Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan atas ke hadiran Tuhan Yang Maha
Esa, karena berkat rahmat dan kemurahan-Nya, kami masih dapat membuat
tugas Critical Jurnal Review (CJR) ini. Laporan ini akan membahas tentang
Hak Asasi Manusia. Adapun tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas CJR mata
kuliah Ilmu Kewarganegaraan. Melalui laporan ini, penulis berharap pembaca
dapat menjadikan laporan ini sebgai referensi jika hendak mengetahui lebih
lanjut tentang Hak Asasi Manusia di Indonesia.

Laporan ini mungkin belum sempurna. Tetapi kami bertujuan untuk


menjelaskan atau memaparkan tentang materi yang kami tentang Hak Asasi
Manusia ini sesuai dengan pengetahuan yang kami peroleh dari jurnal.
Semoga semuanya memberi banyak manfaat bagi kita. Bila ada kesalahan
tulisan atau kata-kata yang tidak sesuai dalam laopran ini, kami mohon maaf
yang sebesar-besarnya.

Gunungsitoli,30 November 2021

Kelompok 7

CJR 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................1
DAFTAR ISI....................................................................................................................2
BAB I................................................................................................................................3
PENGANTAR..................................................................................................................3
BAB II...............................................................................................................................4
RINGKASAN ARTIKEL................................................................................................4
A. Jurnal I......................................................................................................................4
B. Jurnal II..................................................................................................................11
BAB III...........................................................................................................................16
KEUNGGULAN PENELITIAN...................................................................................16
A. Elemen penelitian...................................................................................................16
B. Origanilasi temuan.................................................................................................16
C. Kemukthariran masalah........................................................................................16
D. Kohesi dan koherensi isi penelitian.......................................................................17
BAB IV............................................................................................................................17
KELEMAHAN PENELITIAN.....................................................................................17
A. Elemen penelitian...................................................................................................17
B. Originalitas temuan...............................................................................................17
C. Kemuktahiran masalah.........................................................................................17
D. Kohesi dan koherensi isi penelitian.......................................................................17
BAB V.............................................................................................................................18
IMPLIKASI....................................................................................................................18
A. Teori........................................................................................................................18
B. Pembangunan di Indonesia...................................................................................18
C. Pembahasan dan analisis.......................................................................................18
BAB VI............................................................................................................................19
PENUTUP.......................................................................................................................19
A. Kesimpulan.............................................................................................................19
B. Saran.......................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................20

CJR 1
BAB I

PENGANTAR

Laporan ini ditulis agar dapat dimengerti oleh setiap orang yang akan
mempelajari tentang Hak Asasi Manusia di Indonesia . Pembahasan penelitian
dalam jurnal ini meliputi semua komponen-komponen yang penting dalam suatu
penelitian terhadap Hak Asasi Manusia, negara demokrasi, serta perundang-
undangan yang mencangkup materi itu sendiri.

Materi pada jurnal ini berasal dari penelitian mengenai Hak Asasi Manusia di
Indonesia. Jurnal yang dapat kita lihat telah memuat tentang hasil dari suatu
penelitian yang telah dilakukan oleh penulis artikel.

CJR 1
BAB II

RINGKASAN ARTIKEL
A. Jurnal I

Di mancanegara dan Indonesia khususnya, tercatat banyak kasus pelanggaran


Hak Asasi Manusia (HAM) atau kejahatan atas kemanusiaan, dimana pelakunya
bebas berkeliaran dan bahkan tak terjangkau oleh hukum atau dengan kata lain
perkataan membiarkan tanpa penghukuman oleh negara terhadap pelakunya
impunity.Impunitas yaitu membiarkan para pemimpin politik dan militer yang
diduga terlibat dalam kasus pelanggaran berat Hak Asasi Manusia seperti,
kejahatan genosida, kejahatan manusia, dan kejahatan perang tidak diadili
merupakan fenomena hukum politik yang dapat kita saksikan sejak abad yang lalu
hingga hari ini. Studi terhadap positivisme hukum di Indonesia menjadi sangat
penting saat ini di saat bangsa ini sedang dan selalu terus membangun
peradabannya ke ranah yang sesuai dengan rasa keadilan masyarakat.

