MATA KULIAH
DOSEN PENGAMPU :
OLEH :
SYIFA AZKIYA
P07134222062
TINGKAT I
2022/2023
MAKALAH PROSTITUSI TUGAS PATOLOGI SOAIAL DAN BUDAYA
BAB I PENDAHULUAN
Pelacuran atau Prostitusi merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat yang
sebagai penyakit masyarakat yang enggan orang membahasnya, terutama di negara kita,
mayoritas penduduknya adalah Islam yang ajarannya menentang segala bentuk kemaksiatan
termasuk prostitusi. Pada kenyataannya prostitusi menjadi ajang bisnis yang terus berkembang,
baik yang praktiknya memang dipusatkan atau dengan sengaja dibuat lokalisasi, maupun
prostitusi rumahan dikelola sendiri, yang tersebar di rumah penduduk dalam suatu desa. Terlebih
di kota-kota tertentu di Kalimantan Selatan sendiri masih banyak inspeksi mendadak dari pihak
kepolisian maupun dinas-dinas terkait karena ditemukan banyak “warung baduduk” yang
lumrah dikunjungi supir-supir truck dipinggiran kota. Hal ini bukanlah suatu social buadaya
yang di budayakan, melainkan inilah salah satu cikal mula prostitusi yang menjadi tugas patologi
rumah tangga, buruh pabrik, pelayan restoran, atau lainnya. Akan tetapi, banyak yang sengaja
dijerumuskan oleh calo ke dalam praktik prostitusi, hal ini salah satu penyebabnya adalah
pendidikan di desa yang masih rendah, masyarakat desa masih beranggapan bahwa pendidikan
bagi wanita bukanlah hal yang penting, karena apabila wanita telah menikah ia akan ikut suami
Remaja di desa masih belum banyak yang dapat menentukan pilihannya sendiri.
Apabila nantinya terjebak dalam jerat prostitusi ini akan menyudutkan mereka dalam posisi
dilematis , terjadi pertarungan antara nalurinya yang pasti tidak mau bercita-cita menjadi PSK, di
sisi lain ia mesti mengabdikan dirinya sebagai salah satu penopang keluarga.
Permasalan PSK tidak hanya dilatarbelakangi oleh masyarakat pedesaan yang masih
polos sehingga mudah terbujuk rayu calo prostitusi. Zaman yang semakin canggih ini dan bekal
ilmu agama yang rendah serta keluarga yang rapuh ikut mendorong berkembangnya praktik
prostitusi ini.
Remaja secara disadari maupun tidak, dapat terkena imbas dari globalisasi yang
negatif, terutama bila tumbuh kembangnya tidak diimbangi dengan perhatian dan bimbingan
orang tua. Zaman yang semakin modern seperti tersedianya koneksi internet yang mudah, murah
dan gampang diakses, handphone yang berkamera yang banyak disalahgunakan untuk
menyimpan dan menyebarkan foto maupun video panas membuat remaja lebih cepat matang
secara seksual dan kemudian berusaha mencari penyaluran dengan jalan yang salah.
Dorongan seks yang tinggi dan belum waktunya terutama akibat ransangan dari luar
seperti yang telah dijelaskan di atas, kemudian majalah dan situs porno, film biru, terlibat
pergaulan bebas, gaya pacaran yang melampaui batas, akan mendukung terhadap terburuknya
Remaja dengan rasa ingin tahunya yang tinggi mulai mencoba mencari tahu,
selanjutnya perlahan ia merasa butuh akan penyaluran seks. Apabila kecanduan dan lepas
kontrol, ia akan mulai masuk ke dalam dunia prostitusi seperti di Bandung ada istilah Gongli
atau bagong lieur artinya babi mabuk, merupakan potret buram dari remaja yang marak
Di banyak negara pelacuran itu dilarang bahkan dikenakan hukuman. Juga dianggap
sebagai perbuatan hina oleh segenap anggota masyarakat. Akan tetapi, sejak adanya masyarakat
manusia pertama sehingga dunia ini akan kiamat nanti, “mata pencaharian” pelacuran ini akan
tetap ada, sukar, bahkan hampir-hampir tidak mungkin diberantas dari muka bumi, selama masih
ada nafsu-nafsu seks yang lepas dari kendali kemauan dan hati-nurani. Maka timbulnya masalah
pelacuran sebagai gejala patologis yaitu sejak adanya penataan relasi seks dan dIberlakukannya
norma-norma perkawinan.
2. Agar pembaca dapat menjaga diri dan keluarganya sehingga dapat terhindar dari praktik
prostitusi.
3. Agar pembaca dapat memberikan tindakan yang tepat kepada para pelaku prostitusi.
BAB II PEMBAHASAN
Jelas dinyatakan adanya peristiwa penjualan diri sebagai profesi atau mata
Barang siapa yang pekerjaanya atau kebiasaanya, dengan sengaja mengadakan atau
memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-
lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya seribu rupiah.
Jelasnya, pelacuran itu bisa dilakukan baik oleh kaum wanita maupun pria. Jadi,
ada persamaan predikat lacur antara laki-laki dan wanita yang bersama-sama melakukan
perbuatan hubungan kelamin di luar perkawinan. Dalam hal ini, perbuatan cabul tidak hanya
berupa hubungan kelamin di luar nikah saja, akan tetapi termasuk pula peristiwa homoseksual
impuls/dorongan seks yang tidak wajar dan tidak terintegrasi dalam bentuk pelampiasan nafsu-
nafsu seks tanpa kendali dengan banyak orang (promiskuitas), disertai eksploitas dan
b. Pelacuran merupakan peristiwa penjualan diri (persundalan) dengan jalan menjualbelikan
badan, kehormatan, dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu-nafsu seks
c. Pelacuran ialah perbuatan perempuan atau laki-laki yang menyerahkan badannya untuk
dengan benda bernilai – maka pelacuran merupakan profesi yang paling tua sepanjang sejarah
kehidupan manusia.
a) Pergundikan : pemeliharaan bini tidak resmi, bini gelap atau perempuan piaraan. Mereka
hidup sebagai suami istri, namun tanpa ikatan perkawinan. Pada zaman belanda disebut nyai.
b) Tante girang atau loose married woman : wanita yang sudah kawin, namun tetap melakukan
hubungan erotik dan seks dengan laki-laki lain baik secara iseng untuk mengisi waktu kosong,
bersenang-senang just for fun dan mendapatkan pengalaman-pangalaman seks lain, maupun
c) Gadis-gadis panggilan : gadis-gadis dan wanita-wanita biasa yang menyediakan diri untuk
d) Gadis-gadis bar atau B-girls : gadis-gadis yang bekerja sebagai pelayan-pelayan bar
e) Gadis-gadis juvenile delinguent : gadis-gadis muda dan jahat, yang didorong oleh
pecandu obat-obat bius(ganja, heroin, morfin, dan lain-lain), sehingga mudah tergiur melakukan
f) Gadis-gadis binal atau free girls : di Bandung mereka disebut sebagai “bagong lieur” (babi
hutan yang mabuk). Mereka itu adalah gadis-gadis sekolah atau putus sekolah, putus studi di
akademi atau fakultas dengan pendirian yang “brengsek” dan menyebarluaskan kebebasan seks
secara ekstrem, untuk mendapatkan kepuasan seksual. Mereka menganjurkan seks bebas dan
cinta bebas.
g) Gadis-gadis taxi ( di Indonesia ada juga gadis-gadis becak) : wanita-wanita atau gadis-gadis
panggilan yang ditawarkan dibawa ke tempat “plesiran” dengan taxi atan becak.
h) Penggali emas atau gold-diggers : gadis-gadis dan wanita-wanita cantik –ratu kecantikan,
pramugarimannequin, penyanyi, pemain panggung, bintang film, pemain sandiwara teater atau
opera, anak wayang, dan lain-lain – yang pandai merayu dan bermain cinta, untuk mengeduk
i) Hostes atau pramuria yang menyemarakkan kehidupan malam dalam nighclub-nighclub.
Pada intinya, profesi hostes merupakan benttuk pelacuran halus. Sedang pada hakikatnya, hostes
itu adalah predikat baru dari pelacuran. Sebab, di lantai-lantai dansa mereka membiarkan diri
dipeluki, diciumi, dan diraba-raba seluruh badannya. Juga di meja-meja minum badannya
diraba0raba dan diremas0remas oleh langganannya. Para hostes ini harus melayani makan,
minum, dansa, dan memuaskan naluri-naluri seks para langganan dengan jalan menikmati tubuh
para hostes/pramuria tersebut. Dengan demikian, langganan bisa menikmati keriaan atau
Pada zaman kerajaan Mesir Kuno, Phunisia, Assiria, Chalddea, Ganaan, dan di
Persia, penghormatan terhadap dewa-dewa Isis, Moloch, Baal, Astrate, Mylitta, Bacchus, dan
dewa lain-lain, disertai orgie-orgie. Orgie (orgia) adalah pesta kurban pada para dewa, khusunya
kepada dewa Bacchus yang terdiri atas upacara kebaktian penuh rahasia dan misterius sekali
Kekuasaan kaum pria yang luar biasa pada banyak suku bangsa primitif itu
menjadikan pelacuran sebagai sumber penghasilan bagi para ayah, suami, dan para dewa. Sebab,
ayah dan para suami, yang dianggap sebagai pemilih dari wanita, bisa memperdagangkan dan
menyewakan pelayanan, hiburan, dan seks (wanita) kepada banyak laki-laki demi keuntungan
para ayah dan suami itu. Tindak asusila demikian banyak juga terdapat di zaman modern
Gadis-gadis itu mulanya dijebak secara licik dengan janji-janji dan bujukan manis,
untuk diperkerjakan di kota-kota dengan gaji besar atau akan dijadikan korban para germo.
Namun kenyataannya, gadis-gadis itu dijadikan korban para calo dan anggota-anggota organisasi
gelap.
Sejak zaman dahulu para pelacur selalu dikecam atau dikutuk oleh masyarakat,
karena tingkah lakunya yang tidak susila dan dianggap mengotori sakralitas hubungan seks.
