Anda di halaman 1dari 25

KEJAHATAN DAN PELANGGARAN MENGENAI

MEMBAHAYAKAN KEADAAN
(Studi Perbandingan Pengaturan di Negara Indonesia Vs Singapura)
Dosen pengampu DR.Yuni Priskila Ginting, SH.,M.H.

Caroline Benedicta Suparto 01051180021


Florencia Fransisca 01051180003
Francois Benjamin 01051180019

PROGRAM STUDI HUKUM BISNIS


UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
TANGERANG
2021
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................... 2-4


1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 2- 4
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................................... 4
BAB II ANALISA .................................................................................................................... 5-20
2.1 Pidana..................................................................................................................................... 5-9
2.1.1 Pengertian Pidana ............................................................................................................ 5-6
2.1.2 Jenis-Jenis Pidana............................................................................................................ 6-9
2.2 Tindak Pidana ...................................................................................................................... 9-11
2.2.1 Pengertian Tindak Pidana.............................................................................................. 9-10
2.2.2 Unsur-unsur Tindak Pidana ......................................................................................... 10-11
2.3 Pengaturan Tindak Pidana Membahayakan Keadaan di Indonesia. ................................. 11-14
2.4 Pengaturan Tindak Pidana Membahayakan Keadaan di Singapura .................................. 14-17
2.5 Perbandingan Pengaturan Tindak Pidana Membahayakan Keadaan di Indonesia Vs
Singapura ...................................................................................................................... 17-20
BAB III KESIMPULAN........................................................................................................ 21-22
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................................. 21
3.2 Saran ....................................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 23-24

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah “Ubi societas ibi ius”, dimana ada masyarakat disitu ada hukum, keberadaan
hukum untuk mengatur kehidupan masyarakat. Setiap negara memiliki pengaturan hukumnya
sendiri disesuaikan dengan sistem hukum yang dianutnya. Adanya hukum diharapkan dapat
memberikan keadilan, kepastian, kemanfaatan, memberikan perlindungan dan memajukan
nilai - nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.1 Keberadaan hukum sebagai senjata
terakhir/ ultimum remedium untuk mengatasi tindak pidana yang berada dalam masyarakat.
Adanya fenomena tindakan pidana dipicu faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti
kebutuhan ekonomi yang mendesak, faktor ketenagakerjaan (pengangguran), faktor taraf
kesejahteraan sedangkan faktor eksternal seperti tingkat pendidikan dan pengaruh dari
lingkungan sekitar, disamping itu masih terdapat motif lainnya. 2 Tindak pidana
membahayakan keadaan merupakan salah satu contoh dari banyaknya tindak pidana. Dalam
Indonesia Kitab Undang- Undang Hukum Pidana Indonesia mengatur hal tersebut.
Berdasarkan catatan sejarah corak sistem hukum Indonesia lebih condong ke arah civil law
meskipun memadukan antara sistem civil law dan common law.
Negara Indonesia merupakan negara hukum, tertuang dalam pasal 1 ayat (3) UUD
1945. Dapat diartikan bahwa negara Indonesia dalam segala kehidupan kenegaraannya didasari
dengan mekanisme hukum yang tegas dan jelas.3Pengaturan di KUHP Indonesia membedakan
tindak pidana menjadi dua yaitu kejahatan/ rechtsdelict (Buku ke-2) dan pelanggaran/ west
delict (Buku ke-3). Pelanggaran merupakan perbuatan yang ditetapkan oleh undang-undang
sebagai suatu ketidakadilan, contohnya tidak memakai helm saat berkendara. Kejahatan
merupakan perbuatan suatu ketidakadilan karena bertentangan dengan kaidah-kaidah dalam

1
Ibnu Artadi, “Hukum: Antara Nilai-Nilai Kepastian, Kemanfaatan Dan Keadilan,” Jurnal Ilmiah Hukum
dan Dinamika Masyarakat 4, no. 1 (2006):
67, http://jurnal.untagsmg.ac.id/index.php/hdm/article/view/362, diakses pada 11 Juni 2021.
2
Siti Maslichah and Erma Suryani, “Analisis Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Penyebab Timbulnya
Tindakan Kriminal Dengan Pendekatan Simulasi Sistem Dinamik Untuk Mengurangi Angka Kriminalitas,”
JURNAL TEKNIK POMITS 1, no. 1 (2012): 2, http://digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-27013-5208100084-
Paper.pdf, diakses pada 11 Juni 2021.
3
Janpatar Simamora,”Tafsir Makna Negara Hukum Dalam Perspektif Undang- Undang Negara Republik
Indonesia Tahun 1945”,Jurnal Dinamika Hukum 14,no.3 (September 2014):552,
http://dinamikahukum.fh.unsoed.ac.id/index.php/JDH/articel/view/318/0.

2
masyarakat sebelum ditetapkan oleh undang-undang sebagai suatu perbuatan pidana.4 Contoh
kejahatan yang diatur di dalam KUHP Indonesia diantaranya kejahatan terhadap keamanan
negara (pasal 104-129 KUHP), kejahatan terhadap ketertiban umum (pasal 153-181 KUHP),
kejahatan yang membahayakan keamanan umum bagi orang/ barang (pasal 187-206 KUHP),
dan lain- lain.5
Tindak pidana membahayakan keadaan dalam KUHP Indonesia diatur dalam Buku 2,
bab VII Pasal 187-206 KUHP Indonesia, tentang kejahatan yang membahayakan keamanan
umum bagi orang/ barang. Berdasarkan dokumen draft naskah akademik RUU tentang KUHP,
perbuatan yang membahayakan keamanan umum adalah perbuatan yang mencakup suatu hal
yang dapat menimbulkan kebakaran, ledakan dan banjir, memiliki serta mengakses benda yang
membahayakan orang serta keamanan umum, menghalangi/ mengganggu kegiatan
pemadaman kebakaran, perbuatan yang merintangi/ menghalangi pekerjaan memadamkan
kebakaran secara langsung atau tidak langsung, menghalangi atau mengganggu dalam kegiatan
penanggulangan banjir saat terjadi bencana banjir, suatu perbuatan yang membahayakan
umum seperti membuat bahan peledak tanpa adanya izin, perusakan kapal dan lain- lain.6
Beberapa undang- undang yang berhubungan dengan tindak pidana yang membahayakan
keamanan umum diantaranya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura,
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan, Undang-Undang Nomor 45 Tahun
2009 Tentang Perikanan, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan
pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik.

