Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa yang telah memberikan kami
rahmat serta kesehatan dan kesempatan. Sehingga kami bisa menyusun atau menyelesaikan tugas
tentang Makalah Penulisan ini kami sajikan secara ringkas dan sederhana sesuai dengan
kemampuan yang kami miliki, dan tugas ini disusun dalam rangka untuk memenuhi tugas pada Mata
Kuliah Sosiologi.
Dalam penyusunan tugas ini banyak kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu kritik yang
membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi kesempurnaan tugas ini, dan dalam
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan secara
khusus kami berterima kasih kepada Bapak Amstrong Harefa S.H.,M.H. selaku dosen Pengampu
Mata Kuliah Sosiologi. karena telah memberikan bimbingan kepada kami untuk menyelesaikan tugas
ini hingga selesai. Akhir kata kami sampaikan terimakasih Ya’ahowu.
Kelompok 3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................
B. Rumusan Masalah.....................................................................................
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................
A. Kesimpulan..............................................................................................
B. Saran........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perilaku individu atau sekelompok individu yang tidak sesuai dengan nilai dan
norma yang berlaku secara umum dalam masyarakat sering terjadi dalam kehidupan
kita sehari-hari. Teori ini dikemukakan oleh Edwin M.Lemert, menurutnya seseorang
berperilaku menyimpang karena proses labeling yang diberikan masyarakat kepadanya.
Labeling adalah pemberian julukan, cap, etiket, ataupun kepada seseorang. Pada
awalnya seseorang melakukan “penyimpangan primer” karena itu sang pelaku
penyimpangan mendapatkan cap (labeling) dari masyarakat. Karena adanya label
tersebut, maka sang pelaku mengidentifikasikan dirinya sebagai penyimpang dan
mengulangi lagi penyimpangan itupun menjadi suatu kebiasaan atau gaya hidup bagi
pelakunya.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan perilaku menyimpang dan perilaku kolektif !
2. Jelaskan Bentuk perilaku menyimpang dan perilaku kolektif!
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian tentang perilaku menyimpang dan perilaku kolektif
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk perilaku menyimpang dan perilaku kolektif
BAB II
PEMBAHASAN
Secara garis besar bentuk prilaku menyimpang di bedakan menjadi dua macam
yaitu:
a. Penyimpangan Positif
Pada Awalnya Yang dimaksud prilaku menyimpang adalah segaa
prilaku atau perbuatan yang tidak sejalan dengan pola-pola tingkah laku
masyarakat dimana ia berada. Biasanya prilaku ini selain merugikan
masyarakat juga membikin resah kehidupan sosial. Akan tetapi jika merujuk
pada teorli relativitas penyimpangan, maka akan timbul persoalan baru.
Misalnya jika dalam kenyataannya dari pola-pola prilaku masyarakat setempat
mayoritas memilki kebisaan yang menyimpang seperti madat, madon
(berzina), main judi, minum minuman keras, kemudian ada dua orang yang
rajin beribadah, tidak mau mengikuti pola-pola kebanyakan orang yang
menurutnya adalah penyimpangan, maka orang yang sebenarnya berprilaku
konform justru dikatakan menyimpang dari kebiasaan masyarakat
kebanyakan. Hanya tidak memiliki kebiasaan yang tidak sejalan dengan
dengan prilaku publik setempat, maka ia disebut menyimpang.
Dengan demikian, Penyimpangan positif adalah penyimpangan yang
terarah pada nilai-nilai sosial yang ideal(didambakan) walaupun cara atau
tindakan yang dilakukan tersebut seolah-olah kelihatan menyimpang dari
norma-norma yang berlaku, padahal sebenarnya adalah tidak menyimpang.
b. Penyimpangan Negatif
Mencari formula penyimpangan negatif tidak lah sukar. Patokannya
adalah jika terdapat perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok
orang yang dianggap tercela oleh masyarkat umum, dan menjadikannya
dikucilkan, dibenci dan dihukum, maka perbuatan ini dikatakan menyimpang
secara negatif. Prilaku menyimpang ini biasanya berakibat merugikan,
menyakiti bahkan menghilangkan nyawa orang. Misalnya mencuri,
membunuh, memerkosa dan lain sebagainya. Tetapi ada juga penyimpangan
yang tidak merugikan atau menyakiti orang lain, tetapi prilaku ini
dikategorikan sebagai tindakan menyimpang, seperti tidak sopan, melakukan
tindakan asusila seperti melacurkan diri, mengkonsumsi narkoba, minum
minuman keras, bahkan tidak mau mengerjakan sembahyang, melanggar adat
istiadat.
