Anda di halaman 1dari 12

Upaya Penanganan Kasus Pelanggaran Hak Asasi

Manusia Di Indonesia Adalah sebagai berikut

1. Upaya Pencegahan Pelanggaran Hak Asasi Manusia


Mencegah lebih baik dari pada mengobati. Pernyataan itu tentunya sudah
sering kalian dengar. Pernyataan tersebut sangat relevan dalam proses
penegakan HAM. Tindakan terbaik dalam penegakan HAM adalah dengan
mencegah timbulnya semua faktor penyebab dari pelanggaran HAM.
Apabila factor penyebabnya tidak muncul, maka pelanggaran HAM pun
dapat diminimalisir atau bahkan dihilangkan. Berikut ini tindakan
pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi berbagai kasus
pelanggaran HAM:

1) Supremasi hukum dan demokrasi harus ditegakkan. Pendekatan hukum


dan pendekatan dialogis harus dikemukakan dalam rangka melibatkan
partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Para
pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban dengan memberikan
pelayanan yang baik dan adil kepada masyarakat, memberikan
perlindungan kepada setiap orang dari perbuatan melawan hukum, dan
menghindari tindakan kekerasan yang melawan hukum dalam rangka
menegakkan hukum.

2) Meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk mencegah terjadinya


berbagai bentuk pelanggaran HAM oleh pemerintah.
3) Meningkatkan pengawasan dari masyarakat dan lembaga-lembaga politik
terhadap setiap upaya penegakan HAM yang dilakukan oleh pemerintah.
4) Meningkatkan penyebarluasan prinsip-prinsip HAM kepada masyarakat
melalui lembaga pendidikan formal (sekolah/perguruan tinggi) maupun
nonformal (kegiatan-kegiatan keagamaan dan kursus-kursus).
5) Meningkatkan profesionalisme lembaga keamanan dan pertahanan
negara.
6) Meningkatkan kerja sama yang harmonis antarkelompok atau golongan
dalam masyarakat agar mampu saling memahami dan menghormati
keyakinan dan pendapat masing-masing

2. Penanganan Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Pengadilan


HAM
Kasus pelanggaran HAM akan senatiasa terjadi jika tidak secepatnya
ditangani. Negara yang tidak mau menangani kasus pelanggaran HAM
yang terjadi di negaranya akan disebut sebagai unwillingness state atau
negara yang tidak mempunyai kemauan menegakan HAM. Kasus
pelanggaran HAM yang terjadi di negara tersebut akan disidangkan oleh
Mahkamah Internasional. Hal tersebut tentu saja menggambarkan bahwa
kedaulatan hukum negara tersebut lemah dan wibawa negara tersebut
jatuh di dalam pergaulan bangsa-bangsa yang beradab.

Sebagai negara hukum dan beradab, tentu saja Indonesia tidak mau
disebut sebagai unwillingness state. Indonesia selalu menangani sendiri
kasus pelanggaran HAM yang terjadi di negaranya tanpa bantuan dari
Mahkamah Internasional. Contoh-contoh kasus yang dikemukakan pada
bagian sebelumnya merupakan bukti bahwa di negara kita ada proses
peradilan untuk menangani masalah HAM terutama yang sifatnya berat.
Sebelum berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun
2000 tentang pengadilan HAM, kasus pelanggaran HAM diperiksa dan
diselesaikan di pengadilan HAM ad hoc yang dibentuk berdasarkan
keputusan presiden dan berada di lingkungan peradilan umum.

Setelah berlakunya undang-undang tersebut kasus pelanggaran HAM di


Indonesia ditangani dan diselesaikan melalui proses peradilan di
Pengadilan HAM. Penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia
dilakukan berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Undang- Undang
Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Berdasarkan undang-undang tersebut, proses persidangannya
berlandaskan pada ketentuan Hukum Acara Pidana. Proses penyidikan dan
penangkapan dilakukan oleh Jaksa Agung dengan disertai surat perintah
dan alasan penangkapan, kecuali tertangkap tangan.