4
Supriyadi, “Penetapan Tindak Pidana Sebagai Kejahatan dan Pelanggaran Dalam Undang- Undang
Pidana Khusus,” Mimbar Hukum 1, no. 1 (2018): 391, https://jurnal.ugm.ac.id/jmh/article/view/15878
5
“JURNAL ILMIAH KAJIAN KEIMIGRASIAN,” Jurnal ilmiah kajian keimigrasian 1, no. 1 (2018): 21-22,
https://majalah.imigrasi.go.id/jurnalkeimigrasian/pdf/volume1no1/2.%20Klasifikasi%20Tindak%20Pidana
%20Kejahatan%20dan%20Pelanggaran%20dalam%20UU%20Keimigrasian%20(Maidah%20Purwanti)%
20Hlm.%2018-30.pdf.
6
Badan pembinaan hukum nasional, “DRAFT NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP),” dpr.go.id, accessed June 10, 2021,
https://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/RJ1-20181127-110919-8068.pdf.

3
Kasus tenggelamnya KMP Tampomas II di perairan Masalembo, Laut Jawa pada tahun
1981 merupakan contoh tindak pidana kejahatan membahayakan keadaan di Indonesia.7
Kejadian tersebut membekas dalam catatan sejarah dunia perkapalan di Indonesia. Diduga
disebabkan karena puntung rokok memicu kebakaran hebat akibat tangki bahan bakar kapal
mengalami kebocoran, disamping usia kapal yang tua. Akibatnya mesin kapal menjadi tidak
bekerja sehingga kapal karam dan harus dilakukan evakuasi darurat dan dalam kejadian
tersebut menelan korban jiwa. Peraturan tindak pidana membahayakan keadaan di Indonesia
berbeda dengan yang diterapkan di negara lain, contohnya dengan negara tetangga Indonesia,
Singapura yang menggunakan sistem hukum common law.8 Berdasarkan catatan sejarah
Singapura merupakan negara bekas jajahan Inggris dan salah satu anggota dari Commonwealth
of Nations. Dalam asas hukumnya menganut asas equality before the law bagi semua warga
negaranya, seperti Indonesia. Negara Singapura merupakan salah satu negara dengan tingkat
kejahatan terendah di dunia, tidak berarti tidak mengaturnya. 9 Tindak pidana di Singapura
diatur dalam the penal code of Singapore. Perbedaan pengaturan kejahatan membahayakan
keadaan Indonesia dan Singapura membuat penulis tertarik untuk membahasnya dalam karya
tulis ini.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, rumusan masalah yang diangkat
dalam karya tulis ini sebagai berikut:
1. Bagaimana suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana
membahayakan keadaan?
2. Bagaimana perbedaan pengaturan di negara Indonesia dan Singapura terkait
kejahatan membahayakan keadaan? (ditinjau dari dasar hukum, perbandingan
sanksi, perbedaan persamaan, dan kelebihan serta kekurangan di masing- masing
pengaturan )

7
Muhammad Radityo Priyasmoro, “Tragedi Tenggelamnya KMP Tampomas II di Laut Jawa 30 Tahun
Silam,” liputan6, Januari 27, 2021, https://www.liputan6.com/news/read/4466109/tragedi-tenggelamnya-
kmp-tampomas-ii-di-laut-jawa-30-tahun-silam.
8
“Introduction to Singapore's Legal System,” guidemesingapore, accessed June 28, 2021,
https://www.guidemesingapore.com/business-guides/immigration/get-to-know-singapore/introduction-to-
singapores-legal-system
9
Ibid

4
BAB II
ANALISA
2.1 Pidana

2.1.1 Pengertian Pidana


Istilah pidana sering, diartikan sama dengan istilah hukuman yang berasal dari
kata straf, merupakan istilah umum dan konvensional, dapat mempunyai arti luas dan
berubah- ubah. Hukuman adalah suatu pengertian umum, sebagai suatu sanksi yang
menderitakan atau nestapa yang sengaja ditimpakan kepada seseorang. Larangan dalam
hukum pidana secara khusus disebut sebagai tindak pidana. Menurut H. Suyanto di
dalam bukunya yang berjudul “PENGANTAR HUKUM PIDANA”, 10 Hukum Pidana
adalah sekumpulan peraturan hukum yang dibuat oleh negara, isinya berupa larangan
dan keharusan tersebut dikenakan sanksi yang dapat dipaksakan oleh negara.
Berdasarkan beberapa definisi pidana di atas dapat disimpulkan bahwa pidana
mengandung ciri-ciri antara lain sebagai berikut:

1. Pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa
atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan.
2. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai
kekuasaan (oleh yang berwenang)
3. Pidana itu dikenakan kepada seseorang atau badan hukum yang telah melakukan
tindak pidana menurut undang-undang.

Pengertian pidana tidak terbatas pada pemberian nestapa, tetapi digunakan agar
terciptanya tata tertib, pidana pada hakekatnya memiliki dua tujuan utama yakni
mempengaruhi tingkah laku dan untuk menyelesaikan konflik. Pidana di satu sisi tidak
hanya dimaksudkan untuk memberikan penderitaan kepada pelanggar atau membuat
jera, tapi di sisi lain juga ditujukan agar membuat para pelanggar dapat kembali hidup
bermasyarakat sebagaimana layaknya. Pidana yang dikenakan pada seseorang harus
dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan yang tertulis sebagai suatu legalitas
dari pidana yang diancamkan, hal ini ditemukan dalam KUHP sebagai induk dari

10
H.Suyanto, S.H., M.H., MKn. “PENGANTAR HUKUM PIDANA”. (Yogyakarta : Deepublish), hlm.3

5
Hukum Pidana Indonesia. KUHP memiliki suatu bagian yang paling penting yaitu
stelsel pidana, karena KUHP tanpa stelsel pidana tidak ada artinya.