Positivisme telah melahirkan hukum dalam sketsa matematika, menyelesaikan


hukum yang terjadi di masyarakat berdasar apa yang tertulis dalam undang-
undang, mengkristal di posisi binernya lalu pembaca harus memahami di keadaan
itu dan tidak dibolehkan untuk berpikir lain. Sementara para hakim memutus
perkara dengan teks tersebut atas persoalan hukum yang dihadapi. Keadilan
dipelihara oleh peraturan hukum, menegakkan kebebasan manusia fundamental,
sama dan tidak dapat dicabut hak yang setiap manusia terlahir adalah kondisi
penting kita. Untuk Mencapai ini untuk mempromosikan dan melindungi
kepentingan sipil, politik, ekonomi, hak asasi manusia sosial dan budaya setiap
wanita, pria dan anak. Seperti halnya di Indonesia, hakim memutus perkara
mengutamakan hukum tertulis sebagai sumber utamanya, kelompok-kelompok
hakim yang berpikir demikian dapat digolongkan sebagai aliran konservatif.
Produk hukum sendiri akan menghasilkan formalistik dimana kepastian hukum
menjadi ikon kebenaran.

Keadilan adalah keadilan yang terdefinisi atas apa yang tertulis dan menutup
diri atas keadilan yang selama ini tidak termaktub dalam suatu teks
perundangundangan. Teori ini mengidentikkan hukum dengan undang-undang,

CJR 1
yaitu tidak ada hukum di luar undang-undang dan satu-satunya hukum adalah
undangundang. Pemikiran Hukum Progresif muncul karena ketidakpuasan dan
keprihatinan terhadap kinerja dan kualitas penegakan hukum yang ada dalam
masyarakat.

Hukum Progresif adalah hukum pro keadilan dan pro rakyat , artinya dalam
berhukum para pelaku hukum dituntut mengedepankan kejujuran, empati,
kepedulian kepada rakyat dan ketulusan dalam penegakan hukum. Pembentukan
hukum dan konstruksi hukum sangat diperlukan untuk dapat memberikan rasa
nyaman terhadap masyarakat sebagai akses untuk keadilan. Pembentukan hukum
tidak lepas dari putusan-putusan hakim (judge made law) yang terkait dengan
penegakan hukum, sedangkan penegakan hukum pada hakikatnya adalah
merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum ide-ide hukum
menjadi kenyataan.11 Penegakan hukum konvensional tidak selalu dapat
mewujudkan nilai keadilan masyarakat, maka perlu ada kontruksi penegakan
hukum progresif yang dapat mewujudkan nilai keadilan yang berorientasi pada
kesejahteraan dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia. Ide penegakan
hukum progresif lahir dari ketidakpuasan pada praktik ajaran ilmu hukum positif
di Indonesia. Hukum progresif digagas sebagai solusi dari kegagalan penerapan
hukum positif dan rasa keprihatinan terhadap kualitas penegakan hukum di
Indonesia terutama sejak terjadinya reformasi pada pertengahan tahun 1998.
Hukum tidak hadir untuk dirinya sendiri sebagaimana yang digagas oleh hukum
positif, melainkan untuk manusia dalam rangka mencapai kesejahteraan dan
kebahagiaan manusia. Progresivisme tidak ingin menjadikan hukum sebagai
teknologi yang tidak bernurani, melakukan suatu institusi yang bermoral
kemanusiaan.

Penegakan hukum progresif adalah menjalankan hukum tidak sekedar


menurut kata-kata hitam-putih perundangan, melainkan menurut semangat dan
makna lebih dalam dari undang-undang atau hukum. Penerapan hukum progresif,
mengarahkan hukum yang dihasilkan oleh proses legislasi , yang cenderung elitis,
untuk mengarah pada kepentingan keadilan dan kesejahteraan rakyat banyak pintu
masuk bagi penerapan hukum progresif dalam praktik pengadilan di Indonesia,
secara formal telah diberikan oleh Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

CJR 1
tentang Kekuasaan Kehakiman yang menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman
bertugas untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hukum progresif berbeda
dengan hukum positif. Progresifisme hukum mengajarkan bahwa hukum bukan
raja, tetapi alat untuk menjabarkan dasar kemanusiaan yang berfungsi
memberikan rahmat kepada dunia dan manusia. Asumsi yang mendasari
progresifisme hukum adalah pertama hukum ada untuk manusia dan tidak untuk
dirinya sendiri, kedua hukum selalu berada pada status law in the making dan
tidak bersifat final, ketiga hukum adalah institusi yang bermoral kemanusiaan.
Berdasar asumsi-asumsi di atas maka kriteria hukum progresif adalah:

1) Mempunyai tujuan besar berupa kesejahteraan dan kebahagiaan manusia.


2) Memuat kandungan moral kemanusiaan yang sangat kuat.
3) Hukum progresif adalah hukum yang membebaskan dimensi yang amat
luas yang tidak hanya bergerak pada ranah praktik melainkan juga teori.
4) Bersifat kritis dan fungsional.

