Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

HUKUM LINGKUNGAN

“PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN KEPIDANAAN”

DISUSUN OLEH :

Elmiati Nurdin : 10400117036

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAKASSAR

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

2019/2020
KATA PENGANTAR

ِ‫الر ِح ِيم‬
َّ ‫من‬
ِِ ‫الر ْح‬
َّ ِ‫للا‬
ِ ‫ِب ْس ِِم‬
Alhamdulillah puji syukur saya haturkan kepada Allah SWT yang masih
memberikan nafas kehidupan, sehingga saya dapat menyelesaikan pembuatan
makalah dengan judul “Penegakan Hukum Lingkungan Kepidanaan” dengan tepat
waktu. Tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang merupakan inspirator terbesar dalam segala
keteladanannya. Tidak lupa saya sampaikan terima kasih kepada dosen mata
kuliah hukum perburuhan yang telah memberikan tugas ini, serta orang tua yang
selalu mendukung kelancaran tugas saya.

Akhirnya saya sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah


ini, dan saya berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya,
dan pembaca yang budiman pada umumnya. Tak ada gading yang tak retak,
begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan
kritik yang konstruktif sangat saya harapkan dari para pembaca guna peningkatan
pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Samata, 30 Oktober 2019

Elmiati Nurdin

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
A. Latar Belakang .......................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................1
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................3


A. Hukum Acara dan Tahapan dalam Proses Peradilan .............................3
B. Asas Subsidaritas dalam Penanganan Tindak Pidana Lingkungan ........5
C. Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Lingkungan.................................7
D. Pembuktian dan Hubungan Kausalitas...................................................7

BAB III PENUTUP ..............................................................................................10


A. Kesimpulan..........................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penegakan hukum lingkungan kepidanaan tidak lain adalah penegakan
terhadap ketentuan-ketentuan pidana dari hukum lingkungan. Substansi,
wewenang kelembagaan, dan prosedur yang digunakan secara umum tunduk pada
ketentuan hukum lingkungan kecuali jika hal itu belum diatur secara khusus.
Dalam hal demikian, maka yang digunakan adalah ketentuan yang berlaku dalam
hukum pidana pada umumnya, misalnya mengenai lembaga peradilan, personil,
dan hukum acara yang berlaku. Ketentuan pidana di bidang hukum lingkungan
secara umum diatur dalam Pasal 94-120 UUPPLH 2009. Selain itu, ketentuan
pidana lingkungan juga diatur dalam peraturan perundang-undangan sector,
seperti UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan ekosistemnya (UU No. 5
Tahun 1990), UU No. 10 Tahun 1997 tentang Ketanaganukliran, UU No. 41
Tahun 1999 jo. UU No. 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan, UU No. 22 Tahun
2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi,
UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, UU No. 31 Tahun 2004 jo. UU
No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, dan UU lain sebagainya.

B. Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan
masalah dalam makalah ini sebagai berikut
1. Bagaimana Hukum Acara dan Tahapan dalam Proses Peradilan ?
2. Apa itu Asas Subsidaritas dalam Penanganan Tindak Pidana Lingkungan ?
3. Bagaimana Proses Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Lingkungan ?
4. Bagaimana Proses Pembuktian dan Hubungan Kausalitas ?

1
C. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini dilakukan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang
diharapkan dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun pembaca. Secara
terperinci, tujuan dari makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui Bagaimana Hukum Acara dan Tahapan dalam Proses
Peradilan ?
2. Untuk mengetahui Asas Subsidaritas dalam Penanganan Tindak Pidana
Lingkungan ?
3. Untuk mengetahui Bagaimana Proses Penyidikan Tindak Pidana di Bidang
Lingkungan ?
4. Serta Untuk mengetahui Bagaimana Proses Pembuktian dan Hubungan
Kausalitas ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hukum Acara dan Tahapan dalam Proses Peradilan


UUPPLH 2009 dan UU Lingkungan sector lainnya yang meuat ketentuan
pidana pada adasarnya hanya mengatur sanksi (ancaman) pidana dan tidak
mengatur hukum acara yang digunakan dalam proses peradilan. Oleh karena itu,
dalam proses peradilan pidana untuk menegakkan ketentuan-ketentuan pidana di
bidang lingkungan tetap menggunakan hukum acara pidana yang berlaku dalam
hukum pidana umum.

Secara umum proses penegakan hukum pidana (termasuk di bidang


lingkungan hidup) berdasarkan KUHAP meliputi tiga tahapan, yaitu penyidikan,
penuntutan, pemeriksaan di pengadilan, putusan hakim, dan upaya hukum.