2.1.2 Jenis-Jenis Pidana


Berdasarkan Pasal 10 KUHP disebut tujuh jenis pidana, yaitu:
A. Pidana Pokok:
1. Pidana mati
2. Pidana penjara
3. Pidana kurungan
4. Pidana denda
B. Pidana tambahan:
1. Pencabutan hak-hak tertentu
2. Perampasan barang-barang tertentu
3. Pengumuman putusan hakim
Dengan demikian, hakim tidak diperbolehkan menjatuhkan hukuman selain
yang dirumuskan dalam Pasal 10 KUHP:
1. Pidana Mati
Pidana mati adalah pidana terberat dari semua pidana yang
dicantumkan terhadap kejahatan yang sangat berat, misalnya pembunuhan
berencana (Pasal 340 KUHP), pencurian dengan kekerasan (Pasal 365 Ayat
4), pemberontakan yang diatur dalam Pasal 124 KUHP.
2. Pidana Penjara
Pidana penjara dengan membatasi kemerdekaan atau kebebasan
seseorang, berupa hukuman penjara atau kurungan. Hukuman penjara lebih
berat dari kurungan karena diancamkan terhadap berbagai kejahatan.
Adapun kurungan lebih ringan karena diancamkan terhadap pelanggaran
atau kejahatan yang dilakukan karena kelalaian. Hukuman penjara
minimum satu hari dan maksimum seumur hidup, hal ini diatur dalam Pasal
12 KUHP:
(1) Pidana penjara adalah seumur hidup atau selama waktu tertentu.
(2) Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek adalah satu hari dan paling
lama adalah lima belas tahun berturut-turut.

6
(3) Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun
berturut-turut dalam hal yang dipidananya hakim boleh memilih antara pidana
mati, pidana seumur hidup, dan pidana penjara selama waktu tertentu atau antar
pidana penjara selama waktu tertentu, begitu juga dalam hal batas lima belas
tahun dapat dilampaui karena perbarengan (concursus), pengulangan (residive)
atau karena yang telah ditentukan dalam Pasal 52.
(4) Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh lebih dari dua puluh
tahun.
3. Pidana Kurungan
Pidana kurungan lebih ringan daripada pidana penjara, antara lain dalam
melakukan pekerjaan yang diwajibkan dan kebolehan membawa peralatan
yang dibutuhkan terhukum sehari-hari, misalnya: tempat tidur, selimut, dll.
Lamanya pidana kurungan ini ditentukan dalam Pasal 18 KUHP yaitu :
(1) Lamanya pidana kurungan sekurang-kurangnya satu hari dan paling lama satu
tahun.
(2) Hukuman tersebut dapat dijatuhkan untuk paling lama satu tahun empat bulan
jika ada pemberatan pidana yang disebabkan karena gabungan kejahatan atau
pengulangan, atau ketentuan pada Pasal 52 dan 52 a.
4. Pidana Denda
Hukuman denda diancamkan pada pelaku pelanggaran dan
kejahatan, adakalanya sebagai alternatif atau kumulatif. Jumlah pengennan
hukuman denda diatur dalam Pasal 30 KUHP:
(1) Jumlah hukuman denda sekurang-kurangnya dua puluh lima sen.
(2) Jika dijatuhkan hukuman denda dan denda itu tidak dibayar maka diganti dengan
hukuman kurungan.
(3) Lamanya hukuman kurungan pengganti hukuman denda sekurang-kurangnya
satu hari dan selama-lamanya enam bulan.
(4) Dalam putusan hakim, lamanya itu ditetapkan begitu rupa, bahwa harga
setengah rupiah atau kurang, diganti dengan satu hari, buat harga lebih tinggi
bagi tiap-tiap setengah rupiah gantinya tidak lebih dari satu hari, akhirnya
sisanya yang tak cukup, gantinya tidak lebih dari satu hari, akhirnya sisanya yang
tidak cukup, gantinya setengah rupiah juga.
(5) Hukuman kurungan itu boleh dijatuhkan selama-lamanya delapan bulan dalam
hal-hal jumlah tertinggi denda itu ditambah karena ada gabungan kejahatan,
karena mengulangi kejahatan atau karena ketentuan Pasal 52 dan 52 a.
(6) Hukuman kurungan tidak boleh sekali-kali lebih dari delapan bulan.

7
Pidana denda tersebut dapat dibayar oleh siapa saja, baik keluarga
ataupun diluar dari pihak keluarga.
5. Pencabutan Hak Tertentu
Hal ini diatur dalam Pasal 35 KUHP:
(1) Hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam hal-hal yang
ditentukan dalam kitab undang-undang ini, atau dalam aturan umum lainnya ialah:
a. Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu;
b. Hak memasuki angkatan bersenjata;
c. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan
aturan-aturan umum;
d. Hak menjadi penasihat (raadsman) atau pengurus menurut hukum
(gerechtelijke bewindvoerder) hak menjadi wali, wali pengawas,
pengampu, atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anak
sendiri;
e. Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau
pengampuan atas anak sendiri;
f. Hak menjalankan pencaharian (beroep) yang tertentu; dan
g. Hakim tidak berwenang memecat seorang pejabat dari jabatannya jika
dalam aturan-aturan khusus ditentukan penguasa lain untuk pemecatan
itu.
6. Perampasan Barang Tertentu
Putusan perkara mengenai diri terpidana, barang yang dirampas
adalah barang hasil kejahatan atau barang milik terpidana yang digunakan
untuk melaksanakan kejahatannya. Hal ini diatur dalam pasal 39 KUHP:
(1) Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau sengaja
dipergunakan untuk melakukan kejahatan dapat dirampas.
(2) Dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang tidak dilakukan dengan sengaja, atau
karena pelanggaran, dapat juga dirampas seperti diatas, tetapi hanya dalam hal-hal
yang ditentukan dalam undang-undang.
(3) Perampasan dapat juga dilakukan terhadap orang yang bersalah oleh hakim
diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanya atas barang-barang yang telah disita.
7. Pengumuman Putusan Hakim
Hukuman tambahan dimaksudkan untuk mengumuman kepada
khalayak ramai (umum) agar masyarakat umum lebih berhati-hati terhadap

8
terhukum. Cara menjalankan pengumuman putusan hakim dimuat dalam
putusan (Pasal 43 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)

