Anda di halaman 1dari 11

Nama : Wayan Dodi Sastrawan

Nim : 2014101172
Kelas : 2020D Student Exchange UNDIKSHA
Matkul : Tindak Pidana (KUHP)

PERZINAAN
Zina merupakan perbuatan hubungan intim yang dilakukan oleh dua pasang
manusia yang tidak memiliki hubungan perkawinan sebelumnya. Zina termasuk salah
satu perbuatan yang tidak boleh dilakukan oleh setiap manusia dengan alasan apa pun.
Setiap aspek di dalam kehidupan baik dari aspek agama, budaya maupun sosial
menyatakan bahwa zina merupakan perbuatan yang tidak pantas untuk dilakukan oleh
manusia.Zina secara etimologis berasal dari bahasa Arab yang artinya persetubuhan di
luar pernikahan.Pengertian zina secara umum adalah persetubuhan priawanita tanpa
ikatan perkawinan yang sah. Dari segi tata susila perbuatan ini sangat kotor, hina dan
tercela dalam pandangan masyarakat, sedangkan dari segi agama perbuatan ini
terhukum dosa. Tidak ada yang mengingkari dalam memberikan hukuman kecuali
mereka yang pikirannya beda di bawah kendali hawa nafsunya. Mereka menganggap
setiap pelanggaran hukum dan peraturan adalah suatu ciptaan baru hasil falsafah hidup
manusia.
Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia merupakan Negara hukum. Hukum memiliki kedudukan yang penting
sehingga segala sesuatu haruslah berdasarkan dengan hukum. Meskipun kehidupan
telah dibentengi dengan hukum, tetapi pada dewasa ini telah terjadi perubahan
konstruksi tata nilai sosial budaya yang ada di masyarakat. Hal ini pun tidak terlepas
dari dampak globalisasi yang memberi akses budaya-budaya Negara lain masuk
dengan mudah. Selain memberi dampak positif, masuknya budaya luar pun
menimbulkan dampak negative dalam kehidupan dimana masuknya budaya luar yang
tidak selaras dengan yang ada di Indonesia seperti adanya budaya luar yang mempunyai
norma longgar terhadap suatu pergaulan. Budaya-budaya luar yang tidak sesuai dengan
perkembangan dan kenyataan yang dianut oleh masyarakat Indonesia masuk dengan
mudah tanpa disaring terlebih dahulu menimbulkan berbagai kejahatan atau suatu
tindak pidana salah satunya perzinahan.
Indonesia dengan budaya timurnya menjunjung tinggi nilai kesopanan dan
kesusilaan dimasyarakat, namun seiring dengan masuknya budaya luar yang tidak
sesuai dengan budaya di Indonesia menggerus norma-norma yang selama ini kita
junjung tinggi. Banyak anak muda yang terjerat pergaulan bebas sehingga tingkat
aborsi yang tinggi merupakan salah satu sebab yang timbul akibat adanya sebuah tindak
pidana perzinahan. Di Indonesia tindak pidana perzinahan atau yang dapat disebut
dengan istilah “permukahan” diatur oleh KUHP dalam Bab XIV tentang kejahatan
terhadap kesusilaan dan diatur secara khusus yaitu pada pasal 284. Hukuman pidana
untuk seorang yang melakukan perzinahan yaitu 9 bulan. Konsep perzinahan dalam
Hukum positif Indonesia tidak melihat seluruh hubungan kelamin diluar ikatan
perkawinan merupakan suatu perbuatan perzinahan.
Perzinahan dalam hukum pidana pun termasuk kedalam tindak pidana yang
termasuk kedalam delik aduan absolute (absolute klacht delict). Mengenai laki-laki dan
perempuan yang masing-masing tidak sedang terikat dalam suatu perkawinan yang sah
melakukan persetubuhan tidak diatur dalam KUHP. Jika melihat pada perkembangan
di masyarakat perbuatan tersebut tidak sesuai dengan norma-norma yang dianut dalam
masyarakat sehingga terdapat kekosongan hukum yang tidak dapat memfasilitasi
perkembangan yang ada di masyarakat. Jika melihat Rancangan KUHP 2015 perbuatan
tersebut dimasukkan kedalam bagian zina dan perbuatan cabul.
