Anda di halaman 1dari 18

1

FAKTOR -FAKTOR PENYEBAB MASYARAKAT MEMILIH UPAYA


NON PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA
PERZINAHAN DI DESA HAITIMUK KECAMATAN WELIMAN
KABUPATEN MALAKA
EFFENDI ALEXANDER NAHAK
Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana Kupang
Email: vy86144@gmail.com
Debi F. Ng. Fallo
Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana Kupang
Alamat : Jl. Adisupcipto, Lasiana, Kupang.
Email : info@.fh.undana.ac.id
Orpa G. Manuaian
Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana Kupang

ABSTRACT: This thesis is compiled by Effendi Alexander Nahak and guided by: Debi F. Ng.
Fallo,. SH., Hum selaku pembimbing 1 dan Dr. Orpa G. Manuain., SH., MH selaku pembimbing 2
with the title of this research is " Factors Causing Society to Choose Non Penal Efforts in Settlement
of the Crime of Adultery in Haitimuk Village, Weliman District, Malacca Regency ” The main
problem in this research is the case of adultery that occurred in Haitimuk Village, Weliman District,
Malacca Regency . Therefore, it is necessary to have the role of law enforcement officials in
uncovering and resolving the case. In the settlement of the crime of adultery that occurred in
Haitimuk Village, Weliman District, Malacca Regency, the community tends to choose non-penal
efforts in dealing with it . Based on the problems that occur, the researcher wants to find out why
the community chooses non-penal efforts in handling the crime of adultery in Haitimuk Village,
Weliman District, Malaka Regency and what forms of settlement of crimes through non-penal
efforts in Haitimuk Village, Weliman District, Malacca Regency .

Keywords: Factors, Non Penal Efforts, Adultery

ABSTRAK: KSkripsi ini disusun oleh Effendi Alexander Nahak dan dibimbing oleh: Debi F. Ng. Fallo,. SH.,
Hum selaku pembimbing 1 dan Dr. Orpa G. Manuain., SH., MH selaku pembimbing 2 dengan Judul penelitian
ini adalah “ Faktor -Faktor Penyebab Masyarakat Memilih Upaya Non Penal Dalam Penyelesaian Tindak
Pidana Perzinahan Di Desa Haitimuk Kecamatan Weliman Kabupaten Malaka ” Masalah pokok dalam penelitian
ini adalah adalah kasus perzinahan yang terjadi di Di Desa Haitimuk Kecamatan Weliman Kabupaten Malaka.
Oleh karena perlu adanya peranan aparat penegak hukum dalam mengungkap dan menyelesaikan kasus
tersebut. Dalam penyelesaian tindak pidana perzinahan yang terjadi kehidupan di Desa Haitimuk, Kecamatan
Weliman, Kabupaten Malaka, masyarakat cenderung memilih Upaya non penal Dalam Menanggulangi.
Berdasarkan masalah yang terjadi maka peneliti ingin mengali gengapa masyarakat memilih upaya Non Penal
dalam penanganan tindak pidana perzinahan di Desa Haitimuk, Kecamatan Weliman Kabupaten Malaka dan
bagaimana bentuk penyelesaian tindak pidana melalui upaya Non Penal di Desa Haitimuk, Kecamatan
Weliman, Kabupaten Malaka.

Kata Kunci: Faktor- Faktor, Upaya Non Penal, Perzinahan


2

PENDAHULUAN mengundang dosa.Secara umum


perumusan tindak pidana zinah diatur
Undang-Undang Dasar Negara
dalam Pasal 284 Kitab Undang-Undang
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI
Hukum Pidana (KUHP) yang dapat
tahun 1945) dalam Pasal 1 ayat
dikategorikan sebagai salah satu
menyatakan bahwa Negara Indonesia
kejahatan terhadap kesusilaan.
adalah Negara Hukum, maka dinamika
Berdasarkan Pasal 284 KUHP, perbuatan
kehidupan dalam masyarakat
yang disebut sebagai perzinahan adalah
dikendalikan oleh hukum. Hukum
perbuatan bersetubuh yang dilakukan
mempunyai peranan penting dalam
oleh seorang pria dan seorang wanita yang
mengatur tata hidup masyarakat
keduanya atau salah satu dari keduanya
Indonesia. UUD NRI tahun 1945 ini juga
telah menikah. Seseorang dapat
merupakan sumber dari segala sumber
dikategorikan sebagai pelaku zinah yaitu
hukum di Indonesia.
terhadap orang yang melakukan
Perbuatan zinah merupakan salah persetubuhan diluar perkawinan dengan
satu tindak pidana yang dilarang oleh seorang perempuan yang diketahui atau
sistem hukum barat, sistem hukum adat, sepatutnya harus diduga olehnya bahwa
maupun sistem hukum Islam. Menurut perempuan tersebut belum berumur 18
Pasal 284 KUHP menyatakan bahwa tahun. Jika usia perempuan tersebut tidak
perzinahan adalah hubungan seksual jelas maka dapat diketahuinya atau
diluar nikah yang dilakukan oleh sepasang sepatutnya harus diduga bahwa
manusia berbeda kelamin, yang keduanya perempuan tersebut belum waktunya
telah dewasa dan salah satu atau untuk dinikahi. Di samping itu, ketentuan
keduanya terikat pernikahan dengan larangan zina di Indonesia hanya berlaku
pihak lain.Dalam kehidupan bagi pasangan yang salah satunya atau
bermasyarakat, zinah adalah penyakit keduanya terikat dalam perkawinan.
sosial yang berbahaya. Perzinahan Hukum pidana Indonesia tidak melarang
dinyatakan sebagai perbuatan melanggar adanya perzinahan yang terjadi antara
hukum, yang layak dijatuhi hukuman orang yang berlainan jenis dan tidak
karena membawa akibat yang buruk, dan terikat dalam ikatan perkawinan. Selain
3

