Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MATA KULIAH

KESEHATAN PEREMPUAN
DAN PERENCANAAN KELUARGA
MAKALAH PEKERJA SEKS KOMERSIAL

DOSEN PEMBIMBING
SRI ANGGARINI PARWATININGSIH S.SiT,M.Kes
DISUSUN OLEH

Fahma Durrotun R0319023


Fatita Rama Bherta R0319024
Selvia Agnesfadia R0319055
Siti Masulah R0319056

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2020
PEKERJA SEKS KOMERSIAL
(PSK)

A. PENGERTIAN
Prostitusi merupakan praktek penjualan jasa seksual oleh seseorang terhadap
pengguna jasa seks. Penyedia pelayanan seksual tersebut umumnya disebut Wanita Tuna
Susila (WTS) atau Pekerja Seks Komersial (PSK). Pekerja Seks Komersial (PSK) dapat
diartikan sebagai suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri kepada umum untuk
melakukan perbuatan-perbuatan seksual dengan mendapat upah atau bayaran. Sementara
itu, istilah Pekerja Seks Komersial menyiratkan bahwa penjualan jasa seksual dapat
dilakukan oleh perempuan (laki-laki) sebagai bentuk pekerjaan dan dan pilihan rasional
atas kekebasan perempuan untuk melakukan apa yang ia inginkan atas tubuhnya untuk
mendapatkan penghasilan (Mathieson, Branan, & Noble, 2015). Dalam kehidupan sehari-
hari di Indonesia, istilah PSK memang selalu identik dengan perempuan meskipun fakta
sesungguhnya menunjukkan bahwa laki-laki juga menjadi penjual jasa seks komersial.

B. FAKTOR PENDUKUNG
Kartono (2013) mengungkapkan bahwa motif-motif yang melatar belakangi
Pekerja Seks Komersial (PSK) pada wanita yaitu:
1. Adanya kecenderungan menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK) pada banyak wanita
untuk menghindarkan diri dari kesulitan hidup dan mendapatkan kesenangan melalui
jalan pendek. Kurang pengertian, kurang pendidikan, dan buta huruf.
2. Ada nafsu-nafsu seks yang abnormal, tidak terintegrasi dalam kepribadian, dan
keroyalan seks.
3. Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan dan pertimbangan-pertimbangan ekonomis untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya, khususnya dalam usaha mendapatkan status
sosial yang lebih baik.
4. Aspirasi materil yang tinggi pada diri wanita dan kesenangan ketamakan terhadap
pakaian-pakaian indah dan perhiasan mewah. Ingin hidup bermewah-mewah namun
malas bekerja.
5. Rasa ingin tahu gadis-gadis cilik dan anak-anak puber pada masalah seks
6. Anak-anak gadis memberontak terhadap otoritas orang tua yang menekankan banyak
tabu dan peraturan seks. Memberontak terhadap masyarakat dan norma-norma susila
yang dianggap terlalu mengekang diri anak-anak remaja, mereka lebih menyukai pola
seks bebas.
7. Gadis-gadis dari daerah slum (perkampungan-perkampungan melarat dan kotor dengan
lingkungan yang immoral yang sejak kecilnya selalu melihat persenggamaan orang-
orang dewasa secara kasar dan terbuka, sehingga terkondisikan mentalnya dengan
tindak-tindak asusila).
8. Bujuk rayu kaum laki-laki dan para calo, terutama yang menjanjikan pekerjaan-
pekerjaan terhormat dengan gaji tinggi.
9. Banyaknya stimulasi seksual dalam bentuk: film-film biru, gambar gambar porno,
bacaan cabul, geng-geng anak muda yang mempraktikkan seks dan lain-lain.
10. Penundaan perkawinan, jauh sesudah kematangan biologis, disebabkan oleh
pertimbangan-pertimbangan ekonomis dan standar hidup yang tinggi
11. Disorganisasi dan disintegrasi dari kehidupan keluarga. Sehingga anak gadis merasa
sangat sengsara batinnya, tidak bahagia, memberontak, lalu menghibur diri.
12. Mobilitas dari jabatan atau pekerjaan kaum laki-laki dan tidak sempat membawa
keluarganya.
13. Adanya ambisi-ambisi besar pada diri wanita untuk mendapatkan status sosial yang
tinggi, dengan jalan yang mudah tanpa kerja berat, tanpa suatu skill atau keterampilan
khusus.
14. Pekerjaan sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK) tidak membutuhkan
keterampilan/skill, tidak memerlukan inteligensi tinggi, mudah dikerjakan asal orang
yang bersangkutan memiliki kecantikan, kemudahan dan keberanian.
15. Anak-anak gadis dan wanita-wanita muda yang kecanduan obat bius (ganja, morfin,
heroin, candu, likeur/minuman dengan kadar alkohol tinggi, dan lain-lain) banyak
menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK) untuk mendapatkan uang pembeli obat-obatan
tersebut.

