Anda di halaman 1dari 13

DASAR-DASAR KEFILSAFATAN PANCASILA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3 (TIGA)

1. GUSTRI WANNA GEA (212119035)


2. ARMAN KASIH HAREFA (212119008)
3. DAMAI NIATKUS TELAMBANUA (212119017)
4. KEMURNIAN ZEGA (212119043)

SEMESTER/KELAS :III/A

FAKULTAS/PRODI :FKIP/PPKN

MATA KULIAH :FILSAFAT PANCASILA

DOSEN PENGAMPU :

AMSTRONG HAREFA, SH., M.H

UNIVERSITAS NIAS

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa yang telah memberikan rahmat,
taufik, dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini berjudul ‘‘DASAR-DASAR KEFILSAFATAN PANCASILA’’ Atas
terselesainyaa makalah ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan memberikan motivasi dakan menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini banyak kekurangan dan kelemahan yang
menyebabkan makalah masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab iu, penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Harapan penulis atas terbentuknya makalah ini semoga makalah ini memberikan informasi
bagi mahasiswa dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Gunungsitoli, 03 Oktober 2022

Penulis

Kelompok 3

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN

BAB II PEMBAHASAN

A. PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pancasila pada awal pertumbuhannya merupakan sebagai dasar filsafat negara hasil
kesepakatan dan perenungan yang mendalam para tokoh-tokoh kenegaraan Indonesia,
yang kemudian dihayati sebagai filsafat hidup bangsa. Pancasila sebagai filsafat hidup
merupakan seperangkat prinsip pengarahan yang dijadikan dasar dan memberikan arah
untuk dicapai dalam mengembangkan kehidupan nasional. Dan dengan dasar pengerahan
tersebut maka filsafat hidup bangsa dapat dihayati dan berkembang menjadi suatu ideologi
nasional.
Dalam mengembangkan Pancasila secara kafisafatan yang berusaha mengemukakan
hakikatnya secara manusiawi dan juga menyusunnya secara sistematik, pertama yang
harus dipelajari adalah tentang perenungan ke filsafat dan untuk mengetahui dan
membuktikan bahwa Pancasila sebagai sistem filsafat. Pancasila sebagai sistem filsafat
dalam pembuktiannya yang utama adalah dengan menunjukkan ciri-ciri filsafat yang
diterapkan dalam Pancasila dan juga dasar untuk mengembangkan ke filsafat dan
Pancasila. Dasar pengembangan filsafat pancasila ini berlandaskan pada hakikat kodrat
manusia.
Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa dan sebagai dasar filsafat negara, pada
dasarnya merupakan juga sebagai ideologi bangsa dan negara, dan termasuk juga ideologi
dinamika atau ideologi terbuka. Pancasila sebagai suatu ideologi terbuka penting juga
dikemukakan ciri-ciri kekhususannya, untuk membuktikan dan memantapkan bahwa
Pancasila memang sebagai ideologi dapat memenuhi tuntutan zaman dapat menyesuaikan
perkembangan masyarakat yang terus-menerus berkembang. Ideologi yang tidak dapat
menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat atau tidak dapat menyesuaikan
pemikiran para pendukungnya yang makin maju dalam bernegara dan bermasyarakat akan
ditinggalkan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Yang Dimaksud Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

C. TUJUAN
1. Untuk Mengetahui Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT


Pancasila sebagai hasil perundingan yang mendalam dari para tokoh-tokoh kenegaraan
Indonesia yang semula untuk merumuskan dasar negara yang akan merdeka adalah
merupakan suatu sistem filsafat, karena telah memenuhi ciri-ciri pokok filsafat. Demikian
juga Pancasila sebagai sistem filsafat, yang secara khusus sebagai filsafat hidup bangsa,
adalah berlandaskan pada hakikat kodrat manusia, walaupun semula tidak terpikirkan oleh
tokoh-tokoh kenegaraan Indonesia tentang hakikat kodrat manusia, namun karena betul-
betul perenungannya yang mendalam maka secara langsung dijiwai oleh hakikat kodrat
manusia dalam hidup bersama.Dua hal ini perlu dibuktikan juga kebenarannya dengan
penalaran yang runtuh dan sah, apakah benar Pancasila sebagai sistem filsafat dan juga
berlandaskan pada hakikat kodrat manusia.