Mereka disebut sebagai orang-orang yang melanggar norma moral, adat, dan agama, bahkan
kadnag-kadang juga melanggar norma negara, apabila negara tersebut melarangnya dengan
Norma adat pada galibnya melarang pelacuran. Akan tetapi, setiap daerah itu tidak
sama peraturannya dan kebanyakan norma tersebut tidak tertulis. Namun, ada masyarakat-
masyarakat tertentu yang memperkenankan hubungan seks di luar perkawinan. Pada masyarakat
Eskimo, kelahiran bayi di luar nikah, ditoleransi oleh masyarakat. Bahkan untuk menghormati
tamu-tamu yang terpandang, istri sendiri disuruhnya tidur bersama dengan tamunya dan
memberikan pelayanan seks seperlunya. Juga pada kelompok suku di Pulau kei, Flores,
dikumpulkan dalam rumah-rumah pelacuran yang disebut dicteria. Kontrol tersebut dimaksudkan
agar :
Di Roma, pelacuran diawasi dan dikontrol dengan ketat oleh polisi. Ringkasnya
pelacur dianggap sebagai penyakit, dan mendemoralisasi rakyat. Juga Kaisar Justinian mencoba
memberantas pelacuran. Karena dia sendiri kaain dengan pelacur. Selanjutnya Raja Louis II dari
Perancis, banyak memberantas pelacuran dengan hukuman berat. Namun sebagai akibatnya,
Jika dipandang dari sisi agama, baik agama islammaupun agama lainnya jelas
melarang prostitusi tersebut. Dalam agama Islam, prostitusi merupakan salah satu perbuatan zina
dan zina hukumnya haram dan termasuk kategori dosa besar. Ada beberapa ayat yang
menjelaskan tentang hukuman bagi orang yang berzina yaitu para pezina yang masih bujang di
hukum cambuk delapan puluh kali (An-Nur : 4) dan “yang sudah menikah dilempari batu 100
kali, alias mati. Nabi Muhammad SAW bersabda “Tidak halal darah bagi seorang muslim yang
bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan aku adalah Rasulnya, kecuali disebabkan oleh salah
satu dari tiga hal : orang yang sudah menikah berzina, membunuh orang, meninggalkan
(http://sobatbaru.blogspot.com/2009/02/prostitusi.html)
Sementara menurut agama Kristen dan Yahudi juga mengahramkan prostitusi seperti
yang tercamtum dalam perjanjian baru. Di katakana bahwa “Karena itu orang baik-baik biasanya
tidak mau bergaul dengan mereka bahkan menjauhkan diri dari orang-orang seperti itu. Namun
demikian Yesus digambarkan dekat dengan orang-orang yang disingkirkan oleh masyarakat
seperti para pelacur, pemungut cukai, dll. Injil Matius melukiskan demikian: "Kata Yesus kepada
perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah'." (Matius 21:31)
menekan dan memberantas pelacuran, berkat adanya kebebasan seks yang sangat besar dan
rumah tangga yang sah dan bahagia, kalis dari kesulitan dan terpeliharalah anak keturunan.
Sedang perzinaan dipandang sebagai perbuatan yang keji dan jalan yang keliru dlam kehidupan
manusia.
Seks merupakan energi psikis yang ikut mendorong manusia untuk aktif bertingkah
laku. Tidak hanya berbuat di bidang seks saja, yaitu melakukan relasi seksual atau bersenggama,
akan tetapi juga melakukan kegiatan-kegiatan nonseksual. Misalnya ikut mendorong untuk
berprestasi di bidang ilmu pengetahuan seni, agama, sosial, budaya, tugas-tugas moril, dan lain
sebagainya. Sebagai energi psikis, seks menjadi motivasi atau tenaga dorong untuk berbuat atau
bertingkah laku. Freud menyebut seks sebagai libido sexualis (libido = gasang, dukana, dorongan
hidup nafsu erotik). Seks juga merupakan mekanisme bagi manusia untuk mengadakan
keturunan. Karena itu seks dianggap sebagai mekanisme yang sangat vital, di mana manusia bisa
mengabadikan jenisnya.
Libido adalah Istilah nafsu birahi, hasrat seks atau libido pada dasarnya punya makna
sama, yaitu perasaan seksual hebat dari seseorang pada orang lainnya (normalnya terhadap
pasangan lawan jenisnya). Banyak faktor pendukung gairah seksual, termasuk rangsangan fisik
Tingkat libido bisa sangat bervariasi pada masing-masing orang, dan di antara pria
maupun wanita. Bahkan ditegaskan oleh berbagai penelitian bahwa tak ada tingkat gairah
seksual yang normal. Ilmu psikologi meyakini, libido adalah kombinasi kepuasan hormonal dan
fisikal (seperti merangsang saraf tubuh tertentu) yang dibentuk oleh pengaruh sosial dari luar,
seperti norma budaya. Nafsu birahi bukan sesuatu yang dipelajari namun sudah ada di dalam
hekekat manusia. Itu sebabnya tidak ada orang tua yang mengajari anaknya untuk birahi. Yang
ada adalah orang tua yang mengajari anaknya untuk mengendalikan nafsu birahinya. Birahi
muncul begitu saja karena birahi adalah salah satu naluri manusia, naluri beranakcucu.
Di samping relasi sosial biasa, di antara wanita dan pria itu bisa berlangsung
hubungan khusus yang sifatnya erotis, yang disebut sebagai relasi seksual. Dengan relasi seksual
ini kedua belah pihak yang berada situasi khusus bisa menghayati bentuk kenikmatan dan
puncak kepuasan seksual atau orgasme, jika hal itu dilakukan dalam hubungan yang intim dan
normal sifatnya.
Hubungan seksual antara dua jenis kelamin yang berlainan sifat dan jenisnya yaitu
antara pria dan wanita, disebut sebagai relasi heteroseksual. Jika dilakukan antara dua orang dari
jenis kelamin yang sama, disebut sebagai homoseksual. Maka, tujuan dari setiap macam
pendidkan itu pada intinya ialah tidak hanya membimbing anak muda yang belum dewasa
menjadi dewasa saja, akan tetapi membimbing pemuda menjadi pria dewassa, dan membimbing
anak gadis menjadi wanita dewasa. Laki-laki dan wanita dewasa adalah mereka yang nantinya
mampu melakukan relasi seksual yang adekuat, tepat, dan imbang. Dengan kata lain, wanita itu
disebut normal dan dewasa, bila dia mampu mengadakan relasi seksual dengan seorang pria
dalam bentuknya yang normal dan bertanggung jawab. Sebaliknya, pria disebut normal dan
dewasa, apabila dia mampu mengadakan relasi seksual dengan wainta yang sehat sifatnya dan
bertanggung jawab.
(a) Hubungan tersebut tidak menimbulkan efek-efek merugikan, baik bagi diri sendiri
maupun partnernya.
(b) Tidak menimbulkan konflik-konflik psikis dan tidak bersifat paksaan atau perkosaan.
Sedang relasi seksual yang bertanggung jawab itu mengandung pengertian, kedua
belah pihak menyadari akan konsekuensinya, dan berani memikul tanggung jawab serta
risikonya.
Baik pria maupun wanita harus menyadari, batas relasi seksual itu sebaiknya
dilakukan dalam batas-batas norma etis/susila, sesuai dengan norma-norma masyarakat dan
agama, demi menjamin kebahagiaan pribadi dan ketentraman masyarakat. Control dan regulasi
perlu dilakukan terhadap doronga-dorongan seks dan impuls-impuls seks, agar tidak terlampau
eksesif dan meledak-ledak, sehingga bisa melemahkan jasmani dan rohani. Juga, agar tidak
privilege serta hak-hak asasi pribadi lain. Sebab, dorongan seks itu ibarat kuda liar yang buas
dan tidak terkendali tapi juga bisa tenang, jinak, menyenangkan, jika bisa dikekang dan
dipimpin. Oleh adanya kedua persyaratan yaitu normal dan bertanggung jawab, maka relasi seks
itu sebaiknya dilakukan dalam satu ikatan yang teratur, yaitu dalam ikatan perkawinan yang sah.
Maka, bentuk relasi seks abnormal dan perverse (buruk, jahat) adalah: (1) tidak
bertanggung jawab, (2) didorong oleh kompulsi-kompulsi (tekanan paksaan), dan (3) didorong
oleh impuls-impuls yang abnormal. Abnormalitas dalam pemuasan dorongan seksual itu dibagi
1. Abnormalitas seks disebabkan oleh dorongan seksual abnormal. Termasuk didalamnya ialah
(1) pelacuran (prostitusi), (2) promiskuitas, (3) perzinaan (adultery), (4) seduksi bujukan dan
perkosaan; (5) kebekuan seks (frigiditas); (6) impotensi; (7) ejakulasi prematur; (8) coupulatory
impotency dan psychogenic aspermia, atau pembuangan sperma yang terlalu cepat (9)
nymphomania atau hyperseksualitas; (10) satyriasis atau satyromania, yaitu hyperseksualitaspada
pria; (11) vaginismus atau kontraksi pada vagina; (12) dispareuni yaitu sulit dan merasa sakit
sewaktu bersanggama; (13) anorgasme yaitu ejakulasi atau pengeluaran air mani namun tanpa
mengalami puncak kepuasan seksual vorgasme, dan (14) kesukaran coitus pertama.5
2. Abnormalitas sesk disebabkan oleh partner seks yang abnormal. Termasuk di dalamnya
(3) bestiality atau persetubuhan dengan binatang; (4) zoofilia, bentuk citra-mesra seperti
binatang; (5) nekrofilia yaitu hubungan seks dengan orang mati/mayat,(6) pornografi dan
obscenity/dukana; (7) pedofilia atau persetubuhan dengan anak-anak kecil, (8) fetishisme; (9)
frottage, yaitu kepuasan seks dengan meraba-raba orang lain, (10) geronto seksualitasyaitu
persetubuhan dengan wanita tua atau berumur lanjut; (11) incest atau relasi seks dalam kaitan
kekerabatan keturunan yang sangat dekat; (12) saliromania, yaitu mendapatkan kepuasan seks
dengan mengotori badan wanita; (13) tukar istri (wifeswapping), disebut pula sebagai “tukar
kunci”, (14) misofilia, koprofilia dan urofilia, yaitu melakukancoitus yang dibarengi dengan
kesenangan pada kotoran, hal-hal yang najis, tahi dan air kemih.6
3. Abnormalitas seks dengan cara yang abnormal dalam pemuasan dorongan seksualnya.
Termasuk dalam kelompok kini ialah: (1) Onani atau masturbasi, (2) sadisme, (3) masokhisme
dan sadomasokhisme, (4) voyeurism, yaitu mendapatkan kepuasan seks dengan diam-diam
melihat orang bersanggama dan telanjang, melalui lubang kunci, (5) ekshibisionisme, kepuasan
seks dengan memperlihatkan alat kelaminnya, (6) skoptofilia mendapat kepuasan seks dengan
melihatorang-orang lain bersetubuh, atau melihat alat kelamin orang lain, (7) transvestitisme,
yaitu nafsu patologis untuk memakai pakaian dari lawan jenis kelamin, (8) transseksualisme,
merasa memiliki seksualitas yang berlawanan dengan stuktur fisiknya/banci (9) triolisme atau
troilisme atau melakukan sanggama, dengan mengikut-sertakan orang lain untuk menonton
dirinya.7
adalah mereka yang berusia 10 sampai dengan 19 tahun dan belum menikah. Menurut Kaplan,
1997 usia remaja adalah dimulai pada usia 11 – 12 tahun dan berakhir pada usia 18 – 21 tahun.