Penahanan untuk pemeriksaan dalam sidang di Pengadilan HAM dapat


dilakukan paling lama 90 hari dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari
oleh pengadilan negeri sesuai dengan daerah hukumnya. Penahanan di
Pengadilan Tinggi dilakukan paling lama 60 hari dan dapat diperpanjang
paling lama 30 hari. Penahanan di Mahkamah Agung paling lama 60 hari
dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari. Adapun penyelidikan di
terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan oleh
Komnas HAM. Dalam melakukan penyelidikan, Komnas HAM dapat
membentuk Tim ad hoc yang terdiri dari Komnas Ham dan unsur
masyarakat. Hasil penyelidikan Komnas HAM yang berupa laporan
pelanggaran hak asasi manusia, diserahkan berkasnya kepada Jaksa
Agung yang bertugas sebagai penyidik. Jaksa Agung wajib menindak
lanjuti laporan dari Komnas Ham tersebut. Jaksa Agung sebagai penyidik
dapat membentuk penyidik ad hoc yang terdiri dari unsur pemerintah dan
masyarakat.

Proses penuntutan perkara pelanggaran HAM berat dilakukan oleh Jaksa


Agung. Dalam pelaksanaan tugasnya, Jaksa Agung dapat mengangkat
penuntut umum ad hoc yang terdiri dari unsur pemerintah atau
masyarakat. Setiap saat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dapat
keterangan secara tertulis kepada Jaksa Agung mengenai perkembangan
penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang
berat. Jaksa penuntut umum ad hoc sebelum melaksanakan tugasnya
harus mengucapkan sumpah atau janji. Selanjutnya, perkara pelanggaran
hak asasi manusia yang berat diperiksa dan diputuskan oleh Pengadilan
HAM yang dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan HAM paling lama 180
hari setelah berkas perkara dilimpahkan dari penyidik kepada Pengadilan
HAM. Majelis Hakim Pengadilan HAM yang berjumlah lima orang terdiri
atas dua orang hakim pada Pengadilan HAM yang bersangkutan dan
tiga orang hakim ad hoc yang diketuai oleh hakim dari Pengadilan HAM
yang bersangkutan.
Dalam hal perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat
dimohonkan banding ke Pengadilan Tinggi, maka perkara tersebut
diperiksa dan diputus dalam waktu paling lama 90 hari terhitung sejak
perkara dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi. Pemeriksaan perkara
pelanggaran HAM di Pengadilan Tinggi dilakukan oleh majelis hakim yang
terdiri atas dua orang hakim Pengadilan Tinggi yang bersangkutan dan
tigaorang hakim ad hoc. Kemudian, dalam hal perkara pelanggaran hak
asasi manusia yang berat dimohonkan kasasi ke Mahkamah Agung,
perkara tersebut diperiksa dan diputus dalam waktu paling lama 90 hari
terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Mahkamah Agung. Pemeriksaan
perkara pelanggaran HAM berat di Mahkamah Agung dilakukan oleh
majelis hakim terdiri atas dua orang Hakim Agung dan tiga orang hakim
ad hoc. Hakim ad hoc di Mahkamah Agung diangkat oleh Presiden selaku
Kepala Negara atas usulan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Perilaku yang Mendukung Upaya Penegakan HAM di Indonesia


Upaya penegakan HAM yang dilakukan oleh pemerintah tidak akan
berhasil tanpa didukung oleh sikap dan perilaku warga negaranya yang
mencerminkan perhormatan terhadap hak asasi manusia. Sebagai warga
negara dari bangsa yang dan negara yang beradab sudah sepantasnya
sikap dan perilaku kita mencerminkan sosok manusia beradab yang selalu
menghormati keberadaan orang lain secara kaffah. Sikap tersebut dapat
kalian tampilkan dalam perilaku di lingkungan keluarga, sekolah,
masyarakat, bangsa, dan negara.
2. Jenis Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Pelanggaran HAM dikategorikan dalam dua jenis, yaitu :

a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :

1. Pembunuhan masal (genosida)

Genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk


menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras,
etnis, dan agama dengan cara melakukan tindakan kekerasan (UUD No.26/2000
Tentang Pengadilan HAM)

2. Kejahatan Kemanusiaan
Kejahatan kemanusiaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan berupa serangan
yang ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil seperti pengusiran
penduduk secara paksa, pembunuhan,penyiksaan, perbudakkan dll.
b. Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :

1. Pemukulan

2. Penganiayaan

3. Pencemaran nama baik

4. Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya

5. Menghilangkan nyawa orang lain

2.3 Peristiwa Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia


Setiap manusia selalu memiliki dua keinginan, yaitu keinginan berbuat baik, dan
keinginan berbuat jahat. Keinginan berbuat jahat itulah yang menimbulkan dampak
pada pelanggaran hak asasi manusia, seperti membunuh, merampas harta milik
orang lain, menjarah dan lain-lain. Pelanggaran hak asasi manusia dapat terjadi
dalam interaksi antara aparat pemerintah dengan masyarakat dan antar warga
masyarakat. Namun, yang sering terjadi adalah antara aparat pemerintah dengan
masyarakat. Apabila dilihat dari perkembangan sejarah bangsa Indonesia, ada
beberapa peristiiwa besar pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi dan
mendapat perhatian yang tinggi dari pemerintah dan masyarakat Indonesia, seperti :

a. Kasus Tanjung Priok (1984)