itu tindak pidana perzinahan tergolong orang lain di selesaikan secara


sebagai delik aduan yang hanya bisa kekeluargaan tanpa menempuh jalur
diproses apabila ada pihak yang hukum. Yang dimaksud jalur hukum
mengadukan tindak pidana tersebut. dalam konteks ini adalah jalur hukum
Artinya, tindak pidana ini hanya dapat positif.
dituntut jika ada pengaduan dari pihak
Menurut Simons, untuk adanya
korban yang dirugikan.
suatu perzinahan menurut Pasal 284
Kebijakan atau upaya KUHP itu diperlukan adanya suatu
penanggulangan kejahatan pada vreselijk gemeenschap atau diperlukan
hakikatnya merupakan bagian integral adanya suatu hubungan alat-alat kelamin
dari upaya perlindungan masyarakat yang selesai dilakukan antara seorang pria
(social welfare). Oleh karena itu, dapat dengan seorang wanita. Sehingga apabila
dikatakan bahwa tujuan akhir atau tujuan dilakukan oleh dua orang yang berjenis
utama dari politik criminal adalah kelamin sama bukan merupakan
“perlindungan masyarakat untuk perzinahan yang dimaksud dalam Pasal
mencapai kesejahteraan masyarakat.Di 284 KUHP dan jika dilakukan oleh mereka
Luar hukum positif, masyarakat mengenal yang belum dalam ikatan pernikahan
dan mempraktekkan suatu sistem dengan orang lain tidak termasuk pula.
pedoman perilaku yang dipilihnya sendiri. Syarat lain yang perlu diperhatikan agar
Sebagai contoh, terhadap pelanggaran perbuatan melakukan hubungan kelamin
kaidah sosial larangan mencuri tidak antara seorang pria dengan seorang
selalu diselesaikan dengan hukum positif, wanita yang salah satu atau keduanya
yakni dilaporkan pada polisi, ditahan, di telah kawin dapat disebut sebagai delik
sidang dalam pengadilan dan di penjara. perzinahan menurut KUHP adalah bahwa
Ada kalanya pencurian diselesaikan oleh tidak adanya persetujuan di antara suami
masyarakat setempat dengan cara istri itu. Artinya jika ada persetujuan di
musyawarah dan hukumannya hanya antara suami dan isteri, misal suami yang
mengembalikan barang yang dicuri. bekerja sebagai mucikari dan istrinya
Dalam praktik sehari-hari bahkan ada menjadi pelacur bawahannya maka
kecenderungan pelanggaran terhadap hak
4

perbuatan semacam itu bukanlah METODE PENELITIAN

termasuk perbuatan zinah.


Jenis penelitian yang digunakan

Peranan aparat penegak hukum dalam penelitian ini ialah penelitian

dalam mengungkap dan menyelesaikan Empiris yakni mengkaji dan menganalisis

kasus tindak pidana perzinahan dituntut data yang diperoleh dari masyarakat dan

untuk profesional yang disertai lokasi penelitian

kematangan intelektual dan integritas


HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
moral yang tinggi. Hal tersebut diperlukan
agar proses peradilan dalam
menyelesaikan kasus tindak pidana Pemilihan Upaya Non Penal dalam

perzinahan dapat berjalan dengan tuntas Penyelesaian Tindak Pidana Perzinahan


Oleh Masyarakat Desa Haitimuk
dan pelaku dikenai pidana yang seadil-
Kecamatan Welian Kabupaten Malaka
adilnya.

