Anda di halaman 1dari 5

TUGAS

ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR

NAMA ANGGOTA : 1. NOVIANTIKA MAHARANI ( 2016210175 )

2. NURMALASARI ( 2016210177 )

3. OSYANA CANDRA MUKTI ( 2016210180 )

4. RAISSA NURWIHDA YUSUF ( 2016210186 )

KELOMPOK : 12

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PANCASILA

JAKARTA

2017
1. Bagaimana posisi etika dan moralitas dalam kehidupan modern sekarang ini?
Jawaban:

Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan
atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang
merupa¬kan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”,
yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang
baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.Etika dan moral lebih kurang
sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau
moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk
pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.

Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang
dapat dipahami oleh pikiran manusia.Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar itu
Etika dan Moral, namun pada kenyataannya hanya sebagian orang yang dapat
mengaplikasikan Etika dan Moral yang baik. Dan mengapa etika dan moralitas itu penting,
karena dalam dunia sehari-hari, misalnya bisnis, sekolah, bermasyarakat, dan lain sebagainya.
Harus di dukung oleh sikap dalam tutur kata yang baik dan tingkah laku (perbuatan) yang
baik pula, karena pada dasarnya seseorang akan melihat cara kita berbicara dan tingkah laku
kita saat berbicara dengan lawan bicara kita. Missal : jika kita tidak dapat bertutur kata
dengan baik dalam dunia bisnis, rekan bisnis kita pasti akan merasa kecewa karena semula
ingin bekerja sama dengan anda, karena melihat dari segi tutur kata atau tingkah laku anda
kurang baik, itu akan menjadi minus bagi anda di mata rekan bisnis anda.Begitu juga dalam
bermasyarakat, jika dalam lingkungan perumahan atau sekitar rumah anda, anda tidak dapat
menjaga etika dan moral, secara sikap dan tingkah laku maka dalam kehidupan
bermasyarakat anda akan mendapatkan predikat yang kurang baik.

Jika dilihat dalam kehidupan modern sekarang ini, banyak masyarakat yg kurang
mengedepankan etika dan moralnya. Orang-orang Indonesia sudah mempunyai dasar moral
yang lembut, bila dilihat dari konsep ajaran. Perealisasiannya, masih banyak yang bagaikan
manusia bar-bar. Bahkan tak jarang orang Indonesia berbuat suatu tindakan yang buruk dan
bertindak tanpa kesadaran akan konsekuensi. Bidang politik misalnya, banyak pejabat politik
yang hanya mengkultus tahta dan kekuasaan tanpa sadar tanggung jawabnya sebagai
pengemban amanah rakyat. Hingga akhirnya politik di Indonesia hanya menjadi politik
transaksional. Begitu pun dalam bidang hukum dan HAM, banyak orang Indonesia yang
lebih mementingkan legalitas formal sebagai ukuran suatu kebenaran. Bila syarat-syarat
legalitas formal sudah terpenuhi, seorang terdakwa suatu kasusu hukum akan dinyatakan tak
bersalah sekalipun sebenarnya ia bersalah. Penyodoran syarat-syarat legalitas tersebut tanpa
disertai kesadaran dan kepekaan hati nurani.
2. Mengapa akhlak dan estetika perlu menjadi pedoman dalam kehidupan modern?
Jawaban:

Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah laku tersebut harus dilakukan
secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya
sewaktu-waktu saja. Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya
didorong oleh motivasi dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan dan
pemikiran. Apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan terpaksa itu bukanlah pencerminan
dari akhlak.

Istilah estetika sangat dekat dan erat hubungannya dengan kata seni, pada saat yang sama
para ahli banyak yang mengkategorikan kedua hal tersebut kedalam definisi yang sama, akan
tetapi tidak sedikit yang menyatakan bahwa estetika adalah sebuah bentuk dari keindahan
yang berbeda dengan istilah seni

Estetika berarti nilai tentang keindahan yang didalamnya termuat kebudayaan, kemudian
akhlak disini merupakan suatu bentuk tindakan kebaikan yang dilakukan secara terus
menerus tanpa ada pertimbangan lagi yang semuanya bersumber dari dalam diri. Dengan kita
hidup di zaman yang modern ini, kedua unsur tersebut menjadi hal yang bisa kita gunakan
sebagai pedoman, karena dengan adanya akhlak yang sudah tertanam dalam tingkah laku,
keduanya bisa diwujudkan dengan nilai-nilai keindahan yaitu nilai estetika yang menjadi nilai
kebudayaan yang bisa menjadi benteng diri dalam terpaan budaya luar yang dapat merusak
keaslian budaya kita.

Dalam membincangkan apa itu estetika kita tidak akan pernah lepas dari perbincangan
tentang budaya. Nilai keindahan sebenarnya tidak memiliki ukuran tertentu dan bebas dari
segala rumusan. Oleh karena itu, estetika berbudaya tidak semata-mata dalam berbudaya
harus memenuhi nilai-nilai keindahan. Lebih dari itu estetika menyiratkan perlunya manusia
untuk menghargai keindahan budaya yang dihasilkan oleh manusia lainnya. Keindahan
adalah subjektif. Tetapi kita akan dapat melepas subjektivitas kita untuk melihat adanya
estetik dengan akhlak yang kita punya.

