengalami
tidak semua perbuatan manusia itu perubahan baik dari segi pelaku tindak
memperoleh pengaturannya. Hanya pidana atau subjek hukum maupun dari
perbuatan atau tingkah laku yang bentuk sanksi pidana yang akan diterapkan.
diklasifikasikan sebagai perbuatan hukum Tindak pidana korupsi merupakan
saja yang menjadi perhatiannya4. kejahatan yang luar biasa (extra ordinary
Dalam sebuah penegakan hukum, crime). Konsekuensi logis bahwa korupsi
sanksi memainkan peranan yang sangat vital merupakan extra ordinary crime, diperlukan
selain dari aparatur dan sarana penegakan penanggulangan dari aspek yuridis yang luar
hukum itu sendiri. Karena hukum akan biasa, dan perangkat hukum yang luar biasa
hanya menjadi sebuah macan ompong yang pula6. Hal senada juga dikemukakan oleh
tidak akan pernah mampu memberikan Elwi Danil bahwa Terdapat cukup alasan
perlindungan kepada masyarakat, yang rasional mengkategorikan korupsi sebagai
seyogyanya dengan adanya hukum tersebut kejahatan yang luar biasa (extraordinary
akan membuat manusia merasa lebih crime), sehingga pemberantasannya perlu
“aman”. Adanya sanksi dalam sebuah dilakukan dengan cara-cara yang luar biasa
peraturan perundang-undangan sebenarnya (extraordinary measure) dan dengan
dimaksudkan agar peraturan perundang- menggunakan instrumen-instrumen hukum
undangan tersebut dipatuhi oleh masyarakat, yang luar biasa pula (extraordinary
yang menjadikan sanksi dalam sebuah instrument)7.
peraturan perundang-undangan itu dipatuhi Fungsi sanksi dalam hukum pidana,
oleh masyarakatnya adalah penguasa atau tidaklah semata-mata menakut-nakuti atau
yang biasa disebut dengan istilah mengancam para pelanggar, akan tetapi
pemerintah. lebih dari itu, keberadaan sanksi tersebut
Hukum muncul sebagai implikasi
suatu esensi yang menawarkan penyelesaian
terhadap kolektivitas perseteruan pada 5
H. M. Agus Santoso, Hukum, Moral, & Keadilan:
masyarakat, oleh karena itu diperlukan Sebuah Kajian Filsafat Hukum¸ Cetakan ke I,
Kencana, Jakarta, 2012, hal 1
6
Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi di
Indonesia, Normatif, Teoritis, dan Masalahnya,
Bandung: Alumni, 2007, hal, 252
4
Lili Rasjidi & Ira Thania Rasjidi, Dasar-dasar 7
Elwi Danil, KORUPSI. Konsep, Tindak Pidana
Filsafat dan Teori Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, dan Pemberantasannnya, Jakarta, PT. Rajawali
Bandung, 2007, hal 10 Pers, 2011, hal, 28
Steven Makaruku, Penerapan Sanksi Pidana 4
Mati………………….