Non penal merupakan sebuah usaha yang


Oleh karena itu kondisi saat ini di
rasional untuk mengendalikan atau
kehidupan di Desa Haitimuk, Kecamatan
menanggulangi tindak pidana adalah tidak
Weliman, Kabupaten Malaka, masyarakat
hanya dengan menggunakan sarana penal
cenderung memilih Upaya non penal
(hukum pidana), tetapi dapat juga denga
Dalam Menanggulangi Tindak Pidana
menggunakan sarana-sarana yang non-
Perzinahan Di Kecamatan Weliman. Dari
penal. Sarana non-penal mempunyai
uraian permasalahan diatas maka calon
pengaruh preventif terhadap kejahatan.
peneliti merasa tertarik untuk
Upaya preventif yang di maksud adalah
mengadakan penelitian lebih jauh dengan
upaya yang dilakukan sebelum terjadinya
judul : Faktor Penyebab Masyarakat
tindak pidana dengan cara menangani
Memilih Upaya Non Penal Dalam
faktor-faktor pendorong terjadinya tindak
Penyelesaian Tindak Pidana
pidana itu sendiri. Salah satu pelaksanaan
Perzinahan Di Desa Haitimuk
upaya penanggulangan kejahatan melalui
Kecamatan Weliman Kabupaten
sarana Non penal melalui usaha
Malaka
pencegahan tanpa harus menggunakan
5

hukum pidana yaitu dengan adanya mengutamakan penyelesaian secara non


penyelesaian kasus melalui proses penal dan hal yang sangat tidak
perdamaian. Kasus yang diselesaikan diharapkan ketika diselesaikan secara
melalui proses perdamaian tersebut hukum nasional masalah perzinahan yang
karena adanya keinginan dari masyarakat dilakukan oleh kedua pelaku akan diliput
yang menginginkan kasusnya segera oleh wartawan dan dari itu keluarga
selesai dan tidak lagi menjadi rumit, pelaku perzinahan memutuskan untuk
namun tetap saja penyelesaian kasus menyelesaikan secara non penal sehingga
melalui perdamaian tersebut haruslah masalah perzinahan yang diselesaikan
memprioritaskan hak-hak korban yaitu tidak banyak diketahui oleh banyak orang.
seperti mendapat ganti rugi. Dari data Raja Desa Haetimuk Likwina Hoar
yang diperoleh dari hasil wawancara memilih untuk menyelesaikan karena
narasumber Ketua adat Agustinus Nahak secara non penal karena dalam
alasan memiilih untuk menyelesaikan menyelesaikan secara non penal mungkin
secara non penal karena pertama kedua masalahnya tidak akan berbuntut panjang
pelaku masih ada hubungan keluara selain itu, kedua pelaku satu rumah adat
notabene kedua pelaku masih satu rumah jadi oleh sebab itu dari pihak keluarga
adat jadi dari keluarga kedua pelaku lebih mengutamakan untuk memilih
menuding untuk memilih menyelesaikan menyelesaikan secara non penal sehingga
masalah melalui jalur non penal. Hal yang masalah dari kedua pelaku tidak ketahui
sama disampaikan oleh Fukun (Kepala oleh banyak orang. Martinus Nahak
Suku) Kladik Desa Lambertus Nahak Sebagai masyarakat desa yang di undang
menyatakan bahwa pelaku awalnya dalam penyelesaian konflik perzinahan
memilih untuk menyelesaikan masalah dimana korban dan pelaku memilih
melalui jalur hukum nasional akan tetapi penyelesaian secara non penal karena
karena melalui hukum nasional urusanya keduanya masih berhubungan
akan panjang dan dengan demikian kekeluarga oleh sebab itu tidak memilih
masalah tersebut akan diketahui oleh jalur hukum nasional karena otomatis
semua orang oleh sebab itu dalam keduanya akan masuk penjara karena
menyelesaikan masalah tersebut lebih notabene kedua keluarga masih satu
6

rumah adat jadi mereka putuskan untuk dan pelaku diberikan denda sanksi
memilih menyelesaikan secara non penal. diberikan kepada pelaku sebesar 5 juta, 1
Hal yang sama juga disampaikan oleh ekor sapi, beras 50 kg dan sopi kelapa 1
Theresia Hoar sebagai anggota keluarga botol. Setelah pemenuhan denda adat di
korban pada kenyataannya pelaku tidak penuhi saya sebagai korban akan
sanggup untuk memenuhi denda adat berdamai dengan korban dan dari itu
yang didendakan kepada pelaku sehingga denda yang diemban berupa 1 ekor sapi,
kepala adat dan baik Fukun dan beras 50 kg dan sopi kelapa 1 botol
masayarakat memutuskan untuk Lele dihidangkan atau disiap untuk makan
pelaku “ kata Lele yang artinya akan diusir bersama. Selanjutnya Agus Nahak sebagai
dari desa Haitimuk melalui kesepakatan pelaku menambahkan bahwa alasan lebih
bersama dan pelaku juga dberikan dendan mengutamakan penyelesaian secara non
sanksi apabila Lele tidak dilakukan. Maria penal pada dasar saya dengan korban
Hoar sebagai korban menyatakan bahwa masih memiliki hubugan kekeluargaan
lebih mengutamakan penyelesaian secara yang sangat dekat karena saya pribadi
non penal disebab saya dengan pelaku sebagai anak mantu dalam rumah adat
masih ada hubungan kekeluargaan keluarga korban, akan tetapi sebelumnya
(pelaku sebagai ipar), akan tetapi saya memilih jalur non penal untuk
sebagai korban sebelumnya masih sempat menyelesaikan masalah yang saya buat
berdiskusi dengan keluarga sebelum awalnya masih berdiskusi bersama secara
memutuskan untuk memelilih kekeluargaan setelah baru diadakan
penyelesaian secara non penal. putusan secara secara oleh para tetu adat.
Selanjutnya Maria Hoar sebagai korban Selanjutnya Agus Nahak sebagai pelaku
menambahkan selaian pihak pelaku menambahkan bahwa dengan memilih
sebagai keluarga alasan lain lebih jalur non penal masalah yang di lakukan
mengutamakan penyelesaian secara non tidak tersebar luas sehingga korban tetap
penal karena biaya yang dikeluarkan oleh menjaga citra keluarga. Oleh karena itu,
pelaku maupun korban sendiri lebih lebih memilih jalur non penal sebagai
murah, waktu yang dibutuhan lebih cepat landasan dalam penyelesian dan nilai oleh
dan dalam penyelesaian lebih sederhana pihak keluarga dan para tetua lebih
7

