Anda di halaman 1dari 67

ANALISIS PENERAPAN TERAPI OZON BAGGING DALAM

PROSES PENYEMBUHAN LUKA PADA PASIEN DENGAN


ULKUS DIABETIKUM

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH (LITERATURE REVIEW )

NISRINA
NIM 13404319036

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


AKPER KESDAM ISKANDAR MUDA BANDA ACEH
BANDA ACEH
2021
ANALISIS PENERAPAN TERAPI OZZON BAGGING DALAM
PROSES PENYEMBUHAN LUKA PADA PASIEN DENGAN
ULKUS DIABETIKUM

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH ( LITERATURE REVIEW )

Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk


Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan

NISRINA
NIM 13404319036

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


AKPER KESDAM ISKANDAR MUDA BANDA ACEH
BANDA ACEH
2021

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas

rahmat dan karunia-Nya penulis telah dapat menyelesaikan Karya Tulis

Ilmiah ini dengan judul “Analisis Penerapan Terapi Ozone Bagging

Dalam proses penyembuhan luka pada pasien dengan ulkus

diabetikum”. Shalawat dan salam penulis hantarkan keharibaan

junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah membawa kita

dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan. Karya Tulis

Ilmiah disusun dengan tujuan untuk memenuhi syarat sebagai tugas akhir

dalam menyelesaikan pendidikan Akademi Keperawatan Kesdam

Iskandar Muda Banda Aceh. Penulis banyak menemukan hambatan dan

kesulitan, tetapi berkat adanya bimbingan, pengarahan dan bantuan dari

semua pihak, Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan. Untuk itu penulis

ingin menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-

tingginya kepada ibu Ns. Dewiyuliana, M. Kep selaku pembimbing yang

telah memberi arahan dan saran serta bimbingan selama penyusunan

Karya Tulis Ilmiah ini. Selain itu penulis juga turut menyampaikan ucapan

terimakasih kepada:

1. Ibu Ns. Wiwin Haryati, M. Kep selaku Direktur Akademi Keperawatan

Kesdam Iskandar Muda Banda Aceh.

i
2. Wadir l, Wadir ll, dan Wadir lll Akademi Keperawatan Kesdam

Iskandar Muda Banda Aceh yang telah memberikan ilmu dan

bimbingan selama penulis mengikuti pendidikan.

3. Penguji l dan penguji ll, yang telah memberikan masukan dan saran

demi kesempurnaan Proposal Karya Tulis Imiah penulis.

4. Dosen dan seluruh staf pendidikan Akademi Keperawatan Kesdam

Iskandar Muda Banda Aceh yang telah memberikan ilmu dan

bimbingan selama penulis mengikuti pendidikan.

5. Ayah, Ibunda dan keluarga tercinta yang telah memberikan

pengorbanan baik material maupun spiritual pada penulis sehingga

dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Kepada rekan seperjuangan yang telah banyak memberi dorongan

penulis selama penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah

ini jauh dari titik kesempurnaan. Untuk itu penulis sangat

mengharapkan kritikan dan saran untuk kesempurnaan Karya Tulis

Ilmiah ini.

Akhir kata penulis memanjatkan doa semoga Allah SWT selalu

melimpahkan rahmat-Nya. Amin ya Rabbal ‘Alamin.

Banda Aceh, Desember 2021

Penulis

ii
Daftar Isi

i
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Intervensi Keperawatan dengan Ulkus Diabetikum................. 22

Tabel 2 Klasifikasi wagner-meggit’s...................................................... 26

Tabel 4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi dengan Format PICO.................... 35

Tabel 5 Daftar Artikel Pencarian............................................................ 39

ii
DAFTAR SKEMA

Skema 1 Pathway DM tipe 1 dan DM Tipe 2................................ 10

Skema 2 Alur Review Jurnal......................................................... 37

i
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Proses Penyembuhan Luka Diabetik Melalui Terapi Ozon


Bagging
Lampiran 2: Pengaruh Terapi Ozon Bagging Terhadap Penyembuhan
Luka Pada Pasien Ulkus Diabetikum Dirumah Luka Nirmala
Kecamatan Puger Kabupaten Jamber
Lampiran 3: The Effect Ozone Theraphy on The Phase of Diabetic
Wound Healing in Patient With Diabetes Mellitus at Alhuda
Wound Care Clinic in Lhokseumawe
Lampiran 4: Home care by ozone bagging towards diabetic foot ulcers
healing
Lampiran 5: Pengaruh Terapi Ozon Bagging Terhadap Penyembuhan
Ulkus Kaki Diabetik

ii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus meruapakan sekelompok kelainan heterogen yang

ditandai dengan kenaikan kadar glukosa dalam darah atau sering disebut

hiperglikemia, pada kejadian DM kemampuan tubuh untuk bereaksi

terhadap insulin dapat menurun atau pankreas dapat menghentikan sama

sekali produksi insulin (Brunner & Suddarth, 2002). DM juga merupakan

gangguan metabolik kronik yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat

dikontrol dengan pola hidup sehat ( Wijaya & Putri,2013).

Ulkus diabetikum merupakan luka terbuka pada lapisan kulit

sampai ke dalam dermis. Komplikasi ini dapat terjadi karena adanya

hiperglikemia dan neuropati yang mengakibatkan berbagai perubahan

pada kulit dan otot, sehingga terjadi ketidakseimbangan distribusi tekanan

pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus,

ulkus diabetikum disebabkan oleh perawatan DM yang buruk dan trauma

akibat tekanan telapak kaki yang mempermudah merebak nya luka ulkus,

disertai adanya kuman saprofit yang membuat luka ulkus tersebut berbau.

(Mardiyono, dkk 2018).

Data WHO 2021, Ulkus kaki diabetik 19% dan 34% kekambuhan

sering terjadi setelah penyembuhan awal. Sekitar 40% pasien mengalami

kekambuhan dalam 1 tahun setelah penyembuhan ulkus, hampir 60%

dalam 3 tahun, dan 65% dalam 5 tahun sekitar 20% dari infeksi kaki
2

diabetik sedang atau berat mengakibatkan amputasi eskremitas bawah,

insiden osteomelitis adalah sekitar 20% dari ulkus kaki diabetik.

Prevalensinya pada diabetes bervariasi dari 0,1% hingga 8% infeksi

berkembang pada 50% - 60% ulkus dan merupakan patologi utama yang

merusak kaki diabetik.

Menurut International Diabetes Federation (IDF) 2015, Prevalensi

Klien DM di dunia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Populasi

DM di indonesia pada tahun 2015 berjumlah 10 juta orang, jumlah ini

meningkat dari tahun sebelumnya 2014 yang berjumlah 9,116 juta (IDF,

2015).

Hasil Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa prevalensi ulkus

diabetikum sebesar 15-20%. Resiko amputasi 15-46 kali lebih tinggi

dibandingkan dengan penderita non DM. Prevalensi penderita ulkus

diabetikum di indonesia sebesar 15%, angka amputasi sebesar 14,8%,

bahwa kenaikan jumlah pendderita ulkus diabetikum di indonesia dapat

terlihat dari kenaikan prevalensi sebanyak 11%.

Prevalensi diabetes melitus di Aceh juga mengalami peningkatan.

Data riset kesehatan Dasar tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi

diabetes melitus di Aceh tahun 2013 adalah sebanyak 1,8 %, dimana

angka tersebut meningkat pada tahun 2018 menjadi 2,5%. Data surve lain

dinas kesehatan Aceh Tahun 2016, Penyakit Diabetes menempati urutan

ke-2 setelah hipertensi dengan jumlah kasus 644.092 orang. Dari 64.092

kasus diabetes melitus, 34.164 kasus merupakan diabetes melitus tipe 2,


3

dan 22.946 kasus adalah diabetes tipe 1 serta 6.982 kasus diabetes

gestasional. Serta jumlah kasus diabetes pada usia 20-44 tahun sebanyak

10.567 kasus dan paling banyak kasus adalah wanita (Dinas Kesehatan

Aceh,2018).

DM yang berkelanjutan dapat menyebabkan terjadinya ulkus

diabetic, ulkus kaki terjadi karena diabetik yang tidak sembuh sehingga

dapat menyebabkan komplikasi diabetik yaitu ulkus kaki, neuropati perifer

dan angiopati diabetik, komplikasi yang dimaksud seperti kerusakan saraf

dan gangguan sirkulasi. Ulkus diabetik rentan terjadi pada kasus DM type

2, dikarenakan pada dm type 2 tubuh mampu memproduksi insulin tetapi

sel jaringan di dalam tubuh tidak dapat mengenali insulin yang diproduksi.

Saat saraf pada anggota gerak bawah rusak maka bagian tersebut akan

mati rasa sehingga membuat seseorang tidak merasakan nyeri atau

sensasi apapun bahkan saat menginjakkan benda tajam atau saat kakinya

terluka. Seiring berjalannya waktu, ulkus dapat meluas dan menjangkiti

tulang, tendon dan struktur kaki lainnya, sehingga resiko menyebabkan

yang terjadi dapat dilakukan amputasi, pada pasien diabetes harus

mendapatkan perawatan karena ada beberapa alasan, misalnya untuk

mengurangi resiko infeksi dan amputasi, memperbaiki fungsi dan kualitas

hidup, dan komplikasi (Handayani, 2016).