juga harus dapat mendidik dan memperbaiki bentuk penerapan sanksi hukum mati kepada
si pelaku8. pelaku tindak pindana korupsi?
Terkait dengan sanksi kepada para
koruptor, Pemerintah Indonesia telah
melakukan terobosan dengan B. PEMBAHASAN
memaksimalkan hukuman bagi koruptor
sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Untuk melakukan proses analisis
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo dalam menjawab permasalahan, maka
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. penulis melakukan studi komparasi, yakni
Dimana dalam pasal ini sanksi hukumanya membandingkan pemberlakuan hukum pada
adalah hukuman mati, bilamana tindakan satu negara dengan satu atau lebih negara
korupsi itu dilakukan terhadap dana yang lain untuk satu pokok yang sama. Karenanya
diperuntukkan bagi penanggulangan penulis membandingkan penerapan sanksi
keadaan bahaya, bencana alam nasional, pidana mati yang diberlakukan dalam
penanggulangan akibat kerusuhan sosial hukum Indonesia dan penerapan sanksi
yang meluas, penanggulangan krisis pidana mati bagi pelaku tindak pidana
ekonomi dan moneter, dan pengulangan korupsi yang berlaku di negara Cina, yang
tindak pidana korupsi. Berdasarkan akan diuraikan lebih lanjut dalam
ketentuan pasal ini, maka penjatuhan sanksi pembahasan dibawah ini.
pidana mati bagi pelaku tindak pidana
korupsi hanya dijatuhkan apabila dilakukan 1. Penerapan Sanksi Hukuman Mati
dalam keadaan tertentu. Kepada Pelaku Tindak Pidana Korupsi
Berbeda halnya dengan Cina, di Indonesia
komitmen pemerintah Cina dalam Aspirasi dan tuntutan masyarakat
memberantas korupsi tidak diragukan lagi, yang sangat kuat di era reformasi untuk
bukan hanya slogan atau retorika belaka, mencegah dan memberantas korupsi secara
seperti yang terjadi di Indonesia, akan tetapi lebih efektif, disalurkan dan diwujudkan
dibuktikan dengan menghukum mati para oleh wakil-wakil rakyat di DPR dengan
pejabat yang korupsi. Cina yang dulunya mengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun
adalah negara teratas paling terkorup di 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
dunia, tapi kini bukan pada gugus teratas Korupsi dengan Undang-undang Nomor 31
lagi. Hal ini karena komitmen dari Mantan Tahun 1999, yang kemudian dalam
Perdana Menteri Cina Zhu Rongji yang perkembangannya diubah dengan Undang-
mengkampanyekan antikorupsi dengan undang Nomor 20 Tahun 2001. Salah satu
memberlakukan hukuman mati bagi para kebijakan yang ditempuh DPR dalam
koruptor, dan menantang siapa pun rakyat melakukan perubahan undang-undang untuk
Cina untuk menembak dirinya di tempat memberantas korupsi ialah dengan
apabila ia terbukti korupsi9. mencatumkan ancaman pidana mati dalam
Berdasarkan uraian latar belakang Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999
tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk yang dalam undang-undang sebelumnya
melakukan pengkajian lebih lanjut dengan tidak ada.
mengemukakan permasalahan: “Bagaimana Dalam “Penjelasan Umum” Undang-
undang Nomor 31 Tahun 1999 disebutkan
8
M. Sholehhuddin, Sistem Sanksi dalam Hukum bahwa “Dalam rangka mencapai tujuan yang
Pidana, Ide Dasar Double Track System dan lebih efektif untuk mencegah dan
Implementasinya, Raja Grafindo Persada, Jakarta, memberantas tindak pidana korupsi, undang-
2007,hal 162
9 undang ini memuat ketentuan pidana yang
http://www.tempo.co/read/kolom/2013/09/30/817/ berbeda dengan undang-undang sebelumnya,
Pemberantasan-Korupsi-di-Cina yaitu menentukan ancaman
Steven Makaruku, Penerapan Sanksi Pidana 4
Mati………………….