1. Tahap Penyidikan
Penyidikan pada kasus pidana lingkungan pada dasarnya sama dengan tindak
pidana lainnya, karena bukan merupakan tindak pidana khusus, seperti korupsi,
tindak pidana ekonomi, subversive, HAM, dan lain-lain. Dalam tindak pidana
lingkungan ada pelibatan para ahli di bidang lingkungan sebagaimana
dimungkinkan dalam Pasal 120 KUHAP, secara ringkas proses penyidikan kasus
pidana lingkungan meliputi tahapan-tahapan berikut (Pasal 102-136 KUHAP):
(1) Tahap Penyelidikan, yang berupa pengumpulan bukti-bukti permulaan untuk
membuat terangnya perkara dan sebagai dasar pemeriksaan di TKP;
(2) Tahap Penindakan, meliputi pemanggilan semua orang yang diperlukan,
penangkapan dan penahanan jika diperlukan; penggeledahan dan penyitaan
barang bukti, penyegelan tempat bangunan dan alat-alat tertentu yang
berkaitan dengan pencemaran dan perusakan lingkungan;

3
(3) Tahap Pemeriksaan; pemeriksaan tersangka, saksi-saksi, dan keterangan ahli
termasuk pemeriksaan laboratorium;
(4) Tahap Penyelesaian dan Penyerahan perkara kepada Penuntut Umum (PU);

2. Tahap Penuntutan Perkara


Setelah berkas diserahkan oleh penyidik kepada PU, maka tahap selanjutnya
dilakukan pra penuntutan dan penuntutan oleh Jaksa PU. Secara umum
tahapannya sebagai berikut (Pasal 137-144 KUHAP):
1) Tahap Pra Penuntutan, yang meliputi :
a. Penelitian kelengkapan berkas hasil penyidikan;
b. Bila hasil penelitian belum lengkap, berkas dikembalikan kepada
penyidik dengan memberikan petunjuk untuk menyempurnakan hasil
penyidikan;
c. Menerima kembali penyerahan berkas tahap kedua dari penyidik untuk
dilengkapi, termasuk tersangka dan barang bukti serta penyerahan
tanggung jawab;
d. Melakukan pemeriksaan tambahan (jika diperlukan) terhadap saksi-
saksi, saksi ahli, dan barang bukti termasuk gelar perkara atau expose.
2) Tahap Penuntutan, meliputi :
a. Jika hasil penyidikan sudah lengkap, maka secepatnya membuat surat
dakwaan (Pasal 140 KUHAP);
b. Pelimpahan perkara dari JPU ke Pengadilan Negeri (PN).

Khusus untuk delik perikanan ada syarat tambahan untuk menjadi JPU
sebagaimana diatur dalam UU Perikanan, yaitu telah berpengalaman menjadi JPU
selama 5 tahun dan telah mengikuti pendidikan dan pelatihan teknis di bidang
perikanan serta cakap dan memiliki integritas moral selama menjalankan tugas.

3. Pemeriksaan di Pengadilan, Putusan Hakim dan Upaya Hukum


Setelah perkara dilimpahkan ke pengadilan, maka tahapan berikutnya
adalah pemeriksaan di siding pengadilan dan putusan hakim, khusus di bidang
perikanan pemeriksaan perkara dilakukan oleh hakim pengadilan pengadilan

4
perikanan yang dibentuk berdasarkan UU No. 31 Tahun 2004 jo. UU No. 45
Tahun 2009 tentang Perikanan. Selain tunduk kepada KUHAP, dalam hal tertentu
juga diatur tersendiri misalnya hakim pengadilan terdiri dari hakim karir dan
hakim ad hoc, penahanan oleh hakim paling lama 30 hari dan dalam jangka waktu
30 hari sejak penerimaan pelimpahan perkara dari PU, hakim sudah harus
menjatuhkan putusan.
Selain ketentuan di atas secara umum pemeriksaan perkara lingkungan di
peradilan meliputi tahapan-tahapan berikut :
1. Pemeriksaan di Sidang Pengadilan, meliputi pembacaan surat dakwaan,
eksepsi terdakwa/penasihat hukumnya, pemeriksaan ala-alat bukti,
keterang saksi, keterangan ahli, surat-surat, petunjuk (seperti foto-foto),
dan keterangan terdakwa; pengajuan surat tuntutan oleh JPU, pledoi
terdakwa, replik JPU, dan terakhir duplik dari terdakwa/penasihat
hukumnya (Pasal 145-190 KUHAP).
2. Putusan, dapat berupa putusan bebas (Pasal 190 (1) KUHAP), lepas dari
segala tuntutan hukum (Pasal 190 (2) KUHAP), dijatuhi pidana (Pasal 193
(1) KUHAP).
3. Upaya Hukum, berupa bading (Pasal 233 KUHAP) dan kasasi yang
merupakan upaya hukum biasa (Pasal 244 KUHAP), dan terhadap
mempunyai kekuatan hukum yang tetap dapat diajukan upaya hukum luar
biasa demi kepentingan hukum oleh JPU (Pasal 259 (1) KUHAP), serta
Peninjauan Kembali (Pasal 263 (1) KUHAP).