sederhana dan lebih cepat. Oleh sebab itu, tahap-tahap di penuhui maka proses
sebagai pelaku saya melakukan tugas pemenuhan kewajiban adat suku
pemehuhan adat berupa denda yakni 5 Haitimuk dapat dilaksanakan. Pada
juta, 1 ekor sapi, beras 50 kg dan sopi prinsipnya masyarakat yang berada di
kelapa 1 botol dan disisi lain untuk pedesaan maupun kelurahan masih
mengangkat kembali citra keluarga memegang teguh hukum adat atau hukum
korban. yang hidup di masyarakat, hal ini
dikarenakan masyarakat masih lebih
Berdasarkan hasil wawancara di
aman dan merasakan kedamian jika
atas dalam penyelesasikan masalah
mereka diadili menggunakan hukum yang
menggunakan non penal ada keterlibatan
hidup di masyarakat.
masyarakat adat, masyarakat desa dan
anggota keluarga pelaku dan korban dan Bentuk Penyelesaian Tindak
di embankan kepada pelaku dengan Pidana Perzinahan Melalui Non Penal
melalukan pemenuhan kewajiban adat Oleh Masyarakat Desa Haitimuk
apabila ada kesepakatan bersama dengan Kecamatan Weliman Kabupaten
keluarga pelaku perzinahan. Pemenuhan Malaka
Kewajiban Adat ini merupakan satu
Upaya penanggulangan kejahatan
kewajiban setiap warga yang melakukan
lewat jalur non penal atau diluar hukum
pelanggaran adat maka wajib
pidana lebih menitikberatkan pada sifat
dilaksanakan. Makoan dan Tokoh adat
pencegahan atau preventif. Oleh karena
sebagai orang yang memilki kewenangan
upaya penanggulangan kejahatan, lewat
untuk melaksanakan kewajiban adat
jalur non penal merupakan pencegahan
tersebut. Dan harus mengundang dua
terjadinya kejahatan, maka sasaran
orang tokoh adat dari masing-masing
utamanya adalah menangani fakto-faktor
kedua belah pihak. Pemenuhan kewajiban
peredaran kosmetik illegal secara
Adat Suku Haitimuk dilaksanakan harus
kondusif penyebab terjadinya kejahatan.
memenuhi tahap-tahap yaitu salah satu
Faktor-faktor kondusif itu antara lain
tokoh adat melakukan pendekatan kedua
berpusat pada masalah-masalah atau
belah pihak untuk mengambil suatu
kondisi-kondisi sosial yang secara
keputusan atau kesepakatan. Jika semua
8

langsung atau tidak langsung dapat dapat memberikan suatu


menimbulkan kejahatan. Langkah- gambaran terhadap solusi-solusi
langkah upaya non penal dalam yang dapat dilakukan oleh para
penanggulangan perzinahan ada 3 yakni pihak. Mediasi merupakan suatu
mediasi, arbitrase dan restorative justice. Alternative Dispute Resolution,
yang merupakan suatu konsep
1. Mediasi
penyelesaian sengketa yang terus

Mediasi merupakan sebuah berkembang, perkembangan ini

upaya resolusi konflik dimana merupakan suatu akibat dari

terdapat pihak ketiga yang diakui adanya perdebatan dan


dan diterima oleh para pihak, yang perbincangan yang konstan

tidak memiliki kewenangan untuk mengenai pendekatan sistem yang

membuat suatu keputuasan solusi tepat untuk menjawab

mengikat bagi para pihak yang penyelesaian sengketa masyarakat.

