Anda di halaman 1dari 8

Seek The Truth: Social Walfare of Commercial Sex Workers

oleh Miftakhul Hasanah

Bagaimana tanggapan pemerintah dan masyarakat di Indonesia mengenai pekerja seks


komersial yang pada dasarnya memiliki hak untuk mendapatkan kesejahteraan? dalam tulisan kali
ini penulis tertarik untuk membahas mengenai pekerja seks komersial di indonesia dan beberapa
perbandingannya dengan pekerja seks komersial di Red Light District Amsterdam, cara apa yang
dilakukan pemerintah dan masyarakat untuk memahami serta menanggulangi permasalahan ini.

Sedikit cerita mengenai awal mula adanya prostitusi di Indonesia, sejak lama telah berlangsung
pembelian budak seks dan hubungan seksual yang dilandasi hubungan yang semu lazim terjadi.
Pada masa tersebarnya agama Islam Setelah penyebaran Islam di Indonesia, prostitusi diperkirakan
telah meningkat karena ketidaksetujuan Islam pernikahan kontrak. Dalam sejarahnya raja-raja di
Jawa yang memiliki sejumlah tempat diistananya untuk ditempati sejumlah besar selir, sementara
itu raja-raja di Bali bisa melacurkan para janda yang tidak lagi diterima oleh keluarganya. Selama
periode awal kolonial Belanda, pria Eropa yang hendak memperoleh kepuasan seksual mulai
mempekerjakan pelacur atau selir yang berasal dari wanita lokal. Para perempuan lokal dengan
senang hati melakoni aksi prostitusi ini demi termotivasi oleh masalah finansial, bahkan tak jarang
ada keluarga, yang mengajukan anak perempuan mereka untuk dilacurkan. Aturan tentang
larangan pernikahan antar ras oleh penguasa kolonial membuat praktik prostitusi adalah hal yang
paling bisa diterima oleh para pemimpin Belanda. Bahkan pada saat jepang menginvansi indonesai
pun wanita lokal yang dikumpulkan para tentara jepang juga seringkali menjadi target nafsu dari
para tentara jepang.

Pekerja seks komersial atau yang biasa disebut dengan PSK merupakan bisnis yang terus ada dan
berkembang, Oleh karena itu pekerja seks Komersial atau PSK memerlukan penanganan
komprehensif dari berbagai pihak. Prostitusi atau pekerja seks Komersial adalah penjualan jasa
seksual untuk uang. Seseorang yang menjual jasa seksual disebut pelacur, yang kini sering disebut
dengan istilah pekerja seks komersial (PSK). Permasalahan selanjutnya yang muncul adalah ketika
PSK dianggap sebagai komoditas ekonomi yang dapat mendatangkan keuntungan finansial yang
menggiurkan bagi pebisnis. Di kalangan masyarakat Indonesia, pekerja seks Komersialatau PSK
dipandang negatif, dan mereka yang menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai
sampah masyarakat, namun ada pula pihak yang menganggap pekerja seks Komersial (PSK)
sebagai sesuatu yang buruk, malah jahat, tapi dibutuhkan (evil necessity). Menjadi Pekerja Seks
Komersial tidak semudah yang dibayangkan, mereka menghadapi lebih banyak bahaya dengan
tingkat keamanan yang rendah dibandingkan orang-orang atau masyarakat pada umumnya, untuk
mengurangi hal ini pemerintah telah melakukan beberapa tindakan baik secara persuatif melalui
lembaga-lembaga sosial sampai menggunakan tindakan represif berupa penindakan bagi mereka
yang bergelut dalam bidang pekerja seks Komersial(psk) tersebut.

