Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

PENYIMPANGAN SEKSUAL TERHADAP HEWAN

Oleh :

Elmiati Nurdin
B012212016

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2022
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ..................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii

A. PENDAHULUAN ................................................................................................1

B. PEMBAHASAN ...................................................................................................2

C. PENUTUP .............................................................................................................5

1. Kesimpulan.......................................................................................................5
2. Saran ...............................................................................................................5

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................6

ii
A. Pendahuluan

Melihat pada Pasal 285 KUHP, Pemerkosaan berlaku terhadap persetubuhan manusia

dengan manusia ditambah dengan bumbu kekerasan dan paksaan. Seiring berkembangnya

kehidupan, maka fenomena dan kejadian terus terjadi serta bermacam bentuknya di tengah-

tengah kehidupan masyarakat. Perilaku bersetubuh juga terjadi antara manusia dengan

hewan, perbuatan ini dapat dikenal dengan sebutan zoofilia atau bestiality.

Zoofilia dapat diartikan sebagai perilaku yang mendatangkan kesenangan dan/atau

terlibat dalam aktivitas seksual dengan hewan. Yang dalam bahasa inggris dikenal dengan

istilah zoophilia. Kata zoofilia pertama kali diciptakan oleh psikiater Richard Von Krafft

Ebin dalam karyanya Psikopatia sexualis (1886).

Perilaku Penyimpangan seksual terhadap hewan (Zoofilia) sebenarnya telah

dipraktekkan sejak zaman romawi. Hanya saja pada saat itu tindakan ini tidak dikategorikan

sebagai perilaku menyimpang. Beberapa sumber menyebutkan bahwa perilaku

penyimpangan seksual terhadap hewan (Zoofilia) pada saat itu memiliki maksud yang

berbeda. Kadang-kadang praktik ini tidak hanya memiliki tujuan seksual, tetapi dapat

dikaitkan dengan ritual kesuburan, perburuan, dominasi spesies hewan, perampasan kualitas

magis hewan atau kekuatannya, dll. Bahkan zoofilia terkadang dipraktekkan sebagai obat

untuk menyembuhkan berbagai penyakit.

Penyimpangan seksual ini banyak diceritakan dalam mitologi yunani-romawi. Hal ini

dapat dilihat dalam mural yang telah ditemukan di Herculaneum kuno (kota saudara

Pompeii) yang menyindir kebiasaan di kalangan bangsawan Romawi, yang sering

melakukan penyimpangan seksual terhadap hewan (zoofilia).

Seiring perkembangan zaman masyarakat modern menyadari bahwa persetubuhan

yang dilakukan dengan hewan, bukan merupakan sesuatu yang patut. Pada tahun 2005

Amerika Serikat digemparkan dengan kasus zoofilia yang melibatkan seorang insinyur asal

Washington, bernama Kenneth. Kasus kenneth ini, diduga menjadi cikal bakal lahirnya

undang-undang yang melarang hubungan seks dengan hewan serta larangan terhadap

perekaman video aksi bestilitas di Washington. Di bawah undang-undang tersebut, pelaku


yang melanggar bisa dijerat hingga lima tahun penjara.

1
Di indonesia sendiri salah satu kasus zoofilia yang pernah terjadi yaitu kasus I Nengah

Sutarya yang terjadi di Bali, di mana secara sadar dan ketahuan melakukan hubungan

seksual dengan seekor sapi, yang dipergoki oleh masyarakat sekitar. Akibatnya pelaku

diadili oleh masyarakat adat melalui sanksi adat dan melakukan upacara adat bernama

Ngelarung untuk menyucikan kembali pelaku secara rohani.

Setelah kasus tersebut, semakin banyak bermunculan kasus zoofilia-zoofilia lainya.

Mulai dari kasus penyimpangan seksual terhadap kuda betina, kemudian seorang ABG

berinisial GA (18) bersetubuh dengan seekor sapi di Kabupaten Jembrana, ada pula kasus

menstruasi menggunakan cumi-cumi, serta kasus persetubuhan yang diduga dilakukan tiga

bocah asal Kelurahan Tanjungpura, Kecamatan Karawang Kota.

