Anda di halaman 1dari 15

PERAN LEMBAGA LEMBAGA HUKUM DI INDONESIA

A. Kepolisian
Tugas utamanya adalah menjaga keamanan dan ketertiban di
masyarakat, melindungi, mengayomi, melayani masyarakat dan menegkkan
hukum. Sebagai aparat hukum polisi dapat menjalakan fungsinya sebagai
penyelidik dan penyidik. Polisi juga berwenang untuk menangkap orang yang
diduga melakukan tindak kejahatan. Hasil pemeriksaaan yang dilakukan oleh
polisi terhadap pelaku tindak criminal disbut dengan BAP (berita acara
pemeriksaan)
yang
akan
diserahkan
kepada
kejaksaan.
Kepolisian Negara diatur oleh UU No. 2 Tahun 2002.
Tugas pokok kepolisian Negara Republik Indonesia adalah :
1. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
2.menegakkan hukum, dan
3.memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
mayarakat.
Untuk melaksanakan tugasnya, kepolisian antara lain berwenang :
1.
menerima
laporan
dan
pengaduan
2. menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat menganggu
ketertiban
umum
3. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat.

B. Kejaksaan
Kejaksaan Republik Indonesia diatur oleh UU No. 16 Tahun 2004,
yang dalam undang-undang itu disebutkan bahwa diselenggarakan oleh
Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri. Kejaksaan adalah
alat negara sebagai penegak hukum yang juga berperan sebagai penuntut
umum dalam perkara pidana. Jaksa adalah alat yang mewakili rakyat untuk
menuntut seseorang yang melanggar hukum pidana maka sisebut penuntut
umum yang mewakili umum.
Kejaksaan
merupakan
aparat
Negara
yang
bertugas
:
1. Untuk melakukan penuntutan terhadap pelanggaran tindak pidana di
pengadilan.
Di sini jaksa melakukan penuntutan atas nama korban dan masyarakat yang
merasa
dirugikan
2. Sebagai pelaksana (eksekutor) atas putusan pengadilan yang telah
berkekuatan
hukum
tetap.
Aparat kejaksaan akan mempelajari BAP yang diserahkan oleh
kepolisian. Apabila telah lengkap maka kejaksaan akan menerbikan P21 yang
artinya
siap
dibawa
ke
pengadilan
untuk
disidangkan.
Tugas
dan
wewenang
jaksa
di
bidang
pidana
antara
lain:

1)
melakukan
penuntutan
2) melaksanakan keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap
3) melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasar UU
Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum jaksa turut
melakukan
penyelidikan
yang
berupa:
1)
peningkatan
kesadara
hukum
2) mengawasi aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat
dan
negara
3) pengamanan kebijakan penegakan hukum

c. Kehakiman
Tugas utama seorang hakim adalah memeriksa, memutus suatu tindak
pidana atau perdata. Untuk itu seorang hakim dalam menjalankan tugasnya
harus lepas dari segala pengaruh agar keadilan benar - benar bisa
ditegakkan. Di tingkat pusat kekuasaan kehakiman dilakukan oleh MA dan
MK. Jika MA merupakan lembaga peradilan umum tertinggi.
Maka MK merupakan lembaga peradilan khusus karena tugasnya :
- Terbatas
kepada
hak
uji
terhadap
UU
ke
atas
,
- Sengketa
kewenangan
antar
lembaga
Negara,
- Pembubaran
partai
politik
- Memutuskan presiden dan/atau wakil presiden telah melanggar hukuman
tidak mengurusi masalah pidana.

d. KPK

Lembaga baru yang dibentuk karena tuntutan dan amanat reformasi agar Negara
bersih dari praktek KKN. Dibentuk berdasarkan UU no 30 tahun 2002. Tugas utamanya
adalah menyelidiki dan memeriksa para pelaku korupsi yang dilakukan oleh para
pejabat Negara. KPK ini dalam menjalankan tugasnya bertanggungjawab langsung
kepada presiden.

MACAM MACAM SANKSI PELANGGARAN HUKUM

Sanksi hukum adalah hukuman yang dijatuhkan pada seseorang yang melanggar
hukum. Merupakan bentuk perwujudan yang paling jelas dari kekuasaan negara dalam
pelaksanaan
kewajibannya
untuk
memaksakan
ditaatinya
hukum.

Macam

Sanksi administrasi

Sanksi
Sanksi
Sanksi

Hukum
pidana
perdata

Sanksi pidana dijatuhkan kepada seseorang yang telah melanggar


ketentuan hukum pidana. Dalam KUHP (Kitab Undang Undang Hukum
Pidana) hukuman dibedakan menjadi dua, yaitu hukuman pokok dan
hukuman tambahan. Pengaturan ini terdapat dalam Pasal 10 KUHP.

Yang termasuk dalam hukuman pokok yaitu:


hukuman mati
hukuman penjara.
hukuman kurungan.
hukuman denda.