bersengketa, melakukan intervensi


Penyelesaian mediasi Non
terhadap konflik atau sengketa
penal yang dilakukan oleh
untuk membantu para pihak
masyarakat adat pada dasarnya
memperbaiki hubungan mereka,
memiliki aspek- aspek positif,
mempererat komunikasi, dan
diantaranya adalah:
menggunakan solusi pemecah
masalah yang efektif dan prosedur a. Hakim perdamain di
negosiasi guna mencapai suatu Desa bertindak mencari
keputusan yang dapat diterima fakta, meminta nasehat
oleh para pihak atau suatu kepada tetua, tetua adat
perikatan dalam sengketa.Dalam dalam masyarakat.
suatu upaya mediasi, para pihak Putusanya diambil
diharapkan dapat menyelesaikan berdasarkan
suatu permasalahan dengan lebih musyawarah untuk
jernih, dan Mediator yang ditunjuk mufakat dan juga
untuk menyelesaikan perkara putusanya dapat
9

diterima oleh para pihak dihadirkan lembaga adat dan


dan memuaskan kepala desa serta masyarakat desa
masyarakat secara untuk diselesaikan secara
keseluruhan musyawarah adat yang dimana
b. Pelaksanaan sanksi telah diwariskan oleh leluhur.
melibatkan para pihak, Dengn memberikan putusan adat
hal tersebut dimana para pelaku harus
menunjukkan adanya memenuhi kewajiban adat dengan
tenggang rasa memberikan sanksi denda berupa
(toleransi) yang di tinggi barang- barang berharga. Akan
diantara para pihak tetapi hingga saat ini dengan
c. Suasana rukun dan adanya perkembangan jaman
damai antara para sehingga para Fukun/ Ketua rumah
pihak dapat adat dan para Raja- raja besar
dikembalikan serta haitimuk mengadakan Monmetan
intergrasi masyarakat atau mengumpulkan seluruh warga
dapat dipertahankan. Desa Haitimuk untuk
menimbangkan besar kecilnya dari
Berdasarkan hasil
pelaku perzinahan kepada korban
wawancara dengan Ketua adat
yang diselingkuhi.
Agustinus Nahak efektivitas upaya
Non penal dalam menanggulangi Berdasarkan hasil
tindak pidana perzinahan di Desa wawancara dengan Theresia Hoar
Haitimuk dilakukan secara sebagai anggota keluarga korban,
musyawarah adat karena suasana faktor – faktor yang menyebabkan
penyelesaian bersifat rukun dan kedua pelaku melakukan
damai antara para pihak korban perzinahan pertama sang pelaku
dan pelaku sehingga dapat pria menggoda sang wanita
mengembalikan kekerabatan serta tersebut sehingga terjadi
intergrasi masyarakat dapat perselingkuhan dengan alasan
dipertahankan. Oleh karena itu, wanita tersebut suaminya sedang
10

merantau di luar negeri yakni harus menggunakan hukum pidana


Melaysia dan karena pelaku wanita yaitu dengan adanya penyelesaian
membutuhkan uang disebabkan kasus melalui proses perdamaian.
suaminya tidak pernah Kasus yang diselesaikan melalui
mengirimkan uang sehingga proses perdamaian tersebut
terjadilah perselingkuhan tersebut. karena adanya keinginan dari
Selain itu, kebutuhan ekonomi masyarakat yang menginginkan
perempuan dipenuhi oleh pelaku. kasusnya segera selesai dan tidak
lagi menjadi rumit, namun tetap
Kepala Desa Haitimuk
saja penyelesaian kasus melalui
sanksi denda adat yang diberikan
perdamaian tersebut haruslah
kepada pelaku jika denda adatnya
memprioritaskan hak-hak korban
tidak dapat dipenuhi oleh pelaku
yaitu seperti mendapat ganti rugi
maka putusan secara adat Desa
yang dimana tetua adat dengan
Haitimuk sang pelaku akan dibawa
masyarakat adat bersifat sebagai
ke Balai Desa untuk menentukan
mediartor. Apabila mediator adat
hukumanya yaitu dengan tidak
berhasil mempertemukan para
menikahi sang wanita yang
pihak yang bertikai, makalangkah
diselingkuhinya dan para tua adat
selanjutnya diadakanlah ritual
mengambil keputusan dengan
adat.
kesepakatan bersama dan warga
Desa Haitimuk pelaku akan di usir Pertemuan yang
dari kampung dengan tegas pelaku diupayakan oleh mediator adat ini
tidak boleh kembali dan bergabung memungkinkan para pihak untuk
di Desa Haitimuk. berbicara dari hati ke hati secara
terbuka sambil berusaha
Berdasarkan hasil
merekonstruksi kebenaran dari
wawancara di atas dalam
peristiwa tersebut. Masing-masing
penyelesasikan masalah
pihak dalam merekonstruksi
menggunakan mediasi non penal
kebenaran itu, akan
melalui usaha pencegahan tanpa
menyampaikan secara terbuka hal-
11

