Anda di halaman 1dari 16

Volume 22. Nomor 1.

Bulan Januari – Juni 2016 ISSN 1693-0061

S A S I
Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon

• Perlindungan Hak Asasi Manusia Pekerja Kontrak (Outsourcing) Di Kota Ambon


Barzah Latupono

• Peran Aktif Masyarakat Hukum Adat Dalam Pembangunan Ekonomi


Adonia Ivonne Laturette

• Penegakan Hukum Di Kawasan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) Menurut


Konsepsi Hukum Internasional Dan Hukum Nasional Indonesia
Richard M. Waas

• Kebijakan Moratorium Remisi Dan Pembebasan Bersyarat Bagi Narapidana Tindak


Pidana Korupsi Di Indonesia
Yonna b. Salamor

• Penerapan Sanksi Pidana Mati Kepada Koruptor Suatu Perbandingan Hukum Antara
Indonesia Dan Cina
Steven Makaruku

• Indonesia Dalam Penerapan Hukum Berdasarkan Aliran Monisme, Dualisme Dan


Campuran
Veriena J. B. Rehatta

• Kompetensi Absolut Pengadilan Agama Dan Kekhususan Beracaranya Pasca


Amandemen Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
Sabri Fataruba

• Perlindungan Hukum Terhadap Hak Perempuan Sebagai Korban Kekerasan Dalam


Rumah Tangga (Kajian Perspektif Hak Asasi Manusia)
Margie Gladies Sopacua dan J. A. S. Titahelu

• Pelaksanaan Hak Monopoli Oleh Badan Usaha Milik Negara Di Indonesia


Rory J. Akyuwen
P E N G E L O LA

Penanggung Jawab : Dr. J. Tjiptabudy, SH. M. Hum (Dekan)

Penasihat : 1. J. D. Pasalbessy, SH. M.Hum (PD I)

2. Dr. A. D. Laturete, SH. MH (PD II)

3. N. Tianotak, SH. M.Hum (PD III)

4. O. Lawalata, SH. M.Hum (PD IV)

Pemimpinan Redaksi : Ny. S. S. Kuahaty, SH. MH

Wakil Pemimpin Redaksi : Ny. R. D. Daties, SH. MH

Sekretaris Redaksi : E. S. Holle, SH. MH

Redaksi Ahli : 1. Prof. Dr. R. Z. Titahelu, SH. MS

2. Dr. H. Hattu, SH. MH

3. Dr. J. Leatemia, SH. MH

4. Dr. S. E. M. Nirahua, SH. M.Hum

Redaktur Pelaksana : 1. Ny. Y. A. Lewerissa, SH. MH

2. M. A. H. Labetubun, SH. L.LM

3. A. D. Bakarbessy, SH. LLM

4. S. Peilouw, SH. MH
EDITORIAL

Pemerintah dalam melaksanakan tugasnya, sering diperhadapkan dengan perubahan

yang terjadi dalam masyarakat. Dinamika dan tuntutan masyarakat yang begitu cepat berubah,

ternyata menimbulkan berbagai permasalahan hukum, termasuk masalah tanggungjawab

pemerintah dalam memberikan perlindungan sesuai dengan tugas dan tanggungjawab serta

kewenangannya. Dalam edisi “SASI” kali ini beberapa permasalahan hukum yang menjadi

sorotan adalah Perlindungan Hak Asasi Manusia Pekerja Kontrak (Outsourcing) Di Kota

Ambon, Peran Aktif Masyarakat Hukum Adat Dalam Pembangunan Ekonomi, Penegakan

Hukum Di Kawasan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) Menurut Konsepsi Hukum

Internasional Dan Hukum Nasional Indonesi, Kebijakan Moratorium Remisi Dan

Pembebasan Bersyarat Bagi Narapidana Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, Penerapan

Sanksi Pidana Mati Kepada Koruptor Suatu Perbandingan Hukum Antara Indonesia Dan Cina,

Indonesia Dalam Penerapan Hukum Berdasarkan Aliran Monisme, Dualisme Dan Campuran,

Kompetensi Absolut Pengadilan Agama Dan Kekhususan Beracaranya Pasca Amandemen

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, Perlindungan Hukum

Terhadap Hak Perempuan Sebagai Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Kajian

Perspektif Hak Asasi Manusia), dan Eksistensi Hak Milik Atas Tanah

Pemikiran-pemikiran yang dikembangkan di atas sebenarnya didasarkan pada

kajian-kajian yang terkait dengan upaya pengembangan dan pembangunan ilmu hukum

kedepan, semoga tulisan-tulisan ini bermanfaat.

Redaksi
DAFTAR ISI

Editorial ………………………………………………………………………….. i

Daftar Isi …………………………………………………………………………. ii


• Perlindungan Hak Asasi Manusia Pekerja Kontrak (Outsourcing) Di Kota
Ambon
Barzah Latupono ............................................................................................... 1

• Peran Aktif Masyarakat Hukum Adat Dalam Pembangunan Ekonomi


Adonia Ivonne Laturette.................................................................................... 11

• Penegakan Hukum Di Kawasan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI)


Menurut Konsepsi Hukum Internasional Dan Hukum Nasional Indonesia
Richard M. Waas ............................................................................................... 22

• Kebijakan Moratorium Remisi Dan Pembebasan Bersyarat Bagi Narapidana


Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia
Yonna b. Salamor .............................................................................................. 37

• Penerapan Sanksi Pidana Mati Kepada Koruptor Suatu Perbandingan Hukum


Antara Indonesia Dan Cina
Steven Makaruku .............................................................................................. 43

• Indonesia Dalam Penerapan Hukum Berdasarkan Aliran Monisme, Dualisme


Dan Campuran
Veriena J. B. Rehatta ........................................................................................ 54

• Kompetensi Absolut Pengadilan Agama Dan Kekhususan Beracaranya Pasca


Amandemen Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
59
Sabri Fataruba .............................................................................................

• Perlindungan Hukum Terhadap Hak Perempuan Sebagai Korban Kekerasan


Dalam Rumah Tangga (Kajian Perspektif Hak Asasi Manusia)
74
Margie G. Sopacua dan J. A. S. Titahelu..........................................................

• Pelaksanaan Hak Monopoli Oleh Badan Usaha Milik Negara Di Indonesia 85


Rory J. Akyuwen ........................................................................................