pidana khusus, pidana denda yang lebih bahwa semua pelaku tindak pidana
tinggi, dan ancaman pidana mati yang korupsi harus dilakukan proses hukum
merupakan pemberatan pidana”. tanpa kecuali. Apabila terjadi tindak
Adanya ancaman pidana mati dalam pidana korupsi, maka dilakukan tindakan
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 itu penahanan, penangkapan, atau penyitaan
seolah-olah menunjukkan keseriusan dan memberikan hukuman berat untuk
pemerintah pada waktu itu untuk melahirkan preseden, tindakan seperti ini
memberantas korupsi. Bahkan sempat juga berfungsi sebagai prevensi umum dan
pidana mati itu digunakan sebagai khusus.
komoditas politik calon-calon Presiden dan 4. Tindakan Kuratif, melakukan pembinaan
Wakil Presiden beberapa waktu yang lalu dan rehabilitasi moral para pelaku tindak
untuk memperkuat komitmennya dalam pidana korupsi setelah dan sesudah
upaya program pemberantasan korupsi di menjalani proses hukuman. Kedua
Indonesia. pendekatan ini harus berjalan paralel dan
Dalam teori kriminologi ada empat simultan.
cara menanggulangi kejahatan, demikian Berdasarkan amanat undang-undang,
pula halnya dalam pemberantasan korupsi, Presiden kemudian mengeluarkan
ada empat metode pendekatan yang instruksinya yang dituangkan dalam
dimaksud yaitu:10 Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004
1. Tindakan Pre-emtif, perilaku korup dapat tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi
dicegah sedini mungkin dengan jalan (selanjutnya disingkat Inpres Nomor 5
melakukan sosialisasi, penyuluhan, Tahun 2004). Tentu saja, dari semua jajaran
penataran disekolah, kantor dan kepada eksekutif yang mendapatkan instruksi
seluruh komponen bangsa dimanapun tersebut adalah Jaksa Agung dan Kapolri.
berada tentang bahaya laten korupsi, Alasannya, perhatian lebih kepada dua
tujuannya adalah untuk mendorong lembaga ini bukan berarti institusi lain tidak
lahirnya sikap resistensi. Melalui cara ini, penting. Namun perbaikan performance dan
doktrin atau suntikan anti korupsi kinerja jaksa serta polisi dapat memicu
ditanamkan untuk menolak sikap permisif optimisme dalam pemberantasan korupsi.
masyarakat dan anggapan korupsi sebagai Dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2004,
bentuk kerjasama yang bersifat simbiosis ada tiga instruksi yaitu:
mutualis. 1. Mengoptimalkan upaya penyidikan dan
2. Tindakan Preventif, disebut juga sebagai penuntutan terhadap tindak pidana
pendekatan kausatif artinya mencari sebab korupsi untuk menghukum pelaku dan
mengapa penegakan hukum berbau menyelamatkan keuangan negara.
korupsi dan kemudian mengobati, 2. Mencegah dan memberi sanksi tegas
perilaku korupsi dicegah dengan jalan terhadap penyalahgunaan wewenang yang
menutup semua peluang atau kesempatan dilakukan oleh jaksa/penuntut umum
yang berada dalam lingkup kewenangan dalam rangka penegakan hukum.
atau kekuasaannya melalui bentuk 3. Meningkatkan kerjasama dengan
pengawasan, transparansi, akuntabilitas. kepolisian, Badan Pengawas Keuangan,
Ketiga cara tersebut dimaksudkan sebagai Pusat Pelaporan Keuangan dan analisis
cara yang bersifat premium remidium transaksi hukum serta pengembalian
kerugian negara akibat tindak pidana
3. Tindakan Repressif, yang mengajarkan korupsi.
Khusus untuk instruksi
10
mengoptimalkan penuntutan terhadap
http://lentera-vita.blogspot.com/2009/10/materi-ku
pelaku tindak pidana korupsi, Kejaksaan
liah-hukum-kejahatan-korupsi-1.html harus memaksimalkan tuntutan terhadap
Steven Makaruku, Penerapan Sanksi Pidana 4
Mati………………….