Yang termasuk hukuman tambahan yaitu:


pencabutan beberapa hak tertentu.
perampasan barang yang tertentu.
pengumuman keputusan hakim.
Sanksi perdata, putusan yang dijatuhkan oleh hakim dapat berupa:
1.

putusan condemnatoir yakni putusan yang bersifat menghukum pihak


yang dikalahkan untuk memenuhi prestasi (kewajibannya). Contoh: salah
satu pihak dihukum untuk membayar kerugian, pihak yang kalah dihukum
untuk membayar biaya perkara.
2. putusan declaratoir yakni putusan yang amarnya menciptakan suatu
keadaan yang sah menurut hukum. Putusan ini hanya bersifat menerangkan
dan menegaskan suatu keadaan hukum semata-mata. Contoh: putusan yang
menyatakan bahwa penggugat sebagai pemilik yang sah atas tanah
sengketa.
3. putusan constitutif yakni putusan yang menghilangkan suatu keadaan
hukum dan menciptakan keadaan hukum baru. Contoh: putusan yang
memutuskan suatu ikatan perkawinan.
Jadi, dalam hukum perdata, bentuk sanksi hukumnya dapat berupa :
kewajiban untuk memenuhi prestasi (kewajiban)
hilangnya suatu keadaan hukum, yang diikuti dengan terciptanya suatu
keadaan hukum baru
Sedangkan untuk sanksi administrasi/administratif, adalah sanksi
yang dikenakan terhadap pelanggaran administrasi atau ketentuan undangundang yang bersifat administratif.
Pada umumnya sanksi administrasi/administratif berupa;
1. denda (misalnya yang diatur dalam PP No. 28 Tahun 2008),
2. pembekuan hingga pencabutan sertifikat dan/atau izin (misalnya yang
diatur dalamPermenhub No. KM 26 Tahun 2009),

3. penghentian sementara pelayanan administrasi hingga pengurangan


jatah
produksi(misalnya
yang
diatur
dalam Permenhut
No.
P.39/MENHUT-II/2008 Tahun 2008),
4. tindakan administratif (misalnya yang diatur dalam Keputusan KPPU No.
252/KPPU/KEP/VII/2008 Tahun 2008)
CONTOH PELANGGARAN HUKUM

1. AKSI ANARKISME
Aksi anarkisme yang marak terjadi di masyarakat adalah salah satunya
yaitu aksi anarkisme dalam unjuk rasa yang sering dilakukan oleh
masyarakat. Aksi anarkisme tersebut dapat berupa tindakan melakukan
kekerasan dalam berunjuk rasa, membawa air keras, memblokade jalan
sehingga terjadi kemacetan,merusak fasilitas umum, dan lain-lain. Sehingga
hal tersebut mengganggu masyarakat sekitar dan telah melanggar undangundang tentang tentang cara berunjuk rasa yang benar.
Sehingga dari itu sebaiknya pemerintah mulai melakukan sosialisasi kepada
masyarakat mengenai pentingnya dalam melakukan unjuk rasa yang benar
sehingga tercipta lingkungan yang kondusif setiap saat.
Di Indonesia memiliki tingkat anarkisme yang sangat tinggi dan perlu
dibenahi dan ditegaskan dalam masyarakat,masyarakat Indonesia perlu
membenahi cara berpikir dan sistem pemerintahannya agar Indonesia dapat
dipandang sebagai negara yang kondusif dan tertib hukum.
Jika masyarakat menghilangkan sikap anarkisme dalam setiap tindakan yang
dilakukan maka kita semua dapat berpikir dingin dalam menghadapi setiap
masalah tanpa perlu membawa emosi kita.

2. KORUPSI
Salah satu masalah terbesar di pemerintahan Indonesia adalah
masalah korupsi. Dan masalah korupsi ini pula tidak hanya mencakup bidang
pemerintahan saja tetapi dalam berbagai bidang pelayanan puplik seperti
sekolah,rumah sakit,dan lain-lain.
Di Indonesia masalah korusi ini sangat memprihatinkan terutama di
kalangan pejabat Indonesia. Korupsi sangat merugikan masyarakat dan
sangat menguntungkan bagi pihak yang melakukan tindak korupsi.
Orang-orang yang melakukan tindak korupsi umumnya melakukan
hal tersebut karena dorongan ingin memuaskan diri sendiri, jadi yang kaya
semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Sehingga malah yang
dirugikan adalah masyarakat.
Untuk itu sangat perlu untuk membenahi peraturan tentang tindakan
korupsi yang dilakukan diberbagai instansi yang bersangkutan maka dengan
ditegakkannya dan diperkuatnya undang-undang tentang tindakan pidana
korupsi maka diharakan agar pelaku korupsi dapat jerah dan tidak lagi
melakukan tindakan korupsi dan orang-orang tidak akan berani melakukan
pengkorupsian.
Sehingga kesejahteraan dapat dirasakan oleh semua orang dan
keadilan dapat tercipta di dalam masyarakat,dan dibangun sejak dini sikap