Seiring dengan pembaharuan hukum pidana, konsepsi pengertian zina yang ada
pada KUHP berbeda dengan pengertian dalam Rancangan KUHP 2015 yang dalam hal
ini merupakan bentuk dari upaya pembaharuan hukum pidana. Pasal 284 KUHP
memberikan batasan bahwa suatu perbuatan dapat dikatakan perzinahan apabila
seseorang melakukan hubungan badan dengan orang lain dan salah satunya terikat
suatu perkawinan. Sedangkan pada perkembangannya, Rancangan KUHP 2015
menyatakan bahwa tindak pidana perzinahan tidak hanya dilakukan oleh seorang yang
salah satunya telah menikah saja namun seorang yang melakukan hubungan badan
tanpa salah satunya harus terikat perkawinan pun dikatakan melakukan tindak pidana
perzinahan.
Rancangan KUHP 2015 terjadi perluasan delik zina. Dalam Rancangan KUHP
2015 laki-laki dan perempuan yang sedang terikat dalam sebuah perkawinan, maupun
yang tidak terikat oleh sebuah perkawinan dapat diancam dengan pidana, dengan sifat
deliknya masih merupakan delik aduan. Pasal 284 Rancangan KUHP 2015 mengatur
perihal tindak pidana zina, dengan tidak memberikan pembeda antara mereka yang
telah kawin dan yang belum kawin. Begitu juga tidak dibedakan siapa yang melakukan
tindak pidana tersebut baik laki-laki maupun perempuan. Dengan adanya perluasan
pengertian delik ini ditakutkan adanya potensi tindakan main hakim sendiri. Apabila
Negara terlalu jauh mencampuri urusan pribadi warga negara maka yang akan terjadi
adalah penyalahgunaan kekuasaan dan kekacauan. Negara seharusnya melakukan
tugasnya untuk menjamin kesejahteraan warga negaranya.
Dalam Pasal 284 KUHP, Zina diartikan sebagai persetubuhan yang dilakukan
oleh laki-laki atau perempuan yang telah menikah dengan perempuan atau laki-laki
yang bukan suami atau istrinya. Sehingga hanya pelaku yang sedang terikat
perkawinan saja yang dapat dijerat Pasal 284 KUHP. Jika salah satu dari pelaku zina
tidak sedang terikat perkawinan maka tidak bisa di vonis melakukan perbuatan zina,
tetapi divonis telah turut serta melakukan zina dan dibebani tanggung jawab yang sama
dengan perbuatan zina tersebut. Zina termasuk salah satu perbuatan yang tidak boleh
dilakukan oleh setiap manusia dengan alasan apa pun. Setiap aspek di dalam kehidupan
baik dari aspek agama, budaya maupun sosial menyatakan bahwa zina merupakan
perbuatan yang tidak pantas untuk dilakukan oleh manusia.
Larangan zina tidak semata mencegah timbulnya kekacauan garis keturunan
anak atau nasab. Melainkan juga penyebaran penyakit yang disebabkan oleh kebiasaan
seks bebas. Larangan hubungan seksual tidak semata-mata antara laki-laki dan
perempuan di luar perkawinan, melainkan juga hubungan seksual sesama jenis. Laki-
laki dengan laki-laki, dan hubungan seks sesama perempuan atau sihak. Hubungan seks
dengan binatang, dan hubungan seks dengan perkosaan. Larangan melakukan
perzinaan ini sehubungan dengan Asas Ketuhanan, dimana pada Pasal 284 KUHP
yang mengancam pidana penjara paling lama 9 bulan bagi pria yang telah menikah
maupun istri yang berbuat zina, ketentuan tersebut sudah tidak relevan lagi dengan
perkembangan zaman. Sebab, pasal tersebut hanya memidana pelaku zina yang sudah
menikah. Padahal, lanjut Mursyidah, perbuatan zina merupakan perbuatan yang
merusak sendi-sendi moralitas bangsa.
Sehingga hal tersebut dalam KUHP tidak sejalan dengan nilai Pancasila.
Dimana dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pada Alinea Ketiga
yang menyatakan atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan seterusnya. Bahwa
pandangan tersebut memiliki konsekuensi yuridis terhadap segala peraturan
perundang-undangan yang harus mengacu dan bersumber pada nilai-nilai teologis,
yakni nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Karena didalam pasal KUHP hanya
memberikan hukuman kepada seseorang yeng telah menikah, sedangkan bagi yang
belum memiliki pasangan atau bagi yang belum menikah tidah termasuk dalam
kegiatan perzinaan dan tidak mendapatan hukuman pidana, sehingga hal ini
bertentangan dengan asas ketuhanan sesuai dengan UUD 1945 Alenia Ketiga.
Berdasarkan Asas Hukum Islam, perzinaan termasuk salah satu dosa
besar.Dalam agama Islam, aktivitas-aktivitas seksual oleh lelaki atau perempuan yang
telah menikah dengan lelaki atau perempuan yang bukan suami atau istri sahnya,
termasuk perzinaan. Dalam Al-Quran, dikatakan bahwa semua orang Muslim percaya
bahwa berzina adalah dosa besar dan dilarang oleh Allah. Tentang perzinaan di dalam
Al-Quran disebutkan di dalam ayat ayat berikut; Al Israa' 17:32, Al A'raaf 7:33, An
Nuur 24:26. Dalam hukum Islam, zina akan dikenakan hukum rajam. Hukumnya
menurut agama Islam untuk para pezina adalah sebagai berikut: 1. Jika pelakunya
sudah menikah melakukannya secara sukarela (tidak dipaksa, tidak diperkosa), mereka
dicambuk 100 kali, kemudian dirajam, ini berdasarkan hukuman yang diterapkan Ali
bin Abi Thalib. Mereka cukup dirajam tanpa didera dan ini lebih baik, sebagaimana
hukum yang diterapkan oleh Muhammad, Abu Bakar ash-Shiddiq, dan Umar bin
Khatthab. 2. Jika pelakunya belum menikah, maka mereka didera (dicambuk) 100 kali.
Kemudian diasingkan selama setahun.
Tindak pidana zina dalam hukum Islam berbeda dengan tindak pidana zina
dalam hukum konvensional. Hukum Islam menganggap setiap hubungan badan yang
diharamkan sebagai zina dan pelakunya harus dihukum, baik pelakunya orang yang
sudah menikah maupun belum, sedangkan hukum konvensional tidak menganggap
setiap hubungan badan yang diharamkan sebagai zina. Tindak pidana zina dijatuhkan
kepada pelaku yang sudah bersuami atau beristri, seperti yang diterapkan dalam hukum
mesir dan prancis. Selain dari mereka yang sudah bersuami atau beristri, perbuatan
demikian tidak dianggap zina, tetapi bersetubuh merusak kehormatan.
Menurut ayat-ayat, bahwa zina merupakan norma agama, norma kesusilaan.
Pelaku zina dalam kaedah hukum Islam sanksinya telah ditetapkan oleh al-Qur’an.
Akan tetapi sanksi yang ditetapkan oleh kaedah keagamaan mempunyai karakter
transendental, sanksi ini tidak diformulasikan oleh masyarakat, namun demikian
ditetapkan oleh kaedah keagamaan. Sanksi yang ditetapkan oleh kaedah keagamaan
menurut Wardi Muslich adalah suatu tindakan yang diberikan oleh syara’, sebagai
pembalasan atas perbuatan yang melanggar ketentuan syara’, dengan tujuan untuk
memelihara ketertiban dan kepentingan masyarakat, sekaligus juga untuk melindungi
kepentingan individu.
Pengaturan terkait zina dalam hukum adat termasuk di dalam bagian delik adat.
Dalam Asas Hukum Adat perzinaan ini sendiri sangat tidak sesuai dengan budaya yang
ada di Indonesia, Hukum perzinaan di Indonesia memiliki polemik sendiri dari
ketentuan hingga penerapan sanksi. Bagaimana tidak, hukum yang mengatur perzinaan
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dianggap tidak relevan untuk
diterapkan dalam masyarakat Indonesia, terutama perzinaan di Indonesia dianggap
sebagai tindakan yang sangat tidak pantas dan bertentangan dengan moral dan norma
dalam masyarakat yang berbudaya seperti negera Indonesia. Sangatlah jelas
Pengaturan perzinaan dan sanksi bahwa Pasal 284 KUHP hanya mengatur masalah
perselingkuhan, yang di mana pasal tersebut hanya berlaku jika salah satu pelaku atau
keduanya masih terikat oleh perkawinan sah dengan orang lain.
Pengaturan terkait zina Asas hukum adat termasuk di dalam bagian delik adat.
Delik adat adalah setiap perbuatan sepihak dari sepihak atau kumpulan perorangan,
mengancam atau menyinggung atau mengganggu keseimbangan dalam kehidupan
persekutuan, bersifat materiil atau immateriil, terhadap orang seorang atau terhadap
masyarakat berupa kesatuan, tindakan atau perbuatan yang demikian mengakibatkan
suatu reaksi adat yang dipercayainya dapat memulihkan keseimbangan yang telah
terganggu, antara lain dengan berbagai jalan dan cara, dengan pembayaran adat berupa
barang, uang, mengadakan selamatan, memotong hewan besar/kecil dan lain-lain.
Masalah delik perzinahan merupakan salah satu contoh aktual adanya benturan
antara pengertian dan paham tentang zina dalam KUHP Pasal 284 dengan
kepentingan/nilai sosial masyarakat. Benturan-benturan yang sering terjadi di
masyarakat, acapkali menimbulkan kejahatan baru seperti pembunuhan, penganiayaan,
atau main hakim sendiri. Perzinahan dipandang sebagai perbuatan dosa yang dapat
dilakukan oleh pria maupun wanita, dan dipandang sebagai suatu penodaan terhadap
ikatan suci dari perkawinan. Hal ini diperparah dengan lemahnya praktik penegakan
hukum. Dalam penegakan hukum pidana di Indonesia sangat berkaitan dengan
kejahatan atau kriminalitas. Dalam tindakan kejahatan yang terjadi secara umum selalu
melibatkan dua pihak sentral yakni pelaku kejahatan atau pelaku tindak pidana dan
korban tindak pidana.
Zina merupakan perbuatan amoral, munkar dan berakibat sangat buruk bagi
pelaku dan masyarakat. Zina adalah perbuatan haram, maka semua perantara yang
dapat mengantarkan kepada zina juga haram hukumnya. Perzinaan pada masa sekarang
ini kerap terjadi ada beberapa factor yang melatar belakangi terjadinya perzinaan
tersebut salah satunya yaitu masuknya pandangan-pandangan, budaya-budaya serta
kebiasaan-kebiasaan dari orang-orang asing/orang barat mengenai kehidupan seksual
yang terkesan bebas. Padahal budaya-budaya atau kebiasaan-kebiasaan tersebut
sangatlah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Perzinaan juga dapat terjadi dikarenakan adanya penurunan moralitas yang
dimiliki setiap manusia itu sendiri. Kerusakan moralitas yang terjadi saat ini
dikarenakan semakin meningkatnya perbuatan perzinaan. Zina adalah perbuatan
bersenggama antara laiki-laki dan perempuan yang tidak terikat hubungan pernikahan
(perkawinan). Secara umum, melakukan zina bukan hanya pada saat manusia telah
melakukan hubungan seksual, tapi merupakan termasuk segala aktivitasaktivitas
seksual yang dapat merusak kehormatan manusia.
Zina dinyatakan sebagai perbuatan yang melanggar hukum yang harus diberi
hukuman setimpal, karena mengingat akibat yang ditimbulkan sangat buruk. Hubungan
bebas dan segala bentuk diluar ketentuan agama adalah perbuatan yang membahayakan
dan mengancam keutuhan masyarakat dan merupakan perbuatan yang sangat nista
Namun hukum berzina di Indonesia di atur dalam KUHP dalam bab XIV kejahatan
terhadap kesusilaan, Pasal 284-289 KUHP. Dalam Pasal 284 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana Indonesia dijelaskan bahwa yang terancam pidana jika yang melakukan
zina adalah salah seorang dari wanita atau pria atau juga kedua-duanya dalam status
sudah kawin.
Perzinahan pada hakekatnya termasuk salah satu delik kesusilaan yang erat
kaitannya dengan nilai-nilai kesusilaan dari lembaga perkawinan, oleh karena itu
pembuktian secara tepat dan cermat sangat diperlukan yakni dengan pemeriksaan alat-
alat bukti yang diajukan dalam persidangan.Pemeriksaan secara tepat dan cermat
terhadap alat-alat bukti tersebut diperlukan terhadap tindak pidana ini yang bertujuan
untuk mengetahui atau menyelidiki apakah benar telah terjadi suatu tindak pidana
perzinahan. Kejahatan zina merupakan tindak pidana aduan absolute, artinya dalam
segala kejadian pezinahan itu diperlukan syarat pengaduan untuk dapatnya si pembuat
atau pembuat pesertanya dilakukan penuntutan.
Kedudukan hukum terhadap penggunaan suatu pasal, berkaitan erat dengan
eksistensi tentang dapat tidaknya suatu pasal tersebut bisa diterapkan. Tidak terkecuali
terhadap kejahatan terhadap perkawinan berupa tindak pidana perzinahan yang
seringkali menjadi persoalan. Adanya kekhasan pengertian tentang perzinahan menurut
hukum dengan kompleksitas syarat-syarat pengaduan perzinahan yang relatif panjang
membuat penyelesaian perkara tindak pidana perzinahan tidak cepat berjalan.
Persoalan lain kemudian muncul ketika voltoid delict dalam pasal tindak pidana
perzinahan belum sampai selesai dan dimasukkan dalam kategori percobaan. Batasan
formulasi yang belum tegas tentang percobaan perzinahan, serta perbedaan penafsiran
tentang permulaan pelaksanaan dan perbuatan persiapan membuat penggunaan pasal
percobaan perzinahan seringkali menjadi bahan perdebatan.
Sistem pembuktiaan tindak pidana perzinaan dalam sistem hukum nasional
maupun sistem hukum pidana islam bahwa memandang bahwa pemidanaan merupakan
pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan. Kejahatan yang dilakukan oleh para
pezina, untuk menentukan penjatuhan sanksi harus adanya delik aduan dari salah satu
pihak. Tindak Pidana Zina menurut Hukum Positif (KUHP) dan Qanun No 6 Tahun
2014 . Perzinahan merupakan salah satu tindak pidana di indonesia, yang di atur dalam
ketentuan perzinahan dalam KUHP di atur dalam Bab XIV tentang kejahatan terhadap
kesusilaan dan secara khusus mengatur perzinahan pada pasal 284.
Hukum positif tidak memandang perbuatan zina ketika pelakunya adalah pria
dan wanita yang sama-sama belum berstatus kawin. Hukum Positif memandang suatu
perbuatan zina jika dilakukan dengan sukarela (suka sama suka) maka pelaku tidak
perlu dikenakan hukuman. Hal ini didasarkan pada alasan bahwa tidak ada pihak yang
dirugikan dan hanya menyinggung hubungan individu tanpa menyinggung hubungan
masyarakat.Dengan demikian, perbuatan zina di mata hukum positif baru dianggap
sebagai suatu tindak pidana dan didapat dijatuhkan hukuman adalah ketika hal itu
melanggar kehormatan perkawinan.
Menurut KUHP tidak semua pelaku zina diancam dengan hukuman pidana.
Misalnya pasal 284 ayat 1 dan 2 menetapkan ancaman pidana penjara paling lama 9
bulan bagi pria dan wanita yang melakukan zina, padahal seorang atau keduanya telah
kawin, dan dalam padal 27 KUH Perdata (BW) berlaku bagian ini bisa diartikan bahwa
pria dan wanita yang melakukan zina tersebut belum kawin, maka mereka tidak terkena
sanksi hukuman tersebut di atas. Tidak kena hukuman juga bagi keduanya asalkan telah
dewasa dan suka sama suka (tidak ada unsur paksaan) atau wanitanya belum dewasa
dapat dikenakan sanksi, hal ini diatur dalam KUHP pasal 285 dan 287 ayat 1.Menurut
Hukum Pidana Islam, semua pelaku zina pria dan wanita dapat dikenakan had, yaitu
hukuman dera bagi yang belum kawin, Hukum PositifKUHP dalam menyikapi masalah
perzinahan, ada berbagai variasi hukuman (klasifikasi). Dengan penerapan hukuman
yang berbeda-beda yang tertuang dalam KUHP pasal 284 ayat 1dan 2, pasal 285, 286
dan 287 ayat 1.Sedangkan Islam menetapkan hukuman dera jika pelaku zina yang
belum kawin dan hukuman rajam jika telah kawin. Mengenai pasal ini, dalam
bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-
Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan zinah adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang
telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan isteri atau suaminya. Supaya
masuk pasal ini, maka persetubuhan itu harus dilakukan dengan suka sama suka, tidak
boleh ada paksaan dari salah satu pihak.

Tindak pidana perzinahan yang dimaksud dalam Pasal 284 KUHP ayat (1)
KUHP itu merupakan suatu tindak pidana yang harus dilakukan dengan sengaja. Ini
berarti bahwa unsur kesengajaan itu harus terbukti pada si pelaku agar ia dapat terbukti
sengaja dalam melakukan salah satu tindak pidana perzinahan dari tindak pidana
perzinahan yang diatur dalam Pasal 284 ayat (1) KUHP. Alat bukti yang digunakan
dalam membuktian adanya perbuatan zina ini seperti alat-alat bukti yang telah diatur
dalam Pasal 184 KUHAP, yaitu : Keterangan saksi, Keterangan ahli, Surat, Petunjuk,
Keterangan terdakwa. Masa daluarsa tindak pidana perzinahan dalam Pasal 78 KUHP
yang berbunyi: a. Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa:
(1) Mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan
percetakan sesudah satu tahun; (2) Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana
denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam
tahun. (3) Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga
tahun, sesudah dua belas tahun. (4) Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana
mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun. b. Bagi orang
yang pada saat melakukan perbuatan umurnya belum delapan belas tahun, masing-
masing tenggang daluwarsa di atas dikurangi menjadi sepertiga. Ancaman pidana bagi
pelaku perzinahan adalah penjara paling lama sembilan bulan. Mengacu pada Pasal 78
ayat (1) angka 2 KUHP, kita dapat ketahui bahwa kejahatan perzinahan merupakan
kejahatan yang kewenangan penuntutan pidananya hapus sesudah enam tahun.
Maka dengan demikian peran advokat terkait perzinahan sebagai berikut: (1)
Advokasi, Pengacara memperjuangkan hak klien untuk memperoleh keadilan dari
tindak pidana perzinahan tersebut seperti adanya penerimaan uang kompensasi. (2)
Representasi, pengacara memberikan pendampingan kepada klien dalam memperoleh
keadilannya dalam tindak pidana perzinahan tersebut. (3) Penelitian Hukum, yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka. Seperti Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana. (4) Konsep Gugatan, berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (5)
Nasehehat Hukum, sesuai dengan kewenangan dalam peraturan perundang-undangan
dalam memperoleh keadilan dari tindak pidana perzinahan tersebut. (6)Pengacara
memastikan hak hukum berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Berdasarkan sistem konstitusi (hukum dasar), bukan absolutisme (kekuasaan
yang tidak terbatas). Indonesia merupakan negara yang berdasarkan kepada hukum,
sebagai negara hukum, maka terdapat 3 (tiga) prinsip dasar wajib dijunjung oleh setiap
warga negara, yaitu supermasi hukum, kesetaraan dihadapan hukum, dan penegakan
hukum dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan kaedah hukum. Perwujudan
hukum tersebut terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta peraturan
perundang-undangan di bawahnya. Kaedah hukum, kaedah kesusilaan, dan kaedah
keagamaan berfungsi untuk melarang melakukan perbuatan zina. Akan tetapi kaedah
hukum melarang perbuatan tersebut adalah dengan jalan merumuskan di dalam
undang-undang hukum pidana, bahwa apabila seseorang melakukan suatu perzinaan,
maka ada orang lain yang ditunjuk oleh peraturan hukum akan menerapkan terhadap
pelaku zina tersebut suatu tindakan paksaan tertentu yang ditetapkan oleh peraturan
hukum itu.
Zina merupakan sebuah hubungan persetubuhan antara laki-laki dan
perempuan yang tidak terikat penikahan atau perkawinan secara sah. Ada macam-
macam zina dan contohnya yang sangat merugikan. Merugikan karena, zina
merupakan perbuatan hubungan badan antara laki-laki dan perempuan tanpa adanya
ikatan pernikahan yang sah menurut syariat agama. Ada beberapa perbuatan yang
dikategorikan dalam macam-macam zina dan contohnya. Berzina merupakan
perbuatan buruk yang bisa merugikan diri sendiri dan juga lingkungan sekitar. Karena
tak ada keuntungan yang didapat dari berzina, penting untuk mengetahui macam-
macam zina dan contohnya untuk menghindari perbuatan tersebut. Berikut macam-
macam zina dan contohnya:
Zina yang dilakukan dengan menggunakan panca indera. Berikut macam-
macam zina dan contohnya: Zina yang dilakukan dengan menggunakan panca indera
ini seperti zina mata. Bisa menjadi zina ketika seseorang memandang lawan jenisnya
dengan perasaan senang. Zina hati ketika memikirkan atau mengkhayalkan lawan jenis
dengan perasaan senang dan bahagia. Zina ucapan merupakan zina yang dilakukan
dengan membicarakan lawan jenis yang diikuti dengan perasaan senang. Zina tangan
merupakan zina yang dilakukan dengan sengaja memegang bagian tubuh lawan jenis
diikuti dengan perasaan senang dan bahagia. Zina luar yaitu zina yang dilakukan antar
lawan jenis yang bukan muhrim dengan melibatkan alat kelamin.

Zina yang dilakukan oleh orang-orang yang sudah menikah atau telah memiliki
suami atau istri. Artinya, seseorang yang telah menikah atau memiliki suami atau istri
namun tidak menjaga diri dari orang lain yang bukan mahram atau bisa disebut
berselingkuh. Zina yang dilakukan oleh mereka yang belum sah atau belum pernah
menikah. Misalnya saja, mereka yang sedang menjalin hubungan sebelum menikah
atau berpacaran maupun yang tidak, namun melakukan perbuatan zina dan belum sah
menjadi hubungan yang legal atau suami istri.

Contoh lainya dari tindakan zina ini yaitu Perbuatan seorang suami yang sedang
selingkuh dan bersetubuh dengan wanita lain dalam suatu ruangan yang tertutup dan
dipergoki oleh istrinya dapat disebut sebagai perzinahan. Kasus Perselingkuhan
Perzinahan dalam Kitab Undang – undang Hukum Pidana (KUHP) diatur dalam pasal
284 KUHP, yang berbunyi : Dihukum penjara selama-lamanya 9 (sembilan) bulan,
laki-laki yang beristeri berbuat zina sedang diketahuinya bahwa pasal 27 KUHPerdata
berlaku padanya, dan perempuan yang bersuami berbuat zina. Perbuatan perzinahan
adalah merupakan delik aduan yang hanya dapat dituntut jika ada pengaduan dari pihak
yang mempunyai hak untuk mengadukan hal tersebut. Pengaduan-pun oleh hukum
dibatasi dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak peristiwa tersebut diketahui atau
dalam jangka waktu 9 (sembilan) bulan, jika pengadu berada diluar negeri. Pengaduan
terhadap kasus perselingkuhan perzinahan dapat dilakukan pencabutan selama
persidangan perkara tersebut belum dimulai. Hal ini berbeda dengan delik aduan
lainnya yang mana hanya boleh dicabut dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak ia
memasukan pengaduannya tersebut ke Kepolisian. Pengaturan tindak pidana
perzinahan di masa mendatang sebaiknya memperhatikan keselaras dengan nilai-nilai
sentral sosio-politik,sosio-filosofik,dan nilai-nilai sosio-kultural yang dapat
mefasilitasi suatu perbuatan yang dilakukan oleh seorang yang belum kawin atau
keduanya tidak terikat suatu perkawinan. Dalam memformulasikan peraturan tersebut
harus melihat tujuan dari hukum itu sendiri yaitu kepastian, keadilan dan kemanfaatan.
DAFTAR PUSTAKA

Hadziq, Sahran, “Pengaturan Tindak Pidana Zina Dalam KUHP Dikaji Dari Perspektif
Living Law”, No. 1 VOL. 4 JANUARI 2019:25 – 45.
“MUI: Perumusan Ulang Definisi “Zina” Sejalan Asas Ketuhanan”,
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=13361&menu=2,
diaskes pada 28 November 2021.
Rahmawati, ” Tindak Pidana Perzinaandalam Perspektif Perbandingan Antara Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Dan Hukum Pidana Islam”, AN NISA'A,
VOL. 8, NO. 1, JUNI 2013: 13 – 26.
Neng Djubaedah, 2010, Perzinaan Dalam Peraturan Perundang-Undangan Di
Indonesia Ditinjau Dari Hukum Islam, Jakarta: Prenada Media Group, Hal 65-
66.
Alfiantoro,Handoko,” Kedudukan Hukum Penggunaan Pasal Percobaan Perzinahan
Dalam Praktik Peradilan”, Vol 4 No 1 (2018): Diversi Jurnal Hukum.
Gumilar, Fitrangga Hasan,” Pembuktian tindak pidana perzinaan dalam sistem Hukum
Pidana Nasional dan Hukum Pidana Islam”, Diploma thesis, UIN Sunan
Gunung Djati Bandung,2020.
Ishaq, “Kontribusi konsep jarimah zina dalam pembaharuan hukum pidana Indonesia”,
Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan, Volume 14, No. 1, Juni 2014:
81-100.

Anda mungkin juga menyukai