Penatalaksanaan pada proses penyembuhan luka diabetik dapat

dilakukan secara farmakologi dan non farmakologi. Pada cara farmakologi

digunakan dengan obat, penanganan dalam penyembuhan luka dengan


4

terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan cara diet dan pola makan,

olahraga, dan tidak merokok, serta dengan terapi metode ozone bagging,

ozone bagging merupakan suatu metode ozonisasi dengan menggunakan

kantong ozone dan membungkus ulkus pada kaki dan memompa aliran

gas ozone ke dalam kantong ozone dan campuran yang di serap ke

dalam tubuh melalui kulit, metode terapi ozone bagging ini menggunakan

kantong plastik khusus yang ditempatkan disekitar daerah yang akan

dirawat sebuah campuran ozone atau oksigen dipompa ke dalam tas dan

campuran yang diserap ke dalam tubuh melalui kulit, efek ozone terhadap

bakteri adalah dengan mengganggu integritas kapsul sel bakteri melalui

oksidasi, sehingga terjadi regenerasi sel, sehingga terapi ozone ini di

rekomendasikan untuk mengobati ulkus, ganggren (Liu & Zhang, 2015).

Hasil penelitian Temu, Sujianto & Nur, (2020) yang menunjukkan

hasil pada kelompok intervensi yang mendapatkan terapi ozone bagging

dalam kategori healed 13,3%, regenerasi 86,7% dan degenerasi 0%

skoring BWAT 18,7 dan pada kelompok kontrol semua responden pada

kategori regenerasi (100%) skor bates-jensen wound assessment tool

(BWAT) 29,33, dengan p value 0,000. Yang berarti bahwa terdapat

perbedaan proses penyembuhan ulkus kaki diabetik pada masing-masing

kelompok (intervensi dan kelompok kontrol) menunjukkan pebedaan yang

signifikan p value 0.001 (p <0,05), yang artinya proses penyembuhan luka

lebih cepat pada penerapan ozone bagging.


5

Hal ini juga di dukung oleh penelitian Widodo, Susilo & Kurniawan,

(2016). Yang menunjukkan bahwa terjadi penurunan tingkat keparahan

luka dari nilai 3 menjadi 2. Dalam masing-masing keparahan luka yang

ada, terjadi penurunan skor disetiap keparahan luka, semakin turun

tingkat skor pada instrumen Bates-jensen assesment tool maka semakin

baik tingkat keperahan luka, maka terdapat penyembuhan luka yang

bermakna setelah diberi perlakuan terapi ozone bagging.

Berdasarkan uraian diatas bahwa penulis tertarik untuk menganalisi

dalam bentuk literature review dengan permasalahan “Analisis

Penerapan Terapi Ozone Bagging Dalam Proses Penyembuhan Luka

pada Pasien dengan Ulkus Diabetikum”.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah analisis penerapan terapi ozone bagging dalam

proses penyembuhan luka pada pasien ulkus diabetikum berdasarkan

studi empiris dalam sepuluh tahun terakhir ?

C. Tujuan Penulisan

Mengetahui gambaran analisis penerapan metode terapi ozone

bagging dalam proses penyembuhan luka pada pasien dengan ulkus

diabetikum berdasarkan studi empiris selama sepuluh tahun terakhir.

D. Manfaat Penulisan

1. Pasien

Dapat Menambah ilmu pengetahuan khususnya bagi pasien DM

sendiri cara untuk melakukan perawatan pencegahan ulkus dibetikum


6

dengan penerapan ozone bagging, juga dapa dijadikan ilmu terbaru

untuk menangani masalah perawatan kaki pada pasien DM.

2. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan Perkembangan Teknologi

Kesehatan

Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat menjadi bahan dalam

mengembangkan penelitian lanjutan tentang terapi ozone bagging

dalam proses penyembuhan ulkus diabetikum.

3. Penulis

Penulis dapat mengaplikasikan pemahaman dan pengalaman

yang diperoleh pada situasi nyata terkait terapi ozone bagging dalam

proses penyembuhan luka pada pasien dengan ulkus diabetikum.

4. Insitusi Akper Kesdam IM Banda Aceh

Karya tulis ilmiah ini dapat memberikan informasi pada

mahasiswa/i dalam melakukan asuhan keperawatan terkait metode

terapi ozone bagging dalammproses penyembuhan luka pada pasien

dengan ulkus diabetikum sehingga dapat menciptakan perawat

terampil, profesional dan mandiri.


7

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Konsep Asuhan Keperawatan Pada pasien Dengan Ulkus Diabetikum

1. Konsep Diabetes Melitus

a. Pengertian

Daiabetes melitus (DM) merupakan salah satu diantara

penyakit tidak menular yang masih menjadi permasalahan di

indonesia. DM terjadi ketik adanya peningkatan kadar glukosa

dalam darah yang sering disebut hiperglikemia, dimana tubuh tidak

dapat menghasilkan cukup hormon insulin atau tidak mampu

menggunkan insulin secara efektif ( international diabetes

federation, 2017). DM apabila tidak ditangani dengan baik dapat

menimbulkan komplikasi, komplikasi akibat DM seperti retinophaty,

nephropaty, peripheral neuropathy (PN), penyakit jantung koroner,

penyakit pembuluh darah perifer, dan amputasi (Maryunani, 2013).

b. Etiologi

Menurut Indra, Rohimah, Rosdiana (2020), etiologi dari

penyakit DM adalah sebagai berikut:

1) Usia

2) Riwayat keluarga

3) Aktivitas fisik

4) Tekanan darah
8

5) Stres

6) Obesitas

c. Patofisiologi

Menurut wijaya (2014), sebagian gambaran patologik dari DM

dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat

kurangnya insulin berikut, berkurangnya pemakaian glukosa oleh

sel-sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa

darah setinggi 300-1200 mg/dl. Peningkatan mobilisasi lemak dari

daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya

metabolisme lemak yang abnormal diserati dengan endapan

kolestrol pada dinding pembuluh darah dan akibat kurangnya

protein dalam jaringan tubuh.

d. Manifestasi Klinis

Menurut Wijaya & Putri (2013), adanya penyakit diabetes

awalnya sering kali tidak dirasakan dan tidak disadari oleh

penderita, beberapa tanda dan gejala yang perlu mendapat

perhatian adalah:

1) Keluhan klasik

a) Banyak kencing (poliuria)

Karena kadar glukosa dalam darah yang tinggi sehingga

menyebabkan banyak kencing dalam wktu yang sebentar

penderita akan merasakan sensasi untum membuang BAK

secera terus menerus.


9

b) Banyak minum (polidipsia)

Rasa haus yang amat sering dialami penderita karena

banyaknya cairan yang keluar melalui kencing.

c) Banyak makan

Rasa lapar yang sering timbul diakibatkan karena

terjadinya keseimbangan kalori negatif, sehingga timbul rasa

lapar yang terlalu sering.

d) Rasa lemah dan penurunan berat badan

e. Penatalaksanaan

Tujuan utama pengobatan diabetes adalah untuk

mempertahankan kadar glukosa dalam darah pada kisaran yang

normal. Kadar gula darah yang benar-benar normal sulit untuk

dipertahankan, tetpi semakin mendekati kisaran normal maka

kemungkinan terjadinya komplikasi sementara maupun jangka

panjang semakin berkurang. Terapi farmakologi untuk diabetes

adalah obat hipoglikemik oral, dan terapi insulin. Terapi farmakologi

non farmakologi untuk diabetes adalah diet, pola makan, olahraga

dan salah satunya adalah terapi ozone bagging.

f. Klasifikasi Penyakit Diabetes Melitus

Klasifikasi DM menurut ( Ardhiyono, 2019) adalah:

1) Diabetes Melitus Tipe I


10

DM tipe 1 terjadi karena adanya distruksi sel beta pankreas

karena sebab autoimun. Pada DM tipe ini terdapat sedikit atau

tidak sama sekali sekresi insulin dapat ditentukan dengan level

protein c-peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi

sama sekali, manifestasi pertama dari tipe ini adalah

ketoasidosis.

2) Diabetes Melitus Tipe II

Pada penderita DM tipe ini terjadi hierinsulinemia tetapi

insulin tidak bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan

karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya

kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa

oleh hati. Oleh karena terjadinya resitensi insulin sudah tidak

aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah.

3) Diabetes Melitus Tipe Lain

DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada efek

genetik sel beta, efek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin

pankreas, infeksi virus, penyakit autoimun, dan kelainan

genetik.

4) Diabetes Melitus Gestasional

DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana

intolereansi glukosa di dapati pertama kali pada masa

kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan ketiga DM

gestasiona berhubungan dengan meningkatnya komplikasi


11

perinatal. Penderita DM gestasional memiliki resiko lebih besar

untuk menderita DM yang menetap dalam jangka 5-10 tahun

setelah melahirkan.

g. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada pasien penderita diabetes melitus

menurut Padila (2012) ialah :

1) Glukosa darah sewaktu

2) Kadar glukosa darah puasa

3) Tes toleransi glukosa

Kadar gula darah sewaktu dan puasa sebagai patokan

penyaring diagnosis DM (mg/dl).