a. Ciri-Ciri Filsafat
Dalam perenungan filsafat haruslah diusahakan untuk mulai dari bahan-bahan
yang ditetapkan secara baik dan berusaha menarik kesimpulan dari bahan-bahan
tersebut secara logis berhubungan satu dengan yang lain, sehingga hasilnya adalah
berisi kesimpulan sebagai bagan yang bagian-bagiannya secara logis berhubungan.
Bagan yang demikian ini disebut sebagai "bagan konsepsional yang bersifat rasional
". Yang ciri-cirinya adalah bersifat koheren bersifat menyeluruh bersifat mendasar
dan bersifat spekulatif.. ciri-ciri filsafat sebagai berikut ini:

1. Sistem filsafat harus bersifat koheren


Bagan konsepsional yang merupakan hasil perenungan ke filsafatan haruslah
bersifat koheren, yakni berhubungan satu dengan lainnya secara runtut tidak
mengandung pernyataan-pernyataan dan hal-hal yang saling bertentangan.
Pancasila sebagai sistem filsafat bagian-bagiannya tidak saling bertentangan
meskipun berbeda saling melengkapi dan tiap bagian mempunyai fungsi dan
kedudukan tersendiri. bagian-bagian tersebut merupakan satu kesatuan yang
bersifat organis, bentuk susunannya adalah hierarkhis-piramidal. Demikian juga
pelaksanaan Pancasila dalam kenegaraan dipancarkan ke tempat pola pikiran dan
dijelmalkan ke pasal-pasal undang-undang dasar 1945 juga runtuh tidak ada
penjabaran Pancasila yang bertentangan dengan konsep dasar sebagai nilai-nilai
5
yang diyakini kebenarannya, atau juga tidak ada penjabaran Pancasila yang
berlawanan dengan aksioma kehidupan manusia.

2. Sistem filsafat harus bersifat menyeluruh


Bagan konsepsional yang merupakan hasil perenungan filsafat harus bersifat
menyeluruh yakni memadai semua hal dan gejala yang tercakup dalam
permasalahannya sehingga tidak ada sesuatu yang di luar jangkauannya. Pancasila
sebagai filsafat hidup bangsa di dalamnya telah tersusun suatu pola yang dapat
memadai semua permasalahan kehidupan serta menampung dinamika masyarakat,
dan Pancasila sebagai dasar filsafat negara dapat mencakup semua permasalahan
kenegaraan yang berlandaskan hakikat kodrat manusia. Pancasila sebagai filsafat
hidup harus dapat mencakup semua permasalahan hidup manusia, yang pada
dasarnya dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu: masalah hidup menghadapi
diri sendiri, masalah hidup menghadapi sesama manusia, dan masalah hidup
menghadapi Tuhan. Dalam menghadapi diri sendiri diuraikan di dalam sila
kemanusiaan yang adil dan beradab. Dalam menghadapi sesama manusia, dalam
sila kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat. Dalam menghadapi Tuhan sila ketuhanan Yang maha esa dan
kemanusiaan yang adil dalam arti adil terhadap Tuhan