Banyaknya kasus yang bermunculan tidak diimbangi dengan peraturan hukum yang

ada. lemahnya aturan hukum nasional untuk mencakupi masalah demikian menyebabkan

kasus seperti ini masih sering bermunculan. Untuk mencegah hal tersebut maka diperlukan

aturan yang tegas dan konkrit untuk melindungi generasi penerus bangsa, sebagai kepastian

hukum dan perlindungan terhadap hewan. Sebab segala peraturan yang telah ada belum ada

yang secara tegas dan jelas mengatur perbuatan ini,

B. Pembahasan
Jika dilihat dari dari berbagai peraturan perundang-undangan yang ada, tidak terdapat

suatu undang-undang yang mengatur tentang larangan perilaku penyimpangan seksual yang

dilakukan terhadap hewan secara konkrit dan jelas. Sehingga jika kita melihat beberapa kasus

yang telah terjadi dikenakan pasal atau sanksi yang berbeda, sebab belum ada aturan yang

dijadikan patokan oleh penegak hukum.

Misalnya saja kasus yang pernah terjadi di Tasikmalaya seorang pemuda yang

melakukan pemerkosaan terhadap ratusan ayam dan kambing milik warga hingga tewas.

Untuk kasus ini Pihak kepolisian hanya dapat memberikan hukuman untuk kasus cabul yang

dilakukan tersangka, karena belum ada ketentuan pidana yang mengatur mengenai

persetubuhan dengan hewan, pemuda tersebut kemudian divonis hukuman 8 tahun penjara.
Berbeda dengan kasus zoofilia yang terjadi di Bali, di mana seseorang ketahuan melakukan

2
hubungan seksual dengan seekor sapi, hukuman yang diberikan kepada pelaku berupa sanksi

adat yakni upacara adat bernama Ngelarung untuk menyucikan kembali pelaku secara rohani.

Menurut Herlina Agustin salah seorang dosen, peneliti, serta pemerhati satwa dari

Pusat Studi Komunikasi Lingkungan Fakultas Ilmu Komunikasi UNPAD, menyampaikan

bahwasanya di Indonesia tidak ada undang-undang khusus yang berbicara soal

pelecehan/penyimpangan seksual terhadap hewan, sehingga semua masuknya ke dalam UU

Peternakan yakni Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 jo Undang-Undang Nomor 41

Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Kemudian, permasalahan lain yang

muncul dari tindakan ini adalah kerugian yang didapat oleh hewan seperti terluka, infeksi,

hingga mati. Hal-hal itu tidak ada aturan hukumnya. Tidak ada juga aturan atau prosedur

yang dijalankan bagi para pelaku.

Belum adanya peraturan yang mengatur secara tegas dan jelas, menyebabkan

penegakan hukum masih sangat sulit. Kita dapat berkaca pada salah satu kasus yang terjadi di

Kalimantan, orangutan betina bernama pony yang dijadikan budak seks untuk manusia. Dari

kasus Pony di Kalimantan, tidak ada upaya penegakan hukumnya, tidak jelas juga (aturan

hukumnya). Karena orangutan termasuk satwa yang dilindungi sehingga yang seharusnya

menaungi dia adalah Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem

Nomor 5 Tahun 1990. Akan tetapi, untuk masalah yang diderita oleh Pony, tidak terdapat
aturan yang jelas untuk menjerat pelakunya.

Belakangan ini jagat maya kembali digemparkan oleh cuitan salah seorang pengguna

twitter yang mengaku melakukan masturbasi menggunakan Cumi. Jika melihat dari definis

zoofiilia, maka perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai perilaku penyimpangan

seksual terhadap hewan (zoofilia). Meskipun mendapat respon yang begitu besar dari

masyarakat, pihak berwajib lagi-lagi tidak menindaklanjuti hal tersebut.

Sebagai bahan pertimbangan, beberapa negara di dunia telah mengatur mengenai

penyimpangan seksual terhadap hewan. Misalnya saja Malaysia dan Singapura telah

mengatur mengenai persetubuhan dengan hewan. Dalam kedua Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana, delik yang berhubungan dengan kesopanan dan kesusilaan dimasukkan
sebagai bagian dari BAB XVI yang berjudul “Offences Affecting the Human Body”. Dalam

3
BAB XVI tersebut diatur salah satunya mengenai delik atau perbuatan-perbuatan tidak wajar

(unnatural offences), yaitu persetubuhan yang bertentangan dengan hukum alam (carnal

intercourse against the order of nature) baik terhadap orang maupun binatang yang diatur

dalam Pasal 377.

Selain Malaysia dan Singapura, Negara Norwegia juga telah mengatur mengenai

zoofilia ini di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana negaranya. Delik kesusilaan

diatur dalam BAB 19 yang berjudul “Offences Against Public Moral” yaitu melakukan

perbuatan-perbuatan yang berkaitan dengan hubungan tidak senonoh (indecent relations)

antara sesama laki-laki atau dengan binatang dengan catatan menurut Pasal 213 hanya

dituntut apabila diperlukan untuk kepentingan umum.