Tabel 1

Pemeriksaan penunjang

Bukan DM Belum pasti DM DM


Kadar glukosa
darah sewaktu
- Plasma vena <100 100-200 >200
- Darah kapiler <80 80-200 >200
Kadar glukosa
darah puasa
- Plasma vena <110 110-120 >125
- Darah kapiler <90 90-110 110
Sumber : Padila. 2012. Buku ajar: Keperawatan Medikal Bedah

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes melitus sedikitnya

Dua kali pemeriksaan :

1) Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11, 1 mmol/L)

2) Glukosa plasma puasa >140 mg / dl (7,8 mmol/L)


12

3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jamkemudian sesudah

mengonsumsi 75gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp)>200

mg/dl).

B. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Ulkus Diabetikum

1. Konsep ulkus Diabetikum

a. Pengertian

Ulkus diabetikum merupakan komplikasi dari diabetes akibat

peningkatan jumlah DM yang bersangkutan dengan morbiditis, yang di

sebabkan oleh makrovaskuler (kerusakan pembuluh darah besar) dan

mikro vaskuler (kerusakan pembuluh darah kecil). Komplikasi ini terjadi

kurang lebih 15% dari seluruh pasien dengan penyakit diabetes,

dengan resiko terjadinya kekambuhan dalam 5 tahun sebanyak 70%

dan menjadi 84% penyebab amputasi kaki penderita diabetes. Ulkus

kaki diabetik akibat komplikasi dari mikrovaskular dan makrovaskular

sangatlah kompleks, ulkus kaki diabetik menimbulkan neuropati dan

gangguan vaskuler berupa atreosklerosis. (Handayana, 2016).

Ulkus diabetikum juga merupakan kondisi yang terjadi pada

penderita diabetes melitus dikarenakan abnormalitas syaraf dan

terganggunya arteri perifer yang menyebabkan terjadinya infeksi tukak

dan destruksi jaringan di kulit kaki. Ulkus diabetikum disebabkan karena

meningkatnya hiperglikemia yang kemudian menyebabkan terjadinya

kelainan neuropati dan pembuluh darah. Kelainan neuropati


13

mengakibatkan perubahan pada kulit, otot dan perubahan distribusi

tekanan pada telapak kaki sehingga mempercepat terbentuknya ulkus.

Adanya ulkus yang terinfeksi maka kemungkinan terjadinya tindakan

amputasi menjadi lebih besar (Akbar, 2015).

b. Etiologi

Etiologi ulkus diabetik menurut Yunus & Bahri (2015), biasanya

memiliki banyak komponen meliputi neuropati sensori perifer,

trauma, deformitas, iskemia, pembentukan kalus, infeksi, dan

edema. Selain disebabkan oleh neuropati perifer (sensorik, motorik,

otonom) dan penyakit pembuluh darah perifer (makro dan mikro

angiopati) faktor lain yang berkontribusi terhadap kejadian ulkus kaki

adalah deformitas kaki 7 (yang dihubungkan dengan peningkatan

tekanan pada plantar), gender laki-laki, usia tua, kontrol gula darah

yang buruk, hiperglikemia yang berkepanjangan dan kurangnya

perawatan kaki.

c. Patofisiologi

Menurut Wijaya (2013) patofisiologi ulkus diabetikum yaitu

Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada

penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropathy dan

kelainan pada pembuluh darah. Neuropati baik neuropati sensorik

maupun neuropati motorik dan autonomik akan mengakibatkan

berbagai perubahan pada kulit dan otot yang kemudian

menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekan pada telapak


14

kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. adanya

kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak

menjadi infeksi yang luas. faktor aliran darah yang kurang juga akan

lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetes.

Diabetikum terdiri dari kavitas Sentral biasanya lebih besar dibanding

pintu masuknya, dikelilingi garis keras dan tebal. awal proses

pembentukan untuk berhubungan dengan Teknik kimia yang berefek

terhadap saraf perifer kolagen, keratin dan suplai. vaskuler dengan

adanya tekanan mekanis terbentuk Salatin keras pada daerah kaki

yang mengalami beban terpusat di server yang memungkinkan

terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan

jaringan area kalus detik selanjutnya terbentuknya kavitas yang

membesar dan akhirnya runtuh sampai permukaan kulit

menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka

abnormal menghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk

mengadakan kolonisasi di daerah ini. Drainase yang inadekuat

menimbulkan closed space infection. akhirnya sebagai konsekuensi

sistem imun yang abnormal. Bakteria sulit dibersihkan dan infeksi

menyebar ke jaringan sekitarnya (Wijaya dan Putri, 2013).

d. Penatalaksanaan

Menurut Dafianto (2016), perawatan standar untuk ulkus

diabetik idealnya diberikan oleh tim multidisiplin dengan memastikan

kontrol glikemik, perfusi yang adekuat, perawatan luka lokal dan


15

debridement biasa, off-loading kaki, pengendalian infeksi dengan

antibiotik dan pengelolaan komorbiditas yang tepat. Pendidikan

kesehatan pada pasien akan membantu dalam mencegah ulkus dan

kekambuhannya.

1. Debridement

Debridement luka dapat mempercepat penyembuhan dengan

menghapus jaringan nekrotik, partikulat, atau bahan asing, dan 24

mengurangi beban bakteri. Cara konvensional adalah

menggunakan pisau bedah dan memotong semua jaringan yang

tidak diinginkan termasuk kalus dan eschar.

2. Dressing

Bahan dressing kasa saline-moistened (wet-to-dry); dressing

mempertahankan kelembaban (hidrogel, hidrokoloid, hydrofibers,

transparent films dan alginat) yang menyediakan debridement fisik

dan autolytic masing-masing; dan dressing antiseptik (dressing

perak, cadexomer). Dressing canggih baru yang sedang diteliti,

misalnya gel Vulnamin yang terbuat dari asam amino dan asam

hyluronic yang digunakan bersama dengan kompresi elastic telah

menunjukan hasil yang positif.

3. Off-loading

Tujuan dari Off-loading adalah untuk mengurangi tekanan

plantar dengan mendistribusikan ke area yang lebih besar, untuk


16

menghindari pergeseran dan gesekan, dan untuk mengakomodasi

deformitas.

4. Terapi medis

Kontrol glikemik yang ketat harus dijaga dengan penggunaan

diet diabetes, obat hipoglikemik oral dan insulin. Infeksi pada

jaringan lunak dan tulang adalah penyebab utama dari perawatan

pada pasien dengan ulkus diabetik di rumah sakit. Gabapentin

dan pregabalin telah digunakan untuk mengurangi gejala nyeri

neuropati DM.

5. Terapi adjuvan

Strategi manajemen yang ditujukan matriks ekstraselular

yang rusak pada ulkus diabetik termasuk mengganti kulit dari sel-

sel kulit yang tumbuh dari sumber autologus atau alogenik ke

kolagen atau asam polylactic. Hieprbarik oksigen telah merupakan

terapi tambahan yang berguna untuk ulkus diabetik dan

berhubungan dengan penurunan tingkat amputasi. Keuntungan

terapi oksigen topikal dalam mengobati luka kronis juga telah

tercatat.

6. Manajemen bedah

Manajemen bedah yang dapat dilakukan ada 3 yaitu wound

closure (penutupan luka), revascularization surgery, dan amputasi.

Penutupan primer memungkinkan untuk luka kecil, kehilangan

jaringan dapat ditutupi dengan bantuan cangkok kulit, lipatan atau


17

pengganti kulit yang tersedia secara komersial. Pasien dengan

iskemia perifer yang memiliki gangguan fungsional signifikan

harus menjalani bedah revaskularisasi jika manajemen medis

gagal. Hal ini mengurangi risiko amputasi pada pasien ulkus

diabetik iskemik. Amputasi merupakan pilihan terakhir jika terapi-

terapi sebelumnya gagal.

7. Penggunaan terapi ozon

Terapi ozon adalah terapi non farmakologi yang dapat

digunakan untuk proses penyembuhan luka ulkus diabetik,

kbentuk terapi ini dengan cara membungkus ulkus kaki diabetik

dengan plastik bag yang kedap udara disambungkan dengan

generator oon medis yang mengubah oksigen murni yang

mempercepat penyembuhan ulkus kaki diabetik.

e. Manifestasi Klinis

Menurut Brunner & suddarth (2014), Gangren diabetik akibat

mikroangiopatik disebut juga gangren panas karena walaupun

nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh

peradangan, dan bisanya teraba pulsasi arteri dibagian distal.

Biasanya terdapat ulkus diabetik pada telapak kaki. Proses

makroangiopati menyebabkan sumabatan pembuluh darah,

sedangkan secara akut emboli akan memberikan gejala klinis 5 P,

yaitu:

1. Pain (nyeri)
18

2. Paleness (kepucatan)

3. Paresthesia (kesemutan)

4. Pulselessness (denyut nadi hilang)

5. Paralysis (lumpuh)

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis

menurut pola dari fontaine (Spampinanto, 2020).

1. Stadium I

Asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan)

2. Stadium II

Mulai ditandai dengan terjadinya klaudikasio intermitten yaitu

nyeri yang terjadi dikarenakan sirkulsi darah yang tidak lancar dan

juga merupakan tanda awal penyeakit arteri perifer yaitu

pembuluh darah arteri mengalami penyempitan yang

menyebabkan penyumbatan aliran darah ke tungkai.