anti korusi. Karena dari hal-hal yang kecil dapat menjadi besar, jadi perlu
ditangani sedini mungkin kepada semua lapisan masyarakat.
3. PEMBUNUHANCOM/DANY PERMANA
Massa gabungan Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi bersama
beberapa organisasi kemahasiswaan lainnya menggelar aksi solidaritas di
depan Istana Negara Republik Indonesia, Jakarta, Minggu (25/12/2011).
Mereka menyuarakan penentangannya terhadap kasus pelanggaran HAM di
Bima, Nusa Tenggara Barat, dan kasus pembakaran diri Sondang
Hutagalung. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)
Pembunuhan menjadi salah satu masalah sosial di dalam masyarakat dan di
seluruh dunia. Pembunuhan merupakan salah satu masalah HAM yang
sangat berat dan merupakan tindakan yang sangat keji.
Pembunuhan dapat terjadi karena berbagai faktor seperti dilatar
belakangi dendam, masalah kejiwaan,terdesak dan keterbatasan.
Maraknya tindakan pembunuhan dalam masyarakat seperti
mutilasi,pencurian jenajah untuk diambil organnya atau untuk dijual bagian
tubuh seperti rambut.
Di dalam agama membunuh adalah sesuatu yang sangat haram
untuk dilakukan dan merupakan tindakan yang sangat diharamkan untuk
dilakukan.
Orang yang membunuh sepantasnya harus dihukum sesuai dengan
undang-undang yang berlaku dalam masyarakat. Untuk itu masyarakat perlu
duhimbau untuk tidak melakukan pembunuhan.
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk masyarakat agar tidak terjadi
tindakan pembunuhan adalah dengan memperdalam iman dan ketakwaan
kepada Tuhan, mengikuti kegiatan-kegiatan sosial,dan memperluas serta
meningkatkan kominikasi dalam bersosialisasi.
Masyarakat dan pemerintah juga dapat berpartisipasi dengan
melakukan berbagai kegitan penyuluhan kepada masyarakat mengenai
pentingnya untuk mencintai sesama manusia.
Perubahan sikap pada masyarakat tentang cara hidup yang benar
dengan mulai mencintai diri sendiri lalu mencintai orang lain.

KADAR SADAR HUKUM MASYARAKAT

Masih sangat kurangnya kesadaran masyarakat di lingkungan kita


mengenai pentingnya peraturan ditegakkan.
Masyarakat mengangap bahwa hukum itu adalah sesuatu kekuatan
yang tidak berkuasa pada diri mereka, sehingga mereka berpikir bahwa
setiap pelanggaran yang mereka lakukan tidak akan merugikan mereka,
padahal peraturan tersebut dibuat untuk keamanan dan kenyamanan
bersama seluruh orang.
Masyarakat mulai tidak berpikiran rasional dan menyimpang,
masyarakat mulai kurang memahami dan menjunjung tinggi peraturan dan
norma yang berlaku di masyarakat.

Mereka merasa sudah tidak perlu lagi mematuhi peraturan karena


menganggap bahwa mereka akan lebih mendapatkan keuntungan jika
mereka tidak mematuhi UU. Dan mereka mereka tidak perlu repot-repot
untuk mematuhi peraturan
Saat ini jarang kita temui orang-orang yang benar sadar akan hukum.
Namun banyak orang pula yang mengusahakan hukum itu bisa ditegakkan
dan dipatuhi oleh semua orang.

PARTISIPASI MASYARTAKAT DALAM PERLINDUNGAN


DAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.

PENEGAKAN HUKUM

Menyadari akan pentingnya menegakkan hukum dan aturan yang berlaku


Tidak egois terhadap keinginan yang bersifat pribadi maupun golongan
Menyadari akan hak dan kewajiban dari individu dan orang lain
Tidak melakukan deskriminasi terhadap etnik, ras maupun agama
Memberikan kesempatan orang lain untuk mengemukakan pendapatnya
Demokrasi

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Penegakan Hukum
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau
berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu
lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang
luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti
yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan
semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan
normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri
pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan
hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan

sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan
bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan
tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan
untuk menggunakan daya paksa.
Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut objeknya, yaitu
dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan
sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan yang
terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup
dalam masyarakat. Tetapi, dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut
penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja. Karena itu, penerjemahan perkataan
law enforcement ke dalam bahasa Indonesia dalam menggunakan perkataan penegakan
hukum dalam arti luas dan dapat pula digunakan istilah penegakan peraturan dalam
arti sempit. Pembedaan antara formalitas aturan hukum yang tertulis dengan cakupan
nilai keadilan yang dikandungnya ini bahkan juga timbul dalam bahasa Inggeris sendiri
dengan dikembangkannya istilah the rule of law versus the rule of just law atau dalam
istilah the rule of law and not of man versus istilah the rule by law yang berarti the
rule of man by law. Dalam istilah the rule of law terkandung makna pemerintahan oleh
hukum, tetapi bukan dalam artinya yang formal, melainkan mencakup pula nilai-nilai
keadilan yang terkandung di dalamnya. Karena itu, digunakan istilah the rule of just
law. Dalam istilah the rule of law and not of man dimaksudkan untuk menegaskan
bahwa pada hakikatnya pemerintahan suatu negara hukum modern itu dilakukan oleh
hukum, bukan oleh orang. Istilah sebaliknya adalah the rule by law yang dimaksudkan
sebagai pemerintahan oleh orang yang menggunakan hukum sekedar sebagai alat
kekuasaan belaka.
Dengan uraian di atas jelaslah kiranya bahwa yang dimaksud dengan penegakan
hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum, baik
dalam arti formil yang sempit maupun dalam arti materiel yang luas, sebagai pedoman
perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subjek hukum yang bersangkutan
maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh
undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dari pengertian yang luas itu, pembahasan kita
tentang penegakan hukum dapat kita tentukan sendiri batas-batasnya. Apakah kita akan
membahas keseluruhan aspek dan dimensi penegakan hukum itu, baik dari segi
subjeknya maupun objeknya atau kita batasi hanya membahas hal-hal tertentu saja,
misalnya, hanya menelaah aspek-aspek subjektifnya saja. Makalah ini memang sengaja
dibuat untuk memberikan gambaran saja mengenai keseluruhan aspek yang terkait
dengan tema penegakan hukum itu.
PENEGAKAN HUKUM OBJEKTIF