2.2 Tindak Pidana

2.2.1 Pengertian Tindak Pidana


Istilah delik atau het strafbaar feit dalam ilmu hukum memiliki banyak
pengertian yang bermakna serupa. Diantaranya ada yang menyebutkan delik sebagai
perbuatan yang dapat atau boleh dihukum, peristiwa pidana, perbuatan pidana dan
tindak pidana. Tindak pidana atau delik menurut wujud dan sifatnya adalah perbuatan
yang melawan hukum. Perbuatan ini merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan
dengan atau menghambat terlaksananya tata pergaulan dalam masyarakat yang
dianggap baik dan adil. Perbuatan anti sosial dapat dikatakan sebagai suatu tindak
pidana. Moeljatno memakai istilah “Perbuatan Pidana”, tidak menggunakan istilah
Tindak Pidana.11 Perbuatan Pidana menurut Moeljatno adalah perbuatan yang dilarang
hukum pidana dan diancam dengan pidana barang siapa yang melanggar. Berdasarkan
definisi diatas Moeljatno menjabarkan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut :12
a. Perbuatan;
b. Yang dilarang (oleh aturan hukum); dan
c. Ancaman pidana (bagi yang melanggar).
Menurut Simons, bahwa Strafbaar Feit adalah perbuatan melawan hukum
berkaitan dengan kesalahan schuld seseorang yang mampu bertanggung jawab.
Kesalahan yang dimaksud Simons adalah kesalahan dalam arti luas yang meliputi dolus
(sengaja) dan culpa late (alpa dan lalai).13 Pompe memberikan dua macam definisi,
yaitu bersifat teoritis dan bersifat perundang-undangan.14 Definisi teoritis adalah
pelanggaran norma (kaidah atau tata hukum), diadakan karena kesalahan pelanggar, dan
harus diberikan pidana untuk dapat mempertahankan tata hukum demi menyelamatkan

11
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001 hal 72
12
Ibid.
13
Ibid,hal 75.
14
Y.Kanter dan S.R.Sianturi,Asas- Asas Hukum Pidana di Indoensia dan Penerapannya, Storia
Grafika,Jakarta,2002, hal34.

9
kesejahteraan umum. Perbedaan-perbedaan istilah hanya menyangkut terminologi
bahasa yang ada serta untuk menunjukkan tindakan hukum apa saja yang terkandung
didalamnya. Menurut R. Tresno, strafbaar feit atau perbuatan pidana atau juga peristiwa
pidana adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan
dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya, terhadap
perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman.15 Ia mendefinisikan bahwa untuk
memenuhi syarat terjadinya suatu peristiwa pidana sebagai berikut :
- Harus ada perbuatan manusia;
- Perbuatan tersebut harus sesuai dengan apa yang dilukiskan didalam
ketentuan hukum;
- Harus terbukti adanya dosa pada orang yang berbuat yaitu bahwa orang
tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan;
- Perbuatan tersebut harus berlawanan dengan hukum; dan
- Terhadap perbuatan tersebut harus tersedia adanya ancaman hukumannya
di dalam undang-undang.

2.2.2 Unsur-unsur Tindak Pidana


Perbuatan dikatakan sebagai tindak pidana jika melawan atau melanggar hukum.
Menurut Van Bemelen, unsur tindak pidana diantaranya adanya unsur-unsur kesalahan,
kemampuan, bertanggungjawab, dan sifat melawan hukum dari perbuatan tersebut. Unsur-
unsur tindak pidana adalah syarat untuk mengetahui apakah perbuatan tersebut masuk dalam
kategori perbuatan yang melawan atau melanggar hukum. Menurut Van Bemelen, unsur-
unsur dari suatu tindak pidana diantaranya adanya unsur-unsur kesalahan, kemampuan,
bertanggungjawab, dan sifat melawan hukum dari perbuatan tersebut.16 Unsur-unsur dari
tindak pidana menurut Van Hamel meliputi:17
1. Perbuatan;
2. Perbuatan itu ditentukan oleh hukum pidana tertulis (asas legalitas) yang
merupakan perbuatan melawan hukum; dan

15
Op.cit,Adami Chazawi, hal 73.
16
P.A.F Lamintang,1997,Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia,PT.Citra Aditya Bakti, Cetakan Ketiga,
hal34
17
Ibid.

10
3. Bernilai atau patut dipidana.
Adapun unsur-unsur dari suatu tindak pidana yang diberikan oleh Simons yaitu:18
1. Suatu perbuatan manusia;
2. Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang; dan
3. Perbuatan itu dilakukan oleh seseorang atau lebih yang dapat
dipertanggungjawabkan.

2.3 Pengaturan Tindak Pidana Membahayakan Keadaan di Indonesia


Tindak Pidana membahayakan keadaan diatur dalam KUHPidana di dalam buku dua, bab
VII tentang kejahatan yang membahayakan keamanan umum bagi orang atau barang yaitu pasal
187-206 KUHP. Salah satu contoh tindak pidana membahayakan keadaan umum dapat disebabkan
oleh kebakaran. Menurut Wirjono Prodjodikoro mengemukakan bahwa tindak pidana pembakaran
merupakan salah satu kejahatan dan pelanggaran mengenai membahayakan keadaan yang dalam
19
KUHP. Adapun kejahatan-kejahatan yang membahayakan keamanan umum bagi orang dan
barang terbagi dalam 7 (tujuh) pasal dalam KUHP, yaitu Pasal 187, 187 bis, 188, 191bis, 191 ter,
200, dan pasal 201 yang menyebutkan bahaya umum sebagai unsur. Dalam hal ini pelaku
melakukan perbuatan “bahaya” tidaklah menjadi masalah apakah si pelaku menganggap adanya
“bahaya” atau tidak, melainkan akibat yang ditimbulkan dari perbuatan “bahaya” tersebut.
“Bahaya” dianggap ada meski nyatanya hal-hal yang baru kemudian datang, tanpa disangka
sebelumnya, dan yang turut menyebabkan datangnya malapetaka itu. Berikut ini unsur-unsur
tindak pidana kebakaran antara lain:

1. Barang siapa

Unsur “barangsiapa” disini adalah siapa saja yang merupakan subjek hukum sebagai
pendukung hak dan kewajiban yang mampu untuk mempertanggung jawabkan akibat
daripada perbuatan hukum.
2. Dengan Sengaja membakar

18
Adami Chazawi, Op.cit.hal73.
19
Wirjono Prodjodikoro,Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Insonesia,(Bandung:PT.Refika
Aditama,2002),Cet. Ke-5, Hal 133