3. Stadium III

Nyeri terjadi bukan hanya saat melakukan aktivitas saja

tetapi setelah beraktivitas atau beristirahat nyeri juga tetap timbul

4. Stadium IV

Terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).

f. Klasifikasi
19

Menurut wagner, stadium luka diabetes melitus dibagi menjadi 3

yaitu:

1. Superficial Ulcer

Stadium 0: Tidak terdapat lesi, kulit dalam keadaan baik tapi

dalam bentuk tulang kaki yang menonjol.

Stadium 1: hilangnya lapisan kulit hingga dermis dan kadang

kadang nampak luka menonjol.

2. Deep Ulcer

Stadium 2: lesi terbuka dengan penetrasi ke tulang atau tendon

(dengan goa).

Stadium 3: penetrasi hingga dalam, osteomilitis, plantar abses

atau infeksi hingga tendon.

3. Gangren

Stadium 4: ganggrein sebagian, menyebar hingga sebagian dari

jari kaki, kulit sekitarnya selulitis. Gangren lembab/kering.

Stadium 5: seluruh kaki dalam kondisi nekrotik dan gangren.

g. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Hariani & Perdanakusuma (2015), pemeriksaan

diagnostik pada pasien DM adalah:

1. Kadar gula glukosa

a) Gula darah sewaktu/random>200mg/dl


20

Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa

plasma sewaktu >200 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.

b) Gula darah puasa/nuchter>140mg/dl

Pemeriksaan glukosa plasma puasa > 126 mg/dL dengan

adanya keluhan klasik.

c) Gula darah 2 jam PP (post prandial) >200mg/dl

Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan

beban 75 g glukosa lebih sensitive dan spesifik dibanding

dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun

pemeriksaan ini memiliki keterbasan tersendiri.

d) Aseton plasma hasil (+) mencolok

e) As lemak bebas peningkatan lipid dan kolesterol

f) Osmolaritas serum (>330 osm/1)

g) Urinalisis proteinuria, ketonuria, glukosaria

2. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Ulkus Diabetikum

Menurut Aini & aridiana (2016), konsep asuhan keperawatan pada

pasien dengan ulkus diabetikum adalah :

a. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari

proses keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok yaitu:

a. Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan

membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola


21

pertahanan penderita, mengidentifikasi, kekuatan dan kebutuhan

penderita yang dapat diperoleh melalui anamnase, pemeriksaan

fisik, pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang

lainnya.

b. Identitas penderita

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,

pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor

register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.

c. Keluhan utama

Adanya rasa kesemutan ada kaki / tungkai bawah, rasa raba

yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh-sembuh dan

berbau, adanya nyeri pada luka.

d. Riwayat kesehatan sekarang

Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya

luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk

mengatasinya.

e. Riwayat kesehatan dulu

Berisi tentang adanya riwayat penyakit DM atau penyakit-

penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin

misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung,

obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di

dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.

f. Riwayat kesehatan keluarga


22

Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu

anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit

keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin

misal hipertensi, jantung.

g. Riwayat psikososial

Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi

yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta

tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.

h. Pemeriksaan Fisik

a) Status kesehatan umum

Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara biacara, tinggi

badan, berat badan dan tanda-tanda vital.

b) Kepala dan leher

Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran

pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah

gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah

menjadi lebih kenta, gigi mudah goyang, gusi mudah bengkak

dan berdarah, apakah penglihatan kabur/ganda, diplopia,

lensa mata keruh.

c) Sistem integumen

Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman

bekas luka, kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus


23

dan ganggren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur

rambut dan kuku.

d) Sistem pernafasan

Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada

penderita DM mudah terjadi infeksi.

e) Sistem kardiovaskuler

Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,

takikardi/bradikardi, hipertensi, hipotensi, aritmia,

kardiomegalis.

f) Sistem gastrointestinal

Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,

dehidrasi, perubahan berat badan, peningkatan lingkar

abdomen, obesitas.

g) Sistem urinary

Poliuri, retensio urine, inkontenensia urine, rasa panas atau

sakit saat berkemih.

h) Sistem muskuloskeletal

Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi

badan, cepat lelah, lemah, nyeri dan adanya gangren di

ekstremitas.

i) Sistem neurologis

Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,

mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.


24

j) Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :

(1) Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah meliputi : GDS >200 mg/dl, gula darah

puasa >120 mg/dl dan 2 jam post prandial >200 mg/dl.

(2) Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.

Pemeriksaan dilakukan dengan cara benedict (reduksi).

Hasilnya dapat dilihat melalui perubahan warna pada

urine hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan merah bata

(++++).

(3) Kultur pus

Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan

antibiotik yang sesuai jenis kuman.

b. Diagnosa Keperawatan

Menurut Wijaya & Putri (2013), diagnosa pada ulkus diabetikum

adalah :

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon

individu, keluarga atau komunitas terhadap proses

kehidupan/masalah kesehatan. Aktual atau potensial dan

kemungkinan dan mebutuhkan tindakan keperawatan untuk

memecahkan masalah tersebut. Adapun diagnosa keperawatan

yang muncul pada pasien ganggren kaki diabetik adalah sebagai

berikut:
25

1) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan

melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah ganggren akibat

adanya obstruksi pembuluh darah.

2) Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya

ganggren pada ekstremitas.

3) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tingginya kadar gula

darah.

4) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dan

adanya luka pada ekstremistas


26

c. Perencanaan Keperawatan

Tabel 2
Intervensi Keperawatan dengan Ulkus Diabetikum
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
Keperawatan (NOC) ( NIC)

1 2 3 4
1 Gangguan perfusi jaringan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Ajarkan klien untuk melakukan mobilisasi.
perifer berhubungan dengan selama 3 x 24 jam diharapkan sirkulasi 2. Ajarkaan klien tentang faktor-faktor yang dapat
melemahnya /menurunnya perifer tetap normal. meningkatkan aliran darah : tinggikan kaki
aliran darah ke daerah Dengan kriteria hasil : sedikit lebih rendah dari jantung, hindari
gangren akibat adanya 1. Denyut nadi perifer teraba kuat dan penyilangan kaki, hindari balutan ketat, hindari
obstruksi pembuluh darah reguler penggunaan bantal dibelakang lutut dan
dan anemia. 2. Warna kulit skitar luka tidak pucat dan sebagainya.
sianosis 3. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko
3. Kulit sekitar luka teraba hangat berupa : hindari diet tinggi kolesterol, teknik
4. Tidak terjadi edema dan luka tidak relaksasi
tambah parah 4. Pantau ttv
5. Inspeksi alat balutan, perhatikan jumlah dan
karakteristik balutan.
6. Pantau pemeriksaan gula darah
7. Berikan obat sesuai indikasi

2 Gangguan integritas jaringan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses
berhubungan dengan adanya selama 3 x 24 jam diharapkan tercapainya penyembuhan
ganggren pada ekstremitas proses penyembuhan luka. 2. Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan
Dengan kriteria hasil : luka secara absektif menggunakan larutan yang
27

1. Berkurangnya edema sekitar luka tidak iriatif, angkat sisa balutan yang menempel
2. Pus dan jaringan berkurang pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
3. Adanya jaringan granulasi 3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin.
4. Bau busuk luka berkurang 4. Pemeriksaan gula darah
5. Pemberian antibiotik sesuai indikasi
3 Resiko tinggi infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1. Kaji adanya tanda – tanda adanya penyebaran infeksi
berhubungan dengan kadar gula 3x24 jam diharapkan tidak terjadi penyebaran pada luka
yang tinggi infeksi. 2. Pertahankan teknik aseptik bila mengganti balutan
Dengan kriteria hasil : 3. Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu
1. Tidak ada tanda – tanda infeksi menjaga kebersihan selama perawatan
2. Keadaan luka baik dan kadar gula dalam 4. Inspeksi balutan dan luka
darah normal 5. Perhatikan karakteristik luka
3. Ttv normal 6. Lakukan perawatan luka secara aseptik
7. Ajarkan kepada pasien untuk menaati diet, latihan
fisik dan pengobatan yang ditetapkan
8. Kolaborasi pemberian antibiotik insulin
9. Observasi hasil GDS
4 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Berikan perawatan luka secara teratur
berhubungan dengan selama 3x24 jam diharapkan tidak ada 2. Inspeksi area luka, bersihkan, keringkan dan tutup
kelemahan dan luka pada gangguan mobilitas fisik . kembali dengan balutan
ekstremitas dengan kriteria hasil : 3. Bantu latihan rentang gerak khusus untuk area yang
1. Menyatakan pemahaman individual dan sakit dan yang tidak sakit mulai secara dini
tindakan keamanan 4. Dorong latihan aktif atau isometrik untuk paha atas
2. Menunjukan keinginan berpartisipasi dalam dan lengan atas
aktivitas 5. Instruksikan klien untuk berbaring dengan posisi
3. Mempertahankan posisi fungsi tengkurap sesuai toleransi 2x sehari sehari dengan
4. Ttv dalam batas normal bantal dibawah abdomen
6. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh adanya
gangren di ekstremitas bawah
7. Dorong partisipasi pada aktifitas terapeutik dan
rileksasi
8. Bantu dan dorong perawatan diri
9. Berikan atau bantu dalam mobilisasi dengan kursi
roda
28

10. Pantau ttv

Sumber : Wijaya & Putri, 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa) Bengkulu, maret 2013.
29

d. Implementasi keperawatan

Menurut Brunner & Suddarth (2014), ada beberapa

implementasi pada pasien ulkus diabetikum, antara lain:

1) Pengobatan

Perawatan luka diabetikus ada beberapa tujuan yang ingin dicapai

antara lain:

a) Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab

b) Optimalisasi suasana lingkungan luka dalam kondisi lembab

c) Dukungan kondisi klien (nutrisi, control diabetes melitus dan

kontrol faktor penyakit)

d) Meningkatkan edukasi klien dan keluarga

2) Perawatan luka diabetik

a) Melakukan perawatan mencuci luka

b) Melakukan debridement pada luka

c) Kolaborasi pemberian antibiotik

3) Luka dengan eksudat & jaringan nekrotik

a) Bertujuan untuk melunakkan dan mengangkat jaringan mati

b) Sel-sel mati terakumulasi dalam eksudat

c) Untuk merangsang granulasi

d) Mengkaji kedalaman luka dan jumlah eksudat

4) Luka nekrotik

a) Bertujuan untuk melunakkan dan mengangkat jaringan nekrotik

b) Berikan lingkungan yang kondusif


30

c) Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat

e. Evaluasi keperawatan

Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan

terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah

ditetapkan, dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan

klien dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi keperawatan

mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan

keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien.

Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai

tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui

pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari

proses keperawatan (Rahma, 2011).

C. Konsep Penyembuhan Luka

1. Pengertian Luka

Ulkus diabetik adalah luka yang di alami penderita diabetes

melitus yang terjadi dibagian ekstremitas bawah. Ulkus diabetik

merupakan komplikasi serius dari diabetes melitus. Salah satu peran

perawat yang tidak kalah penting adalah dalam memberikan perawatan

ulkus diabetik. Perawatan luka diabetik adalah tindakan perawatan

yang dilakukan pada luka diabetik seperti mengganti balutan,

membersihkan luka pada luka kotor, dan membersihkan antibiotik untuk

mencegah timbulnya infeksi dan membantu proses penyembuhan,

penyembuhan luka ulkus juga memiliki masa penyembuha tergantung


31

tingginya kadar gula dalam darah, sakit saraf, sirkulasi yang buruk,

imunitas, dan infeksi, pada dasarnya (Wijaya & Yessie, 2013).

Proses penyembuhan luka merupakan fisiologis tubu yaitu sel

jaringan hidup yang akan beregenerasi kembali ke struktur

sebelumnya. Proses penyembuhan luka terdiri dari 4 fase, yaitu fase

haemastosis terjadi hari pertama setelah kejadian luka, fase inflamasi

yang terjadi pada hari ke 3 atau sampai hari ke 5, fase poliferasi yang

terjadi pada hari ke 2-24 dan fase maturasi terjadi hari ke 24 hingga 1

tahun atau lebih (Arisanty, 2014)

2. Penyebab luka ulkus diabetikum

Penyebab dari ulkus kaki diabetik ada beberapa komponen yaitu

meliputi neuropati sensori perifer, trauma, deformitas, iskemia,

pembentukan kalus, infeksi dan edema. Faktor penyebab terjadinya

ulkus diabetikum terdiri dari 2 faktor yaitu faktor endogen dan eksogen.

Faktor endogen yaitu genetik metabolik, angiopati diabetik, neuropati

diabetik sedangkan faktor eksogen yaitu trauma, infeksi, dan obat.

Terdapat 2 penyebab ulkus diabetik secara umum yaitu neuropati dan

angiopati dan angiopati diabetik. Neuropati diabetik diabetik adalah

suatu kelainan pada urat saraf akibat dari diabetes melitus akibat kadar

gula dalam darah yang tinggi dapat merusak urat saraf penderita dan

menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri padakaki, apabila

penderita mengalami trauma kadang-kadang tidak terasa. Kerusakan

saraf menyebabkan mati rasa dan menurunnya kemampuan


32

merasakan sensasi sakit, panas atau dingin . Titik tekanan, seperti

akibat pemakaian sepatu yang terlalu sempit menyebabkan terjadinya

kerusakan saraf yang dapat mengubah cara jalan klien. Kaki depan

lebih banyak menahan berat badan sangat rentan terhadap luka tekan.

Dapat disimpulkan bahwa gejala neuropati meliputi kesemutan, rasa

panas, rasa tebal di telapak kaki, kram, badam sakit semua terutama

malam hari (Saferi & Putri, 2013).

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka

Menurut Kartika (2015), Fakto-faktor yang mempengaruhi proses

penyembuhan luka adalah sebagai berikut :

a. Pengaliran darah lokal, pengaliran darah ini harus seoptimal mungkin

dalam proses penyembuhan yang baik.

b. Ada/tidaknya edema, adanya edema dapat menghalangi

penyembuhan luka karena aliran darah terganggu.

c. Nutrisi, proses fisiologi luka tergantung pada tersedianya protein,

vitamin (terutama vitamin A dan C), mineral renik zink dan tembaga.

d. Kebersihan luka, luka terjaga kebersihannya akan memiliki risiko

lebih kecil untuk terjadi infeksi.

e. Usia, penuaan dapat mengganggu semua tahap penyembuhan luka

akibat penurunan fungsi fisiologis.

f. Obesitas, obesitas menyebabkan jaringan lemak kekurangan suplai

darah untuk melawan infeksi bakteri dan mengirimkan nutrisi.


33

g. Merokok, merokok dapat mengurangi jumlah Hb dalam darah,

sehingga menurunkan oksigenasi jaringan.

h. Obat-obatan, steroid dapat menurunkan respon inflamas dan

memperlambat sintesis kolagen, antinflamasi dapat menkan sintesis

protein, antibiotik yang digunakan dalam waktu lama dapat

meningkatkan risiko terjadinya superinfeksi.

i. Diabetes, hiperglikemia mengganggu kemampuan leukosit untuk

melakukan fagositosis dan juga mendorong pertumbuhan infeksi

jamur.

j. Radiasi, jaringan yang teradiasi tidak dapat membentuk jaringan

parut vaskular dan fibrosa.

4. Proses Penyembuhan Luka

Menurut Maryunani (2013), proses penyembuhan luka terdiri dari :

a. Tahap Proses Penyembuhan Luka

1) Tahap Proses Perbaikan Jaringan :

(a) Tahap haemostasis dan koagulasi / penghentian perdarahan

Tahap dimana proses darah dalam sistem sirkulasi

tergantung dari kontribusi dan interaksi dari 5 faktor yaitu

dinding pembuluh darah, trombosit, faktor koagulasi, sistem

fibrinolisis,dan inhibitor. Bertujuan untuk menjaga darah tetap

cair di dalam arteri dan vena, mencegah kehilangan darah

karena luka, terjadi beberapa saat setelah luka.


34

(b) Tahap Peradangan (inflamasi) pembersihan luka dari bakteri

dan jaringan mati.

Inflamasi terjadi 1 jam setelah luka sampai hari kedua

atau ketiga. Ciri luka tampak kemerahan, edema, nyeri, teraba

hangat, drainase yang keluar berupa plasma.

(c) Tahap poliferasi / perbaiki jaringan

Terjadi hari ke 2 atau ke 3 setelah luka. Terdiri dari

angiogenesis, deposisi kolagen, pembentukan granulasi,

epitelisasi dan kontraksi. Merupakan pembentukan pembuluh

darah baru dengan bantuan sel epitelial dan fibrolasi.

(d) Tahap maturasi / remodelling

Terjadi pembentukan dan penghancuran kolagen, bekas

luka yang semula tebal, keras dan merah, menjadi tipis, lebih

elastis dan warnanya, lamanya tergantung ukuran luka dan

kondisi luka, merupakan fase pemulihan jaringan ikat luka dan

pembentukan otot. Tahap perbaikan jaringan luka

berlangsung secara berkesinambungan.

5. Cara perawatan luka ulkus

Tujuan utama dalam penatalaksanaan perawatan ulkus diabetes

adalah penutupan luka, penatalaksanaan ulkus diabetikum secara garis

besar ditentukan oleh derajat keparahan ulkus, vaskularisasi dan

adanya infeksi. Dasar perawatan ulkus diabetikum meliputi 3 hal yaitu

debridement, offloadng dan kontrol infeksi (Rohmah & Wahid, 2014)


35

6. Penatalaksanaan luka ulkus diabetikum

Menurut (Maryunani, 2015) untuk penatalaksanaan ulkus

diabetikum dapat dilakukan dengan berbagai usaha seperti rehabilitas

saat melakukan perawatan kemudian rehabilitas untuk mencegah

timbulnya ulkus yang baru.

a. Melalukan pemeriksaan kaki diabetes dengan cara inspeksi dengan

menggunakan cermin untuk memeriksa seluruh bagian kaki yang

sulit dijangkau.

b. Periksa bagian dari kuku jari, lihat ada tidaknya kuku yang tumbuh

dibawah kulit (ingrown nail), retakan atau robekan pada kuku.

c. Periksa bagian kulit di bagian sela – sela jari (dari ujung sapai

pangka jari), amati apakah ada bagian kulit yang retak, luka,

melempuh atau terjadi pendarahan.

d. Periksa pada bagian telapak kaki apakah ada luka, kalus (kaalan),

plantar warts atau kulit telapak kaki yang retak (fisra).

e. Periksa adanya bentuk kelainan tulang pada area kaki seperti

terdapat edema ibu jari, ibu jari bengkok

7. Hal yang harus diperhatikan dalam perawatan luka

Menurut Maryunani (2013), adapun hal yang harus diperhatikan

dalam perawatan luka adalah sebagai berikut

a. Jenis luka

1) Luka akut yaitu berbagai jenis luka edah yang sembuh melalui

intensi primer atau luka traumatik atau luka bedah yang


36

sembuh melalui intensi sekunder dan melalui proses perbaikan

yang tepat pada waktu dan mencapai hasil pemulihan integritas

anatomis sesuai dengan proses penyembuhan secara

fisiologis.