Faktor Pendorong Munculnya Pekerja Seks Komersial

perkembangan yang tidak sama dalam kehidupan mengakibatkan ketidakmampuan banyak


individu untuk menyesuaikan diri sehingga timbul disharmoni, konflik-konflik internal maupun
eksternal, juga disorganisasi dalam masyarakat dan dalam diri pribadi manusia. Berikut ada
beberapa faktor yang mendorong adanya PSK.

a. Faktor internal
Faktor yang berasal dari diri individu itu sendiri, yaitu yang berkenaan dengan hasrat, rasa
frustasi, kualitas konsep diri, dan sebagainya. Tidak sedikit dari para pelacur ini merupakan
korban pemerkosaan yang merasa dirinya sudah kotor dan sulit diterima kembali di
masyarakat akhirnya memutuskan untuk menjadi PSK. Karena kehidupan kelam yang
mereka alami dulu membuat hati dan moral mereka terpuruk.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang datang dari luar individu ini, seperti pengarh
lingkungan mereka, desakan ekonomi, kurangnya pendidikan, kegagalan dalam
berkeluarga, kegagalan dalam percintaan dll.
c. Faktor psiologis
Faktor psikkologis memainkan peranan penting yang menyebabkan seorang wanita dapat
melacurkan diri. Kegagalan-kegagalan dalam hidup individu dapat menimbulkan efek
psikologis sehingga mengakibatkan situasi krisis pada diri individu tersebut. Dalam
keadaan krisis ini akan memudahkan timbul konflik batin, yang sadar atau tidak sadar
mereka akan mencari jalan keluar dari kesulitan-kesulitan. Dalam keadaan seperti ini orang
akan lebih mudah terpengaruh oleh jalan yang buruk.
d. Faktor Sosiologis
Dengan terjadinya perubahan dan perkembangan sosial budaya dan globalisasi yang sangat
pesat mengakibatkan ketidakmampuan banyak individu untuk menyesuaikan diri.
Misalnya karena banyak akulturasi budaya yang terjadi masyarakat menjadi labil, banyak
konflik budaya, kurang adanya kompromi mengenai norma-norma kesusilaan antar
anggorat masyarakat. Dengan kelemahan norma, motivasi buruk dan lingkungan sosial
yang heterogen dapat mendorong seseorang untuk menjadi pelacur.

Pandangan Masyarakat Indonesia Terhadap Pekerja Seks Komersial

PSK dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai hal yang negatif, mereka yang bekerja sebagai
PSK dianggap sebagai sampah masyarakat, enghancur rumah tangga dll, padahal belum tentu juga
menjadi PSK adalah ha yang diiginkan oleh seorang Pnajaj seks komersial. Di Indonesia praktek
prostitusi lebih banyak dilakukan oeh kaum wanita meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa ada
pula praktek prostitusi oleh kaum pria. Sekarang ini hampir di setiap sudut kota sering ditemukan
para wanita pekerja seks koersial, bahkan fenomena ini juga mulai menyentuh institusi penssikan
seperti sekolah menengah dan universitas. Hal ini oleh masyarakat masih dianggap tabu,
mengingat negara kita adalah negara dengan adat ketimuran dan memiliki norma-norma sopan
santun yang sangat kental di masyarakat. Sehinga, para PSK mendapat cemooh dan hinaan dari
masyarakat, misalnya jika masyarakat mengetahui seseorang di lingkunganya ada yang menjadi
PSK, pada umumnya mereka akan mengucilkannya dan memberikan perlakuan yang tidak adil
kepadanya, masyarakat tidak hanya akan memeandang rendah individu tersebut tetapi juga
memandang rendah anggota keluarga yang lain . Hal ini kemudian menjadi sangat berpengaruh
pada kondisi psikologis PSK itu sendiri dan ini juga dapat menyebabkan mereka akan terus
bertahan menjadi PSK. Jelas setiap warga negara di berbagai negara akan memiliki pandangan
yang berbeda-beda pula mengenai PSK. Misalnya, di Amsterdam masyarakatnya sydah mulai
meerim dan memahami permasalahan yang di hadapi oleh PSK ini sehingga mereka memberikan
tanggapan dan perlakuan yang berbeda pula.