Kasus tanjung Priok terjadi tahun 1984 antara aparat dengan warga sekitar yang
berawal dari masalah SARA dan unsur politis. Dalam peristiwa ini diduga terjadi
pelanggaran HAM dimana terdapat rarusan korban meninggal dunia akibat
kekerasan dan penembakan.

b. Kasus terbunuhnya Marsinah, seorang pekerja wanita PT Catur Putera Surya


Porong, Jatim (1994)
Marsinah adalah salah satu korban pekerja dan aktivitas yang hak-hak pekerja di PT
Catur Putera Surya, Porong Jawa Timur. Dia meninggal secara mengenaskan dan
diduga menjadi korban pelanggaran HAM berupa penculikan, penganiayaan dan
pembunuhan.
c. Kasus terbunuhnya wartawan Udin dari harian umum bernas (1996)
Wartawan Udin (Fuad Muhammad Syafruddin) adalah seorang wartawan dari harian
Bernas yang diduga diculik, dianiaya oleh orang tak dikenal dan akhirnya ditemukan
sudah tewas.

d. Peristiwa Aceh (1990)


Peristiwa yang terjadi di Aceh sejak tahun 1990 telah banyak memakan korban, baik
dari pihak aparat maupun penduduk sipil yang tidak berdosa. Peristiwa Aceh diduga
dipicu oleh unsur politik dimana terdapat pihak-pihak tertentu yang menginginkan
Aceh merdeka.

e. Peristiwa penculikan para aktivis politik (1998)


Telah terjadi peristiwa penghilangan orang secara paksa (penculikan) terhadap para
aktivis yang menurut catatan Kontras ada 23 orang (1 orang meninggal, 9 orang
dilepaskan, dan 13 orang lainnya masih hilang).

Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Lingkungan Sekitar

1. Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh seniornya dengan dalih


pembinaan yang menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada tahun 2003.
2. Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu
mata kuliah kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap
mahasiswa.
3. Para pedagang yang berjualan di trotoar merupakan pelanggaran HAM terhadap
para pejalan kaki, sehingga menyebabkan para pejalan kaki berjalan di pinggir jalan
sehingga sangat rentan terjadi kecelakaan.
4. Para pedagang tradisioanal yang berdagang di pinggir jalan merupakan
pelanggaran HAM ringan terhadap pengguna jalan sehingga para pengguna jalan
tidak bisa menikmati arus kendaraan yang tertib dan lancar.
5. Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya masuk pada suatu
jurusan tertentu dalam kuliahnya merupakan pelanggaran HAM terhadap anak,
sehingga seorang anak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan
bakatnya.
2.5 Instrumen Nasional HAM
1. UUD 1945 : Pembukaan UUD 1945, alenia I IV; Pasal 28A sampai dengan 28J;
Pasal 27 sampai dengan 34
2. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
3. UU No. 36 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
4. UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
5.UU No. 7 Tahun 1984 tentang Rativikasi Konvensi PBB tentang penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan
6.UU No. 8 tahun 1998 tentang pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan
Perlakuan atau penghukuman lain yang Kejam, tidak Manusiawi atau Merendahkan
Martabat Manusia
7.UU No. 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO nomor 182 mengenai
pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk
untuk Anak
8.UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang hak-
hak ekonomi, Sosial dan Budaya
9. UU No. 12 tahun 2005 tentang Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan
Politik