Ketentuan Penulisan Jurnal SASI


KETENTUAN PENULISAN
JURNAL SASI

Jurnal SASI adalah jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum
Universitas Pattimura, sebagai upaya mempublikasikan hasil-hasil
pemikiran dan penelitian di bidang ilmu hukum dalam upaya pengembangan
ilmu hukum, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Naskah Tulisan bertemakan hukum, bersifat ilmiah yang belum pernah
diterbitkan dalam media cetak lain.
2. Sistematika penulisan terdiri dari Abstrak, Pendahuluan, Pembahasan,
Penutup, dan Daftar Pustaka
3. Naskah wajib mencantumkan abstrak dalam bentuk bahasa Inggris yang
baik.
4. Diketik dengan menggunkan pengolah kata MS Word, spasi rangkap,
setebal 10-15 halaman kwarto dalam bentuk naskah dan disket.
5. Margin kiri dan atas 4, margin kanan dan bawah 3. Menggunakan huruf
Times New Roman 12.
6. Redaksi berhak menyingkat atau memperbaiki tulisan untuk
keseragaman format tanpa mengubah maksud isinya. kandungan tulisan
tetap menjadi tanggungjawab penulis.
Margie G. Sopacua, Perlindungan Hukum Terhadap Hak…………………. 74
Jurnal Sasi Vol.22 No.1 Bulan Januari - Juni 2016

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK PEREMPUAN SEBAGAI KORBAN


KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
(KAJIAN PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA)

Oleh: Margie Gladies Sopacua dan J. A. S. Titahelu

ABSTRACT
Issues of justice and human rights in relation to the enforcement of the law is not a
simple job to be realized. Violence against women in general is a serious problem experienced
by many women in Indonesia, because this issue is like a small pyramid on top but large at the
bottom because it's hard to get an exact figure because of the "sensitivity" of the issue. Violence
against women is all forms of violence resulting in pain or suffering to women including threats,
hamper, curb, negating the enjoyment and constitutes a violation of Human Rights, which
resulted in suffering the physical, psychological, or sexual well occurs outside or within the
scope of the household itself.
Keyword: Legal Protection; Victims Of Domestic Violence

A. PENDAHULUAN. bahwa untuk mewujudkan keutuhan dan


kerukunan dalam rumah tangga sangat
Keluarga merupakan lembaga sosial tergantung pada kualitas perilaku dan
yang ideal utnuk menumbuhkan potensi kemampuan pengendalian diri dari
yang ada pada setiap induvidu, namun pada masing-masing anggota dalam lingkup
kenyataannya di dalam keluarga seringkali rumah tangga tersebut. Jika kualitas perilaku
muncul berbagai kasus penyimpangan atau dan kemampuan pengendalian diri
aktivitas illegal lain sehingga menimbulkan masing-masing anggota dalam rumah tangga
kesengsaraan atau penderitaan yang tersebut buruk dan tidak terkontrol, maka
dilakukan oleh anggota keluarga yang satu keutuhan dan kerukunan dalam rumah
terhadap anggota keluarga lainnya. tangga dapat terganggu dan sangat
Perilaku destruktif dalam rumah berpotensi menimbulkan adanya tindak
tangga atau sering disebut kekersasan dalam kekerasan dalam rumah tangga yang pada
rumah tangga sering terjadi dan pada akhirnya memunculkan rasa tidak adil atau
akhirnya menjadi sebab terjadinya tidak aman bagi orang yang berada dalam
perceraian. Tindak kekerasan dalam rumah lingkup rumah tangga tersebut.
tangga ini biasanya dipengaruhi oleh Berdasarkan pada Pasal 28 G ayat (1)
beberapa faktor antara lain adalah faktor Undang-Undang Dasar Negara Republik
ekonomi, lingkungan, psikologi dan lain Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut
sebagainya. UUD NRI 1945) menetukan bahwa :
Erlangga Masdiana berpendapat “ Setiap orang berhak atas perlindungan diri
bahwa kekerasan itu sangat dipengaruhi oleh pribadi, keluarga, kehormatan, martabat,
ideologi dan pemahaman budaya masyarakat. dan harta benda yang dibawah
Anggapan yang lazim dipercaya menyatakan, kekuasaannya, serta berhak atas rasa
perempuan adalah orang nomor dua daklam aman dan perlindungan dari ancaman
rumah tangga sehingga bisa diperlakukan ketakutan untuk berbuat atau tidak
dengan cara apapun.1 Hal ini menunjukan
Tangga Dipengaruhi Faktor Ideologi,
1
Erlangga Masdiana, Kekerasan Dalam Rumah http://www.kompas.com, diakses 26 Juni 2015
Margie G. Sopacua, Perlindungan Hukum Terhadap Hak…………………. 75
Jurnal Sasi Vol.22 No.1 Bulan Januari - Juni 2016