Dengan demikian, penyimpangan negatif adalah kecenderungan
bertindak kearah nilai-nilai sosial yang dipandang rendah dan akibatnya selalu
buruk.
a. Teori Labeling
Teori ini dikemukakan oleh Edwin M.Lemert, menurutnya seseorang
berperilaku menyimpang karena proses labeling yang diberikan masyarakat
kepadanya. Labeling adalah pemberian julukan, cap, etiket, ataupun kepada
seseorang. Pada awalnya seseorang melakukan “penyimpangan primer”
karena itu sang pelaku penyimpangan mendapatkan cap (labeling) dari
masyarakat. Karena adanya label tersebut, maka sang pelaku
mengidentifikasikan dirinya sebagai penyimpang dan mengulangi lagi
penyimpangan itupun menjadi suatu kebiasaan atau gaya hidup bagi
pelakunya.
b. Teori Sosialisasi
Teori Sosialisasi menyatakan bahwa seseorang biasanya menghayati
nilai-nilai dan norma-norma dari bebrapa orang yang dekat dan cocok dengan
dirinya. Jadi, bagaimanakah seseorang menghayati nilai-nilai dan norma-
norma sosial sehingga dirinya dapat melahirkan perilaku menyimpang, Ada
dua penjelasan yang dapat di kemukakan. Pertama, Kebudayaan khusus yang
menyimpang, yaitu apabila sebagian besar teman seseorang melakukan
perilaku menyimpang maka orang itu mungkin akan berperilaku menyimpang
juga. Sebagai contoh, beberapa studydi Amerika, menunjukkan bahwa di
kampung-kampung yang berantakan dan tidak terorganisir secara baik,
perilaku jahat merupakan pola perilaku yang normal (wajar)
c. Teori Pergaulan Berbeda ( Differential Association )
Teori ini diciptakan oleh Edwin H. Sutherland dan menurut teori ini
penyimpangan bersumber dari pergaulan dengan sekelompok orang yang telah
menyimpang. Penyimpangan didapatkan dari proses alih budaya (cultural
transmission) dan dari proses tersebut seseorang mempelajari subkebudayaan
menyimpangang (deviant subculture). Contoh teori pergaulan berbeda :
perilaku tunasusila, peran sebagai tunasusila dipelajari oleh seseorang dengan
belajar yaitu melakukan pergaulan yang intim dengan para penyimpang
(tunasusila senior) dan kemudian ia melakukan percobaan dengan melakukan
peran menyimpang tersebut.
d. Teori Anomie
Konsep anomie di kembangkangkan oleh seorang sosiologi dari
Perancis, Emile Durkheim. Istilah Anomie dapat diartikan sebagai ketiadaan
norma. Konsep tersebut dipakai untuk menggambarkan suatu masyarakat yang
memiliki banyak norma dan nilai yang satu sama lain saling bertentangan.
Suatu mayarakat yang anomis (tanpa norma) tidak mempunyai pedoman
mantap yang dapat dipelajari dan di pegang oleh para anggota masyarakatnya.
Selain Emile Durkheim ada tokoh lain yang mengemukakan tentang teori
anomie yaitu Robert K. Merton, ia mengemukakan bahwa penyimpangan
terjadi melalui struktur sosial. Menurut Merton struktur sosial dapat
menghasilkan perilaku yang konformis (sesuai dengan norma) dan sekaligus
perilaku yang dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan. Merton
berpendapat bahwa struktur sosial mengahasilkan tekanan kearah anomie dan
perilaku menyimpang karena adanya ketidakharmonisan antara tujuan budaya
dengan cara-cara yang dipakai untuk mencapai tujuan tersebut.
b) Perilaku Kolektif
Perilaku kolektif merupakan suatu fenomena dimana terjadinya
perkumpulan besaratau gerakan massa yang tersebar luas di seluruh ruang dan
waktu, serta berjuang untukmencapai tujuan, minat, atau aspirasi bersama.tersebar
luas di seluruh ruang dan waktu, yangberjuang untuk mencapai tujuan, minat, atau
aspirasi bersama.Tidak semua fenomena kolektif terjadi pada jarak dekat. Dalam
beberapa kasus,individu yang tersebar secara fisik dapat bertindak dan bereaksi
dalam cara yang tidak biasaFenomena aneh itu merupakan bagian dari gerakan
kolektif, gerakan massa, atau perilakukolektif yang tersebar, meskipun ini
terminologi sama sekali tidak diformalkan atau diakuisecara universal (Genevie,
1978; Smelser, 1962).Fenonema kolektif ini dapat terjadi karena beberapa hal
contohnya rumor, tren danjuga gerakan sosial.Rumor dapat meningkat menjadi
bentuk histeria massal ringan meskipun rumor jugadapat memberi sarana untuk
bertukar informasi kepada seseorang tentang situasi yangmengancam. Dalam
banyak kasus rumor memiliki efek menenangkan pada kelompok dankomunitas.