11
Bahwa unsur “dengan sengaja membakar” adalah adanya nilai/rencana yang
dilakukan untuk membakar (menjadikan api dari suatu barang) sesuai dengan keinginan
pelaku.
3. Mendatangkan bahaya umum untuk barang
“Bahaya umum untuk barang” adalah bahwa disamping barang yang pertama-tama
diserang oleh pelaku, ada barang lain di dekatnya, yang ada bahaya akibat serangan tersebut.
“Mendatangkan bahaya umum untuk barang” adalah perbuatan yang dilakukan oleh pelaku
pada tempat dimana barang tersebut untuk kepentingan umum (publik).
Secara eksplisit, tindak pidana dengan sengaja menimbulkan kebakaran diatur dalam Pasal
187 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja
menimbulkan kebakaran, ledakan atau banjir, diancam:
1. Dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika karena perbuatan tersebut
di atas timbul bahaya umum bagi barang;
2. Dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika karena perbuatan tersebut
di atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain;
3. Dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua
puluh tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang
lain dan mengakibatkan orang mati.”
R. Soesilo menyebutkan bahwa kejahatan adalah suatu delik dolus. Memiliki arti bahwa
tindakan harus dilakukan dengan sengaja. Agar dapat dihukum, maka perbuatan-perbuatan
harus dapat mendatangkan bahaya bagi barang, bahaya maut atau bahaya maut bagi orang
lain dan ada orang mati. Yang penting adalah bahwa kebakaran itu harus dapat menimbulkan
bahaya umum bagi barang, bahaya maut bagi orang lain atau bahaya maut bagi orang lain dan
20
ada orang yang mati akibat perbuatan nya itu. KUHP tidak menjelaskan pengertian
kesengajaan. Prof. Satochid memberikan perumusan kesengajaan sebagai suatu perbuatan
yang didorong oleh suatu keinginan untuk berbuat atau bertindak.21Kesengajaan adalah
adanya kesadaran, niat dan kehendak pelaku untuk melakukan delik.22

20
R.Soesilo,Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Srta Komentar-omentar Lengkap Pasal Demi
Pasal,Penerbit Politeia,Jakarta,1985, hal152.
21
CST.Kansil dan Cristine st. Kansil, Pokok- Pokok Hukum Pidana,Pradnya Paramita,Jakarta,2004, hal
50.
22
Andi Hamzah,Terminologi Hukum Pidana, Sinar Grafika,Jakarta,2013,hal 140.

12
Tindak pidana dengan sengaja menimbulkan kebakaran diatur dalam Pasal 187
KUHP merupakan delik materiil. Delik materil adalah delik yang tekanannya adalah pada
akibat yang dilarang. Apabila akibat tidak terjadi maka perbuatan tersebut hanya berupa
percobaan tindak pidana saja.23 Dalam tindak pidana dengan sengaja menimbulkan
kebakaran, apabila akibat-akibat yang telah disebutkan dalam ayat (1), (2) dan (3) terjadi,
barulah tindakan tersebut dapat dipidanakan. Ketentuan dalam pasal ini merupakan kejahatan
yang disebut “delik dolus”, artinya kejahatan yang dilakukan dengan sengaja. Bila seseorang
melakukan perbuatan ini dengan tidak sengaja (karena kesalahannya), perbuatannya disebut
“delik culpa” dan dituntut menurut pasal 188. “Bahaya umum bagi barang” berarti bahaya
bagi barang-barang milik orang banyak (lebih dari seorang) atau barang-barang dalam jumlah
banyak milik seorang. Meskipun yang terbakar milik pelaku sendiri, jika pembakaran
mengakibatkan bahaya umum bagi orang lain, diancam hukuman.
Apabila yang dibakar milik pelaku sendiri dan tidak menimbulkan bahaya umum,
diancam hukuman dalam Pasal 496 KUHP. Namun jika barang yang dibakar adalah barang
yang diasuransikan diancam hukuman dalam Pasal 382 KUHP. 24 Selain itu terdapat beberapa
aturan lain dalam KUHP yang dapat digunakan oleh jaksa penuntut umum dalam menyusun
dakwaan dalam tindak pidana yang berkaitan dengan tindakan dengan sengaja menimbulkan
kebakaran yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Pasal tersebut adalah Pasal 388
KUHP dan Pasal 340 KUHP. Pasal 338 KUHP dan Pasal 340 KUHP terdapat dalam Bab ke-
XIX KUHP tentang kejahatan terhadap nyawa. Pasal 338 merupakan kejahatan yang
dinamakan makar mati atau pembunuhan (doodslag).
Pembunuhan berasal dari kata bunuh yang berarti mematikan, menghilangkan nyawa,
membunuh artinya membuat agar mati. Pembunuh artinya orang atau alat yang membunuh
dan pembunuhan berarti perkara membunuh, perbuatan atau hal membunuh. Perbuatan
dikatakan sebagai pembunuhan adalah perbuatan oleh siapa saja yang dengan sengaja
merampas nyawa orang lain.25 Isi Pasal 338 KUHP adalah: “Barangsiapa dengan sengaja
menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena makar mati dengan hukuman penjara
selama-lamanya lima belas tahun”. Diperlukan perbuatan yang mengakibatkan kematian
orang lain, sedangkan kematian itu disengaja, terdapat niat. Pembunuhan harus dilakukan

23
I Ketut Mertha,et.al,Buku Ajar Hukum Pidana, Universitas Udayana,Denpasar,2016,hal83.
24
R.Sugandhi,KUHP dan Penjelasannya, Usaha Nasional, Surabaya,1980,hal205-206.
25
Hilman Hadikusuma, Bahasa Hukum Indonesia,alumdi,Bandung,1992, hal 129.