3. Sistem filsafat harus bersifat mendasar


Bagan konsepsional yang merupakan hasil perenungan ke filsafat dan harus
bersifat mendasar, yakni mendalam sampai ke inti-mutlak dari permasalahannya
sehingga merupakan hal yang sangat fundamental. Pancasila sebagai sistem
filsafat dirumuskan atas dasar inti -mutlak tata kehidupan manusia menghadapi
diri sendiri, sesama manusia, dan menghadapi Tuhan, dalam bermasyarakat dan
bernegara yang mewujudkan berketuhanan berkemanusiaan berpersatuan
berkerakyatan dan berkeadilan. Lima hal ini sebagai inti- mutlak atau sifat hakikat
eksistensi manusia dalam hidup bersama dalam menghadapi tiga persoalan hidup
manusia yang disebutkan di atas. Inti-mutlak ini ada dalam diri setiap manusia,
tidak ada manusia yang tidak ada lima hal itu dalam hidup bersama, yang
kemudian dalam pelaksanaan hidup disertai dengan ciri khas masing-masing inti-
mutlak tersebut. Dengan demikian jelas bahwa Pancasila sebagai sistem filsafat

6
telah terpenuhi adanya inti-mutlak yang dicari dan dibahas dalam pemikiran
kefilsafatan.

4. Sistem filsafat adalah bersifat spekulatif


Bagan konsepsional yang merupakan hasil perenungan ke filsafatan adalah
bersifat spekulatif, yakni merupakan buah pikir hasil perenungan sebagai
praanggapan yang menjadi titik awal serta pangkal tolak pemikiran sesuatu hal.
Praanggapan bukanlah secara kebetulan, tetapi suatu pola dasar yang dapat
diandalkan dengan penalaran yang logis. Pancasila sebagai dasar negara pada
permulaannya adalah merupakan buah pikir dari tokoh-tokoh kenegaraan yang
merupakan suatu pola dasar sebagai titik awal yang kemudian dibuktikan
kebenarannya. Jadi pada mulanya tokoh-tokoh pemikir kenegaraan hanya
berspekulasi bahwa Pancasila yang tepat digunakan sebagai dasar filsafat negara.
Semua pengetahuan yang sekarang ada pada awalnya juga dimulai dengan
spekulasi. Dari serangkaian spekulasi ini dipilih buah pikiran yang dapat
diandalkan dan merupakan titik awal dari penjajahan pengetahuan.

Dengan dasar uraian di atas maka jelaslah bahwa Pancasila sebagai sistem filsafat
adalah bersifat koheren, menyeluruh, mendasar, dan bersifat spekulatif. Bersifat
koheren dalam hubungan antar bagian-bagian dan pernyataan-pernyataannya. Bersifat
menyeluruh dalam hal meliputi semua tata kehidupan manusia bermasyarakat dan
bernegara. Bersifat mendasar dalam hal sampai ke inti mutlak tata kehidupan dan
hubungan manusia. Bersifat spekulatif yang merupakan praanggapan sebagai hasil
perenungan pada awal permulaannya.

b. Dasar filsafat Pancasila


Filsafat hidup bangsa yang berfungsi sebagai pedoman hidup, memang tepat
jika dirumuskan dari inti-inti kehidupan bangsa sendiri berupa jiwa bangsa yang
tercermin ke luar sebagai kepribadian bangsa. Inti kehidupan manusia pada dasarnya
berpangkal tolak pada hakikat kodrat manusia, sehingga pedoman hidup tersebut
bersifat manusiawi, dalam arti sesuai dengan kodrat manusia, dan tidak akan
bertentangan dengan kehendak manusia.
Hakikat kodrat manusia yang sebagai dasar filsafat Pancasila, menurut seorang
ahli pikir Indonesia, Notonagoro (1905-1981), adalah monopluralis, yaitu terdiri atas