berbuat sesuatu yang merupakan hak Tindak kekerasan dapat menimpa


asasi”. siapa pun dan di manapun. Namun, bila
Penjelasan atas Undang-Undang ditelusuri secara seksama dalam sehari-hari
Nomor 23 Tahun 2004 Tentang angka tindak kekerasan yang khas ditujukan
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah pada perempuan yang dikarenakan mereka
Tangga (selanjutnya disebut UU PKDRT), adalah "perempuan" cenderung meningkat
bahwa : dan membawa dampak yang sangat serius
“ Negara berpandangan bahwa segala seperti kekerasan seksual, tindak perkosaan
bentuk kekerasan, terutama kekerasan dan pelecehan seksual yang mayoritas
dalam rumah tangga merupakan ditujukan pada perempuan. Kekerasan
pelanggaran hak asasi manusia dan tersebut dipahami sebagai kekerasan yang
kejahatan terhadap martabat kemanusiaan berbasis gender atau gender violence.
serta merupakan bentuk diskriminasi“. Konsep ini mengacu pada posisi
Rumusan kekerasan dalam rumah subordinasi perempuan karena relasi
tangga sendiri dapat ditemui dalam Pasal 1 mencerminkan powerless dan powerful,
ayat (l) UU PKDRT yang menentukan dengan kata lain, terdapat ketimpangan
bahwa : kekuasaan antara perempuan dan laki-laki.2
“ Kekerasan dalarn rumah tangga adalah Gender violence menimpa nyaris seluruh
setiap perbuatan terhadap seseorang ruang dalam kehidupan perempuan, mulai
terutama perempuan, yang berakibat dari rumah tempat kerja tempat umum dan
timbulnya atau penderitaan secara fisik, jalanan. Meskipun wujud ragam kekerasan
seksual, dan/atau penelantaran rumah tersebut bervariasi dari satu budaya ke
tangga termasuk ancaman untuk budaya lainnya, namun ada suatu benang
melakukan pebuatan, pemaksaan, atau merah yang muncul mengatasi batasan
perampasan kemerdekaan secara melawan suku/ras, agama maupun kelas sosial-
hukum dalam lingkup rumah tangga”. ekonomi, yaitu bahwa perempuan rentan
Kekerasan domestik sebetulnya tidak terhadap tindak kekerasan karena jenis
hanya menjangkau para pihak dalam kelaminnya sebagai perempuan. Kekerasan
hubungan perkawinan antara suami dengan terhadap perempuan telah menjadi
istri saja namun termasuk juga kekerasan kecemasan bagi setiap negara di dunia
yang terjadi pada pihak lain yang berada termasuk negara-negara maju yang
dalam lingkup rumah tangga. Pihak lain dikatakan sangat dan peduli tentang hak-hak
tersebut adalah 1) anak termasuk anak asasi manusia.
angkat dan anak tiri; 2) orang-orang yang Domestic violence atau kekerasan
mempunyai hubungan keluarga dengan dalam rumah tangga, pada prinsipnya
suami, isti dan anak karena hubungan darah, merupakan salah satu fenomena pelanggaran
perkawinan (misalnya: mertua, menantu, hak asasi manusia (HAM) sehingga masalah
ipar dan besan), pengasuhan, dan perwalian ini tercakup sebagai salah satu bentuk
yang menetap dalam rumah tangga serta; 3) diskriminasi, khususnya terhadap
orang yang bekerja membantu rumatr tangga perempuan. Diskriminasi sendiri telah di
dan menetap dalam rumah tangga tersebut. rumuskan dalam berbagai instrumen hukum
Siapapun sebetulnya berpotensi untuk di Indonesia seperti Undang-Undang Nomor
menjadi pelaku maupun korban dari 7 Tahun 1984 yang bentuk ratifikasi
kekerasan dalam rumah tangga. Pelaku Konvensi Penghapusan Segala Bentuk
maupun korban kekerasan dalam rumah Distriminasi terhadap perempuan yang
tangga pun tidak mengenal status sosial,
status ekonomi, tingkat pendidikan, usia, 2
jenis kelamiri, suku maupun agama. Romany Sihite, Perempuan Kesetaraan dan
Keadilan (Suatu Tinjauan Berwawasan Gender),
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 226
Margie G. Sopacua, Perlindungan Hukum Terhadap Hak…………………. 76
Jurnal Sasi Vol.22 No.1 Bulan Januari - Juni 2016

dirumuskan oleh PBB, dan yang lebih korban dan sewenang-sewenang melakukan
mutakhir adalah UU PKDRT, namun masih kekerasan.
belum ada dampak berarti bagi peluang Pada hakikatnya HAM tidak
perempuan korban diskriminasi. Pada membedakan hak-hak asasi dari sudut jenis
kenyataannya, masih sangat sedikit yang kelamin (perempuan atau laki-laki).
memahami isi, apalagi menerapkan Kedua-duanya adalah manusia dan
undang-undang ini dari kalangan penegak mempunyai hak asasi yang sama. Penegasan
hukum sendiri. hal ini terlihat di dalam dokumen-dokumen
UU PKDRT menentukan beberapa HAM, seperti di dalam UDHR (Universal
tindak pidana kekerasan dalam rumah Declaration of Human Rights).
tangga sebagai delik aduan sebagaimana Pasal 1 : "All human beings are born free
diatur dalam Pasal 51, 52, dan 53 karena and equal in dignity and rights."
sifatnya yang privat sehingga undang- Pasal 2 : "Everyone is entitled to all the
undang ini sulit untuk diberlakukan secara rights and freedom set fort in this
optimal. declaration,without distinction of
Pasal 51: Tindak pidana kekerasan fisik any kind, such as race, colour, sex,
sebagaimana dimaksud dalam language, religion, political or
Pasal 44 ayat (4) merupakan other opinion national or social
delik aduan. origin, property, birth or other
Pasal 52: Tindak pidana kekerasan psikis status."
sebagaimana dimaksud dalam Masalah keadilan dan hak asasi
Pasal 45 ayat (2) merupakan manusia dalam kaitannya dengan penegakan
delik aduan. hukum pidana memang bukan pekerjaan
Pasal 53 : Tindak pidana kekerasan yang sederhana untuk direalisasikan.
seksual sebagaimana dimaksud Banyak peristiwa dalam kehidupan
dalam Pasal 46 yang dilakukan masyarakat salah satunya tindak pidana
oleh suami terhadap isteri atau kekerasan dalam rumah tangga menun-
sebaliknya merupakan delik jukkan bahwa kedua hal tersebut kurang
aduan. memperoleh perhatian yang serius dari
Dianutnya delik aduan dalam pemerintah. Salah satu contoh kurang
Undang-Undang PKDRT hanya memperkuat diperhatikannya masalah keadilan dan hak
keengganan korban untuk tidak mengadukan asasi dalam penegakan hukun pidana adalah
tindak kekerasan yang dialaminya karena berkaitan dengan perlidungan hukum
dengan sifat delik aduan ini dapat diartikan terhadap korban tindak kejahatan.
bahwa adanya keberpihakan terhadap pelaku Pada tanggal 24 Juli1984 Negara
yang didominasi laki-laki. Indonesia telah meratifikasi Konvensi
Secara sosiologis, manusia Wanita dengan Undang-Undang Nomor 7
cenderung untuk menyelamatkan kepen- Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi
tingannya, termasuk menyelamatkan diri Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
dari hukuman. Bukankah kemudian akan terhadap Wanita (Convention on The
muncul keadaan yang lebih parah yaitu para Elimination of All Forrus of Discrimination
pelaku akan mendiamkan saja peristiwanya Againts Woman).
bahkan menyembunyikan karena ia takut Pengesahan terhadap Konvensi
dipidana? sedangkan secara alami jelas wanita mengandung makna bahwa:3
disadari bahwa wanita kaum yang lemah dan
pelaku dapat mengintervensi korban untuk
3 Gusti Arini, Gender dalam Hukum, Seminar
tidak mengadukan kepada pihak berwajib
sehingga pelaku semakin berkuasa atas diri Ilmiah Regional Dies Natalis Universitas Udayana
ke-43 dan HUT Fakultas Hukum Universitas
Udayana ke 41, di Denpasar 30 Agustus, 2005, hlm. 2
Margie G. Sopacua, Perlindungan Hukum Terhadap Hak…………………. 77
Jurnal Sasi Vol.22 No.1 Bulan Januari - Juni 2016