Konsep hukum progresif yang dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo bilamana


diartikan secara sederhana berarti “bagaimana” membiarkan hukum tersebut
mengalir untuk menuntaskan tugasnya mengabdi pada manusia dan kemanusiaan.
Adapun pokok-pokok pemikiran model hukum progresif ini dapat diuraikan
sebagai berikut :

1) Hukum menolak tradisi analytical jurisprudence atau rechtsdogmatick dan


berbagi paham dengan aliran seperti legal realism, freirechtslehre,
sosiological jurisprudence, interressenjurisprudenz di Jerman, teori hukum
alam dan critical legal studies.
2) Hukum menolak pendapat, bahwa ketertiban (order), hanya bekerja
melalui institusi-institusi kenegaraan.
3) Hukum progresif ditujukan untuk melindungi rakyat menuju kepada ideal
hukum.
4) Hukum menolak status-quo serta tidak ingin menjadikan hukum sebagai
teknologi yang tidak bernurani, melainkan suatu institusi yang bermoral.
5) Hukum adalah suatu institusi yang bertujuan mengantarkan manusia
kepada kehidupan yang adil, sejahtera dan membuat manusia bahagia.

CJR 1
6) Hukum progresif adalah “hukum yang pro rakyat” dan “ hukum yang pro
keadilan”.
7) Asumsi dasar hukum progresif adalah, bahwa “hukum adalah untuk
manusia”, bukan sebaliknya. Berkaitan dengan hal tersebut, maka hukum
tidak ada untuk dirinya sendiri, melainkan untuk sesuatu yang lebih luas
dan lebih besar. Maka setiap kali ada masalah dalam dan dengan hukum,
hukumlah yang ditinjau dan diperbaiki, bukan manusia yang dipaksakan
untuk dimasukkan ke dalam sistem hukum.
8) Hukum bukan merupakan suatu institusi yang absolut dan final melainkan
sangat bergantung pada bagaimana manusia melihat dan
menggunakannya. Manusialah yang merupakan penentu.
9) Hukum selalu berada dalam proses untuk terus menjadi (law as a process,
law in the making).

Berdasarkan dari ketentuan KUHAP dan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009


maka dapat disimpulkan bahwa setiap orang yang masih disangka san belum ada
putusan pengadilan maka dianggap tidak bersalah sampai adanya kekuatan hukum
tetap. Asas praduga tak bersalah secara tersirat juga terdapat dalam didalam
ketentuan Magna Charta 1215 yang dianggap sebagai cikal bakal lahirnya HAM
dilingkup internasional. Menurut Living Stone Half, Pasal 39 dalam Magna
Charta menentukan bahwa:

“Tidak seorangpun boleh dikurung dirampas miliknya, dikucilkan atau


diambil nyawanya, kecuali melalui hukuman yang sah oleh negaranya.”

Hak-hak tersangka dijamin dan dilindungi oleh undang-undang dalam proses


penanganan perkara pidana, hal ini mnunjukan bahwa KUHAP menghormati dan
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dengan memberikan perlindungan
dan jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (tersangka). Dengan demikian
diperoleh jaminan bahwa tujuan akhir dari KUHAP yakni untuk menegaskan
kebenaran dan keadilan secara konkrit dalam suatu perkara pidana. Perlu disadari
bahwa proses hukum yang adil tidak sekedar menerapkan peraturan perundang-
undangan, namun lebih kepada sikap kita dalam menghargai hak-hak setiap
individu (termasuk tersangka dan terdakwa) sebagaimana terkandung dalam UUD

CJR 1
1945 yang menyatakan bahwa “kemerdekaan ialah hak segala bangsa”. Kita pun
harus ingat bahwa diri kita, kita dapat mendisplinkan diri untuk tidak melakukan
pelanggaran hukum, tetapi bukankah kita tidak dapat bebas dari risiko menjadi
seorang “tersangka” kemudian pula “terdakwa?” disinilah letak pentingnya kita
memperjuangkan tegaknya hak- hak tersangka/terdakwa untuk :

 Didengar penjelasannya;
 Didampingi oleh penasihat hukum;
 Dibuktikan kesalahannya oleh penuntut umum;
 Dan dihadapkan pada pengadilan yang adil dan tidak berpihak.

Di dalam KUHAP terdapat 7 (tujuh) asas umum dan 3 (tiga) asas khusus yaitu
sebagai berikut:

a) Asas umum
 Perlakuan yang sama dimuka hukum tanpa diskriminasi apapun;
 Praduga tidak bersalah;
 Hak untuk memperoleh kompensasi (ganti rugi) dan rehabilitasi;
 Hak untuk mendapatkan bantuan hukum;
 Hak kehadiran Terdakwa dimuka pengadilan;
 Peradilan yang bebas dan dilakukan dengan cepat dan sederhana;
 Peradilan yang terbuka untuk umum.
b) Asas khusus
 Pelanggaran atas hak-hak individu (penangkapan, penggeledahan,
penahanan dan penyitaan) harus didasarkan pada undang-undang dan
dilakukan dengan surat perintah tertulis;
 Hak seorang Tersangka untuk diberitahu tentang persangkaan dan
pendakwaan terhadapnya;
 Kewajiban pengadilan untuk mengendalikan pelaksanaan putusan-
putusannya.