B. Asas Subsidaritas dalam Penanganan Tindak Pidana


Lingkungan
Dalam kamus hukum, asas subsidaritas yang berasal dari kata subside
yang artinya tambahan. Dengan demikian penerapan hukum pidana digunakan
sebagai tambahan jika hukum lain sudah tidak berfungsi. Dengan kata lain hukum
pidana sebagai ultimum remedium (upaya terakhir). Makna ini dianut pula dalam
UUPPLH 2009 sebagaimana dalam Penjelasan Umum angka 6 bahwa :

5
Penegakan hukum pidana lingkungan tetap memperhatikan asas ultimum
remedium yang mewajibkan penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya
terakhir setelah penerapan penegakan hukum administrasi dianggap tidak berhasil.
Penerapan asas ultimum remedium ini hanya berlaku bagi tindak pidana formil
tertentu, yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air limbah, emisi, dan
gangguan.

Ketentuan pidana tetap memperhatikan asas subsidaritas tanpa


membedakan kualifikasi tindak pidananya, asas subsidaritas adalah hukum pidana
didayagunakan apabila sanksi di bidang hukum lain, seperti sanksi admnistratif
dan sanksi perdata, dan alternative penyelesaian sengketa lingkungan hidup tidak
efektif. Dengan demikian dalam UUPPLH 2009 secara acontrario asas
subsidaritas tidak berlaku bagi tindak pidana lainnya, baik yang termasuk delik
formil maupun delik materil.

Jika disimak konstruksi hukum hukum di dalam rumusan pasal-pasal UU


PPLH 2009 ataupun undang-undang lingkungan sector lainnya, tidak
diketemukan ketentutan yang melarang penggunaan hukum pidana sebagai
premium remidium (upaya utama). Jika memang hal itu diperlukan. Dalam hal
tertentu misalnya jelas-jelas terjadi pencemaran dan perusakan lingkungan maka
hukum pidana boleh digunakan tanpa menunggu sanksi hukum lainnya terlebih
dahulu.

Dalam UUPPLH 2009 tidak mengharuskan sanksi pidana sebagai sanksi


alternative dan juga tidak melarang penerapan sanksi kumulatif (penerapan sanksi
pidana disamping sanksi lainnya), penerapan asas ultimum remidium ini hanya
berlaku bagi tindak pidana formil tertentu diluar itu maka berlaku premium
remidium.

6
C. Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Lingkungan
Selaras dengan ketentuan KUHAP, dalam Pasal 94 (1) UUPPLH 209
diatur bahwa penyidik tindak pidana di bidang lingkungan selain Penyidik Pejabat
Polri, juga Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan instasi
pemerintah yang bidang tugas dan tanggungjawabnya di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.

Perlu juga dipahami bahwa tidak semua delik lingkungan hidup


dilakukan oleh PPNS dari Kemetrian LIngkungan Hidup dan Badan atau Kantor
Lingkungan Hidup Daerah, penyidikan tindak pidana lingkungan hidup yang
terjadi di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia dilakukan oleh Penyidik
Perwira TNI AL, di bidang perikanan dilakukan oleh PPNS Perikanan, Perwira
TNI AL, Penyidik Polri dan di bidang kehutanan oleh PPNS di bidang kehutanan.

Jika ketentuan Pasal 94 UUPPLH dicermati , ternyata jika dibandingkan


dengan KUHAP, PPNS sudah diberi wewenang untuk menghentikan penyidikan,
penggeledahan, penangkapan, dan penahanan. Selain itu dalam hal penyidikan
telah selesai oleh PPNS maka disampaikan langsung kepada PU tanpa melalui
penyidik Polri sebagiamana ditentukan dalam Pasal 107 KUHAP. PPNS hanya
diwajibkan berkoordinasi dengan penyidik Polri pada saat melakukan
penangkapan dan pehananan, koordinasinya adalah tindakan berkonsultasi guna
mendapatkan bantuan personil, sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam
penyidikan dan juga dalam hal PPNS melakukan penyidikan untuk
memberitahukan dimulainya penyidikan kepada penyidik Polri serta dalam hal
pelimpaha perkara kepada PU (Pasal 94 UU PPLH 2009).