Disisi indonesia sendiri masih ada masyarakat yang berpikiran lebih terbuka, bukan berarti mereka
menyetujui adanya tindakan pelacuran tersebut tetapi mereka lebih memahami kenapa seseorang
itu harus menjadi PSK. Pelacur juga manusia, mereka mempunyai hati, mereka memiliki hak untuk
tinggal di negaranya, untuk mendapatkan perlindungan dan keamanan.
Peraturan Pemerintah Mengenai Pekerja Seks Komersial

Prostitusi di Indonesia dianggap sebagai kejahatan "terhadap kesusilaan/moral" dan melawan


hukum. Dalam praktiknya, prostitusi tersebar luas, ditoleransi, dan diatur. Pelacuran adalah praktik
prostitusi yang paling tampak, seringkali diwujudkan dalam kompleks pelacuran Indonesia yang
juga dikenal dengan nama "lokalisasi", serta dapat ditemukan di seluruh negeri. Lokalisasi di
Indonesia dapat ditemukan di Aceh, Jakarta, Bangka Belitung, Suamtera Selatan, jawa Timur dan
masih banyak lagi. Pada dasarnya bekerja sebagai PSK merupakan pekerjaan yang tidak aman,
oleh karenanya untuk menjaga keamanan masyarakatnya pemerintah membuat beberapa peraturan
terhadap pihak penyedia jasa prostitusi. Di dalam KUHP, Prostitusi diatur dalam pasal 296 KUHP
yang berbunyi:

“Barang siapa yang dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang
lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan diancam dengan
pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas
ribu rupiah.”

Selanjutnya yang dikatakan dapat terkena pasal 296 KUHP misalnya orang yang menyediakan
rumahnya atau kamarnya kepada perempuan dan laki-laki untuk bersetubuh. Di dalam KUHP
sendiri tidak ada eraturan mengenai PSK itu sendiri atau Pengguna jasa PSK akan tetapi peraturan
tersebut dicantumkan dalam peraturan daerah misalnya, Pasal 42 ayat (2) Perda DKI Jakarta No.8
tahun 2007 Tentang Ketertiban Umum (“Perda DKI 8/2007”):

“Setiap orang dilarang:

a. Menyuruh, memfasilitasi, membujuk, memaksa orang lain untuk menjadi penjaja Seks
komersial
b. Menjadi penjaja seks komersial
c. Memakai jasa penjaja seks komersial

Orang yang melanggar ketentuan ini ancaman pidana kurungan paling singkat 20 hari dan paling
lama 90 hari atau denda paing sedikit Rp. 500.000 dan paling banyak Rp.30 Juta. (Pasal 61 ayat
(2) Perda DKI 8/2007).

Upaya Penanganan Pemerintah Terhadap pekerja Seks Komersial


Dengan pandangan masyarakat terhadap pekerja seks komersial, perlakuan diskriminasi masih
sering terjadi dan hal ini sangat bertentangan dengan Undang-undang dasar Negara Repubik
Indonesia Tahun 1945. Pasal 28D ayat 1 setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan dan keastian hkun yang adil serta perlakuan yang sama di hadpan hukum. Serta Pasal
3 ayat (1) UU no 39 tahun 1999 tentang Ham yang menyebutkan setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, erlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum
dan perlakuan yang sama di depan hukum. Pasal 38 ayat (2) UU HAM juga menyebutkan bahwa
setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainnya dan berhak pula atas
syarat-syarat ketenagajkerjaan yang adil. Demi mewujudkan HAM bagi PSK maka harus
dilakukan dengan danya kerjasama baik antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan
masyarakat itu sendiri. Jika hal ini belum bisa dilakukan maka jangan heran apabila masalah
prostitusi ini selalu muncul.