pelaku korupsi, yaitu dengan menggunakan (death penalty) masih menjadi polemik.
ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-undang Walaupun menurut Indriyanto Seno Adji11
No. 31 Tahun 1999 jo Undang-undang sebenarnya hukuman mati di Indonesia tidak
Nomor 20 Tahun 2001 apabila korupsi menjadi polemik kontroversial apabila
dilakukan dalam “keadaan tertentu” dapat pelaksanaannya segera dilakukan sejak
dijatuhi hukuman mati. Penjelasan Pasal 2 putusan berkekuatan hukum tetap, sehingga
Ayat (2) menentukan keadaan tertentu terpidana tidak perlu menunggu bertahun-
sebagai pemberat pidana apabila korupsi tahun, bahkan puluhan tahun, seperti yang
dilakukan terhadap dana yang diperuntukkan dialami para terpidana sebelumnya. Lebih
bagi penanggulangan: (1) keadaan bahaya, lanjut dijelaskan bahwa tindak pidana korupsi
(2) bencana alam nasional, (3) akibat sudah dianggap sebagai seriousness crime
kerusuhan yang meluas, (4) krisis ekonomi karenanya diperlukan tindakan pencegahan
dan moneter, dan (5) pengulangan tindak dengan memberlakukan hukum mati. Namun
pidana korupsi. persoalannya apakah hukuman mati dapat
Dipilihnya atau diterapkannya menimbulkan efek jera kepada koruptor
pidana mati sebagai salah satu sarana untuk ataukah pendekatan emosional
menanggulangi kejahatan pada hakikatnya memberlakukan hukuman mati menjamin
merupakan salah satu pilihan kebijakan. akan mendeletasi korupsi.
Dalam menetapkan suatu kebijakan, bisa
saja orang berpendapat pro atau kontra
terhadap hukuman mati. Namun setelah 2. Penerapan Sanksi Hukuman Mati
kebijakan diambil dan diputuskan dan Kepada Pelaku Tindak Pidana Korupsi
kemudian dirumuskan dalam suatu di Cina
undang-undang, maka dilihat dari sudut
kebijakan poltik hukum pidana (penal policy) Korupsi di negara Cina bukanlah
dan kebijakan kriminal (criminal policy), sesuatu hal yang baru, karena telah
kebijakan formulasi pidana mati itu tentunya diperkirakan sejak zaman dinasti Zhou (1027-
diharapkan dapat diterapkan pada tahap 771M) yang tertulis dalam manuskrip-
aplikasi. manuskrip kuno kekaisaran. Korupsi juga
Berdasarkan ketentuan tersebut ada terjadi disebabkan oleh faktor budaya adanya
beberapa kasus korupsi yang dapat diduga tradisi guanxi (koneksi) yang begitu
memenuhi unsur keadaan khusus tersebut, mengakar dalam kehidupan masyarakat
salah satunya adalah kasus Bantuan Cina. Hal tersebut kemudian berlanjut sampai
Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Bank pada saat pembentukan Republik Rakyat
Century, kasus ini mulai mencuat ketika ada China (1911-1949).12
temuan dari Badan Pemberantas Korupsi Cina adalah salah satu negara
(BPK) yang mana berdasarkan hasil audit komunis yang masih bertahan, walaupun
intern BPK atas Century mengungkapkan demikian kehidupan ekonominya telah
bahwa banyak kejangggalan dalam masalah membuka diri dan dalam hal-hal tertentu
pengucuran dana kepada Bank Century yang menempuh pula jalan kapitalisme. KUHP
mencapai 6,762 triliun rupiah . Kasus ini Cina disusun pada tahun 1979 dan mulai
memenuhi unsur keadaan khusus, karena berlaku pada tanggal 1980, kemudian KUHP
pada saat itu Indonesia sedang dalam
keadaan krisis ekonomi dan moneter.
Tetapi pada kenyataannya terhadap 11
Indriyanto Seno Adji, Korupsi dan Penegakan
kasus tersebut para koruptor yang terlibat Hukum, Diadit Media, Jakarta, 2009, hal.221
12
didalamnnya sampai dengan saat ini tidak Moch. Reza Agung Yudhalaksana, Pencegahan
ada satu pun yang dijatuhi hukuman mati, dan Pemberantasan Korupsi di Cina,
http://www.slideshare.net/rezayudhalaksana/reza-s
karena di Indonesia sendiri hukum mati pkpaper-pemberantasan-korupsi-di-cina
Steven Makaruku, Penerapan Sanksi Pidana 4
Mati………………….

Cina diamandemen pada Kongres dan semua kekayaannya disita.