13
segera, sesudah timbul maksud untuk membunuh. Apabila antara timbul maksud akan
membunuh dengan penyelenggaraannya, orang itu dengan tenang masih dapat memikirkan
bagaimana cara yang sebaik-baiknya untuk melakukan pembunuhan itu, maka dikenakan
Pasal 340 KUHP.26
Pasal 340 KUHP menyatakan bahwa: “Barangsiapa dengan sengaja dan dengan
direncanakan lebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain, dihukum karena pembunuhan
direncanakan (moord) dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara
sementara selama-lamanya dua puluh tahun” Kejahatan ini dinamakan pembunuhan dengan
direncanakan lebih dahulu (moord). Dapat dikatakan kejahatan ini suatu pembunuhan biasa
(doodslag) sebagaimana diatur dalam Pasal 338 KUHP namun dengan direncanakan dahulu.
Direncanakan dahulu (voorbedachte rade) artinya antara timbulnya maksud membunuh
dengan pelaksanaannya masih ada tempo bagi pembuat untuk dengan tenang memikirkan
dengan cara bagaimanakah pembunuhan dilakukan. Tempo waktu tidak boleh terlalu sempit
akan tetapi tidak perlu terlalu lama. Yang penting adalah apakah di dalam tempo waktu
tersebut pembuat dengan tenang masih dapat berpikir, sebenarnya masih ada kesempatan
untuk membatalkan niatnya untuk membunuh namun tetapi tidak dipergunakan.27

2.4 Pengaturan Tindak Pidana Membahayakan Keadaan di Singapura


Tindak pidana membahayakan keadaan di Singapura diatur di dalam penal code
Singapore Chapter XIV about offences affecting the public tranquility, public health, safety,
convenience, decency and morals (Pelanggaran yang mempengaruhi ketenaran masyarakat,
kesehatan masyarakat, keamanan, kenyamanan, kesesuaian dan moral). Dalam Chapter
tersebut mengatur sebanyak 34 hal, yaitu:
1. Affray (267A)
2. Punishment for committing affray (267B)
3. Making, printing, etc., document containing incitement to violence, etc. (267C)
4. Public nuisance (268)
5. Communicating false information of harmful thing (268A)
6. Placing or sending thing with intent to cause fear of harm (268B)

26
R.Soesilo,Op.ct,hal 240.
27
Ibid,hal 241.

14
7. Placing or sending thing causing fear of harm (268C)
8. Negligent act likely to spread infection of any disease dangerous to life (269)
9. Malignant act likely to spread infection of any disease dangerous to life (270)
10. Disobedience to a quarantine rule (271)
11. Adulteration of food or drink which is intended for sale (272)
12. Sale of noxious food or drink (273)
13. Adulteration of drugs (274)
14. Sale of adulterated drugs (275)
15. Sale of any drug as a different drug or preparation (276)
16. Fouling the water of a public spring or reservoir (277)
17. Making atmosphere noxious to health (278)
18. Rash driving or riding on a public (279)
19. Rash navigation of a vessel (280)
20. Exhibition of a false light, mark or (281)
21. Conveying person by water for hire in a vessel overloaded or unsafe (282)
22. Danger or obstruction in a public way or navigation (283)
23. Rash or negligent conduct with respect to dangerous or harmful (284)
24. Causing or contributing to risk of dangerous fire (285)
25. Presumption of cause of fire (286)
26. Rash or negligent conduct with respect to any machinery in possession or under
charge of offender (287)
27. Negligence in pulling down or repairing buildings (288)
28. Negligence with respect to any animal (289)
29. Punishment for public nuisance (290)
30. Continuance of nuisance after injunction to discontinue (291)
31. Sale of obscene books, etc (292)
32. Possession, distribution, etc., of child sex-doll (292A)
33. Sale, etc., of obscene objects to young person (293)
34. Obscene acts (294)
Oleh karena banyaknya hal yang diatur di dalam penal code Singapura terkait tindak pidana
membahayakan keadaan, penulis memilih tindak pidana membahayakan keadaan yang

15
disebabkan oleh kebakaran (285 & 286 penal code Singapore) untuk dibahas lebih lanjut di
karya tulis ini.
Dalam section 285 (1) penal code Singapore tentang membahayakan atau berkontribusi
terhadap risiko kebakaran berbahaya, mengatur bahwa :
“Barang siapa, dengan api atau segala sesuatu yang mungkin menyebabkan kebakaran, menyebabkan
atau secara gegabah menyebabkan atau secara substansial berkontribusi pada risiko menyebabkan
kebakaran, harus bersalah atas pelanggaran jika kebakaran tersebut terjadi dan salah satu dari berikut
ini berlaku:
(a) bahwa api kemungkinan besar akan menyebabkan luka atau cedera pada orang lain;
(b) bahwa api membahayakan kehidupan manusia;
(c) bahwa kebakaran menyebabkan kerusakan atau mengurangi nilai atau kegunaan dari setiap properti
milik orang lain atau Pemerintah;
(d) bahwa api menyebabkan luka atau cedera pada orang lain;
(e) bahwa api menyebabkan luka parah bagi orang lain;
(f) api itu menyebabkan kematian orang lain.”
Setiap orang yang melakukan tindak pidana tersebut dinyatakan bersalah dan dikenakan sanksi
pidana sebagai berikut :
- Jika kasus pelanggaran dilakukan dengan ayat (1) (a) atau (b), diancam dengan
hukuman penjara untuk jangka waktu yang dapat diperpanjang hingga satu tahun, atau
dengan denda yang dapat mencapai $5.000, atau dengan keduanya.
- Jika kasus pelanggaran dilakukan berdasarkan ayat (1) (c), diancam dengan hukuman
penjara untuk jangka waktu yang dapat diperpanjang hingga 18 bulan, atau dengan
denda, atau keduanya
- Jika kasus pelanggaran dilakukan berdasarkan ayat (1) (d), diancam dengan hukuman
penjara untuk jangka waktu yang dapat diperpanjang hingga 3 tahun, atau dengan
denda, atau dengan keduanya
- Jika kasus pelanggaran dilakukan berdasarkan ayat (1) (e), diancam dengan hukuman
penjara untuk jangka waktu yang dapat diperpanjang hingga 6 tahun, atau dengan
denda, atau dengan keduanya
- Jika kasus pelanggaran dilakukan berdasarkan ayat (1)(f), dengan hukuman penjara
untuk jangka waktu yang dapat diperpanjang hingga 7 tahun, atau dengan denda,
atau dengan keduanya.