Dalam kaca mata aliran hukum positif, tiada hukum lain kecuali perintah
penguasa atau inti aliran hukum positif ini menyatakan bahwa norma hukum
adalah sah apabila ia ditetapkan oleh lembaga atau otoritas yang berwenang dan

CJR 1
didasarkan pada aturan yang lebih tinggi, bukan digantungkan pada nilai moral.
Norma hukum yang ditetapkan itu tidak lain adalah Undang-undang. Undang-
Undang adalah sumber hukum, di luar Undang-undang bukan hukum. Teori
hukum positif mengakui adanya norma hukum yang bertentangan dengan nilai
moral, tetapi hal ini tidak mengurangi keabsahan norma hukm tersebut.

Secara normatif, hal yang cukup menggembirakan dalam perlindungan HAM


di Indonesia adalah diterbitkannya UU No. 39/1999 tentang HAM dan UU No.
26/2000 tentang Pengadilan HAM. Menurut Penjelasan Umum UU No. 39/1999,
posisi hukum UU tersebut “adalah merupakan payung dari seluruh peraturan
perundang-undangan tentang HAM. Oleh karena itu, pelanggaran baik langsung
maupun tidak langsung atas HAM dikenakan sanksi pidana, perdata, dan atau
administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. UU No.
39/1999 secara rinci mengatur tentang: hak untuk hidup dan hak untuk tidak
dihilangkan paksa dan/atau tidak dihilangkan nyawa, hak berkeluarga dan
melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak
mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak
atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak
wanita, hak anak, dan hak atas kebebasan beragama. Semua hak itu terumus
dalam Bab III di bawah judul HAM dan Kebebasan Dasar Manusia (Pasal 9 -
Pasal 66).

Pengaturan mengenai Hak Asasi Manusia telah ada sejak di sahkannya


Pancasila sebagai dasar pedoman negara Indonesia, meskipun secara tersirat. Baik
yang menyangkut mengenai hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa,
maupun hubungan manusia dengan manusia. Hal ini terkandung dalam nilai-nilai
yang terkandung dalam sila-sila yang terdapat pada pancasila. Dalam Undang-
Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hah Asasi Manusia, pengaturan mengenai
Hak Asasi Manusia ditentukan dengan berpedoman pada deklarasi Hak Asasi
Manusia Perserikatan Bangsa Bangsa. Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa
tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita, konvensi
Perserikatan Bangsa Bangsa tentang hak-hak anak dan berbagai instrumen
internasional lain yang mengatur mengenai Hak Asasi Manusia. Materi Undang-
Undang ini tentu saja harus disesuaikan dengan kebutuhan hukum masyarakat dan

CJR 1
pembangunan hukum nasional yang berdasarkan pancasila dan Undang- Undang
Dasar 1945.

Karena itu, dasar negara yang tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945 yang
keputusan dan pilihan bapak-bapak pendiri negara (the founding father), wajib
menjadi pegangan setiap pemerintahan di dalam mengisi kemerdekaan, khususnya
yang terkait dengan hak asasi manusia. Hal itu terbukti dengan pengakuan
beberapa hak mendasar tersebut dalam UUD 1945 yang menjadi landasan
konstitusional berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, meski UUD itu
disusun dalam waktu yang singkat, dari tanggal 29 Mei sampai dengan 16 Juli
(Pide, 1999: 63). Hak-hak tersebut diantaranya adalah hak atas kedudukan yang
sama di depan hukum dan pemerintah, hak untuk menganut agama dan
menjalankan ajaran agama/kepercayaannya, hak untuk mengemukakan pendapat,
hak untuk berserikat dan berkumpul, hak untuk mendapatkan pendidikan dan
pekerjaan yang layak, dan lain-lain. Di situlah jantung dan nafas perjuangan
bangsa, disitulah politik hukum dan pilihan hukum yang tidak dapat ditawar-tawar
oleh siapa pun dan pemerintah dari kelompok/partai manapun juga, yaitu
membangun demokrasi dan penegakan hukum,vinito.