D. Pembuktian dan Hubungan Kausalitas


Salah satu kesulitan dalam penegakan hukum lingkungan kepidanaan
pada umumnya sehingga menyebabkan gagalnya perkara di pengadilan adalah
mengenai penyajian ala-alat bukti dan penetuan hubungan kausalitas antara
perbuatan dengan akibat dari perbuatan (cause and effect). Apakah harus

7
dibuktikan adalah perbuatannya semata, atau termasuk hubungan kausalitas antara
perbuatan dengan akibat dari perbuatan sangat tergantung pada rumusan delik
lingkungan yang dilanggar dan dijadikan dasar penuntutan.

Jika yang masuk kualifikasi delik formil, maka dibuktikan hanyalah


benar atau tidak telah terjadi perbuatan yang dilarang. Sebaliknya jika terjadi delik
materil maka yang harus dibuktikan selain perbuatan pidana juga akibat dari
perbuatan (hubungan kausalitas). Ketentuan Pasal 100-111 dan 113-115
merupakan delik formil, sedangkan ketentuan dalam Pasal 98, 99 dan 112
merupakan delik materil. Jika yang ingin dibuktikan adalah delik materil, unsur
akibat dalam pasal-pasal tersebut dapat berupa dilampauinya baku mutu air,
criteria baku kerusakan lingkungan hidup, atau terjadinya pencemaran/perusakan
lingkungan hidup yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain.

Pembuktian kasus lingkungan hidup umumnya mengalami kesulitan


dalam penyajian dan penentuan hubungan kausalitas. Pembuktian kasus
lingkungan seringkali terbentur pada penyajian fakta dan alat-alat bukti yang
seringkali bersifat ilmiah (scientific proof) dan menyangkut rahasia perusahaan.
Apalgai jika perusahaan yang diduga melakukan delik lingkungan yang
jumlahnya lebih dari satu dan membuang limbah yang mengandung unsur-unsur
yang sama, terutama yang bersifat kimia. Apalagi jika hal ini dihubungkan dengan
Pasal 183 KUHAP yang menegaskan putusan harus dengan dibuktikan dengan
dua alat bukti yang sah.

Dalam Pasal 96 UUPPLH terdapat perluasan alat bukti yaitu alat bukti
yang belum diatur dalam KUHAP, antara lain informasi yang diucapkan,
dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronikm magnetic, optik, dan/atau
alat bukti rekaman, data, atau informasi yang dapat dibaca, dilihat dan didengar
yang dapat dikeluarkan dengan dan/atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang
tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara
elektronik, tidak terbatas pada tulisan, suara atau gambar, peta rancangan foto atau

8
sejenisnya, huruf, tanda, angka, symbol atau perporasi yang memiliki makna atau
yang dapat dipahami atau dibaca.Untuk mengatasi kesulitan pembuktian dalam
tindak pidana lingkungan hidup sebaiknya mencotohi Jepang yang
memberlakukan asas praduga hubungan kausal (presumption of causation) dalam
hal menimbulkan bahaya seketika terhadap jiwa dan kesehatan masyarakat

9
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
UUPPLH 2009 dan UU Lingkungan sector lainnya yang meuat ketentuan
pidana pada adasarnya hanya mengatur sanksi (ancaman) pidana dan tidak
mengatur hukum acara yang digunakan dalam proses peradilan. proses penegakan
hukum pidana (termasuk di bidang lingkungan hidup) berdasarkan KUHAP
meliputi tiga tahapan, yaitu penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di pengadilan,
putusan hakim, dan upaya hokum.
Asas subsidaritas berasal dari kata subside yang artinya tambahan.
Dengan demikian penerapan hukum pidana digunakan sebagai tambahan jika
hukum lain sudah tidak berfungsi
Tidak semua delik lingkungan hidup dilakukan oleh PPNS dari
Kemetrian LIngkungan Hidup dan Badan atau Kantor Lingkungan Hidup Daerah,
penyidikan tindak pidana lingkungan hidup yang terjadi di Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE) Indonesia dilakukan oleh Penyidik Perwira TNI AL, di bidang
perikanan dilakukan oleh PPNS Perikanan, Perwira TNI AL, Penyidik Polri dan
di bidang kehutanan oleh PPNS di bidang kehutanan.
Salah satu kesulitan dalam penegakan hukum lingkungan kepidanaan
pada umumnya sehingga menyebabkan gagalnya perkara di pengadilan adalah
mengenai penyajian ala-alat bukti dan penetuan hubungan kausalitas antara
perbuatan dengan akibat dari perbuatan (cause and effect),

10
DAFTAR PUSTAKA
Akib, Muhammad. 2018. Hukum Lingkungan: Prespektif Global dan Nasional.
Depok: Rajawali Pers.

11

Anda mungkin juga menyukai