7
beberapa unsur menjadi satu kesatuan. Hakikat kodrat manusia monopluralis ini
dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu sebagai berikut:
1. Susunan kodrat manusia monodualis.
Manusia hakikatnya adalah tersusun atas jiwa dan raga. Jiwa tanpa raga bukan
manusia, demikian juga raga tanpa jiwa juga bukan manusia, dengan demikian
jelaslah bahwa manusia ini disusun atas dua hal tersebut. Jiwa manusia ini tersusun
atas sumber daya: akal rasa kehendak. Sedangkan raga manusia tersusun atas: zat
benda mati, zat nabati, dan zat hewani.
Dua unsur susunan kodrat ini mempengaruhi pola hidup manusia. Jika manusia
dalam kehidupannya selalu mementingkan segi kejiwaannya termasuk juga
kerohaniannya tanpa memperhatikan raganya, maka akan sulit untuk mencapai
kebahagiaan jasmani atau juga kebahagiaan duniawi, ya itu hanya mementingkan
kebahagiaan rohaninya demikian juga sebaliknya jika manusia hanya
mementingkan segi raganya saja tanpa memperhatikan unsur jiwanya, maka hal ini
akan sulit dalam mencapai kebahagiaan rohani karena hanya mementingkan
duniawi atau juga hanya mementingkan kebahagiaan jasmani saja. Dalam pola
hidup yang manusiawi adalah menyeimbangkan antara kepentingan rohani dan
kepentingan jasmani yang selaras serasi Dan seimbang. Keseimbangan antara dua
kepentingan tersebut dasarnya adalah keseimbangan antara jiwa dan raga.
Keseimbangan dua unsur ini merupakan salah satu dasar filsafat Pancasila.
Sehingga tujuan negara yang berdasarkan Pancasila adalah untuk mewujudkan
masyarakat adil dan makmur sejahtera lahiriyah batiniah, hal ini berlandaskan
pada kesatuan unsur jiwa dan raga.

2. Sifat kodrat manusia monodualis


manusia hakikatnya adalah bersifat individu dan juga bersifat sosial. Hal ini
dapat dibuktikan bahwa manusia dapat merasakan bahwa sewaktu-waktu sifat
individunya yang lebih besar dan dapat juga sewaktu-waktu sifat sosialnya yang
lebih dominan. Dua sifat kodrat ini tidak dapat dihilangkan salah satu atau kedua-
duanya, karena merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan sebagai unsur
kondrat manusia.
Dua unsur sifat kodrat ini juga mempengaruhi pola hidup manusia. Jika
manusia atau suatu masyarakat dalam kehidupannya selalu menonjolkan sifat
individu saja, maka masyarakat tersebut bersifat individualis atau liberalis hanya
mementingkan hak individu tidak memperhatikan kepentingan bersama, sehingga
8
ada hak individu yang dapat menguasai hajat hidup orang banyak. Demikian juga
sebaliknya, jika manusia atau suatu masyarakat dalam kehidupannya hanya
menonjolkan sifat sosial saja, maka masyarakat tersebut bersifat sosialis atau
kolektif, yang terkenal juga dengan masyarakat komunis yaitu suatu masyarakat
yang hanya mementingkan warga hidup bersama yang tidak memperhatikan hak
individu, yang ada adalah hak bersama. Dalam pola hidup yang manusiawi adalah
menyeimbangkan antara dua hal tersebut, kepentingan individu dan kepentingan
sosial yang selaras serasi Dan seimbang keseimbangan antara dua kepentingan
tersebut dasarnya adalah keseimbangan antara sifat individu dan sifat sosial.
Keseimbangan dua unsur ini merupakan salah satu dasar filsafat Pancasila.
Sehingga masyarakat yang diinginkan dalam Pancasila adalah masyarakat yang
penuh kebahagiaan yang didasarkan atas hubungan manusia dengan
masyarakatnya yang selaras serasi seimbang, masyarakat yang berfaham
kebersamaan dan kekeluargaan.