Seperti yang telah saya tuliskan sebelumnya bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk
memilih pekerjaan apa yang ingin dipilih untuk dijalankan agar dapt mempertahankan
kehidupannya. Kebebasan tersebut terdengar seakan tanpa batas sehingga kegiatan prostitusipun
dapat dipilih untuk dijadikan sebagai pekerjaan untuk mempertahankan hidup dan kehidupan
seseorang, serta melalui UU HAM yang telah dijelaakan diatas berarti bahwa setiap orang tidak
boleh mengalami perlakuan diskriminasi dalam bentuk apapun dengan alasan apapun. hal
selanjutnya yang dilakukan oleh pemerintah adalh mengurangi tempat-temapt prostitusi dengan
cara digusur kemudian membawa para PSK ini ke lembaga-lembaga swadaya masyarakat untuk
diberdayakan, diberi keterampilan baru agar kelak tidak kembali ke pekerjaan mereka menjadi
PSK.

Pekerja Seks Komersial di Indonesia dan Amsterdam

Dalam sub bab ini penulis akan mengacu pada artikel Raymond Michalowski dan nancy
A.Wonders yang berjudul Bodies, Borders, and sex tourism in a Globalized World: A Tale of Two
Cities –Amnsterdam and Havana. Artikel ini berisi tentang bagaimana fasilitas globalisasi
pertumbuhan pariwisata sex, serta karakter khusus pariwisata seks di tempat yang berbeda.
“Pariwisata seks” menyoroti kepada pemisahan antara prostitusi dan pariwisata, menghubungkakn
global dan local, dan memberikan perhatian kepada produsen dan konsumen dari layanan seksual.
Di Amsterdam komodifikasi tubuh telah disempurnakan ke tingkat sebuah bentuk seni.
Amsterdam memiliki sebuah tempat pariwisata seks yang sangat terkenal yang biasa disebut Red
Light District. Red Light district atau Pleasure District adalah bagian dari daerah perkotaan di
mana konsentrasi prostitusi dan bisnis berorientasi seksual, seperti toko seks, klub tari telanjang,
dan teater dewasa, ditemukan. Red light district menyerupai mal modern untuk belanja di Amerika
Serikat. Hal yang membuat red light district Amsterdam berbeda adalah lokasinya yang berada
ditengah-tengah antara tempat bersejarah Old Chruch dan de Waag. Disini para pekerja seks
dipajang layaknya boneka yang dipajang di etalase, para produsen yang tertarik bisa langsung
masuk kedalam toko. Bahkan konsumen layaknya membeli barang ditoko, dimana mereka bisa
memilih, warna, bentuk, ukuran dan harga. Dijelaskan di dalam artikel ini bahwa para pekerja seks
di red Light ini dijamin kesehatannya, dijamin keamanannya bahkan turis atau pelanggan yang
dtang tidak bisa sembarangan menyentuh atau memotret mereka.

Beberapa Red Light District (seperti De Wallen, Belanda, atau Reeperbahn, Jerman) adalah tempat
yang secara resmi ditetapkan oleh pihak berwenang untuk prostitusi legal dan teregulasi.
Seringkali, Red light District ini dibentuk oleh pihak berwenang untuk membantu mengatur
prostitusi dan kegiatan terkait lainnya, sehingga mereka terbatas pada satu wilayah. Beberapa Red
Light District (seperti di Den Haag) berada di bawah pengawasan video. Ini dapat membantu
melawan bentuk prostitusi ilegal (seperti prostitusi anak), di wilayah-wilayah yang memungkinkan
prostitusi reguler terjadi. Pemerintah melihat bahwa prostitusi merupakan salah satu dari sekian
banyak masalah sosial yang harus di minimalisir bukan dikriminalisasi. Tujuan kebijakan
pemerintah terhadap ekerja seks terutama berfokus pada mengurangi dampak buruk dari prostitusi
pada warga local dan lingkungan.