Kejahatan terhadap kemanusiaan yaitu perbuatan yang dilaksanakan sebagai


bagian dari serangan yang meluas ataupun sistematik yang diketahuinya bahwa
akibat serangan itu ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa
pembunuhan, pemusnahan, pembudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk
secara paksa, perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik secara sewenang-
wenang, penyiksaan, pemerkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa,
pemaksaan kehamilan, sterilisasi paksa, atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain
yang setara, penganiayaan terhadap kelompok tertentu atau perkumpulan yang
didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis
kelamin maupun alasan lain yang telah diakui secara Universal sebagai hal yang
dilarang oleh hukum internasional, penghilangan orang secara paksa dan
kejahatan apartheid. Dari berbagai kasus pelanggaran

Hak Asasi Manusia berat yang terjadi telah mendorong munculnya suatu
usulan untuk membantu pengadilan Hak Asasi Manusia ad hoc untuk kasus-kasus

CJR 1
pelanggaran Hak Asasi Manusia berat di Aceh. Permintaan Dewan Perwakilan
Rakyat mengajukan usulan kepada Presiden Republik Indonesia untuk
membentuk pengadilan Hak Asasi Manusia ad hoc telah disampaikan oleh
Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.

B. Jurnal II

Diantara sekian banyak aspek kehidupan yang paling menonjol dan harus
dihadapi setiap negara demokrasi adalah isu tentang Hak-hak Asasi Manusia. Isu
tentang Hak Asasi Manusia (HAM) terutama terarah pada tingkat komitmen
negara-negara dalam mengimplementasikan hak-hak dasar manusia dalam
kehidupan sosial politik negara dan bangsa bersangkutan. Komitmen itu paling
tidak terlihat dari aspek kebijakan- kebijakan pemerintah yang terwujud dalam
pranata-pranata kemasyarakatan, baik pranata hukum (Konstitusi beserta
penjabarannya dalam perundang-undangan nasional) maupun pranata-pranata
kelembagaan pendukungnya, termasuk dalam hal ini perlindungan HAM Peran
serta masyarakat dan mekanisme bekerjanya pranata- pranata tersebut dalam
mewujudkan tuntutan HAM di dalam kehidupan sosial-politik negara
bersangkutan, sesuai dengan kesepakatan dan standar baku masyarakat
internasional yang tertuang dalam instrumen-instrumen internasional.

Indonesia sebagai satu negara demokrasi mau tidak mau dihadapkan juga pada
isu-isu yang muncul akibat modernisasi dan globalisasi itu, seperti isu tentang
bagaimana perlindungan HAM dan peran serta masyarakat dalam penegakan
HAM di Indonesia. Dampak modernisasi dan globalisasi ini bagi Indonesia
memunculkan wajahnya yang khas Indonesia. Mengapa demikian? Keunikan
tersebut muncul karena karakteristik struktur masyarakat Indonesia, masyarakat
yang sangat majemuk dan sangat heterogen sudah barang tentu akan membuahkan
keanekaragaman pengakomodasian modernisasi, dan globalisasi. Satu sisi, masih
dapat ditemui kelompok-kelompok masyarakat yang agraris tradisional atau
mungkin agraris modern, ada pula kelompok masyarakat yang sudah berada
dalam taraf kehidupan industrial, namun ada pula masyarakat yang sudah berada
dalam kehidupan modern dan global, Masyarakat Prismatik. Kondisi masyarakat
demikian sudah barang tentu pada satu sisi akan dihadapkan pada situasi

CJR 1
kehidupan yang relatif "rentan" terhadap berbagai masalah yang muncul dan
bersumber pada arus modernisasi dan globalisasi, dan pada sisi lain, menampilkan
wajah kehidupan hukum (sistem dan penegakan hukumnya) yang “canggung”
menghadapi tuntutan modernisasi dan globalisasi itu. Perbenturan (kalau boleh
dikatakan demikian) antara nilai-nilai kehidupan agraris tradisional dengan nilai-
nilai kehidupan modernisasi dan globalisasi serta kecanggungan "sikap"
penegakan hukum dalam menghadapi situasi itu, tentunya akan menampakkan
permasalahan hukum dan kemasyarakatan yang khas di Indonesia. Oleh sebab itu
Kebutuhan akan perlunya Penegakan HAM di Indonesia, mendorong
dilakukannya pemahaman tentang bagaimana perlindungan HAM dan Peran serta
masyarakat dalam pelaksanaan HAM dalam Negara Demokrasi khususnya di
Indonesia.

Demokrasi dan HAM dua hal yang berbeda tetapi tidak dapat dipisahkan.
Didalam Negara yang menganut asas Demokrasi kedudukan rakyat sangat
penting, sebab didalam negara tersebut rakyatlah yang memegang kedaulatan
kepentingan dan hak asasi rakyat diakui dan dilindungi oleh negara, yaitu dengan
kata lain negara melindungi Hak asasi manusia yang diatur dalam konstitusinya,
atau kedaulatan adalah kekuasaan yang penuh dan langgeng ada pada masyarakat.
Di dalam negara Demokrasi suatu negara dianggap milik masyarakat karena
secara formal negara itu didirikan dengan perjanjian masyarakat.