3. Kedudukan kodrat manusia monodualis.


Manusia hakikatnya adalah berkedudukan sebagai pribadi mandiri dan juga
sebagai makhluk Tuhan. Dua unsur ini terbukti bahwa manusia adalah pribadi
berdiri sendiri tanpa berkreasi dan bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri
dan juga menyadari sebagai makhluk Tuhan. Dua hal ini tidak dapat diingkari
memang demikian kenyataannya manusia harus bertanggung jawab terhadap diri
sendiri dan juga kepada Tuhan.
Dua unsur kedudukan kodrat ini juga mempengaruhi pola hidup manusia. Jika
manusia dalam kehidupannya baik pribadi maupun bersama, selalu menonjolkan
sebagai pribadi yang berdiri sendiri terlepas dari pengaruh Tuhan, makan
kelompok manusia yang seperti ini hanya mengandalkan kemampuan akalnya
sehingga aturan kehidupan bersamanya diatur atas dasar pola pemikirannya sendiri
tanpa adanya pengaruh dari ajaran tuhan. Demikian juga sebaliknya, jika manusia
dalam kehidupannya baik pribadi maupun bersama selalu menonjolkan sebagai
makhluk Tuhan tanpa memperhatikan manusia sebagai pribadi yang mandiri,
maka kelompok manusia yang seperti ini dalam kehidupan bersamanya selalu
mengandalkan ajaran dari Tuhan dengan tafsiran yang dangkal tanpa
menggunakan pertimbangan akal budi. Dua kelompok manusia yang berbeda dan
berlainan pola pemikiran dalam kehidupan bersamanya ini sering disebut dengan
kelompok ekstrim kiri dan kelompok ekstrim kanan. Dalam pola hidup yang
9
manusiawi, kedua ekstrim itu harus ditarik titik temunya, dalam arti harus selaras
serasi Dan seimbang, jangan sampai condong ke kiri atau condong ke kanan.
Keseimbangan antara dua ekstrim ini dasarnya adalah keseimbangan antara unsur
kedudukan kodrat makhluk mandiri dan sebagai makhluk Tuhan. Keseimbangan 2
unsur ini merupakan salah satu dasar filsafat Pancasila.

Hakikat kodrat manusia yang paling kuat mempengaruhi sifat-sifat dan keadaan pola
kehidupan manusia adalah sifat kodrat manusia monodualis yang juga dijiwai oleh
susunan kodrat maupun kedudukan kodrat yang mempunyai faedah praktis dalam
bermasyarakat dan bernegara. Menurut notonagoro faedah praktisnya di dalam hal
hakikat dan sifat, tujuan dan lapangan tugas bekerjanya negara, atas dasar sifat individu
dan sifat sosial bagi rakyat Indonesia dapat untuk menentukan sikap diantara berbagai
sikap yang ada di seluruh dunia dengan tegas, yang dapat dipertanggungjawabkan pula
secara ilmiah, yaitu: bahwa negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila bukan negara
individualis dan bukan negara kolektif, akan tetapi yang mengandung sifat kedua-duanya
dalam keseimbangan yang harmonis, yang merupakan negara kekeluargaan, dan dengan
istilah ilmiah negara monodualistik. Keseimbangan ini bukan keseimbangan antara
individualis dan kolektif akan tetapi keseimbangan sifat kodrat manusia monodualis yang
dijelmankan langsung dalam pola hidup manusia bermasyarakat dan bernegara.

Negara Indonesia sebagai negara monodualis dalam pola pelaksanaannya secara


hakiki, warga negara terjamin sifat monodualisnya sebagai individu dan sebagai makhluk
sosial ke duanya dalam keseimbangan kesatuan yang harmonis. Dan selanjutnya jika
hakikat manusia digunakan sebagai dasar bagi tujuan dan lapangan tugas bekerjanya
negara maka dalam hal ini pula rakyat Indonesia dapat menentukan sikap yang tegas dan
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah yaitu: bahwa tujuan dan tugas negara tidak
hanya didasarkan atas pertentangan kepentingan perseorangan, dan juga tidak hanya
untuk memelihara kepentingan dan perdamaian, akan tetapi juga untuk menyalurkan
kerjasama antara makhluk-makhluk sosial, yaitu memelihara dan mengembangkan
keadilan kesejahteraan serta kebahagiaan kemanusiaan.