Seperti disebut di muka, secara objektif, norma hukum yang hendak ditegakkan
mencakup pengertian hukum formal dan hukum materiel. Hukum formal hanya
bersangkutan dengan peraturan perundang-undangan yang tertulis, sedangkan hukum
materiel mencakup pula pengertian nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Dalam bahasa yang tersendiri, kadang-kadang orang membedakan antara pengertian
penegakan hukum dan penegakan keadilan. Penegakan hukum dapat dikaitkan dengan
pengertian law enforcement dalam arti sempit, sedangkan penegakan hukum dalam arti
luas, dalam arti hukum materiel, diistilahkan dengan penegakan keadilan. Dalam bahasa
Inggeris juga terkadang dibedakan antara konsepsi court of law dalam arti pengadilan
hukum dan court of justice atau pengadilan keadilan. Bahkan, dengan semangat yang
sama pula, Mahkamah Agung di Amerika Serikat disebut dengan istilah Supreme Court
of Justice.
Istilah-istilah itu dimaksudkan untuk menegaskan bahwa hukum yang harus
ditegakkan itu pada intinya bukanlah norma aturan itu sendiri, melainkan nilai-nilai
keadilan yang terkandung di dalamnya. Memang ada doktrin yang membedakan antara
tugas hakim dalam proses pembuktian dalam perkara pidana dan perdata. Dalam perkara
perdata dikatakan bahwa hakim cukup menemukan kebenaran formil belaka, sedangkan
dalam perkara pidana barulah hakim diwajibkan mencari dan menemukan kebenaran
materiel yang menyangkut nilai-nilai keadilan yang harus diwujudkan dalam peradilan
pidana. Namun demikian, hakikat tugas hakim itu sendiri memang seharusnya mencari
dan menemukan kebenaran materiel untuk mewujudkan keadilan materiel. Kewajiban
demikian berlaku, baik dalam bidang pidana maupun di lapangan hukum perdata.
Pengertian kita tentang penegakan hukum sudah seharusnya berisi penegakan keadilan itu
sendiri, sehingga istilah penegakan hukum dan penegakan keadilan merupakan dua sisi
dari mata uang yang sama.
Setiap norma hukum sudah dengan sendirinya mengandung ketentuan tentang
hak-hak dan kewajiban-kewajiban para subjek hukum dalam lalu lintas hukum. Norma-norma
hukum yang bersifat dasar, tentulah berisi rumusan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang
juga dasar dan mendasar. Karena itu, secara akademis, sebenarnya,
persoalan hak dan kewajiban asasi manusia memang menyangkut konsepsi yang niscaya
terkandung di dalamnya dimensi hak dan kewajiban secara paralel dan bersilang. Karena
itu, secara akademis, hak asasi manusia mestinya diimbangi dengan kewajiban asasi
manusia. Akan tetapi, dalam perkembangan sejarah, issue hak asasi manusia itu sendiri
terkait erat dengan persoalan ketidakadilan yang timbul dalam kaitannya dengan persoalan
kekuasaan. Dalam sejarah, kekuasaan yang diorganisasikan ke dalam dan melalui organorgan negara, seringkali terbukti melahirkan penindasan dan ketidakadilan. Karena itu, sejarah
umat manusia mewariskan gagasan perlindungan dan penghormatan terhadap hak-hak asasi
manusia.

Gagasan

perlindungan

dan

penghormatan

hak

asasi manusia

ini

bahkan

diadopsikan ke dalam pemikiran mengenai pembatasan kekuasaan yang kemudian dikenal


dengan aliran konstitusionalisme. Aliran konstitusionalime inilah yang memberi warna modern
terhadap ide-ide demokrasi dan nomokrasi (negara hukum) dalam
perlindungan konstitusional terhadap hak asasi manusia