Konsep toleransi memegang peranan penting dalam mencegah dan menangani konflik di kota kecil
dengan penduduk banyak yang dibangun dengan agama dan perbedaan budaya. Dengan begini
pariwisata seks bisa dibilang menjadi salah satu asset Negara juga karena mereka ikut memberikan
peasukan kepada Negara. Di Red Light District, para pekerja seks sangat diperhatikan, mereka
memiliki peraturan-peraturan sendiri yang harus ditaati, mereka juga mendapatkan perhatian
mengenai kesehatan mereka, sehingga untuk penyebaran hiv/aids bisa diperhatikan. Berbeda
dengan Indonesia yang menurut saya kebanyakan stereotype yang masih ada di masyarakat adalah
PSK meruapakan hal yang harus dihindari belum lagi dengan keadaan tempat prostitusi di
Indonesia yang dinilai kurang higenis atau yang lainnya, di Amsterdam masyarakat sudah
memiliki kesadaran diri dan toleransi tinggi akan hal seperti itu sehingga stereotype yang ada
berbeda dengan yang ada di Indonesia. Bayangkan apabila red light District ini diterapkan di
Indonesia? Toh hal ini memberikan pemasukan pada Negara dan para pekerja seks juga mendapat
perhatian dan tidak hanya dipandang sebelah mata, mungkin ini hanya menurut saya.

Karena apabila diterapkan belum tentu masyarakat di Indonesia akan dengan senang hati
mengiyakan, seperti yang kita tahu bahwa Indonesia adalah Negara yang bisa dibilang agamis.
Berbagai macam urusan Negara disangkutpautkan dengan agama,apabila hal ini benar-benar
diterapkan, saya yakin akan terjadi banyak demo dan pertentangan dimana-mana.

Kesimpulan

Seseorang menjadi PSK adalah alasan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan
keluarganya. Respon masyarakat terhadap lokalisasi prostitusi beragam, ada yang setuju karena
keberadaan lokalisasi prostitusi dapat memberikan tambahan penghasilan utama bagi pedagang
dan pihak yang menyewa rumah nya untuk praktek prostitusi, sedangkan masyarakat yang tidak
setuju adanya praktek prostitusi lebih banyak memberikan dampak buruk. Menurut saya pribadi
berdasarkan tulisan ini adalah upaya yang dilakukan pemerintah belum sepenuhnya cocok dengan
keadaan yang ada, masih ada beberapa upaya yang saya rasa malah mendiskriminasi para PSK dan
merugikan mereka padahal mereka juga masarakat yang masih memiliki Hak Asasi Manusia
(HAM). Disisi lain menurut saya munculnya permasalahan mengenai PSK ini juga memberikan
pertanyaan baru bagi saya yaitu Akan kah munclnya PSK ini juga menjadi salah satu tanda
kurangnyanya perhatian sebuah negara terhadap masyarakatnya? Apabila masalah ekonomi yang
seringkali menjadi penyebab adanya PSK apakah bisa disimpulkan bahwa pemerintah kurang baik
dalam mengurus masalah ekonomi sebuah negara?

Pemerintah dan masyarakat perlu bersama-sama memahami apa yang dimaksud dari PSK itu
sendiri, banyak hal yang membuat sesorang menjadi PSK dan kalau menurut saya jika orang itu
tidak benar-benar terdesak atau tidak memiliki pikiran sempit atau masalah psikologis maka dia
tidak akan benar-benar dengan sukarela ingin menjadi PSK. Intinya permasalahan ini sangat
membutuhkan perhatian dan perencanaan yang matang dalam pengeksekusiannya dan lagi sangat
menarik untuk dibahas lebih lanjut mengenai hak-hak PSK yang tanpa kita sadari menjadi tipis.
Daftar Pustaka

"History of the Red light District « What you should know about Amsterdam".
Whatyoushouldknowaboutamsterdam.WordPress .com. Retrieved 2012-09-01. diakses tanggal 17
Desember. Pukul 19.39

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50d13cca972bc/pasal-untuk-menjerat-pemakai-
jasa-psk diakses tanggal 17 Desember. Pukul 19.17

"Intersections: Traditional and Emergent Sex Work in Urban Indonesia". intersections.anu.edu.au.


diakses tanggal 17 Desember. Pukul 19.17

Michalowski. R dan A.Wonders. N. 2001. Bodies, Borders, and Sex Tourism in a Globalized
World: A Tale of Two Cities –Amnsterdam and Havana. Vol. 48, No. 4 (November), pp. 545-571

Anda mungkin juga menyukai