Sistem demokrasi untuk kehidupan bermasyarakat dan bernegara ini pada


hakekatnya berasal dari filosofis bahwa manusia adalah mahluk yang bebas
karena manusia mempunyai hak dan kemampuan untuk mengatur dan
menentukan hidupnya sendiri. Dengan demikian hubungnnya dengan bernegara,
demokrasi mempunyai arti penting bagi masyarakat untuk menentukan adanya
jaminan terhadap penyelenggaraan negara, serta jaminan perlindungan terhadap
HAM. Dalam tahap perkembanganya, demokrasi mengalami berbagai
penyesuaian terhadap situasi dan keadaan. Demokrasi dalam pengertian Yunani
dan Athena Kuno berbeda dengan pengertian demokrasi moderen walaupun
mungkin pada prinsip dasarnya tetap sama. Hakekat demokrasi adalah bahwa
kekuasaan ada ditangan rakyat atau dengan kata lain negara diselenggarakan
berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat.

CJR 1
Demikian juga halnya di Indonesia perkembangan demokrasi dan HAM dapat
ditelusuri pengaturannya didalam konstitusinya, Sebelum UUD 1945 yang
berlaku sekarang ini, di Indonesia juga pernah berlaku Konstitusi RIS 1949 dan
UUS 1950. Seperti kita ketahui UUD 1945 hanya memuat 5 pasal yang mengatur
tentang HAM, yaitu pasal 27 sampai pasal 31, bila hal ini kita bandingkan dengan
kontitusi RIS 1949 dan UUDS 1950 ternyata kedua konstitusi yang disebut
terakhir lebih maju dalam pengaturan HAM, karena kedua konstitusi itu sudah
mengaturnya secara rinci dalam banyak pasal. Konstitusi RIS 1949 mengatur
dalam 35 pasal, yaitu pasal 7 sampai dengan pasal 41, sedangkan UUDS 1950
mengatur dalam 37 pasal, yaitu pasal 7 sampai dengan pasal 43. Konstitusi RIS
1949 dan UUDS 1950 mengatur masalah HAM dengan pasal-pasal yang
terperinci, jelas dan tegas. Hal tersebut tidak terdapat dalam UUD 1945 yang jauh
lebih sedikit jumlah pasalnya, tidak terperinci dan hanya mengatur beberapa
persoalan saja.

Setelah amandemen kedua UUD 1945 dan keluarnya Ketetapan MPR RI No.
XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, perkembangan HAM di Indonesia
semakin pesat. Dalam upaya pengembangan HAM di Indonesia, kita selalu
berpegang pada prinsip sebagai berikut:

1) Ratifikasi berbagai instrumen PBB tentang HAM hanya dapat dilakukan


sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
2) Hak Asasi Manusia dibatasi oleh hak dan kebebasan orang lain, moral,
keamanan dan ketertiban umum (TAP MPR No. XVII/MPR/1998).

Pasang surut perkembangan HAM di Indonesia dapat ditelusuri dalam


kehidupan bermasyarakat dan bernegara sejak berdirinya republik ini yang
dikuasai oleh beberapa rezim, mulai rezim orde lama, orde baru dan orde
reformasi, kuatnya pengaruh perkembangan HAM di dunia Internasional
mendapat respon positip dari penyelenggara negara di Indonesia ketika pada tahun
1998 MPR menetapkan TAP No XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
yang ditindaklanjuti dengan pembentukan Pengadilan HAM melalui Undand-
Undang No 26 tahun 2000.

CJR 1
Untuk melaksanakan amanat ketetapan MPR tersebut diatas, telah dibentuk-
undang- undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Pembentukan undang- undang tersebut merupakan perwujudan tanggung jawab
bangsa Indonesia sebagai Negara yang demokrasi dan juga sebagai anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Disamping hal tersebut pembentukan Undang-
undang Hak Asasi Manusia juga mengandung suatu misi pengemban tanggung
jawab moral dan hukun dalam menjunjung tinggi dan melaksanakan Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa,
serta yang terdapat dalam instrumen hukum lainnya yang mengatur Hak Asasi
Manusia yang telah disahkan atau diterima oleh negara Republik Indonesia.