1. Negara Indonesia mengakui adanya negara kesatuan yang menjunjung tinggi


diskriminasi, semangat kekeluargaan demi mencapai
2. Mengutuk diskriminasi, kesejahteraan bersama.
3. Negara sepakat menghapus diskriminasi, Terkait dengan perlindungan hukum,
dengan segala cara yang tepat tanpa Philipus M. Hadjon menyatakan sarana
ditunda-tunda perlindungan hukum ada dua yaitu : sarana
4. Aparat negara, aparat propinsi dan perlindungan hukum preventif dan sarana
daerah lainnya dituntut bertanggung perlindungan hukum represif, Sarana
jawab bila masih ada diskriminasi. perlindungan hukum preventif terutama erat
Berbagai peristiwa kekerasan dalam kaitannya dengan asas freis ermessen
rumah tangga telah menunjukkan bahwa sebagai bentuk perlindungan hukum secara
negara telah gagal untuk memberi pehatian umum. Sedangkan sarana perlindungan
terhadap keluhan pada korban. Maka negara hukum represif di Indonesia ditangani oleh
dapat dikenakan sanksi jika negara tersebut badan-badan: Pengadilan dalam llingkungan
merupakan anggota dari instrumen Peradilan Umum Instansi Pemerintah yang
internasional. Dalam implementasinya, merupakan lembaga banding administrasi
apabila negara tidak menjamin perlindungan dan badan-badan khusus.4
hukum terhadap para korban kekerasan Sarana perlindungan hukum represif
dalam rumah tangga maka para korban yang dilakukan oleh pengadilan dalam
KDRT dapat mengugat negaranya bentuk penjatuhan pidana kepada pelaku.
masing-masing. Salah satu tujuan penjatuhan pidana menurut
Tulisan ini bermaksud untuk meng- Andi Hamzah dan Sumangelipu adalah
kaji dan membahas tentang perlindungan perlindungan terhadap umum (protection of
hukum terhadap hak perempuan sebagai the public) 5 di dalamnya perlindungan
hukum terhadap korban.
korban kekerasan dalam rumah tangga
Usaha hukum pidana untuk
dalam perspektif HAM. mencapai tujuannya itu tidaklah
semata-mata dengan jalan menjatuhkan
pidana (straf) yang dapat dirasakan sebagai
B. PEMBAHASAN custodia hunesta, tetapi samping itu juga
dengan menggunakan tindakan-tindakan
1. Makna Perlindungan Hukum (maatregel) yang dapat dirasakan sebagai
Perlindungan Hukum adalah segala noncustodia hunesta. Tindakan ini pun
daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh merupakan suatu sanksi juga tetapi tidak ada
setiap orang maupun lembaga pemerintah, sifat pembalasan padanya sehingga maksud
swasta yang bertujuan mengusahakan mengadakan tindakan itu untuk menjaga
pengamanan, penguasaan dan pemenuhan keamanan pada masyarakat terhadap
kesejahteraan hidup sesuai dengan hak-hak orang-orang atau anak-anak yang sedikit
asasi yang ada. banyaknya berbahaya dan akan melakukan
Pada prinsipnya perlindungan hukum perbuatan-perbuatan pidana6.
tidak membedakan terhadap kaum pria
maupun wanita. Indonesia sebagai negara 4 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi
hukum berdasarkan Pancasila haruslah Rakyat, Bina Ilmu, Surabaya, 1987, hlm.10
memberikan perlindungan hukum terhadap 5 Andi Hamzah dan Simangelipu, Hukum Pidana
warga masyarakatnya karena itu per- Mati di Indonesia di Masa Lalu, Kini dan di Masa
lindungan hukum tersebut akan melahirkan Depan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985, hlm. 15-16.
pengakuan dan perlindungan hak asasi 6 Abdul Wahid dan Muhammad Irfan,
manusia dalam wujudnya sebagai makhluk Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual
individu dan makhluk sosial dalam wadah (Advokasi Atas Hak Asasi Perempuan), Refika
Aditama, Bandung, 2001, hlm. 99
Margie G. Sopacua, Perlindungan Hukum Terhadap Hak…………………. 78
Jurnal Sasi Vol.22 No.1 Bulan Januari - Juni 2016