C. CIRI-CIRI
Beberapa ciri khas Pekerja Seks Komersial (PSK) adalah sebagai berikut:
1. Pekerja Seks Komersial (PSK) umumnya adalah seorang wanita
2. Cantik, ayu, manis, atraktif menarik, baik wajah maupun tubuhnya.
3. Masih muda-muda. 75% dari jumlah PSK di kota-kota ada di bawah usia 30 tahun.
Yang terbanyak adalah usia 17-25 tahun.
4. Pakaiannya sangat mencolok, beraneka warna, sering aneh-aneh
5. (eksentrik) untuk menarik perhatian kaum pria. Mereka sangat memperhatikan
penampilan lahiriahnya, yaitu wajah, rambut, pakaian, alat-alat kosmetik dan parfum
yang wangi semerbak.
6. Bersifat sangat mobil, kerap berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Biasanya
mereka memakai nama samaran dan sering berganti nama, juga berasal dari tempat lain,
bukan di kotanya sendiri, agar tidak dikenal oleh banyak orang.
7. Mayoritas berasal dari strata ekonomi dan strata sosial rendah. Mereka pada umumnya
tidak mempunyai keterampilan (skill) khusus dan kurang pendidikannya. Modalnya
adalah kecantikan dan kemudaannya.

D. FAKTOR PENYEBAB
1. Faktor Ekonomi
Faktor dominan yang membuat mereka bekerja sebagai PSK adalah karena
faktor ekonomi. Faktor ekonomi secara operasionalnya adalah sulit memenuhi
kebutuhan sehari – hari dikarenakan tidak adanya pekerjaan yang menghasilkan uang
yang cukup.
2. Sulit Mencari Pekerjaan
Setiap manusia diberi kebebasan untuk memilih jenis pekerjaannya sesuai
dengan kemampuan dan kesenangannya.tetapi hidup di dunia ini bukan tanpa batasan.
Jika bukan diri sendiri yang memberikan batasan, kita akan mendapat batasan –
bantasan seperti batasan atas dasar norma sosial dan norma agama.
Ketika bicara mengenai normatif, maka pandangan mengenai pekerjaan akan
beragam. Namun, pada kenyataannya, walau dengan batasan – batasan yang ada masih
banyak perempuan yang memilih bekerja sebagai PSK.
3. Rendahnya Tingkat Pendidikan
Peranan pendidikan dalam drama kehidupan dan kemajuan umat manusia
semakin penting. Tingkat pendidikan yang tinggi yang di tempuh seseorang akan
membawanya pada keberuntungan hidup tersendiri dibandingkan dengan seseorang
yang hanya menempuh pendidikan rendah dan ditambah pula dengan tidak mempunyai
keterampilan khusus. Ini sama halnya yang terjadi pada PSK. Mereka hanya
berpendidikan rendah yang mengakibatkan mereka sulit untuk mendapatkan pekerjaan.
4. Penghasilan Sebagai PSK Lebih Mencukupi
Pilihan pekerjaan sebagai PSK tidak muncul begitu saja tetapi atas dasar
berbagai macam pertimbangan, salah satunya karena hasil dari menjajakkan diri yang
lebih mencukupi kebutuhan.
5. Faktor Keluarga
Faktor yang membuat PSK terjun ke dunia hitam ini salah satunya adalah karena
masalah di dalam keluarga. Problema yang dihadapi di dalam keluarga menuntut
mereka bekerja sebagai PSK.

E. DAMPAK ADANYA PSK


Tidak ada dampak serius yang timbul akibat adanya PSK. Namun, masyarakat
merasa sedikit terganggu kenyamanannya karena dengan adanya PSK yang mangkal di
wilayah masyarakat maka wilayah mereka mendapatkan citra negatif dari masyarakat luar.
Selain menyebabkan citra yang buruk, adanya PSK juga mengganggu lingkungan seperti
mengganggu ketertiban dan kenyamanan lingkungan warga sekitar. Hal inilah yang setiap
harinya membuat resah warga.