hal yang pernah dilakukan atau fungsi lembaga masyarakat adat


diucapkan pada saat pertikaian Haitimuk adalah sebagai mediator
berlangsung kepada tokoh adat dalam menyelesaikan perkara
yang hadir, dan disaksikan oleh tindak pidana dan perdata secara
para tetua adat kedua belah pihak. adat.
Apa sajakah yang perlu diurus atau
2. Restorative Justice
dihapus secara adat sebelum
Menurut Eva Achjani Zulfa
memasuki tahap perdamaian.
“Restorative justice adalah Sebuah
Selain itu, tokoh adat berusaha
konsep pemikiran yang merespon
menetapkan pihak mana yang
pengembangan sistem peradilan
paling bersalah dalam pertikaian
pidana dengan menitikberatkan
itu, dan diwajibkan secara simbolik
pada kebutuhan pelibatan
untuk memohon kesediaan pihak
masyarakat dan korban yang
korban untuk merajut kembali
dirasa tersisihkan dengan
perdamaian.
mekanisme yang bekerja pada
Peran utama para tokoh sistem peradilan pidana yang ada
adat atau lembaga masyarakat pada saat ini”. Keadilan restoratif
Desa Haitimuk dalam dalam hukum pidana memiliki
menyelesaikan perkara perkara kekuatan yang mampu
yang terjadi di masyarakat adat memulihkan hubungan antar pihak
kampung Haitimuk yaitu, menjadi yang menjadi pelaku dan yang
fasilitator dengan menampung dan menjadi korban. Juga memiliki
menyelesaikan semua keluhan kekuatan untuk mencegah adanya
keluhan atau masalah-masalah, permusuhan lebih mendalam antar
aspirasi dari masyarakat tentang para pihak dan mendorong
adat di kampung Haitimuk. Dan rekonsilisasi antara pihak pelaku
juga sebagai penegak hukum dalam dan korban secara sukarela.
penyelesaian perkara pidana dan Kekuatan lainnya ialah mendorong
sengketa perdata di masyarakat adanya partisipasi warga
hukum adat Haitimuk.Sedangkan masyarakat lainnya, misalnya
12

anggota keluarga atau tetangga sarana penyelesaian perkara adat


serta menekankan pentingnya pada umumnya, dan fungsinya
peran korban dalam suatu proses sebagai penyeimbang dalam
menuju keadilan. Di sisi korban, mengembalikan sejumlah nilai adat
keadilan restoratif memberi yang diabaikan. Dalam banyak hal,
kekuatan untuk memberi pemberlakuan denda adat ini
kesempatan pada pelaku untuk justru menjadi jalinan hubungan
mengungkapkan rasa penyesalan kekerabatan yang baru antara
kepada korban dan lebih baik bila pihak pelaku dan pihak korban.
difasilitasi bertemu dalam
Pada prinsipnya
pertemuan yang dilakukan secara
masyarakat yang berada di
professional.
pedesaan maupun kelurahan
Proses pendekatan keadilan masih memegang teguh hukum
restoratif dilakukan dengan suatu adat atau hukum yang hidup di
kebijakan sehingga terwujud suatu masyarakat, hal ini dikarenakan
pengalihan proses penyelesaian masyarakat masih lebih aman dan
tindak pidana keluar proses merasakan kedamian jika mereka
pengadilan pidana dan diadili menggunakan hukum yang
diselesaikan melalui proses hidup di masyarakat. Denda adat
musyawarah. yang dikenakakan terhadap
perzinahan berupa sapi banteng,
Berdasarkan hasil
babi yang memiliki taring, kain
wawancara dengan ketua adat
tenu ikat, sopi kepala satu kendi
Agustinus Nahak untuk peradilan
yang terbuat dari tanah liat, uang
kepada pihak korban melalui
dulu yang disebut kedalam bahasa
denda adat. Jenis-jenis denda adat
tetun K’murak ktomak 50 sen, yang
di atas biasanya disepakati
nilai sangat fantastis, satu ekor
bersama oleh pihak korban dan
ayam jantan merah,gelang (Loku)
pelaku dalam sidang adat, karena
tangan dengan motif kepala ular
jenis-jenis denda adat ini sebagai
satu yang terbuat dari perak asli
13

Bentuk sanksi yang dulunya hingga sekarang, sehingga


diberikan oleh tetua adat dalam membuat pelaku dan korban tidak
sidang adat terhadap pelaku boleh melawan atau membantah
ditetapkan dan tidak dapat putusan yang diberikan karena
diganggu gugat oleh para pihak takut mendapat musibah/bencana
yang bertikai, dan korban juga dan kesialan, sebab putusan tetua
harus menerima besar-kecilnya adat itu sah dan adil.
denda yang dapat diberikan oleh
Dampak dari pengenaan
pelaku kepadanya sesuai
sanksi berupa denda yang
keputusan tetua adat. Di sini tetua
diberikan adalah perdamaian, dan
adat sebagai ketua juga harus
berwujud kekeluargaan dari pihak
melihat status sosial dan
yang bertikai. Mereka bukan lagi
kedudukan pelaku di kampung
musuh tapi keluarga, berjabat
Haitimuk dalam hal kesanggupan
tangan dan berpelukan. Kemudian
untuk membayar ganti kerugian.
dilanjutkan dengan doa bersama,
Sejauh ini keputusan tetua adat
setelah itu korban dan keluarganya
dalam sidang adat tidak ada yang
menyiapkan makanan dan juga
berkeberatan baik dari korban
pinang selanjutnya makan
maupun pelaku semuanya harus
bersama.
taat dan menerima keputusan dari
tetua adat yang berdasarkan 3. Arbitrase
hukum atau norma norma adat
Haitimuk, sebab jika tidak Arbitrase merupakan bentuk
mematuhi keputusan (suara) tetua penyelesaian perkara perdata di luar
adat maka ada tumbal atau balau lembaga peradilan. Perkara yang
pada dirinya dan keluarganya dapat diselesaikan dengan cara
(musibah/bencana dan kesialan). arbiterase adalah perkara yang
Sebab keputusan atau suara dari memungkinkan terjadi perdamaian di
tetua adat mengandung dan terikat antara orang-orang yang bersengketa.
dengan roh-roh nenek moyang Persengketaan sering terjadi di
14