2) Luka kronik, adalah terjadi bila proses perbaikan jaringan tidak

sesuai dengan waktu yang telah diperkirakan dan

penyembuhannya mengalami komplikasi, terhambat baik oleh

faktor intrinsik maupun ekstrinsik yang berpengaruh kuat pada

individu, luka atau lingkungan. Atau dapat dikatakan bahwa

luka kronis merupakan kegagalan penyembuhan luka akut.

3) Type penyembuhan

a) Primary Intention, Jika terdaoat kehilangan jaringan minimal

dan kedua tepi luka dirapatkan baik dengan suture

(jahitan), clips atau tape (plester). Tipe penyembuhan ini

umumnya, jaringan parut yang dihasilkan minimal.

b) Delayed Primary Intention, Jika luka terinfeksi atau

mengandung benda asing dan membutuhkan pembersihan

intensif, selanjutnya ditutup secara primer pada 3-5 hari

kemudian.

c) Secondary Intention, Penyembuhan luka terlambat dan

terjadi melalui proses granulasi, kontraksi dan

ephithelization, jaringan parut cukup luas.


37

d) Skin Graft, Skin graft tipis dan tebal digunakan untuk

mempercepat proses penyembuhan dan mengurangi resiko

infeksi.

e) Flap, Pembedahan relokasi kulit dan jaringan subcutan

pada luka yang berasal dari jaringan terdekat.

4) Kehilangan Jaringan

Kehilangan jaringan menggambarkan kedalaman

kerusakan jaringan atau berkaitan dengan stadium kerusakan

jaringan kulit.

a) Superfisial. Luka sebatas epidermis

b) Parsial (partial thinckness). Luka meliputi epidermis dan

dermis.

c) Penuh (full thinckness). Luka meliputi epidermis, dermis dan

jaringan subcutan, Mungkin juga melibatkan otot, tendon dan

tulang.

Atau dapat juga digambarkan melalui bebrapa stadium

luka (Stadium I-IV).

a) Stage I: Lapisan epidermis utuh, namun terdapat erithema

atau perubahan warna.

b) Stage II: Kehilangan kulit superfisial dengan kerusakan

lapisan epidermis dan dermis. Erithema dijaringan sekitar

yang nyeri, panas dan edema. Exudte sedikit sampai sedang

mungkin ada.
38

c) Stage III: Kehilangan sampai dengan jaringan subcutan,

dengan terbentuknya rongga (cavity), terdapat exudat

sedang sampai banyak.

d) Stage IV: Hilangnya jaringan subcutan dengan terbentuknya

(cavity), yang melibatkan otot, tendon atau tulang, terdapat

exudate sedang sampai banyak.

5) Penampilan Klinik

a) Hitam atau Nekrotik yaitu eschar yang mengeras dan

nekrotik, mungkin kering atau lembab.

b) Kuning atau Sloughy yaitu jaringan mati yang fibrous, kuning

dan slough.

c) Merah atau Granulasi yaitu jaringan granulasi sehat.

d) Pink atau Empithellating yaitu terjadi epitelisasi.

e) Kehijaun atau terinfeksi yaitu terdapat tanda-tanda klinis

infeksi seperti nyeri, panas bengkak, kemerahan dan

peningkatan exudate.

f) Lokasi

Lokasi atau posisi luka, dihubungkan dengan posisi

anatomis tubuh dan mudah dikenali di dokumentasikan

sebagai referensi utama. Lokasi luka mempengaruhi waktu

penyembuhan luka dan jenis perawatan yang diberikan.

Lokasi luka diarea persendian cenderung bergerak dan


39

tergesek, mungkin lebih lambat sembuh karena regenerasi

dan migrasi sel trauma (siku, lutut, kaki).

6) Ukuran Luka

Semua luka memerlukan pengkajian 2 dimensi pada luka

terbuka dan pengkajian 3 dimensi pada luka berongga atau

berterowongan.

a) Pengkajian dua dimensi

Pengukuran superficial dapat dilakukan dengan alat

seperti penggaris untuk mengukur panjang dan lebar luka.

Jiplakan lingkaran (tracing of circumference) luka

direkomendasikan dalam bentuk plastik transparan atau

asetat sheet dan memakai spidol.

b) Pengkajian tiga dimensi

Pengkajian kedalaman berbagai sinus track internal

memerlukan pendekatan tiga dimensi, metode paling

mudah adalah menggunakan instrumen berupa aplikator

kapas lembab steril atau kateter/baby feeding tube. Ukur

dari ujung aplikator pada posisi sejajar dengan penggaris

sentimeter (cm). Melihat luka ibarat berhadapan dengan

jam. Bagian atas luka (jam 12) adalah titik kearah kepala

pasien, sedangkan bagian bawah luka (jam 6) adalah titik

ke arah kaki pasien. Panjang dapat diukur dari jam 12 –


40

jam 6, lebar dapat diukur dari sisi ke sisi atau dari jam 3 –

jam 9.

D. Konsep Terapi Ozone Bagging

1. Pengertian

Terapi ozone bagging merupakan suatu metode ozonisasi dengan

menggunakan kantong ozone dan membungkus ulkus pada kaki dan

memompa aliran gas ozone ke dalam kantong ozone. Terapi ozone

bagging yang digunakan dalam penyembuhan ulkus kaki diabetik

menggunakan generator ozone dengan sumber gas dari udara bebas

dan dapat beresiko terjadinya toksisitas pada ulkus dan berdampak

penyembuhan ulkus yang memanjang.

Fungsi ozone dalam penyembuhan luka diabetik adalah sebagai

antimikroba secra umum diyakini bahwa bakteri hancur karena proses

oksidasi protoplasma oksidasi protoplasma akan merusak kapsid atau

kulit luar mikrooragnisme tersebut yang terdiri dari susunan ikatan tak

jenuh fosfolipid atau lippoprotein, kemudian berpenetrasi ke dalam

membran sel, bereaksi dengan subtansi sitoplasma dan merubah

circular plasmid DNA tertutup menjadi circulair DNA terbuka, yang

dapat mengurangi efisiensi proliferasi bakteri, mempengaruhi secara

langsung integritas cytoplasmic, dan mengganggu beberapa tingkat

kompleksitas metabolik (Temu, Sujianto & Nur, 2020).

2. Indikasi terapi ozone bagging


41

Indikasi untuk aplikasi peberian ozone meliputi kesulitan dalam

penyembuhan luka, misalnya luka bakar, infeksi, jamur dan lesi radiasi,

herpes simpleks dan zooster, serta ulkus diabetikum. Dosis disesuaikan

dengan kondisi luka yang aka diobati. Pemberian terapi dapat

berlangsung selama 3-20 menit, konsentrasi ozone bervariasi 10-80

ug/ml (kandungan maksimum ozone sebanyak 5% dan oksigen

sebanyak 95%). Konsentrasi ozone yang tinggi digunakan untuk

desinfeksi dan pembersihan atau debridement, sedangkan konsentrasi

on yang rendah diberikan pada fase epitelisasi dan penyembuhan luka

(Pressman, 2011).

3. Kontraindikasi terapi ozone bagging

Menurut Health Technology Asessment (HTA) indonesia (2011),

kontraindikasi untuk terapi ozone meliputi intoksikasi akut alkohol, infark

miokrd akut, perdarahan dari berbagai organ, kehamilan, hipertiroid

trombositipenia, alergi ozone serta klien yang menjalani heparinisasi.

4. Cara penatalaksanaan terapi ozone bagging & Cara kerja terapi ozone

bagging

Menurut Aminuddin,dkk (2020), penatalaksanaan terapi ozone

bagging adalah sebagai berikut :

a. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan

b. Memakai sarung tangan.

c. Memasang underpad, menyiapkan kantong plastik sampah infeksius.


42

d. Membuka balutan dengan hati-hati untuk mencegah terjadinya

perdarahan / trauma pada luka.

e. Melakukan pencucian luka dengan sabun cuci luka, bilas dengan

cairan non toksik (NaCL 0,9%) dan bersihkan ulkus kaki dari eksudat

dan jaringan nekrotik, cuci kembali lalu keringkan dengan kasa.

f. Perawat yang lain, menilai ulkus kaki dengan pengkajian BWAT,

memfoto luka, mengukur luka.

g. Membungkus ulkus kaki dengan plastik bag (2 canul/selang ozone

sudah disambungkan), rapatkan dengan tourniquet hingga kedap

udara, kemudian alat generator ozone medis dihidupkan, penvet

tombol power.

h. Mengatur pemberian ozone dan menghidupkan stopwatch

1) Pada awal terapi 1 kali dengan konsentrasi adjustment 15 (28,8

ppm) waktu 10 menit persesi, flowrate 1,5 L/menit.