Dimana usia yang paling rentan dengan masalah seksual adalah pada massa usia 17 tahun.
Perkembangan fisik yang terjadi pada remaja adalah perubahan yang sangat dramatis
dalam bentuk dan ciri – ciri fisik berhubungan erat dengan mulainya pubertas. Aktivitas kelenjar
pituitari pada saat ini berakibat dalam sekresi hormon yang meningkat, dengan efek fisiologis
yang tersebar luas. Hormon pertumbuhan memproduksi dorongan pertumbuhan yang cepat, yang
membawa tubuh mendekati tinggi dan dewasanya dalam sekitar dua tahun.
Dorongan pertumbuhan terjadi lebih awal pada pria dari pada pada wanita juga
menandakan bahwa wanita lebih dahulu matang secara seksual dari pada pria. Pencapaian
seksual pada gadis remaja ditandai dengan kehadiran menstruasi dan pada pria di tandai dengan
produksi semen. Hormon – hormon utama yang mengatur perubahan ini adalah androgen pada
pria dan estrogen pada wanita, yang juga membentuk ciri-ciri seksual sekunder. Hormon
tertentu mulai berfungsi sejalan dengan perkembangan alat kelaminnya sehingga dapat
menyebabkan rangsangan di dalam tubuh remaja yang seringkali menimbulkan masalah dalam
perkembangan emosinya.
Perkembangan emosional juga terjadi pada masa remaja dan masa remaja adalah
masa stress emosional, yang timbul dari perubahan fisik yang cepat dan luas yang terjadi pada
masa pubertas. Hormon testosteron akan menyebabkan pria mengalami ereksi jika dia berfantasi
atau terangsang, dan mempengaruhi otak untuk mengaktifkan pikiran atau dorongan seksual.
Demikian juga pada wanita jika mengalami keterbangkitan seksual di tunjukkan vaginanya
mengeluarkan cairan pelicin atau menjadi basah. Kondisi hormonal inilah yang menyebabkan
remaja menjadi semakin peka terhadap stimulasi seksual sehingga munculnya perilaku seksual.
Dorongan seksual ini menimbulkan permasalah antara lain : a). Perasaan aneh karena
muncul reaksi yang tidak begitu tampak pada masa sebelumnya, b). Belum dapat menyalurkan
karena belum menikah sementara remaja cepat terangsang secar seksual, c). menimbulkan
keinginan tahuan lebih lanjut tentang apakah alat kelamin yang dimilikinya dapat berfungsi
dengan baik, kondisi ini dapat mendorong remaja untuk bereksplorasi banyak dalam hal seksual.
signifikan mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka
percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu
mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan” yang baru. Perubahan inilah
yang seringkali mendasari sikap "pemberontakan" remaja terhadap peraturan atau otoritas yang
selama ini diterima bulat-bulat. Perubahan seksual yang terjadi pada masa pubertas inilah yang
bertanggung jawab atas adanya dorongan-dorongan seksual. Dorongan masalah seksual masih
dipersulit dengan banyaknya tabu sosial sekaligus kekurangan pengetahuan yang benar tentang
seksualitas.
kelompoknya, hal ini karena adanya konflik atau perbedaan nilai yang dianut remaja dengan
keluarga. Remaja adalah upaya remaja untuk diterima dan diakui sebagai orang dewasa, yang
dikenal sebagai mencari identitas diri. Remaja selalu bertanya tentang siapa dan bagaimana
dirinya dan cenderung melakukan berbagai tindakan untuk mengukuhnya identitas dirinya.
Remaja masih labil sehingga upaya untuk mencari identitas diri , seringkali diungkapkan dalam
bentuk pemaksaan kemauan, sehingga sering bertentangan dengan tokoh otoritere seperti orang
tua atau guru. Pertentangan remaja dengan orang dewasa dipertajam lagi karena disatu pihak
remaja menginginkan kebebasan melakukan aktivitas atau memilih teman dipihak lain orang tua
dan guru justru ingin melakukan pembatasan. Hal ini tentu saja akan menimbulkan konflik nilai
bagi sang remaja. Konflik nilai dalam diri remaja ini lambat laun akan menjadi sebuah masalah
Peran orang tua dalam mendidik anak sangat menentukan pembentukan karakter dan
perkembangan kepribadian anak. Komunikasi adalah inti suksesnya suatu hubungan antara orang
tua dan remaja. Hubungan komunikasi secara lancar dan terbuka harus selalu dijaga
agar dapat diketahui hal – hal yang diinginkan oleh remaja sehubungan dengan pertumbuhan dan
perkembangan remaja. Pengetahuan remaja tentang Kesehatan Reproduksi yang dapat diperoleh
dari hasil komunikasi antar keluaraga sangat penting terhadap perilaku yang berkaitan dengan
hubungan seksual (intercourse) pranikah sehingga menghindari remaja untuk lebih memilih
mendapat informasi dari media massa dan teman sebaya yang sering menimbulkan pemahaman
yang salah oleh remaja atau informasi yang didapatkan menyesatkannya dan apada akhirnya
seksual.
Statistik menunjukkan, bahwa kurang lebih 75% dari jumlah pelacur adalah wanita-
wanita muda dibawah umur 30 tahun. Mereka itu pada umumnya memasuki dunia pelacuran
pada usia yang muda, yaitu 13 – 14 tahun dan yang paling banyak ialah usia 17 – 21 tahun.
Apakah sebabnya banyak gadis muda remaja tergelincir dalam lembah pelacuran demikian?
Tindak-tindak immoral seksual, berupa relasi seksual terang-terangan tanpa malu,
sangat kasar, dan sangat provokatif dalamcoitus/bersanggama, dan dilakukan dengan banyak pria
(promiskuitas) pada umumnya dilakukan oleh anak- anak gadis remaja penganut seks bebas.
Adakalanya relasi seksual itu tidak dibayar, karena dilandasi motif-motif keisengan atau
hyperseksualitas ataupun didorong oleh nafsu-nafsu seks yang tidak terintegrasi dan tidak wajar,
tidak ubahnya dengan ciri-ciri praktik prostitusi yang kasar. Tindak immoral yang dilakukan oleh
- Belum atau kurangnya pembentukan karakter pada usia prapuber, usia puber adolesens,
- Belum atau tidak adanya pembentukan karakter pada usia prapuber, usia puber, dan
adolesens.
Pertama kali, immoralitas dilakukan dirumah oleh orang tua atau salah seorang
anggota keluarga itu mempromosikan tingkah laku seksual abnormal kepada anak-anak puber
dan adolesens. Sebab penghayatan langsung dari perbuatan seksual yang kasar, jika dibarengi
dengan cumbu rayu dari laki-laki dewasa, akan mudah meruntuhkan pertahanan moral anak-anak
gadis pada usia sangat mudah (12-19 tahun). Peristiwa ini kemudian mengakibatkan timbulnya
seksualitas yang terlalu dini yaitu seksualitas yang terlampau cepat matang sebelum usia
kemasakan psikis sebenarnya. Sebagai akibatnya ialah dengan kemunculan nafsu-nafsu seks
yang luar biasa, namun anak gadis itu sendiri belum memiliki kematangan dan keseimbangan
psikis, maka tindak-tindak immorilnya berlangsung secara liar dan tidak terkendali lagi.
Immoril seksual pada ank-anak gadis ini pada umumnya bukanlah didorong oleh
motif-motif pemuasan nafsu nafsu seks seperti pada anak laki- laki umumnya. Akan tetapi,
biasanya didorong oleh pemanjaan diri dan kompensasi terhadap labilitas kejiwaan, karena anak-
anak gadis itu merasa tidak senang dan tidak puas atas kondisi diri sendiri dan situasi
lingkungan. Rasa tidak puas anak-anak gadis itu antara lain disebabkan oleh:
(1) Menentang kewibawaan pendidik dan berkonflik dengan orang tua atau salah seorang
anggota keluarga;
(2) Tidak mampu berprestasi di sekolah; konflik dengan kawan-kawan sekolah atau dengan guru;
(3) Merasa tidak puas atas nasib sendiri, karena lingkunga rumah tangga yang buruk. Misalnya
broken home, banyak konflik dan ketegangan, lingkunan yang tidak memberikan kehangatan dan
(4) Kekacauan kepribadian, mengalami disharmoni dan banyak konflik batin yang tidak bias
diselesaikan;
(5) Memberontak terhadap semua bentuk otoritas dan mengikuti kemauan sendiri atau semau
gue.
Kerap kali anak-anak puber dan adolesens itu secara tidak sadar dan tidak sengaja
melakukan tindak immoral dan salah langkah, lalu menjadi pelacur melalui pengalaman sebagai
“menyala-nyala.” Lambat laun dorongan-dorongan seks itu jadi semakin memuncak, Karen
macam-macam rancangan dari luar, misalnya membaca buku-buku cabul, melihat film porno dan
orang lain bersetubuh, bujuk rayu pemuda-pemuda, dan lain-lain. Kemudian, secara coba-coba
sambil bermain-main ia melakukan relasi seks dengan abang sendiri atau saudara yang lebih tua.
Kemudian dicobanya dengan laki-laki lain hanya karena didorong oleh rasa ingin tahu
(curiousity) dan coba-coba, just playing untuk main-main saja. Lama-kelamaan kanalisasi
kebiasaan atau habit forming, lalu gadis tadi butuh melakukan relasi seks secara terus-menerus.
Selanjutnya, karena jiwa anak gadis itu belum stabil dan belum mencapai
kematangan, relasi seksnya bebas lepas tidak bisa dikendalikan lagi. Dan tidak lama kemudian
dia jatuh dalam lembah pelacuran, atau melakukan promiskuitas, menjalin relasi seks secara
awut-awutan dengan siapapun juga. Di kota Bandung, gerombolan anak-anak gadis yang
melakukan hubungan seks bebas, tanpa mengingat bayaran dan menanamkan kepuasan seks itu
menamakan diri sebagai GONGLI atau bagong lieur (bagi atau celeng mabuk/pusing). Jadi,
relasi seksual yang terlalu dini (cepat, pada usia terlalu muda) itu merupakan imitasi primitif,
secara bermain-main menirukan tingkah laku orang dewasa, yang kemudian menjadi peristiwa
kecanduan.