Perancis, sebagai negara dengan system Civil Law, juga melarang perbuatan zoofilia

didalam KUHP nya pada Articl 521-1. Afrika Selatan juga turut mengatur mengenai zoofilia

dalam Part 4 Chapter 2 Sexual Offences Criminal Law (Sexual Offences And Relatrd

Matters) Amendment ACT 32 Of 2007 dengan jenis sanksi yang ditentukan oleh Hakim.

Untuk mencegah dan menghentikan maraknya perilaku penyimpangan seksual

terhadap hewan di Indonesia dapat dilakukan melalui upaya kriminalisasi perilaku

penyimpangan seksual terhadap hewan oleh pembentuk undang-undang dalam rangka

mengisi kekosongan hukum dan menjalankan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 jo


Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan serta

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan

Ekosistemnya yang menjamin dan melindungi hak hidup dengan aman untuk hewan sebagai

makhluk hidup.

Hal ini kemudian terjawab ketika pemerintah dalam hal ini DPR telah memasukkan

tindakan penyimpangan seksual terhadap hewan ke dalam rancangan Undang-undang (RUU

KUHP), yang diuraikan dalam Pasal 341 yang berbunyi: “Dipidana karena melakukan

penganiayaan hewan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda

paling banyak kategori II, Setiap Orang yang: a. menyakiti atau melukai hewan atau

merugikan kesehatannya dengan melampaui batas atau tanpa tujuan yang patut; atau b.
melakukan hubungan seksual dengan hewan.

4
Pasal di atas menunjukkan bahwa RUU KUHP sudah mulai memuat tentang

perbuatan penyimpangan perilaku seksual terhadap hewan namun lebih tertuju dan bertitik

pusat pada penganiayaannya saja, walaupun di dalam rumusan pasal di atas sudah memuat

tentang persetubuhan dengan hewan hanya saja itu masih kurang menjelaskan secara rinci.

Kebijakan hukum yang lebih baik kedepannya dalam menanggulangi penyimpangan

seksual terhadap hewan harus dibarengi dengan pembentukan peraturan yang lebih ideal

untuk menjawab persoalan yang timbul ditengah masyarakat, sehingga kedepannya

penyimpangan seksual terhadap hewan tidak terjadi kembali dan kesejahteraan hewan

menjadi lebih baik.

C. Penutup

1. Kesimpulan

Pengaturan tindak penyimpangan seksual terhadap hewan dalam hukum Indonesia

belum diatur secara konkrit dan jelas baik di dalam KUHP serta beberapa peraturan lainnya

yang berkaitan dengan hewan. Kebijakan hukum pidana yang akan datang terhadap tindak

penyimpangan seksual terhadap hewan diatur dalam Pasal 341. Hingga saat ini, RUU KUHP

berada pada tahap kebijakan legislative dan masih belum berlaku.

2. Saran
Agar Pemerintah segera membuat peraturan khusus terkait penyimpangan seksual

terhadap hewan sehingga jika kembali terjadi kasus serupa, para penegak hukum dapat

memproses, dan menjadikan aturan tersebut sebagai pedoman, atau acuan.

5
Daftar Pustaka

Avilés, Iván Gómez. Breve historia de la zoofilia : Mitología, arte y sociedad. Madrid:
Editorial verbum. 2020.
Beetz, Andrea M, and Anthony L. Podberscek . Bestiality and Zoophilia: Sexual Relations
with Animals. Britania Raya: Bloomsbury Publishing. 2005.
Cahyani, Nadillah, Nashriana Nashriana, And Mada Apriandi. Kriminalisasi Perilaku
Penyimpangan Seksual Terhadap Hewan. Jurnal ilmiah ilmu hukum: Sriwijaya
University, 2020.
Detik news.com. 4 Kasus Seks Menyimpang dengan Binatang di Indonesia. 18 deseber 2013.
https://news.detik.com/berita/d-2445447/4-kasus-seks-menyimpang-dengan-binatang-
di-indonesia/5
Karunia, Cindra. Nihilnya Penegakan Hukum dalam Penanganan Kekerasan Seksual terhadap
Hewan. Balairung pres: 21 Januari 2022. https:/ /www .balairungpress.com/2022/
01/nihilnya -penegakan- hukum- dalam-penanganan -kekerasan-seksual-terhadap-
hewan/.
Prasetyo, Prof.Dr.Teguh. Kriminalisasi dalam Hukum Pidana. Bandung: Nusamedia, 2019.

Anda mungkin juga menyukai