3.Lembaga-lembaga Perlindungan HAM di Indonesia dan Peranannya

1. Komnas HAM
Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan
lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan,
pemantauan, dan mediasi tentang hak asasi manusia. Komnas HAM untuk pertama kalinya
dibentuk berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tanggal 7 Juni 1993, atas rekomendasi Lokakarya
I Hak Asasi Manusia yang diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri RI dengan sponsor
dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Berdasarkan pasal 75 UU No. 39 tahun 1999 tujuan dari pembentukan Komnas HAM
adalah :
1) Membantu pengembangan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia
sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Piagam Perserikatan Bangsa-
Bangsa serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
2) Meningkatkan perlindungan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia
Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bisang kehidupan.
Dalam melaksanakan tugasnya Komnas HAM dipimpin oleh seorang ketua yang
dibantu oleh 2 orang wakil ketua. Anggota Komnas HAM terdiri dari 35 orang dengan masa
jabatan 5 tahun dan setelah berakhir dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan
lagi. Anggota Komnas HAM dipilih oleh DPR berdasarkan usulan dari Komnas HAM dan
diresmikan oleh Presiden selaku Kepala Negara.
Selain itu Komnas HAM mempunyai subkomisi-subkomisi. Subkomisi adalah
kelengkapan Komnas HAM yang bertugas melaksanakan fungsi Komnas HAM. Subkomisi
tersebut adalah:
1) Subkomisi Hak Sipil dan Politik
2) Subkomisi Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya
3) Subkomisi Perlindungan Kelompok Khusus
Peranan Komnas HAM dalam penegakkan HAM antara lain sebagai berikut:
1) sebagai salah satu lembaga penggerak dalam menjalankan perlindungan HAM
2) sebagai salah satu lembaga yang melaksanakan kajian tentang HAM
3) sebagai salah satu lembaga yang turut serta secara aktif dalam menegakkan HAM
4) sebagai salah satu lembaga yang bergerak sebagai media (perantara) bagi pihak-pihak yang
berkepentingan dengan HAM
2. Pengadilan HAM
Pengadilan HAM dibentuk berdasarkan UU No. 26 tahun 2000, adalah pengadilan
khusus terhadap pelanggaran HAM yang berat yang meliputi kejahatan genosida dan
kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana diatur dalam pasal 7, 8, dan 9 UU No. 26
tahun 2000. Berdasarkan peraturan tersebut pelanggaran HAM yang berat meliputi:

1) Kejahatan Genosida
Adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok
agama dengan cara:
a. membunuh anggota kelompok,
b. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota kelompok,
c. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara
fisik baik seluruh atau sebagian,
d. melaksanakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok,
e. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.

2) Kejahatan terhadap kemanusiaan


Adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas
atau sistematik yang diketahui bahwa serangan tersebut secara langsung terhadap
penduduk sipil, berupa pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran, perkosaan,
penganiayaan, penghilangan orang secara paksa/penculikan, kejahatan apartheid.
Tugas dan wewenang Pengadilan HAM adalah:
1) Memutus perkara pelanggaran HAM berat
2) Memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM berat yang dilakukan di luar batas
teritorial wilayah negara RI oleh WNI
3) Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutuskan pelanggaran HAM berat
yang dilakukan oleh seseorang yang berumur dibawah 18 tahun pada saat kejahatan
dilakukan.
Sanksi bagi pelanggar HAM:
1) Kejahatan Genosida, dipidana dengan pidana:
a. pidana mati, atau
b. pidana penjara seumur hidup,
c. pidana paling lama 25 tahun
d. pidana paling singkat 10 tahun
2) Kejahatan terhadap kemanusiaan
a. Kejahatan pembunuhan, pemusnahan, pengusiran perampasan kebebasan atau kejahatan
apartheid dapat dipidana dengan pidana mati atau pidana seumur hidup, penjara paling
lama 25 tahun dan paling singkat 10 tahun
b. Kejahatan perbudakan dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun atau
paling singkat 5 tahun
c. Kejahatan penyiksaan dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun atau
paling singkat 5 tahun
d. Kejahatan perkosaan, penganiayaan atau penculikan dapat dipidana dengan pidana penjara
paling lama 20 tahun dan paling singkat 10 tahun.

3. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI)


UU RI No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan
bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewuhjudkan keamanan
dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan
tegak hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat,
serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Tugas pokok Kepolisian Negara Republik adalah
1) memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
2) menegakkn hukum
3) memberikan pengayoman dan pelayanan pada masyarakat
4) membina ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi HAM

4. Lembaga Bantuan Hukum


Lembaga Bantuan Hukum (LBH) adalah lembaga independen yang memberi
bantuan dan pelayanan hukum kepada masyarakat. Lembaga ini bersifat pengabdian dan
profesional. LBH mempunyai peran antara lain:
1) sebagai relawan membantu kepada pihak-pihak yang membutuhkan bantuan hukum
2) sebagai pembela dalam menegakkan keadilan dan kebenaran
3) sebagai pembela dan melindungi HAM
4) sebagai penyuluhdan penyebar informasi di bidang hukum dan HAM

5. Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum Perguruan Tinggi


Tridaharma perguruan tinggi terdiri dari 3 macam pengabdian perguruan tinggi;
yaitu; pengembangan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Dalam rangka mewujudkan
pengabdian pada masyarakat perguruan tinggi yang mempunyai fakultas hukum
membentuk biro konsultasi dan Bantuan Hukum. Biro ini antara lain berperan sebagai:
1) kantor, pusat kegiatan untuk memberikan layanan kepada semua pihak yang ingin
berkonsultasi dan meminta bantuan di bidang hukum dan HAM
2) Pelaksana program tridharma perguruan tinggi di bidang hukum dan HAM
Pelatihan dalam pembelaan dan penegakkan hukum dan HAM

TUGAS DAN FUNGSI LEMBAGA HAM

1. Komnas perlindungan anak Indonesia


TUGAS

Melakukan pemantauan dan pengembangan perlindungan anak.

Melakukan advokasi dan pendampingan pelaksanaan hak-hak anak.

Menerima pengaduan pelanggaran hak-hak anak.

Melakukan kajian strategis terhadap berbagai kebijakan yang menyangkut


kepentingan terbaik bagi anak.

Melakukan koordinasi antar lembaga, baik tingkat regional, nasional maupun


international.

Memberikan pelayanan bantuan hukum untuk beracara di pengadilan mewakili


kepentingan anak

Melakukan rujukan untuk pemulihan dan penyatuan kembali anak.


Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, pengenalan dan penyebarluasan
informasi tentang hak anak.

FUNGSI

Melakukan pengumpulan data, informasi dan investigasi terhadap pelanggaran hak


anak.

Melakukan kajian hukum dan kebijakan regional dan nasional yang tidak memihak
pada kepentingan terbaik anak.

Memberikan penilaian dan pendapat kepada pemerintah dalam rangka


mengintegrasikan hak-hak anak dalam setiap kebjijakan.

Memberikan pendapat dan laporan independen tentang hukum dan kebijakan


berkaitan dengan anak.

Menyebasluaskan, publikasi dan sosialisasi tentang hak-hak anak dan situasi anak di
Indonesia.

Menyampaikan pendapat dan usulan tentang pemantauan pemajuan dan kemajuan,


dan perlindungan hak anak kepada parlemen, pemerintah dan lembaga terkait.

Mempunyai mandat untuk membuat laporan alternatif kemajuan perlindungan anak di


tingkat nasional.

Melakukan perlindungan khusus.


2. Komnas anti kekerasan terhadap perempuan
FUNGSI

Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan


terhadap perempuan dan penegakan hak-hak asasi manusia perempuan di Indonesia

Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan


terhadap perempuan dan perlindungan hak-hak asasi perempuan.

TUGAS
Pemantau dan pelapor tentang pelanggaran HAM berbasis gender dan kondisi
pemenuhan hak perempuan korban;

Pusat pengetahuan ( resource center ) tentang hak asasi perempuan;

Pemicu perubahan serta perumusan kebijakan

Negosiator dan mediator antara pemerintah dengan komunitas korban dan komunitas
pejuang hak asasi perempuan, dengan menitikberatkan pada pemenuhan
tanggungjawab negara pada penegakan hak asasi manusia dan pada pemulihan hak-
hak korban;

Fasilitator pengembanan dan penguatan jaringan di tingkat local, nasional, regional,


dan internasional untuk kepentingan pencegahan, peningkatan kapasitas penanganan
dan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.

3. Komite Nasional perlindungan konsumen dan pelaku usaha


TUGAS

Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka


penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen.
Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-
undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen.
Melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut
keselamatan konsumen.
Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat,
Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan
konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen.
Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat,
lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pelaku usaha.
Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.

FUNGSI

Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya


pengenmbangan perlindungan konsumen di Indonesia

4. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi

FUNGSI
Komisi mempunyai fungsi kelembagaan yang bersifat publik untuk mengungkapkan
kebenaran atas pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan melaksanakan rekonsiliasi.

TUGAS

Menerima pengaduan atau laporan dari pelaku, korban, atau keluarga korban yang
merupakan ahli warisnya;

Melakukan penyelidikan dan klarifikasi atas pelanggaran hak asasi manusia yang
berat

Memberikan rekomendasi kepada presiden dalam hal permohonan amnesti

Menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah dalam hal pemberian kompensasi


dan/ atau rehabilitasi; dan

Menyampaikan laporan tahunan dan laporan akhir tentang pelaksanaan tugas dan
wewenang berkaitan dengan perkara yang ditanganinya, kepada presiden dan dewan
perwakilan rakyat dengan tembusan kepada mahkamah agung.

Anda mungkin juga menyukai