Adakalanya tindak immoral anak gadis melakukan praktik pelacuran itu distimulasi
oleh Geltungstrieb atau dorongan untuk menuntut hak dan kompensasi, karena dia tidak pernah
merasakan kehangatan, perhatian, dan kasih sayang orang tua atau familinya. Dicari kompensasi
bagi kekosongan hatinya, dengan jalan melakukan intervensi aktif dalam bentuk relasi seksual
Ada pula anak-anak gadis yang melakukan tindak kompensatoris disebabkan oleh
rasa-rasa takut dan kebimbangan. Biasanya mereka itu baru berumur 11 atau 12 tahun, namun
mengaku sudah berusia 17 atau 18 tahun. Maka oleh nafsu petualangan dan ingin
membanggakan diri, anak-anak itu sesumbar dan membual mampu memberikan layanan seksual
yang hebat luar biasa, sebagai kompensasi dari kekerdilan dan rasa rendah diri. Lalu mereka
nafsu bersenang-senang tanpa kendali, “ijdelheid” atau kesombongan diri, lapar petualangan
seks, gila hormat dan gila pujian,lemah mental terhadap cumbu rayu kaum pria, semua itu
merangsang pergaulan yang bersifat netral menjadi hubungan seksual sungguhan. Tidak lama
kemudian, anak-anak gadis itu terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan immoral dengan banyak
Jelas, bahwa perbuatan seksual pada anak-anak puber itu pada umumnya disebabkan
- Kurang tajamnya intelek untuk mengendalikan nafsu seksual yang bergelora.
Karena itu, coitus atau sanggama bagi anak-anak puber dan adolesens itu merupakan
perilaku menggugah nafsu-nafsu seksual yang terlalu dini, terlalu cepat, atau terlalu pagi.
Kematangan seks yang terlalu cepat atau sebelum waktunya mengakibatkan terganggunya
pendek.
Tingkah laku immoral dan eksperimen-eksperimen seksual yang tidak susila itu
sangat infeksius sifatnya, mudah menjangkitkan infeksi psikis kepada anak-anak puber dan
adolesens yang masih sangat labil struktur kepribadiannya. Pada akhirnya mudah mendorong
mereka melakukan praktik pelacuran. Kesulitan-kesulitan emosional dan konflik-konflik batin
serius yangmemuncak pada masa pubertas dan adolesens itu banyak dimuati oleh motif-motif
sosial dan seksual. Bila gangguan ini kronisdan ekstrem atau memuncak, maka hal itu
menstimulasi tingkah laku immoral dan promiscuous yang dekat sekali dengan pelacuran.
Hampir semua masyarakat beradap berpendapat bahwa perlu adanya regulasi atau
Sebab, dorongan seks itu begitu dahsyat dan besar pengaruhnya terhadap manusia, bagaikan
nyala api yang berkobar. Demikian pula seks, bisa membangun kepribadian, akan tetapi juga bisa
menghancurkan sifat-sifat kemanusiaan. Hal ini dibuktikan oleh sejarah peradaban manusia
sepanjang zaman.
Variasi dari regulasi penyelenggaraan seks bisa kita lihat tradisi-tradisi seksual pada
pesatnya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan serta komunikasi, terjadilah banyak
perubahan sosial yang serba cepat pada hampir semua kebudayaan manusia. Perubahan sosial
tersebut mempengaruhi kebiasaan hidup manusia sekaligus juga mempengaruhi pola-pola seks
yang konvensional. Maka, pelaksanaan seks itu banyak dipengaruhi oleh penyebab dari
perubahan sosial, antara lain oleh urbanisasi, mekanisasi, alat kontrasepsi, lamanya pendidikan,
demokratisasi fungsi wanita dalam masyarakat, dan modernisasi. Sebagai efek sampingnya
terjadi proses ontrailing (keluar dari rel) dari pola-pola seks, yaitu keluar dari jalur-jalur
konvesional kebudayaan. Pola seks itu lalu dibuat menjadi hypermodern dan radikal sehingga
bertentangan dengan sistem regulasi seks yang konvensional, menjadi seks bebas dan cinta bebas
yang tidak adanya bedanya dengan pelacuran. Pada hakikatnya, dalam eksesivitas (sangat
banyak) seks bebas itu sama dengan promiskuitas atau campur aduk seksual tanpa aturan alias
pelacuran.
Oleh seks bebas, hal tersebut bukannya akan diperoleh kepuasan seks. Oleh
eksesivitas itu jutru orang tidak mampu menghayati kepuasan seks sejati. Sebab, orang menjadi
budak dari dorongan seksual, menjadi pecandu seks tanpa bisa menghayati arti dan keindahan
Beberapa argumen dari para penganjur seks bebas beserta peyanggahannya kami
1) Dorongan seks itu alami, persis seperti lapar dan dahaga. Pemuasannya bersifat alami atau
natural. Maka, tabu-tabu dan regulasi seks itu sifatnya artifisial, dibuat-buat, dan berlebihan, atau
tidak perlu.
Para opponen/ penyanggah pendapat ini justru berikiran sebagai berikut : memang benar
pada mulanya berifat fisiologis dan alami, sebagai produk dari kegiatan ganduler. Namun
kemudian, segi-segi psikis dari seks ikut muncul, berupa imaginasi seks yang mempengaruhi
kegiatan-kegiatan glanduler. Artinya, dorongan-dorongan seks itu lalu bersifat artifisial, bukan
alami lagi, sebab semakin banyak terdapat stimuli/ perangsang seks dalam masyarakat modern
sekarang. Misalnya berupa film-film biru, gambar-gambar dan majalah porno, pertunjukan seks
dan lain-lain. Sehingga muncul perbuatan seks yang sangat ditolak masyarakat, misalnya dalam
bentuk perkosaan, ekshibisionisme seksual, promiskuitas terbuka, dan lain-lain. Karena itu, perlu
diadakan sanksi dan kontrol sosial terhadap kehidupan seks, demi menjamin ketentraman dan
ketertiban hidup.
Baik suku-suku bangsa primitif maupun yang modern pasti mempunyai sistem regulasi
untuk menata kelancaran masyarakat, dan mengatur kehidupan-kehidupan seks. Penataan itu ada
masyarakat dan mengatur kehidupan seks. Penataan itu ada ditulis dalam wujud hukum dan
undang-undang, yang lainnya tidak tertulis berupa tradisi dan kebiasaan sosial. Maka mutlak
perlulah dorongan-dorongan seks itu dikendalikan dan diatur, agar tidak terlalu kelewat eksesif,
2) Argumen kedua menyatakan seks itu merembesi setiap fase kehidupan. Karena itu,
kebebasan seks harus dapat diekspresikan dengan bebas penuh, untuk memperkaya kepribadian.
Maka, setiap restriksi atau pembatasan terhadap kegiatan seks itu pasti akan menghambat
pembentukan kepribadian.
Opponen pendapat ini menyatakan sebagai berikut : memang benar, seks itu merembesi
setiap fase kehidupan. Akan tetapi, seperti juga makan dan minum harus diatur. Agar orang bisa
menjadi sehat lahir dan batin, makan aktivitas seks itu juga harus dikendalikan dan diatur demi
kesejahteraan sendiri. Dorongan seks itu semisal kuda liar yang bisa buas binal tidak terkuasai,
tapi bisa juga menjadi jinak terkendali. Dalam hal dorongan seks ini, sais utama mengendalikan
kuda liar itu ialah kemauan dan akal budi. Sedang hukum dan tradisi berfungsi sebagai
pengontrolan umum.
3) Alasan ketiga untuk menganjurkan seks bebas ialah sebagai berikut : tabu-tabu seks itu
merupakan produk dari dogmatisme religius, yang menganggap seks sebagai sumber dosa dan
noda yang menimbulkan rasa malu dan bukan sebagai sumber kenikmatan. Lalu orang membuat
macam-macam restriksi terhadapa aktivitas seks. Dengan sendirinya hal ini bertentangan dengan
seks itu banyak mendasarkan diri pada doktrin teologis kuno. Bahkan, beberapa aliran agama
menyebutkan, wanita sebagai sumber pertama dari dosa dan noda. Konsep seks demikian ditolak
oleh kebanyakan wanita dan orang modern. Akan tetapi, ilmu pengethuan sudah sejak lama
berpendirian bahwa seks itu bisa dijadikan sumber kebahagiaan manusia. Jika kebutuhan-
kebutuhan seks itu tidak terpenuhi secara wajar akan muncul banyak frustasi dan gangguan
mental.
Sehubungan dengan itu, perlu diciptakan restriksi dan regulasi agar seks bisa
diintegrasikan secara harmonis dalam totalitas kehidupan yang sehat. Tidak boleh awut-awutan/
acak-acakan seperti praktik pelacuran. Muncullah kemudian program keluarga berencana agar
4) Alasan keempat orang menganjurkan seks bebas ialah sebagai berikut : kegiatan seks itu
masalah private, menyangkut diri pribadi dengan partnernya. Maka masyarakat sama sekali tidak
berhak mencampuri urusan ini. Parapenganjur seks bebas menolak dengan sangat prinsip kontrol
sosial terhadap aktivitas seks. Tidak perlulah segala restriksi dan regulasi terhadap impuls-impuls
seks. Karena impuls seks itu bobot dan nilainya sama dengan impuls-impuls vital lain. Misalkan,
sama dengan impuls lapar sehingga orang diizinkan makan apapun jika dia sudah kelaparan.
Lebih-lebih pemerintah tidak berhak mengurusi dan ikut campur dalam masalah seks ini,
terkecuali jika wanita yang bersangkutan sampai menjadi hamil atau melahirkan bayi.
Pihak opponen menyangkalnya sebagai berikut : tingkah laku seks yang wajar itu tidak
mungkin bersifat murni prive atau individual. Sebab, tingkah laku seks itu merupakan produk
dari sikap hidup/ attitude kelompok masyarakat tertentu. Maka, kegiatan seks yang bersifat
indvidual merpakan fase atau bagian dar proses sosial. Selanjutnya, perkembangan pribadi
banyak ditentkan oleh sehat tidaknya relasi seks yang dilakukan seseorang daam kehidupan
5) Akhirnya, para propagandis seks bebas bersitegang bahwa perkawinan dan semua undang-
psikologis yang mengakibatkan kegagalan dan kegoncangan dalam kontak pribadi dengan
partnernya. Maka, jika ada kebebasan seks yang komplit, dimana kedua partner bisa berpindah
jika sudah tidak saling membutuhkan lalu bebas mencari partner lain yang lebih cocok maka
peristiwa demikian bisa lebih menjamin kokohnya monogami (mono = satu, gameoo = partner).