sejarah,

sehingga

dianggap sebagai ciri utama yang perlu ada dalam setiap negara hukum yang demokratis
(democratische rechtsstaat) ataupun negara demokrasi yang berdasar atas hukum
(constitutional democracy).
Dengan perkataan lain, issue hak asasi manusia itu sebenarnya terkait erat dengan
persoalan penegakan hukum dan keadilan itu sendiri. Karena itu, sebenarnya, tidaklah
terlalu tepat untuk mengembangkan istilah penegakan hak asasi manusia secara
tersendiri. Lagi pula, apakah hak asasi manusia dapat ditegakkan? Bukankah yang
ditegakkan itu adalah aturan hukum dan konstitusi yang menjamin hak asasi manusia itu,
dan bukannya hak asasinya itu sendiri? Namun, dalam praktek sehari-hari, kita memang
sudah salah kaprah. Kita sudah terbiasa menggunakan istilah penegakan hak asasi
manusia. Masalahnya, kesadaran umum mengenai hak-hak asasi manusia dan kesadaran
untuk menghormati hak-hak asasi orang lain di kalangan masyarakat kitapun memang
belum berkembang secara sehat.
2.2 Aparatur Penegak Hukum
Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi penegak
hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum. Dalam arti sempit, aparatur penegak
hukum yang terlibat dalam proses tegaknya hukum itu, dimulai dari saksi, polisi,
penasehat hukum, jaksa, hakim, dan petugas sipir pemasyarakatan. Setiap aparat dan
aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak yang bersangkutan dengan tugas atau
perannya yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan, penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta upaya
pemasyarakatan kembali (resosialisasi) terpidana.
Dalam proses bekerjanya aparatur penegak hukum itu, terdapat tiga elemen
penting yang mempengaruhi, yaitu: (i) institusi penegak hukum beserta berbagai
perangkat sarana dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya; (ii)
budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan aparatnya,
dan (iii) perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaannya maupun
yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik hukum materielnya
maupun hukum acaranya. Upaya penegakan hukum secara sistemik haruslah
memperhatikan ketiga aspek itu secara simultan, sehingga proses penegakan hukum dan
keadilan itu sendiri secara internal dapat diwujudkan secara nyata.
Namun, selain ketiga faktor di atas, keluhan berkenaan dengan kinerja penegakan

hukum di negara kita selama ini, sebenarnya juga memerlukan analisis yang lebih
menyeluruh lagi. Upaya penegakan hukum hanya satu elemen saja dari keseluruhan
persoalan kita sebagai Negara Hukum yang mencita-citakan upaya menegakkan dan
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hukum tidak mungkin akan
tegak, jika hukum itu sendiri tidak atau belum mencerminkan perasaan atau nilai-nilai
keadilan yang hidup dalam masyarakatnya. Hukum tidak mungkin menjamin keadilan
jika materinya sebagian besar merupakan warisan masa lalu yang tidak sesuai lagi dengan
tuntutan zaman. Artinya, persoalan yang kita hadapi bukan saja berkenaan dengan upaya
penegakan hukum tetapi juga pembaruan hukum atau pembuatan hukum baru. Karena
itu, ada empat fungsi penting yang memerlukan perhatian yang seksama, yang yaitu (i)
pembuatan hukum (the legislation of law atau law and rule making), (ii) sosialisasi,
penyebarluasan dan bahkan pembudayaan hukum (socialization and promulgation of law,
dan (iii) penegakan hukum (the enforcement of law).
Ketiganya membutuhkan dukungan (iv) adminstrasi hukum (the administration of
law) yang efektif dan efisien yang dijalankan oleh pemerintahan (eksekutif) yang
bertanggungjawab (accountable). Karena itu, pengembangan administrasi hukum dan
sistem hukum dapat disebut sebagai agenda penting yang keempat sebagai tambahan
terhadap ketiga agenda tersebut di atas. Dalam arti luas, the administration of law itu
mencakup pengertian pelaksanaan hukum (rules executing) dan tata administrasi hukum
itu sendiri dalam pengertian yang sempit. Misalnya dapat dipersoalkan sejauhmana
sistem dokumentasi dan publikasi berbagai produk hukum yang ada selama ini telah
dikembangkan dalam rangka pendokumentasian peraturan-peraturan (regels), keputusankeputusan administrasi negara (beschikkings), ataupun penetapan dan putusan (vonis)
hakim di seluruh jajaran dan lapisan pemerintahan dari pusat sampai ke daerah-daerah.
Jika sistem administrasinya tidak jelas, bagaimana mungkin akses masyarakat luas
terhadap aneka bentuk produk hukum tersebut dapat terbuka? Jika akses tidak ada,
bagaimana mungkin mengharapkan masyarakat dapat taat pada aturan yang tidak
diketahuinya? Meskipun ada teori fiktie yang diakui sebagai doktrin hukum yang
bersifat universal, hukum juga perlu difungsikan sebagai sarana pendidikan dan
pembaruan masyarakat (social reform), dan karena itu ketidaktahuan masyarakat akan
hukum tidak boleh dibiarkan tanpa usaha sosialisasi dan pembudayaan hukum secara
sistematis dan bersengaja.

2.3 Faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum


Menurut Soerjono Soekanto, dalam bukunya faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan
hukum (2002:5) menyebutkan bahwa masalah pokok dari penegakan hukum sebenarnya terletak
pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya, yaitu :
a.

Faktor hukumnya sendiri yaitu berupa undang-undang

b.

Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum.

c.

Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

d.

Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

e.

Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia
di dalam pergaulan hidup.
Kemudian Al. Wisnubroto dalam bukunya yang berjudul Hakim dan peradilan di Indonesia
(1997:88-90) memuat beberapa faktor internal yang mempengaruhi hakim dalam mengambil
keputusan. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi hakim dalam mempertimbangkan suatu

keputusan adalah :
1. Faktor Subjektif
a.