Menurut Wirjono Prodjodikoro, dalam lingkup rumah tangga terutama kadar


bahwa tujuan hukum pidana adalah untuk kualitas perilaku dan pengendalian diri
memenuhi rasa keadilan, untuk setiap orang dalam lingkup rumah tangga
menakut-nakuti orang jangan sampai tersebut.
melakukan kejahatan baik secara
menakut-nakuti orang banyak (generale 2. Pengertian Kekerasan dan Hak Asasi
preventie), maupun secara menakut-nakuti Manusia
orang tertentu yang sudah menjalankan Istilah “kekerasan“ berasal dari kata
kejahatan, agar di kemudian hari tidak dasar “keras“, yang dapat berarti kuat, tidak
melakukan kejahatan lagi (special preventie), lembek, dapat menyebabkan kesakitan dan
atau untuk mendidik atau memperbaiki lain-lainnya. Dalam hal orang sebagai objek,
orang-orang yang sudah menandakan suka sekaligus korban kekerasan, dapat terjadi
melakukan kejahatan, agar menjadi orang seperti kekerasan terhadap perempuan,
yang baik tabiatnya sehingga bermanfaat kekerasan terhadap anak, kekerasan
bagi masyarakat7. terhadap orang tua atau kekerasan terhadap
Korban yang sudah dirugikan secara orang lain.
fisik dan psikologis menuntut para penegak Kekerasan merupakan sebuah
hukum untuk memberikan hukuman yang terminologi yang sarat dengan arti dan
setimpal dengan perbuatan pelaku. Maka makna “derita”, baik dikaji dari perspektif
diperlukan penerapan sanksi sebagai bentuk psikologi maupun hukum, bahwa di
perlindungan hukum terhadap korban. dalamnya terkandung perilaku manusia
Mereka menyatakan bahwa dengan (seseorang/kelompok orang) yang dapat
menerapkan sanksi hukum kepada pelaku menimbulkan penderitaan bagi orang lain,
maka secara tidak langsung hal itu (pribadi/ kelompok). 8 Selanjutnya yang
merupakan suatu bentuk perhatian dikutip oleh John Pasalbessy bahwa tindak
(perlindungan) secara hukum kepada kekerasan atau “violence” oleh Jerome
kejahatan. Perlindungan hukum kepada Skolncik di defenisikan sebagai “... an
perempuan yang menjadi korban kejahatan ambiguous term whose meaning is
ini bukan hanya terbatas pada dihukumnya established throught political process”,
pelaku namun juga kepada akibat-akibat sedangkan dalam arti tingkah laku, Michael
yang menimpanya. Levi lalu menyebutkan kekerasan sebagai
Keutuhan dan kerukunan rumah “... its content and cuase are socially
tangga yang bahagia, aman, tentram, dan constructed”9.
damai merupakan dambaan setiap orang Kekerasan (violence) merupakan
dalam rumah tangga. Negara Republik wujud perbuatan yang lebih bersifat fisik
Indonesia adalah negara yang berdasarkan yang mengakibatkan luka, cacat, atau
Ketuhanan Yang Maha Esa dijamin oleh penderitaan pada orang lain10.
Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Pada tahun 1993 Sidang Umum PBB
Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya mengadopsi deklarasi yang menentang
disebut UUD NRI 1945. Dengan demikian, kekerasan terhadap perempuan yang telah
setiap orang dalam lingkup rumah tangga dirumuskan tahun 1992 oleh Komisi Status
dalam melaksanakan hak dan kewajibannya Perempuan PBB, di mana dalam pasal 1
harus didasari oleh agama. Hal ini perlu disebutkan bahwa, “kekerasan terhadap
terus ditumbuh kembangkan dalam rangka
membangun keutuhan rumah tangga. Untuk 8
John. D Pasalbessy, Dampak Tindak Kekerasan
mewujudkan keutuhan dan kerukunan Terhadap Perempuan dan Anak, Jurnal Sasi, Vol 16,
tersebut, sangat tergantung pada setiap orang No.3, Edisi Juli-September 2010, hlm. 9.
9
Ibid
10
Abdul Wahid dan Muhammad Irfan. Op.Cit,
7
Ibid, hlm. 99-100 hlm.30
Margie G. Sopacua, Perlindungan Hukum Terhadap Hak…………………. 79
Jurnal Sasi Vol.22 No.1 Bulan Januari - Juni 2016

perempuan mencakup setiap perbuatan merupakan ekspresi langsung dari


kekerasan atas dasar perbedaan kelamin, gangguan psikis seseorang dalam saat
yang mengakibatkan atau dapat tertentu kehidupan.11
mengakibatkan kerugian atau penderitaan Hak asasi manusia merupakan hak
terhadap perempuan baik fisik, seksual yang melekat pada manusia yang
maupun psikhis, termasuk ancaman mencerminkan martabatnya, yang harus
perbuatan tersebut, paksaan dan perampasan memperoleh jaminan hukum, sebab hak-hak
kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik hanya dapat efektif apabila hak-hak itu dapat
yang terjadi dalam kehidupan yang bersifat dilindungi hukum. Melindungi hak-hak
publik maupun privat”. dapat terjamin, apabila hak-hak itu
Bahkan secara jelas pengertian merupakan bagian dari hukum, yang
kekerasan ini kemudian dapat dilihat di memuat prosedur hukum untuk melindungi
dalam Konvensi Tentang Penyiksaan dan hak-hak tersebut. Hukum pada dasarnya
Perilaku Kejam, Tak berperikemanusiaan merupakan pencerminan dari HAM,
dan Merendahkan, yang diratifikasi pada sehingga hukum itu mengandung keadilan
bulan Nopember 1998, disebutkan bahwa, atau tidak, ditentukan oleh HAM yang
“... Torture ... means any act by which dikandung dan diatur atau dijamin oleh
severe pain or suffering whether physical or hukum itu.
mental, is intentionally inflicted on a Hukum tidak lagi dilihat sebagai
person ...”. refleksi kekuasaan semata-mata, tetapi juga
Ada 4 (empat) kategori yang harus memancarkan perlindungan terhadap
mencakup hampir semua pola-pola hak-hak warga negara. 12 Paham HAM
kekerasan,yaitu: adalah warisan teori hukum abad
a. Kekerasan legal; kekerasan ini dapat pertengahan. Menurut teori ini, hukum
berupa kekerasan yang didukung oleh negara (hukum manusia, lex humona) hanya
hukum, misalnya kekerasan yang mengikat sejauh sesuai dengan hukum
dibenarkan secara legal seperti Tentara kodrat (lex naturalis). Tetapi hukum kodrat
yang melakukan tugas dalam peperangan. sendiri mendapat daya ikat dari
b. Kekerasan yang secara sosial memperoleh pengakarannya dalam hukum abadi (lex
sanksi; suatu faktor penting dalam aeterna), yaitu dalam kebijaksanaan Allah
menganalisa kekerasan adalah tingkat Pencipta. AIlah pencipta sendiri
dukungan sanksi sosial memberikan hukum kodrat kepada
terhadanya,misalnya tindakan kekerasan ciptaannya, suatu hukum ciptaan manusia
oleh masyarakat atau pezinah akan atau Negara harus sesuai dengan hukum
memperoleh dukungan sosial. kodrat. Paham itu melahirkan paham adanya
c. Kekerasan rasional; beberapa tindakan hak-hak asasi yang diterima manusia
kekerasan yang tidak legal akan tetapi tak langsung dari Tuhan dan karena itu tidak
ada sanksi sosialnya adalah kejahatan dapat diganggu gugat oleh negara.
dalam konteks kejahatan, misalnya
pembunuhan dalam kerangka suatu
kejahatan terorganisasi
d. Kekerasan yang tidak
berperasaan,”irrational violence”, yang
terjadi tanpa adanya provokasi terlebih 11
Marthin R. Haskell Lewis Yabslonswky dalam
dahulu, tanpa memperhatikan motivasi Mulyana W. Kusumah, Analisis Kriminologi tentang
tertentu dan pada umumnya korban tidak Kejahatan-kejahatan Kekerasan, Ghalia Indonesia,
dikenal oleh pelakunya. Dapat Jakarta, 1982, hlm. 25-26
12
digolongkan kedalamnya adalah apa yang Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan
Pidana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
dinamakan “Raw Violence” yang Semarang, 1995, hlm. 45.
Margie G. Sopacua, Perlindungan Hukum Terhadap Hak…………………. 80
Jurnal Sasi Vol.22 No.1 Bulan Januari - Juni 2016