2) Setelah 4 hari terapi dilanjutkan konsentrasi adjusment 15 (28,8

ppm) waktu 10 menit persesi, frowrate 1,5 L/menit.

3) Jika waktu terapi sudah selesai, turunkan tombol konsentrasi,

flowrate menjadi nol.

4) Keluarkan sisa gas ozone ke dalam canus discrat dengan

ditekan kantong ozone.

5) Mematikan alat generator ozone dengan memencet tombol off.

6) Membuka plastik bag yang dibungkus pada ulkus kaki setelah

selesai terapi.
43

7) Melanjutkan dengan prosedur perawatan luka lembab (moist).

8) Melepas sarung tangan dan cuci tangan.

5. Hubungan terapi ozone bagging dalam proses penyembuhan luka

Menurut Wijaya & Putri (2013), hubungan terapi ozone bagging

dalam proses penyembuhan luka sebagai berikut :

a. Bactericidal, fungsidal dan virusidal. Ozone dapat menghancurkan

hampir semua jenis bakteri, virus, jamur dan protozoa. Penggunaan

konsentrasi terapi ozone yang tinggi memberikan efek bakterisida

yang secara tidak langsung mengaktifkan sistem pertahanan non-

spesifik.

b. Ozone dapat menghasilkan efek anti-inflamasi yang dapat

mengoksidasi senyawa yang mengandung ikatan rangkap dan

asam arakidonat. Zat-zat biologis aktif berpatisipasi dalam

pembangunan dan mempertahankan proses inflamasi

penyembuhan luka.

c. Ozone memiliki efek analgesik yang dihasilkan dari proses oksidasi

dari hasil albuminolysis (algopeptides). Ozone bekerja pada ujung

saraf dalam jaringan yang rusak dan menentukan intensitas respon

nyeri. Efek analgesik juga disebabkan oleh normalisasi sistem

antioksidan.

d. Terapi ozone sistemik memberikan dampak dengan mengoptimasi

sistem anti-oksidan. Ozone memberikan pengaruh terhadap


44

membrane seluler dan keasaman untuk menyeimbangkan

peroksidasi lipid dan sistem pertahanan anti-oksidan.

e. Pemberian terapi ozone dapat mengaktifkan sistem imun,

tergantung dari pemberian dosisnya. Ozone dalam darah adalah

oksidator kuat dan dapat menyebabkan vasodilatasi dan hiperemi;

mengurangi viskositas darah dan plasma; meningkatkan erythroyte

membrane fluidity; hiperogsigenasi dan fasilitas pelepasan oksigen

di jaringan; stimullasi metabolik; inaktivasi bakteri, virus dan jamur,

serta produksi interferon daan TNF.


45

BAB III

METODE PENULISAN

A. Strategi Pencarian Literatur

1. Framework yang digunakan

Strategi yang digunakan untuk mencari artikel menggunakan PICO

framework:

a. Population / problem, populasi atau masalah yang akan dianalisis.

Populasi atau masalah yang akan dianalisis dalam literature riview

ini adalah pasien dengan ulkus diabetikum.

b. Intervention, atau suatu tindakan penatalaksaan terhadap kasus

perorangan atau masyarakat serta pemaparan tentang

pelaksanaan yang akan dianalisis dalam literature riview ini adalah

metode terapi ozone bagging.

c. Compration, penatalaksanaan lain yang digunakan sebagai

pembanding. Dalam literature review ini tidak ada penatalaksanaan

pembanding.

d. Outcome, hasil atau aturan yang dianalisis dalam literature review

ini adalah proses penyembuhan luka ulkus diabetikum


46

2. Kata kunci

Pencarian artikel atau jurnal menggunakan keyword dan Boolean

operator (AND, OR NOT, or AND NOT) yang digunakan untuk

memperluas atau menspesifikasikan pencarian, sehingga

mempermudah dalam penentuan artikel atau jurnal yang digunakan.

Kata kunci yang digunakan dalam literature review ini yaitu pasien

dengan ulkus diabetikum AND terapi ozone bagging AND proses

penyembuhan luka.

3. Database atau Search Engine

Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder yang

diperoleh bukan dari pengamatan langsung, akan tetapi diperoleh dari

hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti – peneliti terdahulu.

Sumber data sekunder ang didapat berupa artikel atau jurnal yang

relevan dengan topik dilakukan menggunakan database melalui google

scholar atau google cendekia.


47

B. Kriteria Inklusi dan Ekslusi

Tabel 2

Kriteria inklusi dan ekslusi dengan format PICO

Kriteria Inklusi Ekslusi


Population/ problem Jurnal nasional yang Jurnal nasional yang tidak
berhubungan dengan topik berhungan dengan topik
penelitian yakni terapi penelitian yakni terapi ozon
ozon bagging dalam bagging dalam proses
proses penyembuhan luka penyembuhan luka pada
pada pasien dengan ulkus pasien dengan ulkus
diabetikum. diabetikum.
Intervention Terapi ozon bagging Selain terapi ozon bagging
Comparation Tidak ada intervensi ada intervensi pembanding
pembanding
Outcome Adanya hubungan Tidak ada hubungan terapi
penerapan terapi ozone ozone bagging dalam
bagging dalam proses proses penyembuhan luka
penyembuhan luka pada pada pasien dengan ulkus
pasien dengan ulkus diabetikum.
diabetikum.
Study design Mix methods study, Systematic/literature review
experimental study,
survey study, cross-
sectional, analisis korelasi,
komparasi dan study
kualitatif
Tahun terbit Artikel atau jurnal yang Artikel atau jurnal yang
terbit setelah tahun 2011. terbit sebelum tahun 2011.
Bahasa Bahasa Indonesia dan Selain Bahasa Indonesia
Bahasa Inggris dan Bahasa Inggris

C. Seleksi Studi dan Penilaian Kualitas

1. Hasil Pencarian dan Seleksi Studi


48

Berdasarkan hasil pencarian melalui publikasi google scholar atau

google cendekia menggunakan kata kunci pasien dengan ulkus

diabetikum AND ozone bagging AND proses penyembuhan luka,

peneliti menemukan 27 jurnal yang sesuai dengan kata kunci tersebut.

Jurnal penelitian tersebut kemudian diskrining, sebanyak 11 jurnal

dieksklusi karena terbitan tahun 2011 kebawah dan menggunakan

bahasa selain Indonesia. Assessment kelayakan terhadap 16 jurnal,

jurnal yang dipublikasi dan jurnal yang tidak sesuai dengan kriteria

inklusi dilakukan eksklusi, sehingga didapatkan 5 jurnal yang dilakukan

review dengan rincian 3 jurnal bahasa indonesia dan 2 bahasa inggris.


49

Skema 2 Excluded (n= 10)


Alur Review Jurnal
Problem/populasi (n=3)
Pencarian menggunakan - Tidak sesuai dengan topik
(n=3)
keyword melalui database
- Pasien kanker
google scholar - Pasien Luka Bakar
N = 27 - Pasien asma

Intervention (n=4)
- Modern Dressing (n=2)
- Daun Sirsak (n= 1)
Seleksi jurnal 10 tahun terakhir, - Air Umbi bidara upas (n=1)
dan menggunakan bahasa
Indonesia & Inggris Comparation (n= 1)
- Modern dressing dan ozon
N = 16 bagging (n=1)

Outcome (n=1)
- Penurunan koloni
bakteri, percepatan
Seleksi judul dan duplikat
proses penyembuhan
N = 15 luka (n=1)

Study design (n= 1)


Identifikasi abstrak - Literature review (n=1)
N=5

Excluded (n=0)
- Rumusan dan tujuan penelitian
Jurnal akhir yang dapat
tidak sesuai (n=0)
dianalisa sesuai rumusan
masalah dan tujuan
N=5
50

2. Daftar Artikel Hasil Pencarian

Literature review ini disintesis menggunakan metode naratif

dengan mengelompokkan data-data hasil ekstraksi yang sejenis

sesuai dengan hasil yang diukur untuk menjawab tujuan. Tujuan

penelitian yang sesuai kriteria inklusi kemudian dikumpulkan dan

dibuat ringkasan jurnal meliputi nama peneliti, tahun terbit, metode

dan hasil penelitian serta database.