Rumusan Hak Asasi Manusia dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia


eksplisit juga telah dicantumkan dalam Undang-undang Dasar 1945. Kemajuan
mengenai perumusan Hak Asasi Manusia tercapai ketika sidang umum Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1998 telah tercantum dalam
Garis-garis Besar Haluan Negara dan dengan keluarnya Undang-undang Nomor
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Hak Asasi Manusia adalah hak dasar yang melekat pada diri manusia yang
sifatnya kodrati dan universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan
berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup kemerdekaan perkembangan
manusia dan masyarakat, yang tidak boleh diabaikan, dirampas, atau diganggu
gugat oleh siapapun. Bangsa Indonesia menyadari bahwa hak asasi manusia
bersifat historis dan dinamis yang pelaksanaannya berkembang dalam kehidupan
masyarakat, berbangsa dan bernegara. Perumusan Hak Asasi Manusia pada
dasarnya dilandasi oleh pemahaman suatu bangsa terhadap citra, harkat, dan
martabat diri manusia itu sendiri.

Partisipasi dan peran masyarakat sangat penting dalam penegakan Hak Asasi
Manusia. Tanpa partisipasi masyarakat dan dukungannya maka penegakan Ham
akan sia-sia. Partisipasi dan peran masyarakat itu juga diatur dalam UU No. 39
Tahun 1999. Peran itu dapat dilakukan oleh perseorangan, kelompok, organisasi
politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat atau lembaga

CJR 1
masyarakat lainnya, semua elemen tersebut mempunyai hak untuk berpartisipasi
dalam perlindungan, penegakan dan pemajuan hak asasi manusia (Pasal 100).

Berdasarkan UU No. 39 Tahun 1999 masyarakat baik perseorangan


maupun kelompok juga diberi hak untuk ambil bagian agar berperan dalam
menegakkan dan memajukan Hak Asasi Manusia. Perseorangan atau kelompok
masyarakat atau LSM diberi kesempatan untuk menegakkan dan memajukan
sebagaimana tertuang dalam Pasal 100 UU No 39 Tahun 1999. Secara umum
dapat diartikan, adanya kemajuan pesat dibidang hukum di Indonesia, Karena
mengikutsertakan masyarakat, lembaga swadaya masyarakat lainnya untuk
berperan aktif. Dari Pasal 100 tersebut tercermin bahwa pengaruh politik ikut
berperan sehingga bagaimanapun kelak akan tercermin kepentingan atau tuntutan
politik. Pasal tersebut tidak mencantumkan ikutnya lembaga hukum secara khusus
walaupun tetap dianggap terakomodasi pada istilah “organisasi” atau “lembaga
kemasyarakatan” dalam rangka perlindungan, penegakan, dan pemajuan Hak
Asasi Manusia.

Diluar Negeripun banyak lembaga-lembaga masyarakat yang bergerak


didalam bidang penegakan dan pemajuan HAM, antara lain yang terkenal adalah
Amnesty Internasional. Dalam perkembangan sejarah manusia, kelompok-
kelompok manusia juga ikut berkembang karena menyangkut berbagai
kepentingan bersama, baik usaha, sosial, politik, dan lain-lainnya. Perkembangan
kelompok tersebut tidak dapat dihindarkan dan akan terus tumbuh, oleh sebab itu
Peran serta dan partisipasi masyarakat diharapkan mengikuti laju dan tumbuhnya
perkembangan tersebut, agar perlindungan Hak Asasi Manusia dapat ditegakkan
sesuai dengan peraturan Perundangan yang berlaku.

CJR 1
BAB III

KEUNGGULAN PENELITIAN

A. Elemen penelitian

Pada jurnal elemen yang ditilti cukup lengkap. Pertama-tama jurnal membahas
apa itu Hak Asasi Manusia. Jurnal juga menjelaskan tentang hubungan Hak Asasi
Manusia dengan Negara demokrasi, pentingnya Hak Asasi Bagi Indonesia. Pada
jurnal juga dibahas tentang perundang-undangan yang mengatur tentang Hak
Asasi Manusia di Indonesia. Jurnal juga membererikan contoh kasus yang pernah
ada di Indonesia, sehingga hasil penelitian cukup memuaskan.Kesimpulan jurnal
dijelaskan bahwa pentingnya Hak Asasi Manusia di Indonesia, serta
ditingkatkannya pengawasan tentang pelanggaran-pelanggaran Has Asasi
Manusia itu sendiri.

B. Origanilasi temuan

Pada jurnal yang telah saya angkat. Penulis memang merumuskan sendiri apa
yang telah dia teliti. Hasil dari penelitian juga menunjukkan bahwa penulis
melakukan penelitian dan menuliskan laporannya berbentuk jurnal ini juga sangat
terlihat hasil pekerjaan sendiri.

C. Kemukthariran masalah

Masalah yang dibahas sangat berguna bagi mahasiswa khususnya bagi yang
ingin memperdalam ilmunya tentang HAM. Masalah yang dibahas juga sangat
penting bagi mahasiswa untuk menanamkan pentingnya menjaga HAM sesama
manusia setanah air. Maka dari itu masalah yang telah diangkat sangat berguna.