3. Kedudukan Perempuan Dalam Banyak perempuan terpaksa bekerja


Masyarakat sebagai buruh kasar di jalan raya di pabrik-
Kata “perempuan” lebih dulu pabrik dan sebagainya, bahkan pada malam
keberadaannya dari pada kata “wanita”, hari ada yang bekerja sebagai pekerja seks,
selain itu “wanita” lebih halus bermakna akibat dari perkerjaan tersebut
“orang”, sedangkan “perempuan” bermakna menimbulkan kejahatan kesusilaan.
lebih halus. Menurut para ahli bahasa kata Laki-laki yang menjadi pemimpin yang
“perempuan” diartikan sebagai yang dekat dengan pekerjaan buruh perempuan
“di-empukan” (empu artinya induk atau ahli) itu, menyalahgunakan kesempatan dan
sehingga tersirat penghormatan13. melakukan kejahatan susila yang biasanya
Istilah tersebut ada yang mengaitkan berakibat menyedihkan terhadap buruh
dengan upaya membangkitkan semangat perempuan itu.
kaum Hawa dan mendekonstruksi Dalam menekuni pekerjaan sebagai
praktek-praktek diskriminasi gender yang pekerja seks atau penghibur, perempuan-
dianggap merugikan perempuan. Dengan perempuan tersebut harus berpenampilan
sebutan perempuan ini, ia diharapkan tidak yang selayaknya sebagai wanita pekerja seks,
sekedar bisa menikmati kehidupan ini, tetapi dalam arti harus dapat menarik bagi lawan
sekaligus dapat memberdayakan jenisnya. Tetapi takkala perempuan sering
potensi-potensi yang ada dalam dirinya mengalami kekerasan seksual.
karena perempuan adalah mereka yang Tindakan kekerasan terhadap
berkemampuan.14 perempuan juga dapat dialami dalam rumah
Sejak zaman dahulu perempuan lebih tangga, ini terjadi dikarenakan telah diyakini
direndahkan dalam statusnya sebagai bahwa masyarakat yang budaya yang
anggota masyarakat dibandingkan dengan mendominasi saat ini adalah patriakhi,
laki-laki, dan mereka selalu diperlakukan dimana laki-laki adalah superior dari
tidak adil dalam masyarakat maupun dalam perempuan. Disamping itu, terdapat
keluarga. Perempuan dimana-mana interprestasi yang keliru terhadap stereotip
mencurahkan tenaganya untuk menjaga gender yang tersosialisasi amat lama dimana
keluarganya, mendidik anak-anaknya, perempuan dianggap lemah, sedangkan laki-
merawat anggota-anggota keluarga yang laki, umumnya lebih kuat. Kecenderungan
sakit, bahkan diluar rumah tangga tindak kekerasan yang terdapat didalam
perempuan memegang peranan dalam usaha rumah tangga terjadi dikarenakan faktor
kesejahteraan masyarakat. dukungan social dan kultur (budaya) diman
Pendidikan perempuan pada isteri dipersepsikan sebagai orang nomor
umumnya masih lebih rendah dari pada dua dan bias diperlakukan dengan cara apa
laki-laki. Faktor inilah yang membuat saja. Kultur (budaya) yang terdapat di
perempuan makin tersisih dari laki-laki. dalam masyarakat bahwa suami lebih
Disisi lain, salah satu faktor yang dominan dari pada isteri serta tindak
menyebabkan perempuan dianggap rendah, kekerasan yang terjadi di luar maupun
yakni karena tuntutan ekonomi yang didalam rumah tangga dianggap sebagai
mengharuskan perempuan untuk bekerja masalah privasi, dan masyarakat sendiri
pada tempat-tempat yang tidak sepantasnya tidak boleh ikut campur dalam hal tersebut.
di geluti oleh mereka. Kekerasan yang di alami oleh kaum
perempuan dianggap sebagai suatu hal yang
biasa banyak yang memandangnya sebagaai
13
Saparinah Sadli, Berbeda Tetapi Setara suatu hal yang biasa terjadi.
(Pemikiran tentang Kajian Perempuan), Kompas
Media Nusantara, Jakarta, 2010, hlm. 3
14
Abdul Wahid dan Muhamad Irfan, Op.Cit,
hlm. 29
Margie G. Sopacua, Perlindungan Hukum Terhadap Hak…………………. 81
Jurnal Sasi Vol.22 No.1 Bulan Januari - Juni 2016