16
Dugaan penyebab kebakaran diatur dalam section 286 penal code Singapore, mengatur
bahwa setiap orang menyimpan, menjatuhkan, meletakkan atau melempar rokok atau
bagiannya, cerutu, batang korek api, arang, dupa, segala bentuk bara atau segala sesuatu yang
dapat menyebabkan kebakaran di sembarang tempat, dan kebakaran terjadi di tempat itu atau
di sekitar tempat itu dalam waktu 60 menit dari waktu perbuatan itu, orang itu, sampai terbukti
sebaliknya, dianggap telah memberikan sumbangan yang berarti bagi resiko menyebabkan
kebakaran itu. Dalam memutuskan hukuman bagi pelanggar karena kejahatan dengan api,
pengadilan mempertimbangkan faktor-faktor berikut:
1. Luasnya kerusakan disebabkan oleh kebakaran, mengacu pada biaya pemulihan
properti atau tempat. Jika kebakaran mengakibatkan kerusakan parah, hukuman yang
lebih berat dapat dijatuhkan.
2. Apakah pelaku memiliki catatan kriminal masa lalu, dan jika demikian, apakah catatan
ini memiliki sifat yang serupa. Misalnya, jika pelaku memiliki beberapa catatan
pelanggaran terkait kekerasan, mungkin mencerminkan kecenderungan pelaku untuk
melakukan pelanggaran kekerasan, dan memerlukan hukuman yang lebih berat.
3. Apakah, pada saat melakukan pelanggaran, penilaian pelaku terganggu karena kondisi
kejiwaannya. Jika iya pengadilan dapat mempertimbangkan untuk menjatuhkan
hukuman lebih ringan. Jika putusan pelaku tidak terganggu meskipun memiliki
kondisi kejiwaan, maka pelaku berada dalam kondisi kejiwaan saat melakukan tindak
pidana dapat berdampak kecil dalam mengurangi hukuman pelaku.
4. Apakah pelaku sudah mengaku bersalah alih-alih mengklaim persidangan. Dimana
pelaku memilih untuk mengaku bersalah, mungkin menjadi faktor meringankan dan
menarik hukuman lebih ringan.

2.5 Perbandingan Pengaturan Tindak Pidana Membahayakan Keadaan di Indonesia Vs


Singapura
Dapat disimpulkan perbandingan perbedaan dan persamaan antara Indonesia dan
Singapura terkait tindak pidana kejahatan membahayakan dalam tabel sebagai berikut :

Indonesia Singapura

17
Sistem Hukum Civil Law system Common Law system

Sumber Hukum - Peraturan perundang- - Constitution


undangan - Legislation
- Kebiasaan - Subsidiary legislation
- Traktat/ treaty - Legal decisions made by
- Yurisprudensi judges.
- Doktrin

Sumber Hukum Undang -Undang Yurisprudensi & undang-undang yang


Utama yang mengandung peraturan hukum melalui
digunakan oleh penegakan hukum legislative 28
Hakim

Sistem Peradilan Tidak mengenal Jury Mengenal Jury

Sistem Presidensil Parlementer


pemerintahan

Bentuk Negara Kesatuan Kesatuan

Pengaturan Kitab Undang - Undang The Penal Code of Singapore


Tindak Pidana Hukum Pidana Indonesia/
KUHP Indonesia

Tindak pidana Diatur di dalam bab VII Diatur di dalam penal code Singapore,
membahayakan tentang kejahatan yang Chapter XIV about offences affecting
keadaan membahayakan keamanan the public tranquility, public health,
umum bagi orang atau barang safety, convenience, decency and
yaitu pasal 187-206 KUHP. morals (Pelanggaran yang
mempengaruhi ketenaran masyarakat,

28
Peter de Cruz, Perbandingan Sistem Hukum (terjemahan dari Comperative Law in a Changing World),
Bandung : Nusa Media, 2010. Hal 147

18
kesehatan masyarakat, keamanan,
kenyamanan, kesesuaian dan moral).

Tindak pidana Pasal 187 KUHP Indonesia Section 285 & 286 penal code
membahayakan Singapore
keadaan karena
kebakaran diatur
dalam

Dugaan penyebab Tidak mengatur dugaan Diatur di section 286 penal code
kebakaran penyebab kebakaran dalam Singapore.
KUHP Indonesia.

Sanksi terkait Pemberian sanksi disesuaikan Pemberian sanksi disesuaikan pada


tindak pidana pada akibat yang diberikan dari akibat yang diberikan dari tindakan
membahayakan tindakan tersebut. tersebut.
keadaan yang
diakibatkan oleh
kebakaran

Setelah membandingkan maka dapat diketahui bahwa terdapat kelebihan dan juga
kekurangan daripada sistem hukum common law ataupun civil law dalam menangani kejahatan
membahayakan keadaan:

Indonesia Singapura

Kelebihan Mengatur mengenai kelalaian dari Mengatur dugaan penyebab


kebakaran yang membahayakan kebakaran yang membahayakan
keadaan umum. keamanan umum

Kekurangan Tidak mengatur secara detail terkait Belum adanya aturan mengenai
dugaan penyebab kebakaran yang kelalaian dari kebakaran yang
membahayakan keamanan umum membahayakan keadaan umum.

19
seperti halnya yang diatur di dalam
penal code Singapura

20
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Dalam KUHP tindak pidana dibedakan menjadi dua yaitu kejahatan diatur di dalam
buku dua dan pelanggaran diatur di dalam buku tiga. Kebakaran merupakan salah satu tindak
pidana membahayakan keadaan yang diatur dalam buku dua KUHPidana, bab VII tentang
kejahatan yang membahayakan keamanan umum bagi orang atau barang yaitu pasal 187-206
KUHP. Suatu tindak pidana kejahatan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana jika
memenuhi unsur-unsur dari pada tindak pidana. Menurut Simons unsur tindak pidana adalah
suatu perbuatan manusia dimana perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh
undang-undang, dan perbuatan dilakukan oleh seseorang atau lebih yang dapat
dipertanggungjawabkan. Unsur-unsur dari pada tindak pidana kebakaran antara lain: Unsur
“barangsiapa” adalah siapa saja yang merupakan subjek hukum sebagai pendukung hak dan
kewajiban yang mampu untuk mempertanggung jawabkan akibat daripada perbuatan hukum.
Kemudian unsur “dengan sengaja membakar” adalah nilai/rencana yang dilakukan untuk
membakar (menjadikan api dari suatu barang) sesuai keinginan pelaku dan melihat dampaknya
dimana apakah, mendatangkan bahaya umum untuk barang
Indonesia dengan sistem hukum (civil law) maupun Singapura dengan sistem hukum
(common law) keduanya memiliki pengaturan keadaan membahayakan yang disebabkan oleh
kebakaran. Indonesia sanksi dan Singapura dalam pemberian sanksi tindak pidana
membahayakan keadaan sama- sama disesuaikan dengan akibat kejadian tersbut. Tindakan
tersebut dinilai oleh jury dan putusan dari sanksi dinyatakan oleh hakim. Perbedaan pengaturan
terletak pada dugaan penyebab kebakaran dimana Indonesia tidak mengaturnya namun
Singapura mengatur hal tersebut dalam section 286 penal code. Tindak pidana membahayakan
keadaan karena kebakaran di Indonesia dianggap sebagai kejahatan sedangkan Singapura
menganggapnya sebagai pelanggaran. Kebakaran di Singapura ke dalam kejahatan berat
sehingga pelaku dapat ditahan tanpa ada surat terlebih dahulu.