Namun, pada beberapa kasus lainya, rumor dapat memicu reaksi yang lebihnegatif
apabila dihadapi oleh ketidakpastian, hal ini yang memiliki peran secara tak
langsungdalam memicu kerusuhan dan kepanikan. Kepanikan dan kegilaan juga
sering didukung olehrumor, terutama ketika media massa mengabadikan desas-
desus kurang jelas tanpa adakepastian dalam laporan berita dan
pengumumannya(Allport & Postman, 1947; Milgram &Toch, 1969).
Perilaku kolektif bisa terjadi dimasyarakat mana saja, baik masyarakat yang
sederhana maupun yang kompleks. Menurut teori Le Bon perilaku kolektif dapan
ditentukan oleh 6 faktor berikut ini :[4]
a) Situasi social
Situasi yang menyangkut ada tidaknya pengaturan dalam instansi tertentu.
b) Ketegangan structural
Adanya perbedaan atau kesenjangan disuatu wilayah akan menimbulkan
ketegangan yang dapat menimbulkan bentrok ketidakpahaman
c) Berkembang dan menyebarnya suatu kepercayaan umum.
Misalnya : berkembangnya isu-isu tentang pelecehan suatu agama atau
penindasan suatu kelompok yang dapat menyinggung kelompok lain
d) Factor yang mendahului
Yakni factor-faktor penunjang kecemasan dan kecurigaan yang dikandung
masyarakat. Misalnya desas-desus isu kenaikan harga BBM, yang diperkuat
dengan pencabutan subsidi BBM, hal ini dapat memicu kuat sekelompok
orang untuk protes.
e) Mobilisasi perilaku oleh pemimpin untuk bertindak.
Perilaku kolektif akan terwujud apabila khalayak ramai
dikomando/dimobilisasikan oleh pimpinannya.
f) Berlangsungnya suatu pengendalian social.
Merupakan hal penentu yang dapat menghambat, menunda bahkan mencegah
ke 5 faktor diatas, misalnya : pengendalian polisi dan aparat penegak hukum
lainnya.
Dari keenam factor penentu tersebut merupakan suatu rangkaian yang dapat
menyebabkan terjadinya suatu perilaku kolektif.
Bersifat sementara.
Gaya hidupnya tidak didominasi oleh perilaku menyimpang.
Masyarakat masih mentolerir/menerima.
Contoh penyimpangan primer adalah siswa tidak mengenakan seragam
lengkap saat upacara, siswa tidak mengerjakan tugas,dan sebagainya.
b. Penyimpangan sekunder
Penyimpangan sekunder adalah perbuatan yang dilakukan secara khas
memerlihatkan perilaku menyimpang dan secara umum dikenal sebagai orang
yang menyimpang, karena sering melakukan tindakan yang meresahkan orang
lain. Adapun ciri-ciri penyimpangan sekunder adalah:
1. Gaya hidupnya didominasi oleh perilaku menyimpang.
2. Masyarakat tidak bisa mentolerir perilaku tersebut.
Contoh penyimpangan sekunder adalah semua
bentuk tindakan kriminalitas, seperti curanmor, perampokan,
pembunuhan, dan sebagainya.
c. Penyimpangan kelompok
Penyimpangan kelompok merupakan penyimpangan yang dilakukan
secara kolektif dengan cara melakukan kegiatan yang menyimpang dari norma
masyarakat yang berlaku. Misalnya komplotan perampok.
d. Penyimpangan individu:
Penyimpangan individu merupakan bentuk penyimpangan yang
dilakukan oleh seseorang dengan melakukan tindakan-tindakan yang tidak
sesuai norma-norma yang telah mapan dan nyata-nyata menolak norma
tersebut. Misalnya pencurian yang dilakukan seorang diri.
1. Tindak Kenakalan
Pertemuan antara dua atau lebih kelompok yang sama-sama nakal atau
kurang berpendidikan mampu menimbulkan perkelahian di antara mereka di
tempat umum sehingga orang lain yang tidak bersalah banyak menjadi korban.
COntoh : tawuran anak sma 70 dengan anak sma 6, tawuran penduduk berlan
dan matraman, dan sebagainya.
3. Penyimpangan Budaya
B. Saran
Setelah mengetahui berbagai konsep, bentuk dan faktor penyebab baik
perilaku kolektif maupun gerakan sosial, sebaiknya kita dapat menerapkan ilmu tersebut
dalam kehidupan sehari-hari dengan menghindari perilaku kolektif dan gerakan sosial yang
cenderung bersifat menyimpang.
DAFTAR PUSTAKA