BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) menjelaskan bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. Hal ini diartikan
hukum yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menjamin
kedudukan yang sama di dalam hukum. Negara hukum menghendaki
agar hukum senantiasa ditegakkan, dihormati, dan ditaati oleh siapapun
juga tanpa ada pengecualian. Hal ini bertujuan untuk menciptakan
keamanan, ketertiban, kesejahteraan dalamkehidupanbermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, (UUD 1945 Hasil Amandemen). Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (KDRT) masih menjadi problem
Bagi masyarakat di Indonesia. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga
meyebutkan bahwa setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran merupakan bentuk
dari kekerasan dalam rumah tangga, (UU No 23 Thn 2004).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
2. Manfaat Praktis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Efektivitas Hukum
dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh atau anak yang bersangkutan.
Adapun mengenai sanksi pidana dalam pelanggaran UU No.23 tahun
2004 tentang PKDRT diatur dalam Bab VIII mulai dari pasal 44 s/d pasal
53. Khusus untuk kekerasan KDRT di bidang seksual, berlaku pidana
minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara atau 20 tahun
penjara atau denda antara 12 juta s/d 300 juta rupiah atau antara 25 juta
s/d 500 juta rupiah. ( vide pasal 47 dan 48 UU PKDRT).
Perlu diketahui juga, bahwa pada umumnya UU No.23 tahun 2004
tentang PKDRT, bukan hanya melulu ditujukan kepada seorang suami,
tapi juga juga bisa ditujukan kepada seorang isteri yang melakukan
kekerasan terhadap suaminya, anak-anaknya, keluarganya atau
pembantunya yang menetap tinggal dalam satu rumah tangga tersebut
Menyinggung tentang Kekerasan pada Anak (child abuse) dan perempuan
secara klinis diartikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan satu individu
terhadap individu lain yang mengakibatkan gangguan fisik dan atau
mental.
Namun penulis, masalah kekerasan dalam hal ini tidak saja
diartikan sebagai suatu tindakan yang mengakibatkan gangguan fisik dan
mental namun juga mengakibatkan gangguan social, karena kekerasan
bukan saja dalam bentuk emosional, seksual dan fisik namun juga dalam
hal ekonomi, seperti halnya dipaksa jadi pelacur, pembantu, pengamen
dan lain sebagainya. Begitupun sang pelaku bukan saja dapat dilakukan
oleh oleh orang-orang terdekat dalam keluarga (KDRT/domestic violence)
namun juga di lakukan oleh orang luar, dengan kata lain bukan saja
kekerasan tapi sudah masuk kejahatan dan modusnyapun semakin
berkembang.
Seperti akhir triwulan pertama tahun 2007 lalu, muncul kasus
dengan tingkat ekstrimitas yang tinggi, yakni sejumlah kasus pembunuhan
anak oleh ibu kandungnya sendiri. Kasus terkini, Maret 2008, seorang ibu
membunuh bayi dan balita dengan cara menceburkan mereka ke bak
mandi.
12
yaitu nullum delictum nullapoena sine maka hukum pidana tertulis yang
menjadi sumber hukum utama dalam hukum pidana Indonesia.
Di dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (RUU KUHP) tahun 2015 dalamPasal 1 ayat (1)
disebutkan bahwa “Tiada seorangpun dapat dipidana atau dikenakan
tindakan, kecuali perbuatan yang dilakukan telah ditetapkan sebagai
tindakpidana dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku pada
saat perbuatan itu dilakukan” dari pasal tersebut menegaskan bahwa
perbuatan dapat dikatakan perbuatan pidana ketika perbuatan tersebut
dilarang secara tertulis dalam undang-undang.
Namun, dalam RUU KUHP Pasal 2 ayat (1) dijelaskan pula bahwa
“Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak
mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang
menentukan bahwa seseorang patut di pidana walaupun perbuatan
tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan”. Jadi
berdasarkan Pasal 2ayat (1) RUU KUHP (1) Lingkup rumah tangga dalam
Undang-Undang ini meliputi : a. suami, isteri, dan anak; b. orang-orang
yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana
dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan,
pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga;
dan/atau c. orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap
dalam rumah tangga tersebut.