Sikap prilaku apriori


Sering kali hakim dalam mengadili suatu perkara sejak awal dihinggapi suatu prasangka
atau dugaan bahwa terdakwa atau tergugat bersalah, sehingga harus dihukum atau dinyatakan
sebagai pihak yang kalah. Sikap ini jelas bertentangan dengan asas yang dijunjung tinggi dalam
peradilan modern, yakni asas praduga tak bersalah (presumtion of innocence), terutama dalam
perkara pidana. Sikap yang bersifat memihak salah satu pihak (biasanya adalah penuntut umum
atau penggugat) dan tidak adil ini bisa saja terjadi karena hakim terjebak oleh rutinitas penanganan
perkara yang menumpuk dan target penyelesaian yang tidak seimbang.

b.

Sikap perilaku emosional


Perilaku hakim yang mudah tersinggung, pendendam dan pemarah akan berbeda dengan
prilaku hakim yang penuh pengertian, sabar dan teliti dalam menangani suatu perkara. Hal ini jelas

sangat berpengaruh pada hasil putusannya.


c. Sikap Arrogence power
Hakim yang memiliki sikap arogan, merasa dirinya berkuasa dan pintar melebihi orang lain
seperti jaksa, penasihat hukum apalagi terdakwa atau pihak-pihak yang bersengketa lainnya, sering
kali mempengaruhi Keputusannya.
d.

Moral
Faktor ini merupakan landasan yang sangat vital bagi insan penegak keadilan, terutama
hakim. Faktor ini berfungsi membentengi tindakan hakim terhadap cobaan-cobaan yang mengarah
pada penyimpangan, penyelewengan dan sikap tidak adil lainnya.

2.

Faktor Objektif

a.

Latar belakang sosial budaya


Latar belakang sosial hakim mempengaruhi sikap perilaku hakim. Dalam beberapa kajian
sosiologis menunjukkan bahwa, hakim yang berasal dari status sosial tinggi berbeda cara

memandang suatu permasalahan yang ada dalam masyarakat dengan hakim yang berasal dari
lingkungan status sosial menengah atau rendah.
b.

Profesionalisme
Profesionalisme yang meliputi knowledge (pengetahuan, wawasan) danskills (keahlian,
keterampilan) yang ditunjang dengan ketekunan dan ketelitian merupakan faktor yang
mempengaruhi cara hakim mengambil keputusan masalah profesionalisme ini juga sering dikaitkan
dengan kode etik di lingkungan peradilan. Oleh sebab itu hakim yang menangani suatu perkara
dengan berpegang teguh pada etika profesi tentu akan menghasilkan putusan yang lebih dapat
dipertanggungjawabkan.

2.4 Permasalahan Penegakan Huukum di Indonesia


Indonesia tengah mengalami krisis kepatuhan hukum karena hukum telah kehilangan
substansinya. Permasalahan hukum di Indonesia yang saat ini sedang terjadi disebabkan oleh
beberapa hal yaitu sistem peradilannya, perangkat hukumny, inkonsistensi penegakan hukum,
intervensi kekuasaan maupun perlindungan hukum. Diantara banyaknya permasalahan tersebut
adalah adanya inkonsistensi penegakan hukum yang dilaksanakan oleh aparat baik polisi, jaksa,
hakim maupun pemerintah (eksekutif) yang ada dalam wilayah peradilan yang bersangkutan.
Inkonsistensi penegakan hukum kadang melibatkan masyarakat itu sendiri dan dalam media
elektronik maupun media cetak. Inkonsistensi penegakan hukum ini secara tidak disadari telah
berlangsung dari hari ke hari. Contoh kecil dari Inkonsistensi penegakan hukum yang terjadi pada
saat berkendaraan dijalan raya dikota besar seperti di Jakarta yang memberlakukan aturan "threein-one". Aturan ini tidak akan berlaku bagi TNI dan Polri. Bahkan polisi yang bertugas membiarkan
begitu saja mobil dinas TNI atau Polri yang melintas meski mobil tersebut berpenumpang kurang
dari tiga orang atau bahkan terkadang polisi yang bertugas memberikan penghormatan apabila
penumpangnya berpangkat lebih tinggi. Secara tidak disadari hal tersebut merupakan diskriminasi
terhadap masyarakat awam tapi sayangnya banyak masyarakat yang tidak menyadari hal tersebut.
Ketimpangan dan putusan hukum yang tidak menyentuh rasa keadilan masyarakat tetap
dirasakan dari hari ke hari. Berikut ini beberapa kasus inkonsistensi penegakan hukum di Indonesia
yang dikelompokan berdasarlan beberapa alasan yang banyak ditemui oleh masyarakat awam baik
melalui pengalaman pencari keadilan itu sendiri maupun peristiwa lain yang bisa diikuti melalui
media cetak dan media elektronik.
a.
Tingkat kekayaan seseorang.
Tingkat kekayaan seseorang dapat memperingan masa tahan seseorang yang melakukan
pelanggaran. Pelaku pelanggaran bisa menyewa pengacara mahal yang bisa mementahkan
dakwaan kejaksaan untuk memperingan masa tahanannya atau jika perlu pelaku dapat membayar

hakim atau jaksa agar memperingan masa tahanannya. Sebaliknya dengan pelaku pelanggaran
yang tidak memiliki uang yang banyak maka pelaku hanya bisa membayar pengacara semampunya
atau tidak sedikit pula yang mereka hanya pasrah menerima putusan hakim. Padahal jika
dibandingkan kasus pelanggarannya tidak merugikan pemerintah milyaran rupiah. Inilah yang terjadi
di Indonesia saat ini. Hukum bisa dibeli dengan uang.

b.