Karena itu kontak yang sempurna tidak mungkin bisa berlangsung tanpa adanya kebebasan yang
sempurna, tanpa kebebasan sebebas-bebasnya. Sebab, cinta itu tidak bisa dipaksakan dengan
undang-undang dan restriksi-restriksi. Karenanya, union tanpa perkawinan pasti akan lebih
Kaum opponen menyanggah dengan argumentasi/ alasan sebagai berikut : memang benar
ada teralu banyak kompulsi dalam perkawinan. Hal ini tidak disebabkan oleh perkawinan itu
sendiri, akan tetapi oleh banyaknya perceraian dan udang-undang perceraian. Nyatanya, ikatan
perkawinan itu akan menjamin kestabilan bila dilindungi oleh udang-undang perkawinan-
perceraian yang lebih mantap atau yang lebih baik. Ketentraman, sukses, dan harmoni
Tanpa perkawinan, union akan sangat rapuh, kedua partner akan mudah berpisah misalnya
pada saat-saat marah da gelo. Ikatan temporer tanpa perkawinan pasti menipiskan tnggung jawab
Kenyataan membuktikan bahwa seks bebas dan cinta bebas mengakibatkan banyak
kerusaan/ destruksi di kalangan orang-orang muda, baik pria maupun wanita. Seandainya
pemuasan seks itu bisa dimisalkan dengan segelas air, dimana orang bisa memuaskan rasa
dahaganya (akibat kebutuhan seks) maka dapatkah dibenarkan orang tersebut minum segelas air
comberan yang kotor untuk memuaskan kehausannya? Atau minum segelas air dengan jalan
Dalam kehidupan ini segala sesuatu sudah diatur oleh irama dan regulasi alam. Maka
seyogyanya cinta dan seks itupun harus diatur oleh kontrol diri dan disiplin diri. Hanya dengan
cara demikian manusia bisa mencapai kebahagiaan dan menikmati vitalitasnya, lalu mencapai
keseimbangan hidup dan kepuasan yang merupakan dua atribut esensiil bagi kehidupan.
Dengan adanya regulasi terhadap seks, bisa ditegakkan sendi-sendi moral. Dan melalui
perkawinan bisa dicapai kestabilan serta kebahagiaan hidup berkeluarga. Seks bebas,
promiskuitas, pelacuran, dan kekacauan seksual pasti menjadi penyebab bagi anarki hidup dan
bertentangan dengan etiki ataa/kesusilaan serta ketertiban masyarakat. Seks bebas, union
temporer, dan pelacuran merupakan fenomena atau gejala-gejala hidup yang jorok atau slording,
Memang banyak pelacur, pria, dan wanita yang berpendirian sebagai berikut : “Saya mau
jatuh cinta jika saya mendekatinya dan mengakhirinya kapan saja jika saya menghendakinya.
Cinta harus bebas, tanpa ikatan, bebas sebebasnya, dan akan saya jalin dengan siapapun juga.”
Pendirian semacam ini adalah pendirian promiskuous, tak berdaya dengan pendirian prostitusi
yang menumbuhkan sikap sangat labil bahkan tanpa pendirian, tanpa tanggung jawab.
Menyebabkan munculnya sikap semau-gue dan liar, yang bertentangan dengan prinsip-prinsip
kedewasaan. Lebih-lebih, sikap demikian tidak bisa ditoleransi sama sekali pada diri wanita
sebagai penerus generasi muda dan pendidik. Karena itu, prosmikuitas dan pelacuran tidak
Di desa-desa, hampir tidak terdapat pelacur. Jika ada, maka mereka itu adalah
pendatang-pendatang dari kota yang singgah untuk beberapa hari atau pulang ke desanya. Juga
desa perbatasan yang dekat dengan kota-kota dan tempat-tempat sepanjang jalan yang besar yang
dilalui truk-truk dan kendaraan umum sering dijadikan sebagai lokasi oleh wanita-wanita
tunasusila. Sedangkan di kota-kota besar, jumlah pelacur diperkirakan 1-2% dari jumlah
penduduknya. Dalam bilangan ini sudah termasuk para prostitue yang tersamar atau gelap, dari
kelas menengah dan kelas tinggi yang sifatnya noprofesinalisme (amateurisme). Mereka itu
beroperasi secara sembunyi-sembunyi, baik secara individual maupun tergabung dalam satu
Banyaknya langganan yang dilayani wanita tunasusila adalah 5-50 orang dalam
jangka wratu 12-24 jam. Bahkan, di waktu-waktu perang dan masa-masa kisruh, mereka itu
mampu melayani 6-120 orang langganan dalam waktu yang sama. Pelacur-pelacur ini bisa
a) Mereka yang melakukan profesinya dengan sadar dan suka rela berdasarkan motivasi-
motivasi tertentu.
b) Mereka yang melakukan tugas melacur karena ditawarkan/ dijebak dan dipaksa oleh germo-
germo yang terdiri atas penjahat-penjahat, calo-calo, anggota-anggot organisasi gelap penjual
wanita, dan pengusaha bordil. Dengan bujukan dan rayu-rayu manis, ratusan bahkan ribuan
gadis-gadis cantik dipikat dengan janji akan mendapatkan pekerjaan terhormat dengan gaji besar.
Namun, pada akhirnya mereka dijebloskan ke dalam rumah-rumah pelacuran yang dijaga dengan
ketat, secara paksa, kejam, sadistis, dengan pukulan dan hantaman mereka harus melayani
buaya-buaya seks yang tidak berperikemanusiaan. Jika para gadis itu tampak ragu-ragu atau
enggan melakukan relasi seks, maka mereka itu dihajar dengan pukulan-pukulan dan diberi obat-
obat perangsang nafsu seks sehingga mereka menjadi tidak sadar dan tidak berdaya. Dan di
bawah pengaruh obat-obatan itu, mereka dipaksa melakukan adegan-adegan porno/ cabul yang
seram (namun menghancurkan hati anak-anak gadis tersebut) dengan bandit-bandit seks.
1) Wanita, lawan pelacur ialah gigolo (pelacur pria, lonte laki-laki)
2) Cantik, ayu, rupawan, manis, atraktif menarik, baik wajah maupun tubuhnya. Bisa
3) Masih muda, 75% dari jumlah pelacur di kota-kota ada di bawah 30 tahun. Yang terbanyak
adalah 17-25 tahun. Pelacur kelas rendahan dan menengah acap kali memperkerjakan gadis-
gadis pra-puber beruisa 11-15 tahun, yang ditawarkan sebagai barang baru.
4) Pakaiaanya sangat menyolok, beraneka wara, sering aneh-aneh/eksentrik untuk menarik
perhatian kaum pria. Mereka itu sangat memperhatikan penampilan lahiriahnya, yaitu : wajah,
emosi atau afeksi, tidak pernah bisa mencapai orgasme sangat provokatif dalam ber-coitus, dan
6) Bersifat sangat mobil, kerap berpindah dari tempat/ kota yang satu ke tempat/kota lainnya.
Biasanya, mereka itu memakai nama samaran dan sering berganti nama, juga berasal dari tempat
atau kota lain, bukan kotanya sendiri agar tidak dikenal oleh banyak orang. Khususnya banyak
terdapat migran-migran dari daerah pedesaan yang gersang dan miskin yang pindah ke kota-kota,
7) Pelacur-pelacur profesional dari kelas rendah dan menengah kebanyakan berasal dari strata
ekonomi dan strata sosial rendah. Mereka pada umumnya tidak mempunyai keterampilan/ skill
khusus, dan kurang pendidikannya. Modalnya adalah kecantikan dan kemudaannya. Pelacur
amateur, di samping bekerja sebagai buruh di pabrik, restoran, bar, toko-toko sebagai pelayan
Sedangkan pelacur dar kelas tinggi (high class prostitue) pada umumnya berpendidikan
sekolah lanjutan pertama dan atas, atau lepasan akademi dan perguruan tinggi, yang beroperasi
secara amatir atau secara profesional. Mereka itu bertingkah laku immoril karena didorong oleh
8) 60-80% dari jumlah pelacur ini memiliki intelek yang normal. Kurang dari 5% adalah
mereka yang lemah ingatan (feeble minded). Selebihnya adalah mereka yang ada pada garis
Pada umumnya, para langganan dari pelacur itu tidak dianggap berdosa atau
bersalah, tidak immoril, atau tidak menyimpang. Sebab perbuatan mereka itu didorong untuk
memuaskan kebutuhan seks yang vital. Yang dianggap immoril hanya pelacurnya. Namun,
bagaimanapun rendahnya kedudukan sosial pelacur karena tugasnya memberikan pelayanan seks
kepada kaum laki-laki, ada pula fungsi pelacuran yang positif sifatnya di tengah masyarakat,
b) Menjadi sumber kesenangan bagi kaum politisi yang harus hidup berpisah dengan istri dan
c) Menjadi sumber hiburan bagi kelompok dan individu mempunyai jabatan/ pekerjaan mobil,
misalnya : pedagang, sopir-sopir pengemudi, anggota tentara, pelaut, polisi, buaya-buaya seks,
playboy, pria-pria yang single tidak kawin atau yang baru bercerai, laki-laki iseng dan kesepian,
mahasiswa, anak-anak remaja dan adolesens yang ingin tahu, suami-suami yang tidak puas
dirumah, para olahragawan yang tengah di tatar di pusat latihan, pegawai negeri yang belum
d) Menjadi sumber pelayanan dan hiburan bagi orang-orang cacat, misalnya, pria yang buruk
wajah, pincang, buntung, abnormal secara seksual, para penjahat (orang kriminal) yang selalu
yang tidak sama dalam kebudayaan, mengakibatkan ketidakmampuan banyak individu untuk
juga disorganisasi dalam masyarakat dan dalam diri pribadi. Peristiwa-peristiwa tersebut
memudahkan individu menggunakan pola-pola respon/reaksi yang inkonvensional atau
menyimpang dari pola-pola umum yang berlaku. Dalam hal ini ada pola pelacuran, untuk
Indonesia.
Beberapa peristiwa sosial penyebab timbulnya pelacuran antara lain sebagai berikut.
(A) Tidak adanya undang-undang yang melarang pelacuran. Juga tidak ada larangan terhadap
orang-orang yang melakukan relasi seks sebelum pernikahan atau di luar pernikahan. Yang
dilarang dan diancam dengan hukuman ialah: praktik germo (Pasal 296 KUHP) dan mucikari
(Pasal 506 KUHP). KUHP 506: Barang siapa yang sebagai mucikari mengambil untung dari
perbuatan cabul seorang perempuan, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya satu
tahun. Namun, dalam praktik sehari-hari, pekerjaan sebagai mucikari ini selalu ditoleransi,
secara konvensional dianggap sah ataupun dijadikan sumber pendapatan dan pemerasan yang
tidak resmi.
(B) Adanya keinginan dan dorongan manusia untukk menyalurkan kebutuhan seks, khususnya
(C) Komersialisasi dari seks, baik di pihak wanita maupun germo-germo dan oknum-oknum
tertentu yang memanfaatkan pelayanan seks. Jadi, seks dijadikan alat yang jamak guna
(D) Dekadensi moral, merosotnya norma-norma susila dan keagamaan pada saat-saat orang
(E) Semakin besarnya penghinaan orang terhadap martabat kaum wanita dan harkat manusia.