tengah-tengah masyarakat, baik itu Dalam perzinahan akan timbul


persengketaan dengan orang lain, adanya persengketaan antara
seperti persengketaan masalah keduanya, oleh karena itu, hadirnya
ekonomi, perdagangan, maupun para tetua dan keluarga dari keluarga
persengketaan yang menjadi wilayah laki- laki dan keluarga perempuan,
hukum keluarga, seperti Jika ada kesepakan dalam penyelesain
persengketaan antara ayah dengan masalah perzinahan diselesaikan
anak, suami dengan isteri, mertua secara damai dan kekeluragaan itu
dengan menantu dan yang lainnya. bermaksud Mengadakan perbaikan,
Tetapi kasus yang paling banyak niscaya semuanya akan diselesaikan
terjadi adalah perselisihan antara sesuai dengan yang diinginkan..
suami isteri, yang sering sekali Persengketaan” yang terdapat dalam
berakhir dengan perceraian. terjemahan dalam perzinahan yang
Penyelesaian arbitrase ini sering juga dilakukan oleh laki- laki dan
disebut dengan penyelesaian perempuan apabila tidak diselesaikan
kekeluargaan, karena prinsip maka masalah tersebut secara
dasarnya adalah perdamaian. Akan etimologi berarti percekcokan,
tetapi, jika jalan perdamaian atau perselisihan dan permusuhan di mana
kekeluargaan tidak dapat ditempuh, dengan sikap dan arah berpikir
maka arbitrator dapat mengeluarkan masing-masing pihak sudah tidak lagi
putusan yang harus diikuti oleh pihak- dapat dikokpromikan. Ketidak
pihak yang bersengketa. Karena yang sesuaian bukan hanya terdapat di satu
memilih dan mengangkat arbitrator pihak tetapi pada kedua belah pihak
ini adalah pihak yang bersengketa antara pelaku dan korban yang
dengan tanpa ada paksaan dan bilamana sampai ke batas di mana
tekanan dari pihak manapun. Dengan tidak lagi dapat selesaikan. Dengan
demikian, maka konsekuensinya demikian, setidaknya ada dua kriteria
adalah pihak yang mengangkat harus yang menjadikan perselisihan dalam
mengikuti putusan arbitrator. sebuah dalam hubungan kekelurgan
oleh karena peran tetua adat sebagai
15

petunjuk menyelesaikan sengketa adat dan adanya sifat mau mengalah


bukan oleh pemerintah, tetapi oleh dari kedua belah pihak yang sedang
dua orang yang bersengketa atau bersengketa. Untuk mewujudkan
setidak-tidaknya atas persetujuan tujuan perdamaian melalui
masing-masing pihak. persetujuan bersama, dalam
pelaksanaannya sangat tergantung
Di dalam hukum adat dapat
pada kemarihan seorang tetua adat
dijadikan landasan hukum yang
dalam menyentuh hati masing-masing
dijadikan sebagai dasar
yang bersengketa, sehingga keduanya
diperbolehkannya. Dimana dapat
tetap berada dalam hubungan antara
disimpulkan bahwa pada prinsipnya
pelaku dan korban dan bahkan kedua
landasan hukum adat itu berisi ajaran
keluraga pelaku dan korban baiknya
untuk menyelesaikan perselisihan
sebagai dua orang bersaudara yang
dengan jalan damai. Jalan damai
sudah mempunyai tanggung jawab
adalah jalan yang paling utama
yang banyak dalam menyelesaikan
menurut hukum adat. Untuk
masalah perzinahan tersebut. Dalam
mewujudkan perdamaian sangat
hal demikian, meskipun harus
tergantung pada kebijaksanaan pihak
menegaskan mana pihak yang benar
tetua adat. Di samping itu, dari pihak-
dan mana pihak yang salah, namun
pihak yang bersengketa diperlukan
pihak yang dinyatakan salah
kesadaran dan kelembutan hati,
hendaklah secara rela hati mengakui
karena dari masing-masing pihak
kekeliruannya. Dengan demikian,
diperlukan kerelaannya untuk saling
tujuan penyelesaian sengketa secara
mengalah dan memaafkan demi
kekeluargaan pada dasarnya tercapai
terciptanya perdamaian dan
juga.
kedamaian.
Oleh karena kebijaksanaan
Prinsip tersebut di atas bila
peran tetua adat sangat diperlukan,
dikaitkan dengan kasus arbitrase,
maka dalam konsep penyelesaian
maka yang diperlukan dalam upaya
masalah perzinahan tersebut pihak
ketaatan adalah kebijakan para tetua
yang akan dipilih adalah salah seorang
16