Masyarakat Cina yang ke VIII pada tahun 2. Individu yang terlibat di dalam tindak
1997. Sama halnya dengan KUHP-KUHP pidana sogok-menyogok dengan jumlah
modern yang lain KUHP Cina terdiri atas uang lebih dari 50.000 yuan tetapi kurang
dua bagian (buku), yaitu bagian I tentang dari 100,000 yuan akan mendapatkan
Ketentuan Umum dan Bagian II tentang hukuman lebih dari 5 tahun atau lebih dan
Ketentuan Khusus. sebagai tambahan semua kekayaannya
Dalam Ketentuan Khusus KUHP disita. Di dalam kasus yang serius,
Cina pada Bab I mengatur mengenai pelanggar akan mendapatkan hukuman
kejahatan yang mengancam kemanan mati dan semua hartanya disita.
nasional, Bab II kejahatan yang 3. Individu yang terlibat di dalam tindak
membahayakan ketertiban umum, Bab III pidana sogok-menyogok dengan jumlah
kejahatan yang membahayakan ekonomi 5.000 yuan tetapi kurang dari 50,000 yuan
sosialis, Bab IV kejahatan pelanggaran hak- akan dihukum lebih dari satu tahun dan
hak pribadi dan hak-hak demokratik, Bab V kurang dari 7 tahun hukuman penjara. Di
kejahatan pelanggaran harta benda, Bab VI dalam kasus yang serius, pelanggar akan
kejahatan yang merusak ketertiban mendapatkan hukuman penjara lebih dari
administrasi sosial, Bab VII kejahatan yang 7 tahun dan kurang dari10 tahun. Bagi
membahayakan kepentingan dalam individu yang terlibat dalam tindakan
pembelaan negara, Bab VIII sogok sogok-menyogok dengan sejumlah 1,000
menyogok dan penyuapan, Bab IX kejahatan yuan tetapi kurang dari 10,000 yuan boleh
meninggalkan tugas, dan yang terakhir Bab menerima suatu hukuman kurang dari
X Kejahatan atas pelanggaran tugas yang satu tahun dan kecuali mereka dikatakan
dilakukan oleh personil militer. telah bertaubat setelah melakukan
Pada Bab VIII mengenai sogok kejahatan dan dengan aktif
menyogok dan penyuapan, karena dalam mengembalikan uang yang diperolehnya
bab ini termasuk dalam tindak pidana secara tidak sah. Bagaimanapun, mereka
korupsi yang diancam dengan pidana mati. akan menerima tindakan administrative di
Adapun pasal-pasal yang diancam dengan mana dia menjadi anggota dan diputuskan
pidana mati dalam bab ini, yaitu Pasal 383 oleh unit administrative yang lebih tinggi.
mengenai tindak pidana sogok menyogok, 4. Individu yang terlibat dalam tindakan
Pasal 384 mengenai penyalahgunaan sogok-menyogok dengan jumlah yang
keuangan negara, dan Pasal 386 mengenai kurang dari 5,000 yuan, dengan situasi
penerimaan uang suap. yang serius, akan mendapatkan hukuman
Tindak pidana korupsi sogok penjara kurang dari 2 (dua) tahun atau
menyogok dirumuskan dalam Pasal 383 dilakukan penahanan.
yang rumusan lengkapnya sebagai berikut Pengertian sogok menyogok dalam
“Mereka yang melakukan tindak pidana pasal ini sama halnya dengan pengertian
sogok menyogok akan mendapat hukuman sogok menyogok secara umum yang artinya
tergantung kasus yang dilakukakannya. memberikan sejumlah uang kepada orang
1. Individu yang terlibat di dalam tindak lain dalam hal ini siapa saja, untuk berbuat
pidana sogok-menyogok dengan sejumlah ataupun tidak berbuat sesuatu yang
uang yang lebih dari 100.000 yuan bertentangan dengan kewajibannya.. Atau
diharapkan untuk mendapat hukuman sama halnya dengan penyuapan. Kalimat
penjara lebih dari 10 tahun atau hukuman “Individu yang terlibat di dalam tindak
penjara seumur hidup dan sebagai pidana sogok-menyogok” mengartikan
tambahan semua harta kekayaannya disita. bahwa bukan hanya pemberi sogok saja
Di dalam kasus yang serius, pelanggar yang dapat dijerat hukum tetapi penerima
tersebut akan mendapat hukuman mati, suap dapat juga dijerat, hal ini ditegaskan
Steven Makaruku, Penerapan Sanksi Pidana 5
Mati………………….