F. PENANGANAN
Penanganan yang dapat dilakukan oleh pihak terwajib saat ini adalah melakukan
razia. Menyisir setiap tempat yang didapati sebagai tempat mangkal para PSK.
G. PERSOALAN PSIKOLOGI
1. Akibat gaya hidup modern
Seseorang perempuan pastinya ingin tampil dengan keindahantubuh dan barang-barang
yang dikenalkannya. Namun ada dari beberapa mereka yang terpojok karena masalah
keuangan untuk pemenuhan keinginan tersebut maka mereka mengambil jalan terakhir
dengan menjadi PSK untukpemuasan dirinya.
2. Broken home
Kehidupan keluarga yang kurang baik dapat memaksa seseorangremaja maupun orang
dewasa untuk melakukan hal-hal yang kurang baik diluar rumah atau jauh dari tempat
tinggal dan itu dimanfaatkan olehseseorang yang tidak bertanggung jawab dengan
mengajaknya bekerjasebagai PSK.
3. Kenangan masa kecil yang buruk
Tindakan pelecehan yang semakin meningkat pada seorang perempuan bahkan adanya
pemerkosaan pada anak kecil bisa menjadi faktor dia menjadiseorang PSK.
4. Tempat tinggal
Kehidupan rumah atau lingkungan sekitar sangat mempengaruhi perilaku dan
pengetahuan seseorang untuk melakukan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan
mereka sehingga dengan sendirinya fenomena fenomena yang sering terjadi pada
kehidupannya dapat dipertanggungjawabkan.

H. TINGKATAN OPERASIONAL PSK


Tingkatan-tingkatan operasional PSK diantaranya:
1. Segmen kelas rendah Dimana PSK tidak terorganisir. Tarif pelayanan seks terendah
yang ditawarkan, dan biaya beroperasi di kawasan kumuh seperti halnya
pasar,kuburan,taman-taman kota dan tempat lain yang sulit dijangkau, bahkan kadang-
kadang berbahaya untuk dapat berhubungan dengan para PSK tersebut.
2. Segmen kelas menengah Dimana dalam hal tarif sudah lebih tinggi dan beberapa wisma
menetapkan tarif harga pelayanan yang berlipat ganda jika dibawa keluar untuk di
booking semalaman.
3. Segmen kelas atas Pelanggan ini kebanyakan dari masyarakat dengan penghasilan yang
relatif tinggi yang menggunakan night club sebagai ajang pertama untuk mengencani
wanita panggilan ayau menggunakan kontak khusus hanya untuk menerima
pelanggantersebut.
4. Segmen kelas tertinggi Kebanyakan mereka dari kalangan artis televisi dan film serta
wanita model. Super germo yang mengorganisasikan perdagangan wanita kelas atas ini.

I. STIGMA PSK
Stigma yang menyebabkan PSK dianggap sebagai pekerjaan yang tidak bermoral.
1. Pekerjaan ini identik dengan perzinahan yang merupakan suatu kegiatan seks yang
dianggap tidak bermoral oleh banyak agama.
2. Perilaku seksual oleh masyarakat dianggap sebagai kegiatan yang berkaitan dengan
tugas reproduksi yang tidak seharusnya digunakan secara bebas demi untuk
memperoleh uang.
3. Pelacuran dianggap sebagai ancaman terhadap kehidupan keluarga yang dibentuk
melalui perkawinan dan melecehkan nilai sakral perkawinan.
4. Kaum wanita membenci pelacuran karena dianggap sebagai pencuri cinta dari laki-laki
(suami) mereka sekaligus pencuri hartanya.
DAFTAR PUSTAKA

Adiningtyas, S. W., & Loviana, M. R. (2018). Gaya Hidup Pekerja Seks Komersial
(PSK). KOPASTA: Jurnal Program Studi Bimbingan Konseling, 5(2).
Afrianti,R.2014."INTERAKSI SOSIAL PSK(PEKERJA SEKS KOMERSIAL) Di KOTA
MAKASSAR".https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://
repositori.uin-alauddin.ac.id/2640/1/Rahma
%2520Afrianti.pdf&ved=2ahUKEwjvmOmX8Kbs
AhVY4HMBHWW2DnMQFjAJegQIBRAB&usg=AOvVaw2zqDIOIwuyJF-
epjLZgkBa . 9 Oktober 2020
Irwansyah, L. (2016). Kemiskinan, Keluarga Dan Prostitusi Pada Remaja. Psychology and
Humanity, 2, 19-20.
Munawaroh,S. (n.d.). Pekerja Seks Komersial (PSK) di wilayah Prambanan Kabupaten
Klaten Jawa Tengah. Retrieved October 9, 2020
Susetyo, D. B., & Sudiantara, Y. (2015). Konsep Diri Pada Pekerja Seks
Komersial. Psikodimensia, 14(2), 27-40.
Wahyudi, A. T. (2018). Konsep Diri Wanita Tuna Susila Di Saritem Kota Bandung (Doctoral
Dissertation, Perpustakaan).

Anda mungkin juga menyukai