51

Tabel 3
Daftar Artikel Pencarian
Metode (Desain,
Volume,
No Author Tahun Judul sampel, variabel, Hasil penelitian Database
Angka
instrument, analisis)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1. Sri temu, 2020 Vol. 10, Proses D : Quasy Hasil menunjukkan kelompok Google
Untung No. 2 penyembuhan Experimental design intervensi skor BWAT pretest scholar
Sujianto, ulkus diabetik S : Total sampling, 38,07 dan posttest 18,47.
Muhammad melalu terapi sebanyak 30 Kelompok kontrol skor BWAT
Nur ozon bagging responden pretest 40,0 dan posttest
V: Proses 29,33. Hasil uji statistik
penyembuhan luka kelompok intervensi kategori
ulkus diabetikum, terapi regnerasi 100%. Perbedaan
ozon bagging proses penyembuhan ulkus
I : pengkajian luka diabetik pada kelompok
BWAT (Bates-Jenses intervensi dan kelompok
Assessment Tool) kontrol dengan nilai sognifikasi
A : Mann Whitney dan p value 0.001 (p <0,05).
Wilcoxon Signed- Terdapat perbedaan pengaruh
Rank Test yang signifikasi terapi ozon
bagging terhadap proses
penyembuhan ilkus kaki
diabetik.
52

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)


2. Alhuda, L 2019 Vol. 20, The effect of D : Desain Quasy Hasil uji t berpasangan Google
lamban Gaol, T No. 1. ozone therapy Eksperiment diperoleh p-value 0,000 <a scholar
Parlindungan, on the phase of S: sampling, sebanyak =0,05. Hal ini menunjukkan
Rosmalina, C diabetic wound 20 responden bahwa ada pengaruh terapi
Dara Phonna. healing in V : ozone therapy on ozon terhadap fase
T Sari & patient with the phase, diabetic penyembuhan luka ulkus
Wahyu lestari diabetes wound healing, diabetikum pada pasien
mellitus at patient with diabetes diabetes melitus diklinik rawat
alhuda wound mellitus. jalan Al Huda Kota
care clinic in I : Lembar observasi Lhoksemwe tahun 2016.
lhoksemawe Bates-Jensen Hasil penerlitian ini dapat
Wound Assessment memberikan manfaat. Bagi
Tool (BWAT) masyarakat khususnya
A : Analisis paired test responden bahwa sebagai
is obtained masukan bahwa terapi ozon
dapat dijadikan sebagai
alternatif pengobatan baru
dalam mengatasi
permasalahan luka diabetik
dengan perawatan luka
modern sehingga meyakinkan
masyarakat bahwa luka
diabetik dapat disembuhkan.

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)


53

3.Devi Mediarti, 2018 Vol.4, Home care by D : metode kuantitatif Hasil yang didapatkan Google
Hidayat Arifin No. 3. ozone bagging dan kualitatif mix menunjukkan bahwa hasil scholar
towards diabetic method design. rata-rata sebelum dilakukan
foot ulcers S : purpose 36,21 dengan SD = 4,076 dan
healing sampling, dengan sesudah perlakuan 37,17
42 sampel dengan SD = 4,316.
V : ozone bagging, Perawatan di rumah dengan
diabetic foot ulcers perawatan luka ozon bagging
healing. berpengaruh pada
I : kuantitatif dan penyembuhan luka pasien
kualitatif diabetes ulkus kaki (p =
A : analisis paired test 0,026). semua peserta
and qualitative used mengungkapkan perasaan
non statistical. sangat puas. Oleh karena itu,
perlu mengembangkan
penelitian lebih lanjut, dengan
mengembangkan intervensi
dalam beberapa kelompok.
Sehingga dapat menilai
efektivitas pengantongan
ozon untuk penyembuhan
ulkus kaki diabetik.

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)


54

4. Tulus Rahayu 2016 Vol.4, Pengaruh terapi D : Pre-experimental Hasil yang didapatkan Google
Widodo, Cipto No. 1. ozone bagging design dengan menunjukkan bahwa scholar
Susilo, Hendra terhadap pendekatan pretest- dilakukan uji wilcoxon
Kurniawan penyembuhan postest one group didapatkan nilai P Value =
luka pada design 0,011 p <0,05 berarti H1
pasien ulkus S : quota diterima. Artinya ada
diabetikum sampling, dengan pengaruh terapi ozone
dirumah luka 8 sampel terhadap penyembuhan luka
nirmala V : pengaruh terapi pasien ulkus diabetikum di
kecamatan ozone bagging dan Rumah Luka Nirmala
puger penyembuhan luka Kecamatan Puger kabupaten
kabupaten pasien ulkus jamber. Berdasarkan nilai
jamber diabetikum. yang sering muncul juga
I : pengkajian luka didapatkan penurunan dari
BWAT (Bates-Jenses nilai 3 menjadi 2. Dalam
Assessment Tool) masing-masing keparahan
A : analisa bivariat luka yang ada terjadi
penurunan skor disetiap
keparahan luka,semakin
turun tingkat skor pada
isntrumen BWAT maka
semakin baik tingkat
keparahan luka. Dinyatakan
bahwa keparahan luka
mengalami regenerasi luka,
maka terdapa penyembuhan
luka yang bermakna setelah
diberi perlakuan terapi ozon
bagging.
55

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)


5. Sri Temu. 2019 Vol. 10, Pengaruh D : Desain Quasy Hasil penelitian menunjukkan Google
No. 2 terapi ozon Eksperiment dengan bahwa proses penyembuhan scholar
bagging pendekatan Pretest- luka yang dialami oleh
terhadap posttest nonequivalent responden sebelum
penyembuhan control group diberikan modern dressing
ulkus kaki S : Accidental pada kelompok intervensi
diabetik sampling, sebanyak 15 yang mengalami regenerasi
responden luka sebanyak 15
V : terapi ozon responden (100%), dan
bagging, proses konvesional pada
penyembuhan luka kelompok kontrol sebanyak
ulkus kaki diabetik. 15 responden (100%).
I : Lembar observasi Sesudah dilakukan modern
Bates-Jensen dressing pada kelompok
Wound Assessment intervensi dengan jaringan
Tool (BWAT) sehat sebanyak 8
A : Analisis univariat responden (53,3%),
dan analisis bivariat regenerasi luka sebanyak
7 responden
(46,7%) dan pada kelompok
kontrol konvensional dengan
kategori regenerasi luka
sebanyak 15 responden
(100%)
DAFTAR PUSTAKA

Aini. N & Aridiana, L. M. 2016. Asuhan Keperawatan Pada Sistem Endokrin


dengan pendekatan NANDA NIC – NOC. Jakarta Selatan:
Salemba medika.
Arisanty, I. P. (2014). Konsep dasar manajemen perawatan luka. Jakarta: EGC.
Brunner dan Suddarth. (2014). Keperawatan medikal bedah brunner & Suddarth.
EGC.
Dafianto, R. (2016). Pengaruh relaksasi otot progresif terhadap risiko ulkus kaki
diabetik pada pasien diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja
puskesmas jebluk kabupaten jember. Surabaya: Universitas
jember.
Dinas kesehatan aceh, perofil Kesehatan Aceh 2018 . Banda Aceh : 2018.
Federation ID. IDF Diabetes AtlasSeventh Edition ed. Belgium: international
Diabetes Federation.2015.
Handayani, L. T. (2016). Perawatan luka kaki diabetes dengan modern dressing.
Jember, Universitas Muhammadiyah,6(2), 149-159.
Hariani, Lynda dan., david Perdanakusuma.(2015). Perawatan ulkus diabetes.
Surabaya: Universitas Airlangga.
HTA Indonesia. (2011). Terapi ozon. Diakes 30 januari 2014 dari
http://www.scribd.com/doc/150537394/Terapi-Ozon -jpdf
Kartika, R.W. et al., 2015. Perwatan luka kronis dengan modern dressing .,
42(7),pp.546-550.
Mardiyono , Ramlan. D, Anwar. Mc, Puji Astuti. SE, Rahayu.UM. (2018).
Moden combinations dressing and ozzone bagging treatment
reduces the amount of bacteria in grade II diabeticum.
Maryunani, A. Perawatan luka luka modern [ Modern Woundcare] Terkini dan
terlengkapan. In Median; 2015.
Maryunani, A. (2013). Pengenalan praktis step ny step perawatan luka diabetes
dengan metode perawatan luka modern. Bogor: In media.
Rahma . (2011). DOKUMENTASI EVALUASI KEPERAWATAN. Smart
Ners.Retrievedfrom.
RISKESDAS. 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian
Kesehatan RI tahun 2018.
Rohmah & Wahid, 2014. Proses keperawatan teori & aplikasi. Yogyakarta: ARRUZ
MEDIA
Spampinato, S. F., Caruso, G.I., De Pasquale, R., Sortino, M. A., & Merlo, S.
(2020). The treatment of impaired Wound Healing in Diabetes:
looking among Old Drugs. Pharmaceuticals, 13(4), 60. DOI:
10.2290/ph13040060
Temu, S., Sujianto U., Nur M. (2020). Proses penyembuhan ulkus kaki diabetik
melalui terapi ozon bagging. Jurnal ilmiah permas : Jurnal
ilmiah STIKES kendal . 10(2): 115 – 124.
WHO. 2021. Pencegahan Diabetes Melitus (Laporan Kelompok Studi WHO), alih
bahasa dr. Arisman, Cetakn I. Jakarta : Penerbit Hipokrates.
Wijaya,(2013) KMB II keperawatan medikal bedah ( keperawatan dewasa).
Yogyakarta: Nuha Medika
Wijaya, A, S. & Putri, Y, M, (2013). Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan
Dewasa) Yogyakarta: Nuha Medika.
Wijaya, A, S. & Putri, Y, M. (2013). (Keperawatan Dewasa). Yogyakarta: Nuha
Medika.
Widodo. TR ., Susilo. C., Kurniawan. H. (2016). Pengaruh terapi ozon bagging
terhadap penyembuhan luka pada pasien ulkus diabetikum
dirumah luka nirmala kecamatan puger kabupaten jember .
10(20 - 40). 7
Yanti, handayani estrin, asriani. Aplikasi modern wound care dalam manajemen
luka diabetes. Studi kasus. Magelang; Universitas
Muhammadiyah magelang; Desember 2016.
Yunus, bahri 2015. Faktor-faktor yang mempengaruhi lama penyembuhan luka
pada pasien ulkus etn centre. Makasar: Kedokteran Makasar.

Anda mungkin juga menyukai