dari keluarga pihak perempuan dan melaluiusaha pencegahan


seorang lagi dari pihak keluarga laki- tanpa harus menggunakan
laki. Dengan demikian akan hukum pidana yaitu karena
mempermudah mencari titik temu sedederhana, cepat biaya,
antara masing-masing pihak yang murah dan tidak
bersengketa itu, karena mereka lebih membutuhkan waktu yang
mudah mendapatkan informasi yang lama.
sebenarnya tentang apa yang terjadi 2. Bentuk penyelesaian tindak
pada keluarga yang bersengketa pidana perzinahan melelaui
tersebut untuk mencari kebenaran Upaya Non Penal ada 3 bentuk
alasan terjadi perzinahan dan yakni mediasi, arbitrase dan
bagaimana upayan restorative justice terjadi
penanggulanganya. Dengan demikian, efektif dalam menyelesaikan
tokoh adat memiliki kedudukan yang tindak pidana perzinahan di
sangat penting untuk menangani Desa Haitimuk Kecamatan
kasus-kasus perzinahan dan bahkan Weliman Kabupaten Malaka
masalah -masalah yang berurusan
dengan rumah tangga.

Daftar Pustaka
Kesimpulan
Buku-Buku
Berdasarkan uraian
pembahasan maka dapat ditarik Abdurrahman Doi, Tindak Pidana dalam
kesimpulan sebagai berikut: Syariat Islam Jakarta: Rineka Cipta, 1996

1. Penyebab masyarakat Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif


cenderung memilih upaya Non dalam Penanggulangan Kejahatan dengan
Penal disebabkan upaya
penanggulangan kejahatan Pidana Penjara, Badan Penerbit

melalui sarana Non penal Universitas Diponegoro, Semarang 1996


17

Hasan Hamzah, Hudud Analisis Tindak Moeljatno, Asas-asas Hukum


Pidana Zinah di Balik Perkawinan Legal, Pidana,Jakarta, 2002

Cet.I;Makassar: Alauddin Press, Neng Djubaedah, Perzinahan Dalam


2011 Peraturan Perundang-Undangan Di
Indonesia
Ishak, “Analisis Hukum Islam Tentang
Perbuatan Zinah Dalam Pasal 284 Ditinjau Dari Hukum Islam,
Kencana Prenada Media Group, Jakarta:
Kitab Undang-Undang Hukum
2010
Pidana Dalam Pembaharuan
Hukum Pidana”, Kanun Jurnal Ilmu Ni’mah Zulfatun ,Sosiologi Hukum,
Hukum, Vol. 14 No. 1 April 2012 Yogyakarta:Teras, 2012

John Gilissen dan Frits Gorle, Sejarah Rahardjo,Satjipto, Masalah Penegakan


Hukum Suatu Pengantar, edisi terjemahan, Hukum ,Bandung: Sinar Baru, 1986.

Refika Aditama, Bandung, 2005 R. Soenarto Soerodibroto, KUHP Dan


KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi
Lamintang. 1990. Delik-delik Khusus:
Mahkamah
Tindak Pidana-Tindak Pidana yang
Agung Dan Hoge Raad, Edisi
Melanggar Norma norma
Kelima, RajaGrafindo Persada, Jakarta:
Kesusilaan dan Norma.
2019

Leden Marpaung, Kejahatan terhadap


R Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum
Kesusilaan dan Masalah Prevensinya
Pidana Serta Komentar Komentarnya
Jakarta:
Lengkap Pasal Demi Pasal Bogor:
Sinar Grafika, 1996
Politeia, 1996

Liliana Tedjosaputro. 2003. Etika profesi


Soehardjo Sastrosoehardjo, , Silabus Mata
dan profesi hukum. Aneka ilmu.
Kuliah Filsafat Hukum, Program
18

Pascasarjana 1997 https://www.google.com/search?q=Fakt


or+Penyebab+Masyarakat+Memilih+Upa
Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum:
ya+Non+Penal+&client=firefox
Paradigma, Metode dan Dinamika
Masalahnya,

ELSAM HUMA, Jakarta 2002

Tri Andrisman, Hukum Pidana, Asas-Asas


dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana

Indonesia, Universitas Lampung,


2005

Zainal Abidin, Hukum Pidana Jakarta:


Prapanca, 1962

Undang-Undang

Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia 1945

Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958


tentang Menyatakan Berlakunya Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1946 Republik


Indonesia tentang Peraturan Hukum
Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik
Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (Lembaran Negara
Dan Tambahan Lembaran Negara Tahun
1958 Nomor 127; Tln No. 1660)

Internet

Anda mungkin juga menyukai