Faedah praktis Lain, juga menurut notonagoro, terletak dalam kemungkinan untuk
lebih mendalam menyelami kebenaran bahwa nasionalisme Indonesia bukanlah
nasionalisme yang sempit, yang chauvinistis, akan tetapi yang mengandung
internasionalisme, yang berperikemanusiaan, yang menginginkan kekeluargaan di antara
bangsa-bangsa, di antara negara-negara. Atau dengan istilah lain nasionalisme yang

10
berinternasionalisme, atau kebangsaan yang berperikemanusiaan. Dari uraian di atas,
dapat dikembalikan ajaran Pancasila dalam bermasyarakat dan bernegara kepada sifat
kodrat manusia yang mempunyai faedah praktis tersebut, karena sistem filsafat Pancasila
berlandaskan pada hakikat kodrat manusia monopluralis, yang secara tegas menempatkan
asas kemanusiaan dari Pancasila dalam kedudukan yang sederajat dengan dasar
kemanusiaan ideologi-ideologi dunia. Ideologi Pancasila sama halnya dengan ideologi-
ideologi dunia yang telah ada adalah berasaskan pada kodrat manusia. hanya saja
bedanya untuk ideologi Pancasila berlandaskan pada hakikat kodrat monopluralis, yaitu
terdiri atas beberapa unsur menjadi satu kesatuan secara dinamis dan harmonis selaras
serasi seimbang. Ideologi dunia yang sangat besar pengaruhnya pada saat sekarang ini
adalah tidak menyeimbangkan sifat kodrat monodualis, sehingga sifat keseimbangannya
terabaikan. Hal ini akan mewujudkan ketidakseimbangan kehidupan bernegara, karena
menghalangi kebebasan pribadi di satu pihak sehingga menimbulkan ketidakpuasan
warga negaranya, dan menumbuhkan kebebasan pribadi berlebihan di pihak lain sehingga
mengancam kearah kemerosotan moral. Negara yang berlandaskan hakikat kodrat
monopluralis hal-hal tersebut terhindari, karena menyeimbangkan segi kejiwaan dan
keragaan, kebutuhan pribadi dan sosial, pribadi mandiri dan sebagai makhluk Tuhan,
dalam bermasyarakat dan bernegara.

11
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa dan sebagai dasar filsafat negara, pada
dasarnya merupakan ideologi bangsa dan negara, dan termasuk juga ideologi dinamika
atau ideologi terbuka. Pancasila sebagai sistem filsafat telah memenuhi hakikat sebagai
suatu sistem di mana sistem-sistemnya itu tersusun atas ciri-ciri pokok filsafat yang secara
khusus sebagai filsafat hidup bangsa yang berlandaskan pada hakikat kodrat manusia.
Pancasila sebagai sistem filsafat harus memenuhi ciri-ciri filsafat yang terdiri dari sistem
filsafat harus bersifat koheren, sistem filsafat harus bersifat menyeluruh, sistem filsafat
harus bersifat mendasar, dan sistem filsafat adalah bersifat spekulatif. Ciri-ciri inilah yang
menjadi dasar dari Pancasila sebagai suatu sistem filsafat. Dasar filsafat Pancasila
didasarkan atas hakikat kodrat manusia yang monopluralis yang terdiri atas sepuluh unsur
kodrat manusia yaitu: akal, rasa, kehendak, zat benda mati, zat nabati, zat hewani, sifat
individu, sifat sosial, sebagai pribadi mandiri dan sebagai makhluk Tuhan Sehingga inilah
yang menjadi dasar dari filsafat Pancasila.

B. SARAN

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah (Pancasila Sebagai Sistem Filsafat) penyaji mengaharapkan materi yang
telah tertuang dalam makalah ini supaya bermanfat bagi pembaca sebagai referensi dalam
mengetahui arti pancasila sebagai sistem filsafat. Tentunya dalam pembuatan makalah ini
masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan
kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna sebagai bahan
perbaikan kedepannya

12
DAFTAR PUSTAKA

Noor Ms. Bakry. 1994. orientasi filsafat pancasila. Yogyakarta: liberty

13

Anda mungkin juga menyukai