Tingkat Jabatan Seseorang

Mari kita simak kasus berikut ini. Kasus Ancolgate berkaitan dengan studi banding keluar negri yang
diikuti oleh sekitar 40 orang anggota DPRD DKI Komisi D. Dalam studi banding tersebut
anggota DPRD yang berangkat memanfaatkan dua sumber keuangan yaitu SPJ anggaran yang
diperoleh dari anggaran DPRD DKI sekitar 5,2 M dan uang saku dari PT. Pembangunan Jaya Ancol
sekitar 2,1 M. Dalam kasus ini 9 orang staf Bapedal DKI Bambang Sungkono dan Kepala Dinas Tata
Kota DKI Ahmadin Ahmad tidak dikenai tindakan apapun. Penyelesaian masalah ini dilakukan
setelah media cetak dan media elektronik menemukan ketidaksesuaian dalam masalah pendanaan
studi banding tersebut. Penyelesaian secara administratif ini seakan dilakukan agar dapat mencegah
tindakan hukum yang mungkin bisa dilakukan. Rasa ketidakadilan masyarakat terurik ketika sanksi
ini hanya dikenalan pada pegawai rendahan. Pihak kejaksaan pun terkesan mengulur-ulur janji untuk
mengusut kasus ini sampai ke pejabat tinggi DKI yaitu Gubernur Sutiyoso (saat itu) yang sebagai
komisaris PT. Pembangunan Jaya Ancol ikut bertanggungjawab.
Dari kasus diatas terlihat sekali bahwa seseorang yang memiliki jabatan tinggi mendapat keringanan
hukuman dibanding pegawai rendahannya. Entah apa penyebabnya sampai hal ini terjadi. Secara
tidak langsung hal ini bisa disebut sebagai ketidakadilan hukum dimana karna jabatan seseorang
yang tinggi hukuman yang didapat ketika melakukan pelanggaran hukumannya pun lebih ringan
dibandingkan seseorang yang jabatannya rendah walaupun pada kasus yang sama.
c.
Nepotisme
Terdakwa Letda (Inf) Agus Isrok anak mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD), Jendral (TNI)
Subagyo H.S. diperingan hukumannya oldh mahkamah militer dari empat tahum penjara menjadi
dua tahun penjara. Disamping itu, terdakwa juga dikembalikan ke kesatuannya selama dua minggu
sambil menunggu dan berpikir terhadap vonis mahkamah militer tinggi. Putusan ini terasa tidk adil
dibandingkan dengan vonis-vonis kasus narkoba lainnya yang terjadi di Indonesia yang didasarkan
atas pelaksanaan UU Psikotropika. Disamping itu, proses pengadilan ini juga memperlihatkan
eksklusivitas hukum militer yang diterapkan pada kasus narkoba. Jelas sekaki kasus ini
mengesankan adanya diskriminasi hukum bagi keluarga bekas pejabat.
d. Tekanan Internasional
Kasus Atambua, Nusa Tenggara Timur xang terjadi 6 September 2000 yang menewaskan tiga orang
staf NHCR mendapat perhatian Internasional dengan cepat. Tekanan Internasional ini
mengakibatjan pemerintah Indonesia bertindak dengan melucuti pesenjataan milisi Timor Timor dan
mengadiji beberapa bekas anggota milisi Timor Leste yang dianggap bertanggungjawab. Apabila
dibandingkan dengan kasus-kasus kekerasan yamg terjadi di bagian lain di Indonesia seperti