3. Bagaimana posisi media massa dalam pembentukan akhlak manusia modern?


Jawaban:

Posis media masa memiliki posisi yang penting dalam proses pembentukan masyarakat 
yang lebih dewasa dan modern, juga dalam pembentukan masyarakat yang berahklak mulia
Karena berdasarkan penelitian media masa telah mempengaruhi masyarakat sebagai
penyimak tetap mereka dan memberikan pengaruh yang besar bagi para penontonnya. Media
massa memiliki peranan yang penting dalam kehidupan sosial kita sehari-hari.

Hal ini dikarenakan dengan seringnya kita menkonsumsi dan menerima pesan-pesan yang
terdapat media massa. Media massa bertujuan untuk menyampaikan pesan yang dapat
menimbulkan efek bagi kehidupan sosial kita. Efek yang dihasilkan beraneka ragam, mulai
dari yang sekedar memberikan informasi kepada kita hingga merubah sikap dan perilaku kita.
Efek yang ditimbulkan pun bias berdampak positif maupun negative. Hal ini tergantung
bagaimana kita dapat menyerap dan juga menyaring informasi atau pesan yang disampaikan
oleh media massa sehingga kita dapat memilah mana yang baik dan mana yang buruk. 
Beberapa contoh penyalahgunaan kebebasan Pers yang pernah terjadi di Indonesia :

1.) Pemberitaan kasus Antasari yang melibatkan wanita bernama Rani oleh TV One
Menurut Penasehat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Tribuana Said, Selasa, saat
diskusi Bedah Kasus Kode Etik Jurnalistik di Gedung Dewan Pers, indikasi pelanggaran
tersebut dapat dilihat dari pemberitaan yang kurang berimbang karena hanya menggunakan
pernyataan dari pihak kepolisian saja. Selain itu, Tribuana menambahkan, narasumber yang
dipakai hanya narasumber sekunder saja, misalnya keluarga Rani dan tetangga Rani, bukan
dari narasumber utama.
Pasal yang dilanggar oleh divisi berita TV One dalam menyiarkan pemberitaan Antasari –
Rani adalah Pasal 3: Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara
berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas
praduga tak bersalah. Dalam kasus di atas, wartawan TV One hanya menggunakan
pernyataan dari pihak kepolisian, tidak menggunakan data dari narasumber utama yaitu
Antasari atau Rani.

2.) Kasus wawancara fiktif terjadi di Surabaya.


Seorang wartawan harian di Surabaya menurunkan berita hasil wawancaranya dengan
seorang isteri Nurdin M Top. Untuk meyakinkan kepada publiknya, sang wartawan sampai
mendeskripsikan bagaimana wawancara itu terjadi. Karena berasal dari sumber yang katanya
terpercaya, hasil wawancara tersebut tentu saja menjadi perhatian masyarakat luas. Tetapi,
belakangan terungkap, ternyata wawancara tersebut palsu alias fiktif karena tidak pernah
dilakukan sama sekali. Isteri Nurdin M Top kala itu sedang sakit tenggorokkan sehingga
untuk berbicara saja sulit, apalagi memberikan keterangan panjang lebar seperti laporan
wawancara tersebut. Wartawan dari harian ini memang tidak pernah bersua dengan isteri
orang yang disangka teroris itu dan tidak pernah ada wawancara sama sekali. Wartawan
dalam kasus di atas melanggar Kode Etik Jurnalistik Pasal 2 dan Pasal 4. Pasal 2 bernunyi:
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas
jurnalistik. Pasal 4 berbunyi: Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis,
dan cabul. Wartawan tersebut tidak menggunakan cara yang professional dalam menjalankan
tugasnya. Ia tidak menyebarkan berita yang faktual dan tidak menggunakan narasumber yang
jelas, bahkan narasumber yang digunakan dalah narasumber fiktif. Wawancara dan berita
yang dipublikasikannya merupakan kebohongan. Tentu ini merugikan konsumen media.
Pembaca mengkonsumsi media untuk memperoleh kebenaran, bukan kebohongan.
Kredibilitas harian tempat wartawan tersebut bekerja juga sudah tentu menjadi diragukan.

3.)  Pelanggaran kode etik oleh SILET


Di mana skrip yang dibacakan pembawa acara, mengangkat komentar paranormal, dalam
kasusmeletusnya gunung berapi. Namun ternyata berita itu tidak benar, sehingga
dikategorikan hoax atau berita bohong.

4.) Kasus bentrok saptol PP dengan warga memperebutkan makam Mbah Priok belum usai.
Banyak hal bisa dilihat dari kasus ini, di antaranya soal bagaimana televisi menyiarkan kasus
ini. Saat terjadi bentrok, banyak televisi menyiarkan secara langsung. Adegan berdarah
itupun bisa disaksikan dengan telanjang mata tanpa melalui proses editing.
Penyiaran langsung gambar korban bentrokan di Koja, Tanjung Priok, merupakan
pelanggaran Kode Etik Jurnalistik Pasal 4: Wartawan Indonesia tidak membuat berita
bohong, fitnah, sadis, dan cabul. darah dikategorikan sebagai berita sadis, dan tidak semua
konsumen media dapat menerimanya. Pihak keluarga korban yang kebetulan sedang
menonton televise pun bisa menerima dampak psikologis atau traumatis jika melihat
kerabatnya mengalami luka yang mengenaskan.

Anda mungkin juga menyukai