dalam rumusan Pasal 386 KUHP Cina, dikatakan bersalah atas kejahatan korupsi
sebagai berikut: dan kepadanya dijatuhi hukuman penjara
” Siapapun yang melakukan kejahatan atas yang tidak lebih dari lima tahun hukuman.
adanya penerimaan uang suap maka 2. Di dalam perkara yang cukup serius,
mendapatkan hukuman atas dasar pasal pelanggar tersebut diharapkan untuk
383 dari hukum ini menurut jumlah uang mendapat hukuman penjara lebih dari
suap. Hukuman yang lebih berat akan lima tahun.
diberikan kepada siapapun yang 3. Mereka yang menyalahgunakan dana-
menerima uang suap”. dana milik negara tanpa berusaha
Tindak pidana korupsi dengan mengembalikannya, maka kepadanya
menyalahgunakan keuangan negara, dijatuhi hukuman lebih dari 10 tahun
dirumuskan dalam Pasal 384 KUHP Cina hukuman penjara atau hukuman penjara
yang rumusan lengkapnya sebagai berikut seumur hidup atau hukuman mati.
“Personil negara yang mengambil 4. Mereka yang menyelewengkan dana
keuntungan dari kantor di mana mereka bantuan bencana alam, bencana banjir,
bekerja dan menyelewengkan dana negara dana bantuan militer, bantuan untuk fakir
untuk penggunaan pribadi dan aktivitas yang miskin, yang digunakan untuk
tidak sah atau menyelewengkan dana milik kepentingan pribadi, maka kepada
negara dalam jumlah yang cukup besar pelanggar tersebut dijatuhi hukuman mati.
tanpa bermaksud mengambalikan uang Dalam Pasal 384 KUHP Cina, dalam
tersebut dalam jangka waktu tiga bulan, hal ini yang dimaksud mengambil
maka dia dikatakan bersalah atas kejahatan keuntungan adalah ketika personil negara
korupsi dan kepadanya dijatuhi hukuman melakukan penggelembungan dana (mark up)
penjara yang tidak lebih dari lima tahun dari kantor dimana mereka bekerja.
hukuman. Di dalam perkara yang cukup Kemudian yang dimaksud Peyelewengan
serius, pelanggar tersebut diharapkan untuk dan penyalahgunaan dana-dana milik negara
mendapat hukuman penjara lebih dari lima ketika personil negara mengalihkan pos
tahun. Mereka yang menyalahgunakan dana- anggaran yang telah ditetapkan
dana milik negara tanpa berusaha peruntukkannya demi kepentingan pribadi
mengembalikannya, maka kepadanya maupun kelompok. Dalam konteks ini
dijatuhi hukuman lebih dari 10 tahun pengertian diatas relevan dengan pengertian
hukuman penjara atau hukuman penjara dalam “perkara yang cukup serius”, dimana
seumur hidup atau hukuman mati, begitu implikasi dari penyelewengan dan
juga dengan mereka yang menyelewengkan penyalahgunaan dana-dana milik negara
dana bantuan bencana alam, bencana banjir, yang dilakukan oleh seorang pejabat negara
dana fakir miskin, yang digunakan untuk tersebut dapat meresahkan dan merugikan
kepentingan pribadi, maka kepada pelanggar masyarakat.
tersebut dijatuhi hukuman mati”. Namun dalam pasal 384 KUHP Cina
Dalam pasal 384 KUHP Cina ini memberikan keringanan, hal ini dapat dilihat
dapa dibagi empat bagian, yaitu : dalam rumusan yang menyatakan bahwa
1. Personil negara yang mengambil “tanpa bermaksud” mengembalikan uang
keuntungan dari kantor di mana mereka yang telah diselewengkan dalam jangka
bekerja dan menyelewengkan dana negara waktu tiga bulan maka personil negara
untuk penggunaan pribadi dan aktivitas dikatakan bersalah. Artinya dalam rentan
yang tidak sah atau menyelewengkan waktu kurang dari tiga bulan ada upaya yang
dana milik negara dalam jumlah yang dapat dibuktikan untuk mengembalikan dana
cukup besar tanpa bermaksud milik negara tersebut maka personil negara
mengambalikan uang tersebut dalam yang dimaksud tidak dipidana.
jangka waktu tiga bulan, maka dia
Steven Makaruku, Penerapan Sanksi Pidana 5
Mati………………….