Ambon, Aceh, Samlar, Sampit, kasus Atambua termasuk kasus yang memgalami penyelesaian
secara cepat dan tanggap dari aparat. Dalam enam bulan sejak kasus ini terjadi, kekerasan berhasil
diatasi, milisi berhasil dilucuti dan situasi kembali aman dan normal. Meskipun kasus lainnya juga
mendapat perhatian dari Internasional, namun tekanan yang diberikn pada kasus ini lebih menekan
pemerintah Indonesia untuk dapat diselesaikan secepatnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa derajat
tekanan Internasional menentukan kecepatan aparat melakukan penegakan hukum dalam
mengatasi kasus kekerasan.
Dari beberapa kasus tadi, dapat menimbulkan masalah yang paling dirasakan oleh
masyarakat dan membawa dampak yang sangat buruk bagi kehidupan bermasyarakat. Persepsi
masyarakat menjadi buruk terhadap penegakan hukum. Hal ini membuat masyarakat tidak
mempercayai huktm sebagai sarana penyelesaian konflik dan cenderung menyelesaikan
permasalahannya diluar jalur hukum. Pemanfaatan inkonsistensi penegakan hukum oleh
sekelompok orang demi kepentingannya sendiri, selaku berakibat merugikan pihak yang tidak
mempunyai kemampuan yang setara. Akibatnya rasa ketidakadilan dan ketidakpuasan tumbuh
subur di masyarakat Indonesia. Penegakan hukum di Indonesia harus terus diupayakan dengan
mulai memperbaiki kinerja dan moral aparat baik polisi, jaksa, hakim maupun pemerintah (eksekutif)
yang ada dalam wilayah peradilan bersangkutan. Tanpa adanya perbaikan tersebut segala bentuk
KKN akan terus berpengaruh dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Selain itu materi
hukum sendiri juga harus terus menerus diperbaiki, peran DPR sebagai lembaga legislatif untuk
lebih aktif dalam memperbaiki dan menciptakan perundang-undangan yang lebih sesuai dengan
perkembangan zaman dan lebih tegas lagi. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat juga menjadi
faktor kunci dalam penegakan hukum secara konsisten.
Jadi, keterpurukan penegakan hukum di Indonesia terletak pada faktor integritas aparat
penegak hukum, aturan hukum yang tidak responsif, serta tidak diaplikasikannya nilai-nilai
Pancasila khususnya nilai kemanusiaan, nilai musyawarah untuk mufakat dan nilai
keadilan dalam penegakan hukum oleh aparat penegak hukum, sehingga menimbulkan
ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum yang ada di Indonesia. Hasil
penelitian, menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum
sangat dipengaruhi oleh keadaan atau situasional suatu daerah, apabila disuatu daerah
penegakan hukumnya baik, maka tingkat kepercayaan masyarakat juga baik di daerah
tersebut, namun apabila penegakan hukumnya kurang baik, maka tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap penegakan hukum di daerah tersebut menjadi kurang baik.
Dalam rangka pembentukan hukum nasional, perlu dibentuk konsepsi sistem
hukum Indonesia, yang penulis sebut dengan Indonesia Juripridence maka nilai-nilai
Pancasila harus diserap dalam pembentukan hukum, sehingga dibutuhkan standar hukum
yang bersifat united legal frame work dan united legal opinion (Kesatuan pandangan) di
antara aparat penegak hukum sehingga perlu dibentuk Undang-Undang sinergitas terpadu
dalam pelaksanaan tugas penegakan hukum. Untuk mengembalikan kepercayaan
masyarakat, maka dibutuhkan aparat penegak hukum yang memiliki integritas baik, aturan
hukum yang responsif yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila dan selanjutnya

diimplementasikan ke dalam pelaksanaan tugas sehari-hari oleh aparat penegak hukum.

2.5 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PENEGAKAN HUKUM


Suatu hukum hanya dapat dilaksanakan dan diterapkan dengan baik apabila dalam
Masyarakat terdapat suatu struktur yang memungkinkan bagi setiap anggota masyarakat untuk
mewujudkan cita-cita hukum tersebut. Oleh karena itu jika kita mengharapkan perilaku hukum
masyarakat yang baik, maka kita harus menciptakan struktur sosial masyarakat yang baik pula.
Selama struktur sosial masyarakat tidak terkandung kearah susunan masyarakat yang baik
maka selama itu pula perilaku hukum masyarakat sulit untuk mengarah kepada perilaku hukum yang
baik.
Selanjutnya, harus pula dipahami bahwa kesadaran hukum yang menyangkut perilaku
manusia, tidak dapat dilepaskan dari sikap batin. Oleh karena itu kesadaran hukum yang
dimaksudkan haruslah memiliki keterkaitan pula dengan sikap batin pelakunya. Dengan kata lain,
harus terdapat kaitan yang erat antara sikap batin dan tindakan yang dilakukan oleh seseorang.
Berdasarkan uraian-uraian yang telah kami kemukakan pada bahagian terdahulu, maka
pada bahagian ini dapat kami simpulkan hal-hal sebagai berikut: 1) Bahwa pemberdayaan
masyarakat dalam proses penegakan hukum meliputi peningkatan, pengetahuan masyarakat
terhadap kaedah hukum itu sendiri termasuk pengetahuan dan pemahamannya terhadap isi
kaedah hukum itu, ketaatan dan kepatuhan masyarakat terhadap kaedah hukum itu dan pola
perilaku hukum masyarakat itu sendiri; 2) Bahwa pemahaman hukum masyarakat dipengaruhi
oleh struktur sosial tempat di mana hukum itu berlaku, karenanya untuk mencapai
terpeliharanya tertib hukum melalui kesadaran hukum masyarakat, maka perlu pula dibenahi
struktur masyarakat yang bersangkutan, seperti struktur ekonomi, politik, pendidikan,
pertahanan keamanan dan lain sebagainya yang terdapat dalam sistem sosial; 3) Bahwa
pemberdayaan masyarakat untuk memelihara tertib hukum, tidak hanya dipengaruhi oleh
faktor juridis semata, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor non juridis seperti sikap penegak
hukum, sarana dan prasarana, budaya hukum dan masyarakat sebagai pemegang peran; 4)
Bahwa perlu kiranya untuk menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat agar tertib hukum
terpelihara dengan baik disusun suatu kaedah hukum yang sesuai dengan aspirasi masyarakat
Indonesia, sesuai dengan asas-asas hukum Indonesia dengan kata lain perlu diperhatikan segi
substansialnya, bukan segi formalnya seperti yang berkembang selama ini

Anda mungkin juga menyukai