4. Kekerasan Terhadap Perempuan demikian pula tentang pelecehan seksual


Melanggar Hak Asasi Manusia dan sebagainya.16
Kekerasan terhadap perempuan Mencegah kekerasan terhadap
secara umum semula hanya dilihat sebagai perempuan berarti berbicara tentang salah
kejahatan penganiayaan terhadap badan dan satu aspek dari upaya-upaya penegakkan
mungkin juga nyawa sebagai bentuk HAM perempuan pada umumnya. HAM
kejahatan penganiayaan dan pembunuhan perempuan yaitu sesuatu yang spesifik
biasa, demikian pula tentang pelecehan sehingga perlu dibakukan untuk mencegah
seksual dan sebagainya. sejumlah besar pelanggaran yang terjadi
Dalam perkembangannya keinginan bagi perempuan. Hak perempuan, khususnya
kaum perempuan yang dipelopori oleh didalam rumah juga memiliki implikasi
Charlotte Bunch yang menginginkan terhadap kehidupan kebebasan dan keadilan
transformasi HAM sesuai dengan kebutuhan yang sama haknya dengan laki-laki.
perempuan, seperti pencegahan kekerasan
terhadap perempuan, harus memasuki 5. Perlindungan Hukum Terhadap
persoalan serius yang berdimensi yuridis. Perempuan sebagai Korban KDRT
Hak kaum perempuan, sebagaimana Asumsi dasar yang dipercaya orang
hak laki-laki, dijamin dalam pasal 1 selama ini yang menganggap hukum dapat
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia berperan untuk mewujudkan kesejahteraan,
yaitu15 : keadilan dan kebenaran, maka kenyataan
1. Hak-hak untuk mendapat kebebasan dan menunjukan bahwa hukum justru sering
keamanan pribadi. telah dijadikan sarana untuk merampas
2. Bebas dari penyiksaan dan perlakuan berbagai sumber daya ekonomi, politik dan
yang kejam. sosial budaya masyarakat banyak, sehingga
3. Bebas dari perbuatan tak tampak lebih berfungsi untuk melancarkan
berperikemanusiaan. dan melanggengkan proses kemiskinan.
4. Bebas dari perbuatan yang merendahkan Dengan demikian pandangan yang
derajat manusia. menganggap bahwa hukum dapat dijadikan
5. Bebas dari serangan atas kehormatan dan tempat dan alat untuk memperjuangkan
nama baik hak-hak rakyat adalah pandangan yang
6. Mempunyai hak yang sama untuk hanya bisa dipegang oleh mereka yang
memperoleh perlindungan hukum memiliki atau menguasai sumber daya
terhadap serangan tersebut. (kekuasaan).
Kekerasan yang dialami terhadap Secara prinsipil harus diakui bahwa
perempuan merupakan suatu pelanggaran perlindungan hukum terhadap perempuan
hak asasi manusia. Harkriswono harusnya bertumpuh pada Undang-undang
berpendapat bahwa arti dari kekerasan tidak Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
saja dalam arti fisik tetapi juga meliputi Manusia, di mana di dalam Bab III tentang
kekerasan psikis. Kekerasan terhadap Hak Asasi Manusia dan kebebasan dasar
perempuan secara umu semula hanya dilihat manusia, khususnya dalam Bagian
sebagai kejahatan terhadap badan dan Kesembilan pasal 45-5l mengatur tentang
mungkin nyawa sebagi bentuk kejahatan Hak-Hak Wanita.
penganiyaan dan pembunuhan biasa,

16
Harkristuti Harkriswono, Tindakan
15
Boer Mauna, Hukum Internasional: Kekerasan Terhadap Perempuan dalam
Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era
Dinamika Global. Alumni, Bandung, 2001, hlm. Perspektif Sosio Yuridis, Jurnal Hukum Ius Quia
601-602 Iustum, 2000, Vol. 7: No. 14.
Margie G. Sopacua, Perlindungan Hukum Terhadap Hak…………………. 82
Jurnal Sasi Vol.22 No.1 Bulan Januari - Juni 2016

Bahwa sebagai bagian dari menggunakan benda-benda berbahaya bagi


masyarakat, juga sebagai individu, yang nyawa atau kesehatan seseorang).
adalah seorang pribadi perempuan memiliki Di dalam Undang-Undang HAM
hak untuk hidup. Hal ini tercantum dalam dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan
Undang-Undang HAM Pasal 9 Ayat (l) yang pelanggaran HAM adalah :
berbunyi “setiap orang berhak untuk hidup, “ Setiap perbuatan seseorang atau
mempertahankan hidup dan meningkatkan kelompok orang, termasuk aparat negara,
taraf kehidupannya”. Ini berarti, perempuan baik disengaja maupun tidak disengaja
sebagai bagian dari warga negara Inconesia atau kelalaian yang secara melawan
seharusnya berhak untuk hidup dan hukum mengurangi, menghalangi,
memiliki kehidupan yang layak disegala membatasi atau mencabut hak-hak asasi
aspek kehidupan. Karena dalam dirinya seseorang atau sekelompok orang yang
terdapat segudang harapan-harapan, dijamin oleh undang-undang, dan tidak
kebutuhan-kebutuhan, minat dan segala mendapatkan atau dikuatirkan tidak akan
potensi. memperoleh penyelesaian yang adil dan
Dengan demikian perempuan benar berdasarkan mekanisme hukum
membutuhkan aktualisasi diri seoptimal yang berlaku”.
mungkin demi untuk pengembangan dirinya, Menyimak pengertian di atas dapat
yang pada akhirnya membawa dampak yang disimpulkan bahwa pelanggaran HAM
positif bagi pengembangan manusia secara mengandung pengertian :
umum. 1. Adanya Perbuatan (disengaja atau karena
Dalam Kitab Undang-Undang kelalaian)
Hukum Pidana, khusunya ketentuan- 2. Dilakukan oleh seseorang atau kelompok
ketentuan yang berkaitan perlindungan orang termasuk aparat.
hukum terhadap perempuan dalam tindak 3. Bersifat melawan hukum, dalam bentuk
kekerasan perkosaan yang terdapat dalam mengurangi, menghalangi, membatasi
pasal 285 KUHP yang berbunyi : atau mencabut hak-hak asasi manusia
“ Barang siapa dengan kekerasan atau Seseorang atau kelompok orang yang
ancaman kekerasan memaksa seorang dijamin haknya oleh undang-undang.
wanita bersetubuh dengan dia diluar 4. Dikuatirkan hak-hak tersebut tidak akan
pernikahan, diancam karena melakukan mendapat atau memperoleh penyelesaian
perkosaan, dengan pidana penjara paling yang adil dan benar berdasarkan
lama dua belas tahun penjara”. mekanisme yang berlaku.
Selain tindak kekerasan yang sudah Penting untuk dibedakan, bahwa
disebutkan di atas, kekerasan yang terjadi dilihat dari prespektif hukum pidana
dalam keluarga antara suami dengan perbuatan melanggar HAM tidak dapat
isterinya perlu juga mendapat perlindungan disamakan dengan pelanggaran tindak
hukum walaupun dalam KUHP belum pidana biasa (umum) sebagaimana
secara tegas mengatur kekerasan suami dirumuskan di dalam KUHP, mengingat
terhadap isteri. Namun, dapat diambil pelanggaran berat yang dimaksudkan di
tafsiran hukum dari pasal-pasal sebagai dalam Undang-Undang tidak dapat
berikut, yakni pasal 351 (penganiayaan dipisahkan dari konteks HAM, bahkan
biasa), Pasal 352 (penganiayaan ringan), pelanggaran HAM tidak berdiri sendiri atau
pasal 353 (penganiayaan dengan rencana dapat dimaknai sebagai tindak pidana
terlebih dahulu), Pasal 354 (penganiayaan dengan pemberatan atau tindak pidana yang
berat), pasal 355 (penganiayaan berat yang dilakukan dengan kejam atau
dilakukan dengan rencana terlebih dahulu), mengakibatkan kematian, dan sebagainya.
pasal 356 (penganiayaan dengan Disini sebenarnya letak perbedaan dari
“spirit of law” perlindungan HAM di dalam
Margie G. Sopacua, Perlindungan Hukum Terhadap Hak…………………. 83
Jurnal Sasi Vol.22 No.1 Bulan Januari - Juni 2016