D. Kohesi dan koherensi isi penelitian

Hasil penelitian dengan judul yang telah diterbitkan pada artikel ini sagat
sesuai. Isi dan pembahasan juga sangat berhubungan dengan apa yang telah
dibahas pada awal pendahuluan. Isi dari hasil penelitian juga dilengkapi dengan
data data yang sangat menunjang keterkaitan hubungan isi penelitian dengan apa
yang telah dilampirkan pada awal pendahuluan.

CJR 1
BAB IV

KELEMAHAN PENELITIAN

A. Elemen penelitian

Karna jurnal yang saya sangat lumayan bagus dan sanagat terjamin karena
adanya pembahsan lebih sebelum masuk ke penellitian, maka untuk
kelemahannya, mungkin sedikit

B. Originalitas temuan

Penelitian pada jurnal ini memang dilakukan secara pribadi. Namun penelitian
ini terjadi karna adanya penelitian lain yang dilakukan terlebih dahulu oleh orang
lain. Bisa dikatakan penelitian pada jurnal ini terjadi karena adanya inspirasi dari
penelitian yang terdahulu.

C. Kemuktahiran masalah

Karena masalah yang dibahas sngatlah berguna pada penerapannya, maka


untuk kekurangannya mungkin sedikit.

D. Kohesi dan koherensi isi penelitian

Semua yang dimuat pada jurnal sangatlah berhubungan satu sama lain dengan
judul maupun masalah yang dijadikan inti penelitian. Maka dari itu unutuk
kelemahannya mungkin sangatlah kecil dan mungkin tidak ada sama sekali.

CJR 1
BAB V

IMPLIKASI

A. Teori

Teori yang dimuat pada jurnal ini sangatlah berdampak positif bagi
pembacanya. Maupun masyarakat biasa atau mahasiswa jurnal ini sangat berguna
untuk referensi pemebelajaran.

B. Pembangunan di Indonesia

Jika semua pembaca yang sudah memahi isi dari materi jurnal ini. maka
diharapkan kesadaran masyarakat di Indonesia akan maju, bertambah dan
berkembang pesat.

C. Pembahasan dan analisis

Jurnal yang dibahas sangatlah berkaitan dengan mata kuliah yang saya ambil.
Penelitian yang dilakukan juga sangatlah menarik. Isi pada jurnal juga saling
berhubungan. Hasil dari penelitian jurnal juga lengkap dengan tabel data yang
mendukung kemuktahirannya. Bahkan menurut saya untuk kekurangan pada
jurnal ini sangatlah kecil dan tipis.

CJR 1
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari laporan yang telah saya sampaikan tadi, kita dapat menyimpulkan secara
keseluruhan bahwa jurnal yang dikritik dari segi sajian materi sangatlah baik,
karena setiap materinya ada memberikan penjelasan yang cukup, hasil penelitian
juga jelas, bahasa yang digunakan cukup mudah untuk dipahami oleh pembaca ,
dan yang pasti menambah wawasan baru bagi pembaca.Sedangkan dari segi
kekurangannya mungkin belum ada ataupun sedikit.

B. Saran

Disarankan untuk penulis agar membuat note kecil untuk kata yang sulit
dipahami dari jurnal yang ditulis. Dan diharapkan masyarakat maupun mahasiswa
membaca dan mendalami ini agar mampu dan mahir diterapkan di dunia nyata.
Dan besar harapan kami agar kritikal kami dapat diterima bagi pembaca dan
masyarakat luas.

CJR 1
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Rozali, 2002, Perkembangan HAM dan Keberadaan Peradilan HAM,
Ghalia Indonesia, Jakarta.

A. Hamid S. Attamimi, 1999, Peranan keputusan Presiden Republik Indonesia


dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Desertasi, UI, Jakarta.

Bazar harahap, 2006, Hak Asasi Manusia Dan hukumnya, Perhimpunan


cendekiawan indefenden Indonesia. Jakarta

Adji, Oemar Seno, 1984, KUHAP Sekarang, Jakarta: Penerbit Erlangga.

Atmasasmita, Romli, 2012, Teori Hukum Integratif, Yogyakarta: Genta


Publishing.

Esmi, Warassih P., 2005, Lembaga Prana Hukum Sebuah Telaah Sosiologis,
Semarang: Suryandaru Utama.

F.S., Anton, 2004, Wajah Peradilan Kita Kontriksi Sosial Tentang Penyimpangan
Mekanisme Kontrol dan Akuntanilitas Peradilan Pidana, Bandung: PT. Refika
Aditama.

Harahap, M. Yahya, 2000, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP


Penyidikan dan Penuntutan, Jakarta: Sinar Grafika.

CJR 1

Anda mungkin juga menyukai