berat akan diberikan kepada siapapun yang


menerima uang suap”. Kalimat ini
menegaskan bahwa penerima suap tentunya
3. Perbandingan Sanksi Hukuman Mati akan mendapatkan hukuman yang lebih
Kepada Pelaku Tindak Pidana Korupsi berat dari pemberi suap, secara logika hal ini
di Indonesia dan Cina memang masuk akal karena secara umum
orang yang disogok penyelenggara negara
Dalam Pasal 383 ayat (1) dan (2) maupun aparat hukum, dengan disogoknya
KUHP Cina tuntutan pidana mati dapat mereka tentunya yang dipertaruhkan adalah
diajukan apabila pelaku melakukan integritas dan kapabilitas sebagai
penyuapan ataupun yang menerima suap penyelenggara negara maupun sebagai
lebih dari 50.000 yuan. Sedangkan yang penegak hukum.
dimaksud “kasus serius” sehingga pelaku Dalam Pasal 383 ayat (1) dan (2)
diancam pidana mati, menurut penulis yaitu KUHP Cina ditegaskan bahwa “semua harta
perkara korupsi yang dilakukan oleh pejabat kekayaan disita”, jadi tidak hanya uang
negara dan perkara yang mendapat perhatian penyuapannya disita tapi juga seluruh harta
serta meresahkan masyarakat. Hal ini benda dari pelaku, beda halnya dalam
berbeda dengan “keadaan tertentu” yang ada Undang-undang Tindak Pidana Korupsi
dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun Indonesia yang cuma ada pidana denda dan
1999 jo. Undang-undang Nomor 20 tahun pengembalian hasil korupsi. Hal ini tentunya
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana untuk membuat jera bagi pelaku dan untuk
Korupsi. menakut-nakuti bagi calon pelaku yang lain.
Dalam pasal tersebut juga ditegaskan Pasal 383 KUHP Cina ini hampir
bahwa “semua harta kekayaan disita”, jadi mirip dengan Pasal 5 ayat (1) dan 6 ayat (1)
tidak hanya uang penyuapannya disita tapi Undang-undang No. 20/2001 tentang
juga seluruh harta benda dari pelaku, beda Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
halnya dalam Undang-undang Tindak Tetapi yang membedakannya adalah objek
Pidana Korupsi Indonesia yang cuma ada pidananya, dalam Pasal 383 KUHP Cina
pidana denda dan pengembalian hasil objek pidananya berdasarkan berapa nilai
korupsi. Hal ini tentunya untuk membuat besar uang sogok menyogok, sedangkan
jera bagi pelaku dan untuk menakut-nakuti Pasal 5 ayat (1) dan 6 ayat (1)
bagi calon pelaku yang lain. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Pasal 383 KUHP Cina ini hampir objek pidananya berdasarkan orang yang
mirip dengan Pasal 5 ayat (1) dan 6 ayat (1) disuap, apakah penerima suap pegawai
Undang-undang No. 20/2001 tentang negeri atau penyelenggara negara (Pasal 5)
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. dan hakim atau advokat (Pasal 6).
Tetapi yang membedakannya adalah objek Untuk tindak pidana korupsi Pasal
pidananya, dalam Pasal 383 KUHP Cina 386 mengenai penerima suap, ada kalimat
objek pidananya berdasarkan berapa nilai yang menyatakan “hukuman yang lebih
besar uang sogok menyogok, sedangkan berat akan diberikan kepada siapapun yang
Pasal 5 ayat (1) dan 6 ayat (1) menerima uang suap”. Kalimat ini
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 menegaskan bahwa penerima suap tentunya
objek pidananya berdasarkan orang yang akan mendapatkan hukuman yang lebih
disuap, apakah penerima suap pegawai berat dari pemberi suap, secara logika hal ini
negeri atau penyelenggara negara (Pasal 5) memang masuk akal karena secara umum
dan hakim atau advokat (Pasal 6). orang yang disogok penyelenggara negara
Untuk tindak pidana korupsi Pasal maupun aparat hukum, dengan disogoknya
386 mengenai penerima suap, ada kalimat mereka tentunya yang dipertaruhkan adalah
yang menyatakan “hukuman yang lebih integritas dan kapabilitas sebagai
Steven Makaruku, Penerapan Sanksi Pidana 5
Mati………………….

penyelenggara negara maupun sebagai 1999 jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun


penegak hukum. 2001.