Undang-undang dengan “spirit of law” dari C. P E N U T U P


perbuatan pidana di dalam KUHP. Apa yang
dimaksudkan ini perlu ditegaskan, Dengan adanya Undang-Undang
mengingat salah satu kejahatan HAM berat Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
yang sering dialami oleh masyarakat adalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga, telah di
menyangkut “penyiksaan” yang dilakukan atur tentang pelindungan korban kekerasan
oleh aparat (pejabat publik). dalam rumah tangga, namun pada
Pengakuan atas martabat alamiah kenyataannya didalam mencari keadilan
dan hak-hak setiap orang tidak boleh bagi korban tindak kekerasan khususnya
dihilangkan. Begitupun juga dengan perempuan perlindungan tersebut sulit
memandang rendah hak-hak orang lain didapatkan, sehingga akses keadilan bagi
merupakan perbuatan-perbuatan bengis yang korban terhambat bahkan kehilangan
dapat menimbulkan rasa kemarahan dalam hak-haknya, hal ini dikarenakan kurangnya
hati orang lain. Dokumen utama yang pemahaman aparat tentang hak-hak korban
khusus berkenan dengan status perempuan untuk mendapatkan perlindungan hukum.
adalah Convention On The Elimination of Dalam kaitannya dengan Hak Asasi Manusia.
All Forms of Discrimination Againts Women Kekerasan terhadap perempuan merupakan
(Konvensi Tentang Penghapusan Segala segala bentuk tindak kekerasan yang
Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan). mengakibatkan rasa sakit atau penderitaan
Dokumen ini merupakan alat hukum yang terhadap perempuan termasuk didalamnya
paling komprehensif sampai sekarang ini ancaman, menghambat, mengekang,
berkenan dengan hak-hak asasi perempuan meniadakan kenikmatan, dan itu merupakan
dan mencakup sejumlah besar masalah yang suatu pelanggaran terhadap HAM yang
secara langsung berhubungan dengan mengakibatkan penderitaan secara fisik,
peranan dan status mereka. psikologi, ataupun seksual baik yang terjadi
Semua aturan yang telah di sebutkan diluar maupun di dalam lingkup rumah
di atas bisa teralisasi dengan baik apabila tangga itu sendiri.
ada itikad baik dari aparat penegak hukum,
maupun dari kaum laki-laki untuk
menghormati dan menghargai hak-hak asasi DAFTAR PUSTAKA
perempuan yang melekat pada dirinya,
karena pada dasarnya lengkap atau
sempurnanya suatu undang-undang akan Abdul Wahid dan Muhammad Irfan. (2001).
tetapi tidak dibarengi dengan itikad baik dari Perlindungan Terhadap Korban
aparat penegak hukum sebagai pelaksana Kekerasan Seksual (Advokasi
untuk menegakan aturan-aturan tersebut dan Atas Hak Asasi Perempuan).
juga laki-laki sebagai lawan jenis dari Bandung: Refika Aditama.
perempuan, maka mubasirlah aturan-aturan Andi Hamzah dan Simangelipu. (1985).
tersebut, sebaliknya jika suatu aturan Hukum Pidana Mati di
undang-undang kurang sempurna dan tidak Indonesia di Masa Lalu, Kini
lengkap, akan tetapi dibarengi oleh itikad dan di Masa Depan. Jakarta:
baik aparat penegak hukum dan ada Ghalia Indonesia.
pengakuan dari laki-laki untuk menghormati Boer Mauna. (2001). Hukum Internasional:
hak-hak perempuan tersebut, maka Pengertian, Peranan dan
perlindungan hukum bisa berjalan dengan Fungsi Dalam Era Dinamika
baik dan hak-hak asasi perempuan bisa Global. Bandung: Alumni.
dijunjung tinggi. Gusti Arini. (2005) Gender dalam Hukum,
Seminar Ilmiah Regional Dies
Natalis Universitas Udayana
Margie G. Sopacua, Perlindungan Hukum Terhadap Hak…………………. 84
Jurnal Sasi Vol.22 No.1 Bulan Januari - Juni 2016

ke-43 dan HUT Fakultas


Hukum Universitas Udayana ke
41, di Denpasar 30 Agustus
2005.
Muladi. (1995). Kapita Selekta Sistem
Peradilan Pidana. Semarang:
Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Mulyana W. Kusumah. (1982). Analisis
Kriminologi tentang
Kejahatan-kejahatan Kekerasan.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Philipus M. Hadjon. (1987). Perlindungan
Hukum bagi Rakyat. Surabaya:
Bina Ilmu.
Romany Sihite. (2007). Perempuan
Kesetaraan dan Keadilan
(Suatu Tinjauan Berwawasan
Gender). Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
Saparinah Sadli. (2010). Berbeda Tetapi
Setara (Pemikiran tentang
Kajian Perempuan). Jakarta:
Kompas Media Nusantara.

Lain-lain:
Harkristuti Harkriswono. (2000). Tindakan
Kekerasan Terhadap Perempuan
dalam Perspektif Sosio Yuridis,
Jurnal Hukum Ius Quia Iustum,
Vol. 7: No. 14.
J. D Pasalbessy. (2010). Dampak Tindak
Kekerasan Terhadap Perempuan
dan Anak, Jurnal Sasi, Vol 16,
No.3, Edisi Juli-September
2010.
Erlangga Masdiana, Kekerasan Dalam
Rumah Tangga Dipengaruhi
Faktor Ideologi,
http://www.kompas.com,
diakses 26 Juni 2015.

Anda mungkin juga menyukai