(F) Kebudayaan eksploitasi pada zaman modern ini, khususnya mengeksploitasi kaum
konsentrasi kaum pria, sehingga mengakibatkan adnya ketidakseimbangan rasio dan wanita di
daerah-daerah tersebut.
(J) Perkembangan kota-kota, daerah-daerah pelabuhan dan industri yang sangat cepat dan
menyerap banyak tenaga buruh serta pegawai pria. Juga peristiwa urbanisasi tanpa adanya jalan
keluar untuk mendapatkan kesempatan kerja terkecuali menjadi wanita P bagi anak-anak gadis.
dan radikal, sehingga masyarakatnya menjadi sangat instabil. Terjadi banyak konflik dan kurang
masyarakat. Kondisi sosial jadi terpecah-pecah sedemikian rupa, sehingga timbul satu
banyak dilanggar. Maka tidak sedikit wanita-wanita muda yang mengalami disorganisasi pribadi,
dan secara elementer bertingkah laku semau sendiri memenuhi kebutuhan seks dan kebutuhan
wanita itu beraneka ragam. Dibawah ini disebutkan beberapa motif, antara lain sebagai berikut.
1) Adanya kecenderungan melacurkan diri pada banyak wanita untuk menghindarkan diri dari
kesulitan hidup, dan mendapatkan kesenangan melalui jalan pendek. Kurang pengertian, kurang
2) Ada nafsu-nafsu seks yang abnormal, tidak terintegrasi dalam kepribadian, dan keroyalan
seks. Histeris dan hyperseks, sehingga tidak merasa puas mengadkan relasi seks dengan satu
pria/suami.
4) Aspirasi materiil yang tinggi pada diri wanita dan kesenangan ketamakan terhadap pakaian-
pakaian indah dan perhiasan mewah. Ingin hidup bermewah-mewahan, namun malas bekerja.
5) Kompensasi terhadap perasaan-perasaan inferior. Jadi ada adjustment yang negatif, terutama
sekali terjadi pada masa puber dan adolesens. Ada keinginan untuk melebihi kakak, ibu sendiri,
6) Rasa melit dan ingin tahu gadis-gadis cilik dan anak-anak puber pada masalah seks, yang
7) Anak-anak gadis memberontak terhadap otoritas orang tua yang menekan banyak tabu dan
peraturan seks. Juga memberontak terhadap masyarakat dan norma-norma susila yang dianggap
terlalu mengekang diri anak-anak remaja mereka lebih menyukai pola seks bebas.
8) Pada masa kanak-kanak pernah melakukan relasi seks atau suka melakukan hubungan seks
sebelum perkawinan (ada premarital sexrelation) untuk sekadar iseng atau untuk menikmati
“masa indah” di kala muda. Atau sebagai simbol keberanian dan kegagahan telah menjelajahi
dunia seks secara nyata. Selanjutnya, gadis-gadis tadi terbiasa melakukan banyak relasi seks
secara bebas dengan pemuda-pemuda sebaya, lalu terperosoklah mereka ke dalam dunia
pelacuran.
lingkungan yang immoril yang sejak kecilnya selalu melihat persenggamaan oramg-orang
dewasa secara kasar dan terbuka, sehingga terkondisikan mentalnya dengan tindak-tindak
hidupnya.
10) Oleh bujuk rayu kaum laki-laki dan para calo, terutama yang menjanjikan pekerjaan-pekerjaan
terhormat dengan gaji tinggi. Misalnya sebagai pelayan toko, bintang film, peragawati, dan lain-
lain. Namun pada akhirnya, gadis-gadis tersebut dengan kejamnya dijebloskan ke dalam bordil-
11) Banyaknya stimulasi seksual dalam bentuk: film-film biru, gambar-gambar porno, bacaan
cabul, gang-gang anak muda yang mempraktikkan relasi seks, dan lain-lain.
12) Gadis-gadis pelayan toko dan pembantu rumah tangga tundukdan patuh melayani kebutuhan-
pertimbangan ekonomis dan standar hidup yang tinggi. Lebih suka melacurkan diri daripada
kawin.
14) Disorganisasi dan disintegrasi dari kehidupan keluarga, broken home, ayah atau ibu lari, kawin
lagi atau hidup berrsama dengan partner lain. Sehingga anak gadis merasa sangat sengsara
batinnya, tidak bahagia, memberontak, lalu menghibur diri terjun dalam diri dunia pelacuran.
15) Mobilitas dari jabatan atau pekerjaan kaum laki-laki dan tidak sempat membawa keluarganya.
Misalnya, pekerjaan pengemudi, tentara, pelaut, pedagang, dan kaum politisi, yang
membutuhkan pelepasan bagi ketegangan otot-otot dan syarafnya dengan bermain perempuan.
16) Adanya ambisi-ambisi besar pada diri wanita untuk mendapatkan status sosial yang tinggi,
dengan jalan yang mudah tanpa kerja berat, tanpa suatu skill atau keterampilan khusus.
17) Adanya anggapan bahwa wanita memang dibutuhkan dalam macam-macam permainan cinta,
tinggi, mudah dikerjakan asal orang yang bersangkutan memiliki kecantikan, kemudaan, dan
keberanian. Tidak hanya orang-orang normal, wanita-wanita yang agak lemah ingatan pun bisa
19) Anak-anak gadis dan wanita-wanita muda yang kecanduan obat bius (hash-hish, ganja, morfin,
heroin, candu, likeur/minuman dengan kadar alkohol tinggi, dan lain-lain) banyak menjadi
20) Oleh pengalaman-pengalaman traumatis (luka jiwa) dan shock mental misalnya gagal dalam
bercinta atau perkawinan dimadu, ditipu, sehingga muncul kematangan seks yang terlalu dini dan
abnormalitas seks. Contoh: seorang gadis cilik yang pernah diperkosa kesuciannya oleh laki-laki,
menjadi terlalu cepat matang secara seksual ataupun menjadi patah hati dan penuh dendam
pelacuran.
22) Ada kebutuhan seks yang normal, akan tetapi tidak dipuaskan oleh pihak suami. Misalnya
karena suami impoten, lama menderita sakit, banyak istri-istri lain sehingga sang suami jarang
mendatangi istri yang bersangkutan, lama bertugas dii tempat yang jauh, dan lain-lain.
Sedang sebab-sebab timbulnya prostitusi di pihak pria antara lain ialah sebagai berikut.
A. Nafsu kelamin laki-laki untuk menyalurkan kebutuhan seks tanpa satu ikatan.
B. Rasa iseng dan ingin mendapatkan pengalaman relasi seks diluar ikatan perkawinan. Ingin
C. Istri sedang berhalangan haid, mengandung tua atau lama sekali mengidap penyakit, sehingga
E. Ditugaskan di tempat jauh, pindah kerja atau didetasir di tempat lain, dan belum sempat atau
F.Cacat jasmani, sehingga merasa malu untuk kawin; lalu menyalurkan kebutuhan-kebutuhan
seksnya dengan wanita-wanita pelacur. Misalnya, karena bongkok, buruk muka, pincang
H. Tidak mendapatkan kepuasan dalam penyaluran kebutuhan seks, dengan partner atau istrinya.
I. Tidak perlu bertanggung jawab atau akibat relasi seks dan dirasakan sebagai lebih ekonomis.
Misalnya, tidak perlu memelihara anak keturunan, tidak perlu membina rumah tangga dan
menjamin kehidupan istri. Namun bisa bersenang-senang dalam lautan asmara dengan macam-
macam wanita.
Ada beragam alasan mengapa orang bisa terlibat dalam tindakan prostitusi ini. Santi
misalnya (bukan nama asli). Dia adalah seorang mahasiswi di salah satu Universitas Swasta di
Medan. Saat ini ia berusia 21 tahun. Dia terlahir sebagai anak pertama dari tiga bersaudara.
Ayahnya bekerja sebagai tukang becak mesin sedangkan ibunya sebagai pembantu rumah
tangga.
Alasan Santi melakukan pekerjaan ini adalah kesulitan keuangan yang di alami
keluarganya dan beberapa faktor lain sebagai penyebabnya yaitu ayahnya yang jarang sekali
memberi uang belanja kepada ibunya dan juga kelakuan ayahnya yang suka mabuk-mabukaan
serta sering bermain dengan perempuan lain. Ketika Santi duduk di bangku kelas 3 SMA, uang
sekolahnya sudah nunggak selama 3 bulan karena gaji ibunya tidak mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan mereka sementara ayahnya jarang pulang ke rumah dan jarang pula memberi uang.
Sewaktu jam istirahat di sekolahnya, Santi bercerita kepada temannya tentang masalah
yang sedang ia alami itu. Kemudian, temannya yang ternyata sudah sering melakukan hubungan
seks mengajak Santi untuk bekerja dengan dia. Hingga suatu hari Santi diperkenalkan dengan
seorang Lelaki yang kira-kira usianya 30 tahunan, itulah pertama kalinya Santi memberikan
kesuciannya atau kehilangan keperawanannya. Pada saat itu santi di bayar sekitar 5 juta rupiah
oleh lelaki itu, tetapi Santi hanya menerima 3 juta rupiah, 2 jutanya lagi diambil sama temannya
yang memberi dia pekerjaan itu karena dianggap sebagai bayar jasa. Semenjak itu lah Santi
sering ditawarkan kepada “om-om” oleh temannya itu. Dari hasil pekerjaan itu pula dia mampu
membayar uang sekolahnya bahkan membiayai sekolah adiknya. Tapi hal ini tidak diketahui
oleh orang tua Santi karena orang tuanya mengetahui kalau dia bekerja di sebuah mall.
Hingga sampai saat ini, Santi mampu kuliah karena uang yang di hasilkannya dari
pekerjaannya itu. Dikampus pun teman-teman Santi yang mengetahui pekerjaannya hanya
beberapa orang saja. Santi jarang nongkrong-nongkrong untuk mencari pelanggan, biasanya
temannya yang memberi tahu dia kalau ada pelanggan. Namun sekali-sekali ia juga mau berdiri
di pinggir jalan sambil menunggu pelanggannya. Santi juga sering melayani orang-orang yang
baru dikenalnya lewat akun facebook samarannya, dari situ dia juga sering mendapat pelanggan.
Tarif yang diterimanya pun tidak menentu, kadang ada yang mau memberi banyak namun ada
pula yang memberi sedikit yaitu sekitar 200 ribu hingga 1 juta rupiah. Jadi, kira-kira dalam
sebulan Santi memperoleh pedapatan 2 juta rupiah. Biasanya dalam sehari Santi melayani 2
orang laki-laki paling sedikit, ia juga pernah melayani 4 laki-laki dalam sehari dan itu biasanya
hari sabtu dan minggu karena Santi tidak ke kampus pada hari itu.