Pasal 386 ini berbeda halnya dengan C. P E N U T U P


Pasal 5 ayat (2) dan 6 ayat (2)
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, Penerapan Sanksi Pidana Mati bagi
dimana dalam kedua pasal tersebut hukuman pelaku tindak pidana korupsi dikenal dalam
pidananya sama dengan pemberi suap atau hukum Indonesia dan hukum Cina. Tetapi
yang melakukan sogok menyogok. Pidana dalam penegakan hukum positif di Indonesia,
untuk Pasal 5 paling singkat 1 (satu) tahun pemidanaan hukum mati kepada pelaku
dan paling lama 5 (lima) tahun, sedangkan tindak pidana korupsi itu dikenakan hanya
pidana untuk Pasal 6 paling singkat 3 (satu) apabila korupsi yang dilakukan ternyat
tahun dan paling lama 15 (lima) tahun.Pasal berkaitan dengan keadaan tertentu, yakni
386 ini berbeda halnya dengan Pasal 5 ayat dilakukan terhadap dana yang diperuntukkan
(2) dan 6 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 bagi penanggulangan keadaan bahaya,
Tahun 2001, dimana dalam kedua pasal bencana alam nasional, penanggulangan
tersebut hukuman pidananya sama dengan akibat kerusuhan sosial yang meluas,
pemberi suap atau yang melakukan sogok penanggulangan krisis ekonomi dan moneter,
menyogok. Pidana untuk Pasal 5 paling dan pengulangan tindak pidana korupsi.
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 Sedangkan di Cina rumusan-rumusan pasal
(lima) tahun, sedangkan pidana untuk Pasal dalam KUHP Cina sangat memadai untuk
6 paling singkat 3 (satu) tahun dan paling dapat menjerat hukuman mati karena
lama 15 (lima) tahun. mencatumkan kualitas dan kuantitas yang
Melihat uraian terkait penerapan dikorupsi agar menjadi indikator dalam
sanksi Pidana mati bagi pelaku di Indonesia menjatuhkan pidana mati.
dan Cina, maka terlihat bahwa political Untuk itu kita mengharapka aparat hukum
action penjatuhan pidana mati terhadap menerapkan pidana mati sebagai bentuk
pelaku kejahatan korupsi di Indonesia masih komitmen pemerintah memberantas korupsi
lemah, hal ini dapat dilihat dalam data yang terus meningkat dalam setiap tahunnya.
statistik kejahatan korupsi dari tahun ke Dampak yang diharapkan dari penerapan
tahun terus meningkat, karena sanksi pidana pidana mati ini dapat menurunkan rangking
yang dijatuhkan masih ringan. Sedangkan di Indonesia sebagai negara terkorup di Asia
Cina political action penjatuhan pidana mati
terhadap pelaku kejahatan korupsi sangat
kuat dikarenakan komitmen yang kuat dari
pemerintahya untuk memberantas korupsi,
hal ini dapat dilihat dengan menurunnya
tingkat kejahatan korupsi karena banyaknya
para pelaku kejahatan korupsi yang dihukum DAFTAR PUSTAKA
mati.
Hukum pidana korupsi yang diancam
pidana mati di Indonesia mengandung
beberapa kelemahan dan memberi kesan Buku
kekurang seriusan pemerintah untuk Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi
menerapkan pidana mati. Peneliti melihat Melalui Hukum Pidana
pidana mati sebagai pemberatan pidana Nasional dan Internasional,
hanya diancamkan untuk bentuk tindak RajaGrafindo Persada,
pidana korupsi tertentu, yaitu dalam Pasal 2 Jakarta, 2005.
ayat (2) Undang-undang Nomor 31 Tahun Elwi Danil, KORUPSI. Konsep, Tindak
Steven Makaruku, Penerapan Sanksi Pidana 5
Mati………………….

Pidana dan
Pemberantasannnya, Jakarta,
PT. Rajawali Pers, 2011.
H. M. Agus Santoso, Hukum, Moral, &
Keadilan: Sebuah Kajian
Filsafat Hukum¸ Cetakan ke I,
Kencana, Jakarta, 2012.
Indriyanto Seno Adji, Korupsi dan
Penegakan Hukum, Diadit
Media, Jakarta, 2009,
Lili Rasjidi & Ira Thania Rasjidi,
Dasar-dasar Filsafat dan
Teori Hukum, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2007.
Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi di
Indonesia, Normatif, Teoritis,
dan Masalahnya, Bandung:
Alumni, 2007.
M. Sholehhuddin, Sistem Sanksi dalam
Hukum Pidana, Ide Dasar
Double Track System dan
Implementasinya, Raja
Grafindo Persada, Jakarta,
2007.

Lain-lain
http://lentera-vita.blogspot.com/2009/10/mat
eri-kuliah-hukum-kejahatan-k
orupsi-1.html
http://fryma-hukumpidana.blogspot.com/201
1/02/tindak-pidana-korupsi.ht
ml
http://www.tempo.co/read/kolom/2013/09/3
0/817/Pemberantasan-Korups
i-di-Cina
http://lentera-vita.blogspot.com/2009/10/mat
eri-kuliah-hukum-kejahatan-k
orupsi-1.html
http://www.slideshare.net/rezayudhalaksana/
reza-spkpaper-pemberantasan
-korupsi-di-cina

Anda mungkin juga menyukai