C. Mediasi Penal
Salah satu bentuk mekanisme penyelesaian perkara pidana
dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif adalah mediasi
penal. Dari perspektif terminologinya mediasi penal dikenal dengan istilah
mediation in criminal cases, mediation in penal matters, victim offenders
mediation, offender victim arrangemen (Inggris), strafbe middeling
(Belanda), der Au Bergerichtliche Tatausgleich (Jerman), de mediation
penale (Perancis), yang dikemukakan oleh Mulyadi.
19
Pasal 14
(1) dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam
pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas :
a. Melaksanakan peraturan, penjagaan, pengawalan, dan patrol terhadap
kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan
b. Menyelenggarakan segala kegiataan dan menjamin keamanan,
ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dijalan
c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap
hukum dan peraturan perundang-undangan
d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional
e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum
f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan tekhnis terhadap
kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk
pengamanan swakarsa
g. Melakukan menyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana
sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan
lainnya
h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,
laboratorium forensic dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas
kepolisian
i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan
lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan atau bencana termasuk
memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak
asasi manusia.
j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum
ditangani oleh instansi dan atau pihak yang berwenang
k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingan
dalam lingkup tugas kepolisian, serta
l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan perundang-undangan
30
َياِع َب ا ِد ْي ِِإِّن ْي َح َر ْم ُت الُظ ْلَم َع َلى َن ْف ِس ْي َو َج َع ْلَُت ُه َب ْي َن ُك ْم ُم َح َّر ًما َفَال َت َظ ا َلُمْو
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
C. Sumber Data
1. Data Primer
2. Data Sekunder
2. Kajian Kepustakaan
E. Analisis Data
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Masalah operasional
d) Mediasi tidak langsung Kalau proses mediasi ini yang dipakai, maka
akan banyak memakan waktu dan kurang produktif dibandingkan bila
korban dan pelaku saling bertemu.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepolisian Polresta Pinrang dalam penyelesaian kasus-kasus
Kekerasan dalam Rumah tangga yang dilaksanakan selama ini di kota
Pinrang dengan menggunakan pendekatan mediasi penal. Pendekatan
mediasi penal yang dilaksanakan oleh Polresta Pinrang terhadap
penyelesaian Kasus kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), mediasi
penal telah dipilh sebagai salah satu proses penanganan kasus
Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) yang terjadi dalam masyarakat.
Pendekatan Mediasi Penal oleh Pinrang oleh pihak
penyidik dilaksanakan sesuai dengan kapasitas institusi dengan landasan
Surat Edaran kapolri no.Pol. B/ 3022/ XII/2009/sdeops tanggal 14
Desember 2009 tentang penanganan kasus melalui Alternatif Dispute
Resolution (ADR). Pertimbangan Penyidik Kepolisian Resort Kota Malang
dan Polrestabes Surabaya dalam proses penyelesaian Kasus Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (KDRT) melalui pendekatan mediasi penal dititik
beratkan bukan pada penegakan hukumnya akan tetapi pada nilai-nilai
kemanfataan dan keadilan sebagai dasar kebutuhan atau
kepentingan para pihak untuk mendapatkan solusi, serta penghindaran
dari proses peradilan pidana yang panjang.
B. Saran
Perlunya penegasan terhadap kualifikasi mediasi penal yang
dibakukan dalam bentuk formulasi yang lebih konkrit agar implementasi
sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Perlunya pelatihan mediator di
tingkat penyidikan yang bukan hanya dari kalangan penyidik sehingga
menghasilkan mediator yang profesianal memiliki integritas agar
Penyelesaian Kasus kekerasan dalam Rumah tangga mendapat solusi
dan tidak berujung pada hal-hal yang tidak semestinya.
47