Pada saat ditanya apakah ada keinginan untuk berhenti dari pekerjaan ini, Santi
menjawab kalau dari lubuk hatinya paling dalam dia ingin berhenti menggeluti pekerjaan ini
Berbeda dengan Santi yang sedang menempuh pendidikan di bangku kuliah, Risma
(bukan nama asli) adalah wanita yang benar-benar berprofesi sebagai pekerja seks komersial
(PSK). Saat ini ia berusia 27 tahun. Alasan dia menggeluti pekerjaan ini adalah karena faktor
ekonomi. Dia memulai pekerjaan ini sejak menikah dengan seorang lelaki dan itupun tidak sah
menurut hukum karena mereka hanya menikah siri dan mereka tinggal bersama di sebuah kos-
mempunyai komunitas sesama PSK yang biasanya nongkrong di Jalan Bunga Terompet di
Medan. Proses transaksinya dibuat seperti daftar nama-nama PSK dengan harga pada setiap
orderan. Tarifnya sekitar 100rb rupiah hingga 1 juta rupiah selama pelanggan sanggup dalam
satu babak. Mereka tidak memakai alat kontrasepsi karena mereka risih atau tidak nyaman
Bagi Risma virginitas itu tidak berarti lagi karena ia juga telah menikah bahkan
suaminya sendiri yang menyuruh dia melakukan pekerjaan itu. “Sebenarnya saya berkeinginan
untuk berhenti dari pekerjaan ini dan berharap suami saya juga mau bekerja untuk memenuhi
kebutuhan keluarga kami sehingga saya bisa keluar dari pekerjaan yang maksiat ini,” tungkas
Risma.
Sejauh ini Risma tidak mengalami adanya gejala sakit yang berat karena profesinya
ini berhubung ia juga terbilang baru menggelutinya. Gejalanya hanya terkadang lelah dan nyeri
di daerah vaginanya. Sampai saat ini, orang tua Risma tidak mengetahui tentang profesi dan
status yang telah menikah siri. Orang tuanya hanya mengetahui bahwa ia berada di Medan ini
Tabloid Mahasiswa Suara USU edisi 49 Desember 2005 silam juga pernah
membahas masalah “Prostitusi ala Mahasiswa USU”. Rin (inisial) masuk di USU tahun 2003.
Rin adalah seorang mahasiswi yang terjun ke profesi ini melalui temannya. Ia memulainya pada
mencari kesenangan saja. Apalagi Rin sudah tidak perawan saat ia masih di bangku SMA
karena pergaulan bebas. Uang bulanan yang dikirim oleh orang tua Rin diakuinya sebenarnya
masih cukup untuk memenuhi kebutuhan sebulan ditambah belanja kebutuhan lainnya tetapi buat
ganti handphone setiap bulannya tidak cukup. Hal ini karena pengaruh dari pergaulan dan rasa
gengsi terhadap kawan yang ingin selalu memiliki barang-barang mewah. Pertamanya Rin hanya
coba-coba saja namun karena dia melihat teman-temannya enjoy aja melakukan itu semua
sehingga dia pikir tidak ada yang salah dengan apa yang dia lakukan.
Rin bekerja sendiri tanpa bergabung dalam sebuah komunitas, karena di dalam
komunitas itu sendiri, menurut dia malah akan saling ejek-mengejek. Biasanya Rin melayani
laki-laki yang berduit dengan umur 27 tahun ke atas. Ada yang masih lajang atau bahkan om-om.
Rin menolak bermain dengan mahasisiwa karena tidak mempunyai duit yang banyak, kalaupun
main dengan mahasiswa kebanyakan yang sudah tau dan dekat dengannya biasanya dari
tempat-tempat makan di Jalan Dr Mansyur. Tapi kalau sama yang kaya biasanya nongkrong di
kafe atau restoran kelas atas. Proses transaksi bisa lewat Handphone atau ketemu langsung
ditempat nongkrong. Kalau sudah kenal tinggal pasang tarif, tetapi jika belum kenalan biasanya
ngobrol-ngobrol dulu sambil sedikit sentuhan kemesraan buat menggoda calon pelanggannya itu.
Masalah tarif biasanya Rin sesuai dengan pelanggan. Kalau ketemu ditempat yang mahal dengan
begitu tarif juga mahal, biasanya diatas lima ratus ribu rupiah. Rin memasang tarif yang berbeda
terdapat adalah syphilis dan gonorrhoe (kencig nanah), terutama akibat syphilis, apabila tidak
mendapatkan pengobatan yang sempurna , bisa menimbulkan cacat jasmani dan rohani pada diri
Congenital syphilis (sipilis herediter/keturunan), yang menyerang bayi yang masih dalam
kandungan, sehingga terjadi abortus/keguguran atau bayi lahir mati. Jika bayi bisa lahir biasanya
kurang bobot, kurang darah, tuli, buta, kurang intelegensinya, defekt (rusak cacat) mental dan
Syphilitic amentia, yang mengakibatkan rusak ringan, retardasi atau lemah ingatan dan
imbisilitas. Sedangkan yang berat bisa mengakibatkan serangan epilepsi atau ayan, kelumpuhan
sebagian dan kelumpuhan total, bisa jadi idiot psikotik, atau menurunkan anak-anak idiocy.
menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum, tenggorokan, dan bagian putih mata
(konjungtiva). Penis akan mengeluarkan nanah berwarna putih kuning atau putih kehijauan.
Gonorrhea bisa menyebar melalui aliran darah kebagian tubuh lainnya, terutama kulit dan
persendian.
Herpes, lebih dikenal dengan sebutan herpes genitalis (herpes kelaim). Penyebab herpes ini
adalah Virus Herpes Simplex (HSV) dan di tularkan melalui hubungan seks, baik vaginal, anal
atau oral yang menimbulkan luka atau lecet pada kelamin dan mengenai langsung bagian
luka/bintil/kutil.
Klamidia, mempunyai gejala mirip gonore, penyakit ini dapat menyebabkan artritis parah
dan kemandulan pada pria. Disebabkan oleh bakteri Chlamydia trachomatis. Infeksi ini biasanya
kronis, karena sebanyak 70% perempuan pada awalnya tidak merasakan gejala apapun sehingga
Kutil kelamin, disebabkan oleh Human Papiloma Virus.Gejala yang ditimbulkan : tonjolan
kulit seperti kutil besar disekitar alat kelamin (seperti jengger ayam). Komplikasi yang mungkin
terjadi : kutil dapat membesar seperti tumor; bisa berubah menjadi kanker mulut rahim;
Hepatitis B, disebabkan oleh hubungan seks yang tidak aman. Hepatitis B dapat berlanjut ke
2) HIV-AIDS, sejenis virus yang menyebabkan AIDS. Virus ini menyerang sel darah putih
manusia yang merupakan bagian paling penting dalam system kekebalan tubuh. AIDS atau
sistem kekebalan tubuh. Hampir tidak ada gejala yang muncul pada awal terinfeksi HIV. Tetapi
ketika berkembang menjadi AIDS, maka orang tersebut perlahan-lahan akan kehilangan
kekebalan tubuhnya sehingga mudah terserang penyakit dan tubuh akan melemah.
Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga. Suami-suami yang tergoda oleh pelacur biasanya
4) Berkolerasi dengan kriminalitas dan kecanduan bahan-bahan narkotika (ganja, heroin, morfin,
dan lain-lain)
5) Merusak sendi-sendi moral, susila hukum,dan agama. Terutama sekali menggoyahkan norma
perkawinan, sehingga menyimpang dari adat kebiasaan, norma hukum, dan agama, karena
digantikan dengan pola pelacuran dan promiskuitas, yaitu digantikan dengan pola pemuasan
kebutuhan seks dan kenikmatan seks yang awut-awutan, murah serta tidak bertanggung jawab.
Bila pola pelacuran ini telah membudaya, maka rusaklah sendi-sendi kehidupan yang sehat.
6) Adanya peneksploitasian manusia oleh manusia lain. Pada umumnya wanita-wanita pelacur itu
cuma menerima upah sebagian kecil saja dari pendapatan yang harus diterimanya, karena
sebagian besar harus diberikan kepada germo, calo-calo, centeng-centeng, pelindung, dan lain-
lain. Dengan kata lain, ada sekelompok benalu yang memeras darah dan keringat para pelacur
ini.
Jenis prostitusi dapat dibagi menurut aktivitasnya yaitu terdaftar dan terorganisasi,
Pelakunya diawasi oleh bagian Vice Control dari Kepolisian, yang dibantu dan bekerja sama
dengan Jawatan Sosial dan Jawatan Kesehatan. Pada umumnya mereka dilokalisasi dalam satu
daerah tertentu.
Termasuk dalam kelompok ini ialah mereka yang melakukan prostitusi secara gelap-gelapan dan
liar, baik secara perorangan maupun dalam kelompok. Perbuatannya tidak terorganisasi,
tempatnya pun tidak tertentu. Mereka tidak mencatatkan diri kepada yang berwajib.
Kompleks pelacuran yang terdaftar dan teratur dengan rapi di Indonesia ialah Silir,
yang terletak di pinggiran kota Solo sebelah Timur. Bagi pengunjungnya disediakan karcis
Daerah Wonogiri yang secara geofisik sangat miskin gersang dan kering pada musim
pecekik menjadi supplayer/penghasil wanita tunasusila dan penghuni Silir paling banyak. Maka
prostitusi dianggap sebagai “obat mujarab” untuk memerangi kemiskinan dan perut yang lapar.
2) Prostitusi yang bekerja dengan bantuan organisasi dan sindikat yang teratur rapi akan diatur
menjadi :
1) Segregasi atau lokalisasi, yang terisolasi atau terpisah dari kompleks penduduk lainnya.