21
3.2 Saran
Pada dasarnya di setiap negara, baik Indonesia dengan sistem hukum (civil law)
maupun Singapura dengan sistem hukum (common law) memiliki pengaturan mengenai
tindak pidana membahayakan keadaan. Salah satu contohnya mengenai kebakaran yang
membahayakan keadaan serta memiliki potensi menimbulkan kerugian. Saran penulis bagi
Indonesia adalah memperjelas pengaturan keadaan membahayakan umum khususnya
kebakaran seperti di penal code Singapura yang mengatur dugaan pengebab kebakaran.
Kemudian saran untuk negara Singapura adalah mengatur tindak pidana membahayakan
keadaan khususnya kebakaran dengan dibagi menjadi dua yaitu yang disengaja dan karena
kelalaian seseorang seperti yang diatur dalam KUHP Indonesia. Saran bagi pembaca dari
penulis, sekiranya dapat menjadikan karya tulis ini sebagai salah satu sumber dalam
penelitian lebih lanjut oleh penulis baru dengan menggalinya lebih dalam.

22
DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
Chazawi, Adami, (2001), Pelajaran Hukum Pidana 1, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, (2002), Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya,
Storia Grafika, Jakarta.
Kansil, CST dan Cristine ST. (2004) Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Pradnya Paramita,
Jakarta.
Hamzah, Andi, (2013), Terminologi Hukum Pidana¸Sinar Grafika, Jakarta
Lamintang, P.A.F.(1997), Dasar – Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,
Cetakan Ketiga.
Mertha, I Ketut, et.al, (2016), Buku Ajar Hukum Pidana, Universitas Udayana, Denpasar.
Prodjodikoro, Wirjono, (2002), Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, PT. Refika Aditama,
Bandung, Cet. ke-5.
Soesilo, R. (1985) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-Komentar Lengkap
Pasal Demi Pasal, Penerbit Politeia, Jakarta.
Sugandhi, (1980), KUHP dan Penjelasannya, Usaha Nasional, Surabaya.
Hadikusuma, Hilman, (1992), Bahasa Hukum Indonesia, Alumni, Bandung.
Peter de Cruz, 2010, Perbandingan Sistem Hukum (terjemahan dari Comparative Law in a
Changing World), Nusa Media. Bandung.

Jurnal Online :
2018. JURNAL ILMIAH KAJIAN KEIMIGRASIAN. Jurnal ilmiah kajian keimigrasian 1, no. 1:
21-22.
https://majalah.imigrasi.go.id/jurnalkeimigrasian/pdf/volume1no1/2.%20Klasifikasi%20Tin
dak%20Pidana%20Kejahatan%20dan%20Pelanggaran%20dalam%20UU%20Keimigrasian
%20(Maidah%20Purwanti)%20Hlm.%2018-30.pdf.
Artadi, Ibnu. 2006. Hukum: Antara Nilai-Nilai Kepastian, Kemanfaatan Dan Keadilan. Jurnal
Ilmiah Hukum dan Dinamika Masyarakat 4, no. 1: 67.
http://jurnal.untagsmg.ac.id/index.php/hdm/article/view/362.

23
Dermawanti, Abdul Hoyyi, and Agus Rusgiyono. 2015. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kriminalitas di Kabupaten Batang Tahun 2013 Dengan Analisis Jalur. JURNAL GAUSSIAN
4, no. 2: 248. https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/gaussian/article/view/8423.
Maslichah, Siti, and Erma Suryani. 2012. Analisis Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal
Penyebab Timbulnya Tindakan Kriminal Dengan Pendekatan Simulasi Sistem Dinamik
Untuk Mengurangi Angka Kriminalitas. JURNAL TEKNIK POMITS 1, no. 1: 2.
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-27013-5208100084-Paper.pdf.
Simamora, Janpatar. 2014. Tafsir Makna Negara Hukum Dalam Perspektif Undang- Undang
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jurnal Dinamika Hukum 14, no. 3 (September):
552. http://dinamikahukum.fh.unsoed.ac.id/index.php/JDH/article/view/318/0.
Supriyadi. 2018. Penetapan Tindak Pidana Sebagai Kejahatan dan Pelanggaran Dalam Undang-
Undang Pidana Khusus. Mimbar Hukum 1, no. 1: 391.
https://jurnal.ugm.ac.id/jmh/article/view/15878.

Website :
Badan pembinaan hukum nasional. “DRAFT NASKAH AKADEMIK RANCANGAN
UNDANG-UNDANG TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA
(KUHP).” dpr.go.id Accessed June 10, 2021. https://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/RJ1-
20181127-110919-8068.pdf.
Guidemesingapore. 2021. “Introduction to Singapore's Legal System.” Accessed June 28, 2021.
https://www.guidemesingapore.com/business-guides/immigration/get-to-know-
singapore/introduction-to-singapores-legal-system.
Priyasmoro, Muhammad Radityo. 2021. Tragedi Tenggelamnya KMP Tampomas II di Laut Jawa
30 Tahun Silam. liputan6, Januari 27.
https://www.liputan6.com/news/read/4466109/tragedi-tenggelamnya-kmp-tampomas-ii-di-
laut-jawa-30-tahun-silam.

24

Anda mungkin juga menyukai