Kompleks ini dikenal sebagai daerah lampu merah, atau petak-petak daerah tertutup
Lokalisasi itu pada umumnya terdiri atas rumah-rumah kecil yang berlampu merah,
yang dikelola oleh mucikari atau germo. Di luar negri, germo mendapt sebutan “madam”, sedang
di Indonesia mereka biasa dipanggil dengan sebutan “mama” atau “mamy”. Di tempat tersebut
disediakan segala perlengkapan, tempat tidur, kursi tamu, pakaian, dan alat berhias. Disiplin di
tempat-tempat lokalisasi tersebut diterapkan dengan ketat. Wanita-wanita pelacur itu harus
membayar pajak rumah dan pajak obat-obatan, sekaligus juga uang keamanan agar mereka
1) Untuk menjauhkan masyarakat umum dari pengaruh-pengaruh immoral dari praktik
pelacuran
2) Memudahkan pengawasan para wanita tunasusila, terutama mengenai kesehatan dan
4) Memudahkan bimbingan mental bagi para pelacur, dalam usaha rehabilitasi dan
resosialisasi. Khususnya diberikan pelajaran agama guna memperkuat iman, agar bias tabah
dalam penderitaan
5) Kalau mungkin diusahakan pasangan hidup bagi para wanita tunasusila yang bener-bener
bertanggung jawab, dan mampu membawanya ke jalan benar. Usaha ini bisa mendukung
Suasana dalam kompleks lokalisasi wanita pelacur itu sangat kompetitif, khususnya
dalam bentuk persaingan memperebutkan langganan. Apa yang disebut sebagai rumah pangilan
atau call houses ialah rumah biasa di tengah kampong atau lingkungan penduduk baik-baik,
dengan organisasi yang teratur rapi dalam bentuk sidikat yang secara gelap menyediakan
macam-macam tipe wanita pelacur. Keadaan rumahnya tidak menyolok, agak tersembunyi atau
anonim. Gadis-gadis yang diperlukan dipanggil melalui telepon atau dijemput dengan kendaraan
khusus milik organisasi, disebut pula sebagai call-girls. Mereka itu pada umumnya melakukan
relasi seks klandestin/gelap sebagai part time job atau pekerjaan sambilan.
berkembang. Semakin besar kebutuhan kaum pria akan pemuasan dorongan-dorongan seksnya
sebagai kompensasi dari kegiatan kerjanya setiap hari untuk melepaskan segenap ketegangan,
semakin pesat pula bertumbuhan pusat-pusat pelacuran di kota-kota dan ibu kota.
menyebar prostitusi tersebut. Sikap reaktif dari masyarakat luas attau reaksi sosialnya bergantung
c. Kronis tidaknya kompleks tersebut menjadi sumber penyakit kotor syphilis dan gonorrhe,
d. Pola kultural: adat-istiadat, norma-norma susila dan agama yang menentang pelacuran, yang
Reaksi sosial itu bisa bersifat menolak sama sekali dan mengutuk keras serta
memberikan hukuman berat sampai pada sikap netral, masa bodoh dan acuh tak acuh serta
jumlah pelacuran menjadi semakin banyak menjadi kelompok-kelompok deviant dengan tingkah
lakunya yang menyolok, maka terjadilah perubahan pada sikap dan organisasi masyarakat
terhadap prostitusi. Tingkah laku seksual immoral yang semula dianggap noda bagi kehidupan
normal dan mengganggu system yang sudah ada, mulai diterima sebagai gejala yang wajar. Yang
semula ditolak umum, kemudian diintegrasikan menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat,
kelompok-kelompok tertentu. Khususnya, mereka itu juga memberikan partisipasi sosial dan
ekonomi.
Partisipasi Sosial
Kuarang lebih 30% dari para pelacur – terutama dari kelas menengah dan kelas tinggi –
mempunyai pekerjaan sebagai kedok penutup. Pada umumnya, mereka itu membenci pekerjaan
atau malas bekerja. Mereka memberikanjasanya dalam bentuk pelayanan seks dan hiburan
pengisi waktu kosong kepada kaum laki-laki iseng. Banyak pula pelacur yang cantik-cantik dan
inteligen dipakai sebagai alat pelancar dalam dunia bisnis, politik, dan spionase.
Pelacur-pelacur kelas menengah dan kelas tinggi banyak yang kawin. Mereka itu kurang
pelayanannya merupakan all night date (berkencan semalam suntuk). Ada pula yang dijadikan
gundik atau istri piaraan oleh satu atau dua orang pejabat penting, pedagang kaya atau politikus
dengan mendapatkan rumah mewah, lengkap dengan perabot dan mobil, serta uang bulanan yang
tinggi.
Partisipasi ekonomi
Tidak sedikit sumbangan keuangan yang diberikan para pelacur itu kepada
keuntungan ekonomis dari para pelacur antara lain ialah pengemudi-pengemudi taksi dan
tukang-tukang becak, dokter, dan mantra-mantri kesehatan, para penegak hukum, polisi,
Juga, tidak kecil artinya dana sumbangan yang diberikan oleh para wanita
tunasusila itu kepada : gereja, usaha-usaha social, panti werda, panti asuhan yatim piatu, yayasan
rehabilitasi orang cacat jasmani dan dana-dana pembangunan dalam bentuk iuran memasuki
immoral dari pelacuran itu terutama sekali ditampilkan oleh simptom-simptom instabilitas
jiwanya. Keengganannya bekerja itu identik dengan kemalasan yang abnormal, ketidak acuhan
dan “ndableg” tanpa perasaan susila pada dirinya, bisa disamakan dengan gejala schizophrenia
atau oligofrenia.
Sikap umum para pelacur yang muda-muda biasanya sadar dan merasa malu
terhadap pekerjaan yang immoral itu. Khusunya perasaan demikian ada pada gadis-gadis uang
masih baru, belum lama melakukan pekerjaan pelacuran, yaitu dengan pengalaman-pengalaman
inisiasi prostitusi. Akan tetapi, sekali mereka sudah terjun dalam profesi prostitusi, maka
pertimbangan rasional dan larangan hati nurani dan menundukkan segenap pertentangan/konflik
batin. Pekerjaan melacurkan diri itu pada akhirnya menjadi pola kebiasaan, tanpa perasaan, tanpa
afeksi, bahkan hamper-hampir tidak disadari lagi wanita yang bersangkutan secara total bisa
Sekitar usia 30 tahun itulah banyak timbul konflik pada diri para pelacur. Bila pekerjaan
memperdagangkan seks itu dilanjutkan, maka badan pasti sudah tidak kuat lagi, dan kecantikan
sudah mulai memudar, sehingga penghasilan pun menjadi sangat berkurang, sehingga mutlak
perlu mereka itu berhenti bekerja dan melalui hidup yang bersih. Sebaliknya, apabila pekerjaan
itu dihentikan, maka dirinya dihantui oleh bayangan kemiskinan, kelaparan dan penderitaan.
Terjadilah konflik-konflik batin yang serius, sehingga tidak jarang menjelma menjadi gangguan
Selanjutnya, jenis wanita-wanita yang pandai bercumbu rayu dan menggaet laki-laki
berduit untuk menguras saku dan kekayaannya, nemun tidak bersedia melakukan hubungan seks,
sangat dibenci oleh para pelacur dan anggota-anggota masyarakat pada umumnya. Wanita-
wanita demikianlah sebagai “lintah-lintah penyadap darah” yang tidak pernah kenyang,
Gejala khas yang sangat menyolok pada pelacur-pelacur umumnya ialah : mereka itu
2) Badan menjadi lemah dan lemas, Karena bekerja lewat batas
3) Bergaul dengan banyak laki-laki kasar sehingga badannya dimanipulasi serta diremas-remas
keguguran
5) Banyak minum obat-obatan untuk menjaga kesehatan dan minum-minuman keras sehingga
tidak sedikit dari mereka itu menjadi amndul tidak bisa punya anak
6) Setelah energinya banyak terkuras dan kecantikannya mulai melayu, kemampuan seksualnya
7) Pada usia-usia yang kritis yaitu kurang lebih 30 tahun, terjadi banyak konflik jiwa yang
sangat melelahkan lahir-batinnya. Yaitu konflik antara konsepsi diri sebagai prostitusi dan
meneruskan profesi pelacuran, melawan kebutuhan untuk berhenti dan memperbaiki cara
hidupnya
Banyak wanita tunasusila yang inteligen pada usia kritis ini lalu beralih pekerjaannya
dengan jalan memilih pekerjaan yang lebih ringan. Maka sangat malanglah nasib wanita- wanita
bekas pelacur itu apabila mereka tidak memiliki tabungan atau modal di hari-hari menjelang tua.
Pada garis besarnya, usaha untuk mengatasi masalah tunasusila ini dapat dibagi
4) Memperluas lapangan kerja bagi kaum wanita, disesuaikan dengan kodrat dan bakatnya
5) Penyelenggaraan pendidikan seks dan pemahaman nilai perkawinan dalam kehidupan
keluarga
6) Pembentukan badan atau tim koordinasi dari semua usaha penanggulangan pelacuran yang
7) Penyitaan terhadap buku-buku dan majalah-majalah cabul, gambar-gambar porno, film-film
Sedangkan, usaha yang represif dan kuratif dimaksudkan sebagai kegiatan untuk
menekan (menghapuskan, menindas) dan usaha menyembuhkan para wanita dari ketunasusilaan
untuk kemudian membawa mereka ke jalan yang benar. Usaha represif dan kuratif ini antara lain
berupa :
1) Melalui lokalisasi yang sering ditafsirkan sebagai legalisasi, orang melakukan
2) Diusahakan melalui aktivitas rehabilitas dan resosialisasi, agar mereka bisa dikembalikan
3) Penyempurnaan tempat-tempat penampungan bagi para wanita tunasusila yang terkena razia
6) Mengadakan pendekatan terhadap pihak keluarga para pelacur dan masyarakat asal mereka
8) Mengikutsertakan ex-WTS (bekas wanita tuna susila) dalam usaha transmigrasi dalam
rangka pemerataan penduduk di tanah air, dan perluasan kesempatan kerja bagi kaum wanita.
3.1. Kesimpulan
1. Pelacuran yang merajalela sampai saat ini berkaitan dengan prostitusi, dimana prostitusi
ialah gejala kemasyarakatan di mana wanita atau pria menjual diri melakukan perbuatan-
2. Ada banyak motif yang melatarbelakangi kegiatan pelacuran,misalnya dilakukan secara
sadar karena tekanan ekonomi, dijebak teman atau germo,ataupun akibat kelainan seks pada diri
3. Akibat – akibat dari pelacuran tersebut adalah maraknya penyakit menular seksual,penyakit
seks seperti HIV/AIDS yang merupakan fenomena gunung es, merusak sendi-sendi moral, susila
hukum,dan agama,berkorelasi dengan dunia narkotika dan kriminalitas, dan merusak kehidupan
bangsa.
4. Kenyataan membuktikan bahwa semakin ditekan pelacuran, maka semakin luas menyebar
prostitusi tersebut akibat jumlah pelacur semakin banyak dengan tingkah laku yang menyolok
sehingga terjadi perubahan sikap dan kebudayaan dari masyarakat terhadap prostitusi.
stigma atau noda sosial dan eksploitasi-komersialisasi seks yang semula dikutuk menjadi
3.2. Saran
Adapun saran dari makalah ini adalah bila pemerintah tidak mampu sepenuhnya
menghapuskan kegiatan pelacuran, ada beberapa saran yang dapat dilakukan untuk mengurangi
kegiatan pelacuran dan usaha menyehatkan kembali moral bangsa terutama generasi muda yang
lapangan kerja, penyitaan sarana – sarana berbau porno,mengadakan kegiatan rehabilitasi dan
resosialisasi pada pelacur. Dan diatas semua saran tersebut,yang terpenting adalah
August Burns, dkk. 2000. Pemberdayaan Wanita dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta :