Anda di halaman 1dari 15

Jurnal Psikologi Vol. 18 No.

2 Oktober 2019, 230-244

FAKTOR AYAH DAN IBU YANG BERKONTRIBUSI TERHADAP


MUNCULNYA GEJALA PERILAKU DISRUPTIF REMAJA
Nandy Agustin Syakarofath1, Subandi Subandi2
1)
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang
Jl. Raya Tlogomas No. 246 Malang, Indonesia
2)
Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada,
Jl. Sosio Humaniora Bulaksumur Yogyakarta, Indonesia

nandysyakarofath@umm.ac.id

Abstract
Disruptive behavior according to DSM 5 is a pattern of behavior that violates the rights of others, aggression,
property destruction and or that leads individuals to experience significant conflicts with violations of social
norms or authority figures. This study aims to examine the significance of two factors derived from the family
towards the emergence of disruptive behavior that are the family expressed emotion and perceived of parent-
child relationships. There are 237 teenagers was participated in this study (aged 15-18 years old) who lived with
their parent obtained from the scaling of SDQ, LEE and PACQ. The result of the regression indicated the two
predictors explained 5,3% of variance (adjusted R2 = .053, F(3.235) = .013, p<.05). The implications of this
study are the family expressed emotion and perceived of parent-child relationships are two factors that can
contributed to the emergence of disruptive behavior symptoms in adolescent, although if analyzed separately
perceived of parent-child relationships towards a mother has no effect.

Keywords: disruptive behavior; family expressed emotion; perceived of parent-child relationships

Abstrak
Perilaku disruptif menurut DSM 5 adalah pola perilaku melanggar hak orang lain, agresi, perusakan properti dan
perilaku yang membawa individu mengalami konflik yang signifikan dengan pelanggaran norma sosial atau
figur otoritas. Penelitian ini bertujuan untuk menguji signifikansi dua faktor yang berasal dari keluarga terhadap
munculnya perilaku disruptif yaitu ekspresi emosi keluarga dan persepsi hubungan orangtua-anak. Sampel
penelitian ini adalah 237 remaja yang berusia 15-18 tahun dan tinggal dengan orangtua mereka yang didapatkan
dari pemberian skala SDQ, LEE, dan PACQ. Berdasarkan hasil perhitungan analisis regresi berganda kedua
variabel prediktor penelitian ini menjelaskan adanya peran sebesar 5,3% dengan varians (adjusted R2 = 0,053,
F(3,235) = 0,013, p<0,05). Implikasi dari penelitian ini adalah ekspresi emosi orangtua dan persepsi hubungan
orangtua anak adalah dua faktor yang dapat berkontribusi terhadap munculnya gejala perilaku disruptif remaja,
meskipun jika di analisis secara terpisah persepsi hubungan orangtua anak terhadap ibu tidak memiliki peran
yang signifikan.

Kata kunci: perilaku disruptif; ekspresi emosi keluarga; persepsi hubungan orangtua-anak

PENDAHULUAN kekerasan dan penganiayaan, kejahatan


asusila, pencurian dan perusakan barang
Tindakan kriminalitas di Indonesia sangat serta penyalahgunaan zat.
tinggi. Berdasarkan data yang diperoleh
Badan Pusat Statistik Kriminal (2014) Bentuk kriminalitas yang telah disebutkan,
jumlah kejahatan yang dilaporkan (crime umumnya tindakan yang merepresentasikan
total) menurut catatan Biro Pengendalian adanya masalah perilaku yang dialami pada
Operasi Mabes Polri sejak tahun 2011-2013 masa kanak-kanak dan remaja. Menurut
mencapai angka 1.030.848 kasus yang terjadi Hammerton dkk., (2019) dan Odgers dkk.,
di seluruh wilayah Indonesia. Adapun bentuk (2008) masalah perilaku yang terjadi di masa
kriminalitas yang dilakukan adalah tindakan kanak-kanak dapat memprediksi masalah

230
231 Syakarofath & Subandi

terkait kesehatan mental di masa remaja dan tersebut Bulotsky-shearer, Dominguez, Bell,
dewasanya. Masalah kesehatan mental yang Rouse, dan Fantuzzo (2010) menambahkan
dimaksud di dalam penelitian tersebut bahwa masalah perilaku disruptif tahap awal
adalah masalah terkait penyalahgunaan zat, dapat memprediksi masalah sosial emosi
masalah hukum seperti risiko penangkapan, pada anak yang lebih besar di kemudian hari.
masalah pendidikan misalnya drop-out dari
sekolah, masalah sosial misalnya kesulitan di Bentuk perilaku disruptif bermacam-macam
dalam penyesuaian perkawinan, masalah dan luas maknanya. Berdasarkan DSM 5
kerja misalnya kinerja pekerjaan yang buruk, perilaku disruptif disebut sebagai bentuk
dan masalah kesehatan fisik misalnya fungsi perilaku yang tidak pantas yang sifatnya
pernafasan yang kurang baik. lebih umum, bertahan lama, dan dapat
berkembang sesuai tingkat keparahannya
Ada berbagai jenis kriminalitas terkait menjadi oppositional defiant disorder
remaja. Badan Pusat Statistik Kriminal (ODD) ataupun conduct disorder (CD). Hal
(2010) memaparkan bahwa jenis tindak ini disebabkan karena ODD maupun CD
pidana atau kenakalan yang dilakukan merupakan bagian dari kelompok perilaku
remaja di Indonesia adalah kepemilikan disruptive behavior disorders (Christenson,
senjata tajam, narkoba, perkosaan/ Crane, Malloy & Parker, 2016; Pringsheim,
pencabulan, pengeroyokan, pembunuhan, Hirsch, Gardner, & Gorman, 2015). Artinya
penganiayaan, kecelakaan lalu lintas fatal, anak atau remaja yang mengalami perilaku
pencurian, pemerasan dan penggelapan, disruptive juga menunjukkan perilaku
penadah hasil kejahatan dan berbagai jenis bermasalah yang merepresentasikan adanya
tindak pidana lainnya. Beragamnya kasus gejala oppositional defiant disorder (ODD)
kriminalitas yang dilakukan remaja tersebut maupun conduct disorder (CD) (American
biasanya sering dikaitkan dengan kenakalan Psychiatric Association, 2013).
remaja, artinya remaja yang melakukan
kriminalitas mendapatkan label anak yang Cara menentukan sebuah perilaku untuk
nakal. Selanjutnya, dalam konteks dapat dikatakan disruptif, perlu dilihat dari
masyarakat kenakalan anak-anak atau ciri-ciri perilakunya. Shepherd (2010)
remaja dapat diistilahkan dengan perilaku memaparkan bahwa ciri dari perilaku
disruptif (Loeber, Burke & Pardini, 2009). bermasalah anak-anak dan remaja ditandai
dengan intensitas kemunculan perilaku
Istilah yang dapat menggambarkan perilaku tersebut, biasanya lebih sering dibandingkan
disruptive beragam. Menurut Matthys dan dengan anak normal lainnya, lebih lama,
Lochman (2010) perilaku disruptif disebut lebih kuat dan sifatnya khas. Perilaku
juga dengan perilaku yang tidak pantas atau bermasalah tersebut meliputi perilaku
inapproriate behavior. Biasanya perilaku agresif, perusakan (destructive), menipu atau
disruptive sering diperlihatkan oleh anak- berbohong yang dilakukan sebelum usia 18
anak atau remaja di dalam aktivitas sehari tahun selama minimal 6 bulan atau selama
hari dan sifatnya mengganggu. Hal ini 12 bulan terakhir (Wenar & Kerig, 2012;
sejalan dengan temuan Asizah (2015) bahwa Reinke & Herman, 2002). Artinya, untuk
perilaku yang tidak pantas yang biasa membedakan antara masalah perilaku yang
ditemukan dalam keseharian anak dan wajar dan tidak wajar pada remaja dapat
remaja adalah perilaku yang sifatnya negatif dilihat dari seberapa sering masalah perilaku
baik secara verbal dan non-verbal, seperti tersebut muncul, menetap atau tidak, dan
mengamuk, menuntut perhatian, tidak patuh, minimal harus terlihat selama 6 hingga 12
melawan, melakukan agresivitas yang dapat bulan terakhir. Selain itu, masalah perilaku
membahayakan diri sendiri atau orang lain, yang tak wajar juga menyebabkan kerugian
mencuri, berbohong, dan perilaku atau dampak negatif terhadap individu itu
mengganggu lainnya. Mendukung penelitian sendiri dan orang lain.

Jurnal Psikologi Vol. 18 No. 2 Oktober 2019, 230-244


Faktor ayah dan ibu yang berkontribusi terhadap 232
munculnya gejala perilaku disruptif remaja

Mendukung pemaparan tersebut, karakteris- terhadap munculnya masalah perilaku yaitu


tik perilaku disruptif dibagi menjadi dua problem yang berkaitan pengasuhan
bagian, yaitu karakteristik umum dan orangtua, seperti adanya keterlibatan yang
karakteristik khusus. Menurut Buitelaar dkk., kurang dengan kehidupan anak, tidak bisa
(2013); Frank-briggs, Alikor, dan Harcourt memelihara konflik atau permusuhan di
(2008) karakteristik umum masalah perilaku depan anak, dan disiplin yang tidak
ditunjukkan dengan aktivitas fisik yang konsisten. Dengan demikian dapat dipahami
intens, mengganggu teman sepermainan, bahwasanya pengasuhan yang berdampak
berkelahi dan perilaku melawan. Pada negatif terhadap anak dan remaja adalah
umumnya perilaku tersebut akan mudah kita pengasuhan yang sifatnya negatif.
jumpai di berbagai lingkungan dan
komunitas anak-anak remaja seperti di Sejalan dengan pemaparan tersebut Huang
sekolah, di rumah dan di lingkungan dkk., (2019) menambahkan bahwa problem
bermain. Sedangkan pada karakteristik pengasuhan yang negatif berdampak
khusus ditandai dengan tingkah laku terhadap masalah perilaku anak jika anak
agresivitas, berperilaku merusak, melanggar memersepsikan hubungan dengan orangtua-
aturan, dan berperilaku anti sosial yang nya secara negatif. Pada umumnya, ada dua
menyebabkan dampak yang merugikan bagi arah bentuk persepsi hubungan orangtua-
anak tersebut dan orang lain yang berada di anak yaitu persepsi positif dan persepsi
lingkungannya seperti rumah, sekolah, dan negatif. Seperti yang disampaikan Pitzer,
tempat ibadah. Fingerman, dan Lefkowitz (2011) ada dua
karakteristik hubungan orangtua-anak yaitu
Ada berbagai faktor yang dapat memicu hubungan yang memiliki kualitas yang
munculnya gejala perilaku disruptif pada positif atau negatif. Artinya masalah
anak-anak dan remaja. Menurut Dobmeier pengasuhan berdampak negatif jika anak
dan Moran (2008) faktor yang berkontribusi memersepsikan hubungan dengan orangtua-
terhadap munculnya perilaku disruptif yaitu nya secara negatif, tetapi akan menjadi
disabilitas, latar belakang sosial-ekonomi, positif dampaknya jika anak memersepsikan
pengalaman kekerasan yang pernah dialami, dengan positif.
stres yang disebabkan pengasuhan dan
tuntutan pekerjaan, lingkungan belajar dan Yang dimaksud dengan persepsi hubungan
informasi yang tidak memadai. Secara orangtua-anak, menurut Fuligni dan Eccles
umum, faktor yang menyebabkan masalah (1993) adalah bagaimana cara anak
perilaku tersebut dapat dibagi menjadi dua memersepsikan kualitas hubungan yang
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. terjalin dengan orangtua mereka. Kualitas
Faktor internal adalah faktor yang berasal hubungan tersebut dapat dilihat dari interaksi
dari diri anak itu sendiri seperti adanya kedua belah pihak (orangtua-anak),
disabilitas sedangkan faktor eksternal adalah komunikasi, dan atmosfer kehangatan di
faktor yang berasal dari lingkungan misalnya dalam keluarga. Mendukung pemaparan
latar belakang sosial-ekonomi, pengalaman tersebut Tam, Lee, Kumasuriar, dan Har
kekerasan yang pernah dialami anak atau (2012) menyampaikan bahwa persepsi
remaja, stres yang disebabkan pengasuhan hubungan orangtua-anak tidak hanya
dan tuntutan pekerjaan, lingkungan belajar, hubungan yang terbentuk karena ikatan
dan informasi yang tidak memadai. biologis orangtua-anak semata, tetapi juga
termasuk ikatan psikologis dan hubungan
Faktor penyebab perilaku disruptif yang sosial di antara mereka. Dengan demikian
menjadi fokus kajian yang akan dilakukan dapat dipahami bahwa hubungan orangtua-
adalah faktor eksternal. Pada faktor eksternal anak adalah hubungan yang terikat dengan
menurut Berkout, Young, dan Gross (2011) satu kesatuan komponen berupa ikatan
salah satu komponen yang berkontribusi

Jurnal Psikologi Vol. 18 No. 2 Oktober 2019, 230-244


233 Syakarofath & Subandi

biologis, psikologis, dan sosial di antara Ekspresi emosi keluarga berdasarkan


keduanya. temuannya sering diasosiasikan dengan
masalah psikologis. Menurut Peris dan
Faktor lain di dalam pengasuhan selain Miklowitz (2015) ekspresi emosi telah lama
hubungan orangtua-anak yang berperan dipelajari sebagai faktor risiko yang berasal
terhadap munculnya masalah perilaku pada dari pengasuhan orangtua terhadap muncul-
anak adalah ekspresi emosi keluarga. nya berbagai masalah psikologis anak. Hal
Menurut Hastings dan Lloyd (2007) ekspresi ini dibuktikan dengan berbagai penelitian
emosi orangtua kepada anak dapat yang memaparkan bahwasanya ekspresi
mempertahankan atau memperburuk masalah emosi keluarga berkaitan dengan skizofrenia
perilaku yang dihadapi anak. Artinya (Carrà, Cazzullo, & Clerici, 2012), psikosis
ekspresi emosi yang tinggi dan kerap kali (Subandi, 2011; Vasconcelos e Sa, Wearden,
dimunculkan oleh orangtua terhadap anak & Barrowclough, 2013), obsessive
berdampak negatif yaitu munculnya masalah compulsive (Przeworski dkk., 2012), ADHD
perilaku di kemudian hari. (Kronenberg dkk., 2016), depresi (Asarnow,
Tompson, Woo, & Cantwell, 2001),
Untuk dapat memahami ekspresi emosi gangguan makan (Schmidt, Tetzlaff, &
keluarga (family expressed emotion), Hilbert, 2015), penggunaan alkohol
Amaresha dan Venkatasubramanian (2017) (Njango, Merecia, & Christine, 2016),
mendefinisikan dengan lingkungan keluarga demensia (Yu, Kwok, Choy, & Kavanagh,
yang merugikan, yaitu meliputi kualitas pola 2016) dan bipolar disorder (Shimodera,
interaksi dan sifat hubungan keluarga yang Yonekura, Yamaguchi, Kawamura, &
muncul sehari-hari. Biasanya, ekspresi emosi Mizuno, 2012). Pada umumnya ekspresi
ditujukan oleh antar anggota keluarga emosi tersebut berupa komentar kritikan
khususnya individu yang melakukan yang diberikan oleh ibu (Hale dkk., 2016;
perawatan atau pengasuhan kepada individu Przeworski dkk., 2012; Tompson dkk.,
yang dirawat atau diasuh. 2010; Boger dkk.,2008).

Pertama kali konsep ekspresi emosi keluarga Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui
(family expressed emotion) dikenal sejak bahwa hubungan orangtua-anak dan
dilakukan penelitian oleh Brown dan kawan- ekspresi emosi keluarga berperan terhadap
kawannya pada tahun 1956 terhadap pasien munculnya masalah perilaku anak seperti
yang dirawat di rumah sakit yang mengalami perilaku yang disruptif. Fenomena ini
skizofrenia kemudian dikembalikan kepada merupakan hal serius yang saat ini dihadapi
keluarganya cenderung mengalami kekam- oleh masyarakat, mengingat tingginya
buhan dibandingkan dengan pasien yang angka tren kenakalan dan kriminalitas
tinggal di tempat lain (Kanter, Lamb, & remaja. Dengan mengetahui hubungan
Loeper, 1987). Penelitian-penelitian tersebut antara ketiga variabel tersebut melalui
mengamati tingkat keterlibatan emosional penelitian ini dapat menjadi sumber
yang tinggi (high emotinal involvement) informasi yang berbasis ilmiah bagi
keluarga terhadap pasien cenderung berbagai pihak untuk dapat melakukan
memperburuk kondisi pasien dan membuat antisipasi sedini mungkin agar anak tidak
pasien rentan mengalami kekambuhan mengalami pengalaman yang negatif saat
(Zanetti dkk., 2018). Dengan demikian yang berada dalam masa pengasuhan atau
dimaksud dengan ekspresi emosi keluarga perawatan orangtua mereka. Harapannya
(family expressed emotion) adalah gambaran perilaku anak menjadi lebih adaptif dan
kualitas afeksi antar anggota keluarga dalam dapat diterima oleh lingkungan sosial.
kehidupan sehari-hari.

Jurnal Psikologi Vol. 18 No. 2 Oktober 2019, 230-244


Faktor ayah dan ibu yang berkontribusi terhadap 234
munculnya gejala perilaku disruptif remaja

METODE terhadap ibu pada faktor regards (α = 0,87)


dan responsibility (α = 0,82) serta persepsi
Penelitian ini dilakukan dengan mengguna- hubungan orangtua-anak terhadap ayah pada
kan metode kuantitatif. Subjek penelitian faktor regards (α = 0,86), responsibility (α =
adalah 237 siswa yang terdaftar di tiga 0,74) dan (α = control 0,87).
sekolah menengah atas di Kabupaten
Pamekasan Madura dengan rentang usia 15- Analisa data dalam penelitian ini
18 tahun dan tinggal dengan orangtua (baik menggunakan teknik regresi berganda, untuk
ayah maupun ibu). Teknik pengambilan menguji hipotesis penelitian. Teknik regresi
sampel menggunakan purposive sampling, berganda adalah cara menganalisis data
dengan karakteristik sampel adalah: 1) dengan memprediksikan variabel hasil dari
remaja yang berusia 15-18 tahun (duduk di beberapa variabel prediktor (Field, 2011).
bangku SMA), 2) terdaftar sebagai siswa di Proses pengolahan data yang dilakukan
sekolah yang tidak menjadi tujuan utama menggunakan program IBM statistik SPSS
para orangtua di Pamekasan untuk (Statistical Program For Social Science) for
menyekolahkan anak-anaknya, 3) tinggal di Windows versi 22. Sebelum melakukan uji
rumah dengan ayah dan ibu. hipotesis melalui regresi berganda terlebih
dahulu akan dilakukan uji asumsi berupa uji
Data dikumpulkan dengan menggunakan tiga normalitas, linearitas dan multikolinearitas.
skala yaitu: 1) the strengths and difficulties
questionnaire (SDQ) yang dikembangkan HASIL DAN PEMBAHASAN
oleh Goodman, Meltzer, & Bailey (1998)
digunakan untuk mendeteksi gejala perilaku Dari 237 responden yang menjadi subjek
disruptive (α = 0,82), alat skrining tersebut penelitian terdapat sejumlah 135 siswa laki-
sudah diterjemahkan ke dalam berbagai laki dan 102 siswa perempuan. Pengambilan
bahasa di dunia termasuk Bahasa Indonesia data dilakukan dengan menyebarkan skala ke
(Wiguna, Manengkei, Pamela, Rheza, & beberapa sekolah tujuan penelitian. Usia
Hapsari, 2010), 2) the level of expressed subjek penelitian keseluruhan bervariasi dari
emotion scale (LEE) yang diadaptasi oleh rentang 15-18 tahun. Secara terperinci lihat
Subandi (2011) untuk mengukur ekspresi tabel 1.
emosi keluarga, adapun skala ini terbagi
menjadi dua jenis skala yaitu level ekspresi Hasil perhitungan analisis regresi berganda
emosi ibu (LEE ibu) dengan (α = 0,810) dan kedua variabel prediktor penelitian
level ekspresi emosi pada ayah dengan (α = menjelaskan adanya peran sebesar 5,3%
0,851), dan 3) the parent adult-child dengan varians (adjusted R2 = 0,053,
relationship questionnaire (PACQ) untuk F(3,235) = 0,013, p<0,05). Artinya, secara
mengukur persepsi hubungan orangtua-anak simultan ekspresi emosi keluarga dan
yang dibuat berdasarkan Peisah, Brodaty, persepsi hubungan orangtua anak berperan
Luscombe, Kruk, dan Anstey (1999) dengan terhadap munculnya gejala perilaku disruptif,
mengukur persepsi hubungan orangtua-anak dengan sumbangan efektif sebesar 5,3%.
Tabel 1.
Karakteristik Subjek
Jumlah Persentase Total Persentase
Laki-laki 135 57 %
Jenis Kelamin 100%
Perempuan 102 43 %
15 tahun 13 5,5 %
16 tahun 112 47,3 %
Usia 100%
17 tahun 96 40,5 %
18 tahun 16 6,8 %

Jurnal Psikologi Vol. 18 No. 2 Oktober 2019, 230-244


235 Syakarofath & Subandi

Secara terpisah, ekspresi emosi ibu terhadap persepsi hubungan orangtua-anak terhadap
munculnya gejala perilaku disruptif (β = ibu tidak memiliki hubungan terhadap
0,198; p<0,01) dan ekspresi emosi ayah munculnya gejala perilaku disruptif remaja.
terhadap munculnya gejala perilaku disruptif Sedangkan persepsi hubungan orangtua-anak
(β = 0,149; p<0,05). Hasil ini menunjukkan kepada ayah memiliki hubungan terhadap
bahwa semakin tinggi skor ekspresi emosi munculnya perilaku disruptif remaja (β = -
ibu maupun ekspresi emosi ayah maka 0,145; p<0,05). Dengan demikian dapat
semakin tinggi skor munculnya gejala dikatakan bahwa semakin tinggi persepsi
perilaku disruptif remaja. hubungan orangtua-anak terhadap ayah
semakin rendah munculnya gejala perilaku
Berbeda dengan hal tersebut, persepsi disruptive remaja. Secara terperinci dapat
hubungan orangtua-anak kepada ibu dilihat pada tabel 2.
terhadap munculnya gejala perilaku disruptif
(β = -0,100; p>0,05). Hasil menunjukkan

Tabel 2.
Penjabaran Model Regresi dari Variabel Penelitian
Model R2 Sig
Ekspresi emosi ibu, ekspresi emosi ayah,
persepsi hubungan orangtua anak berdasarkan
ibu dan persepsi hubungan orangtua anak 0,053 0,013**
berdasarkan ayah terhadap gejala perilaku
disruptif
Model Beta Sig
Ekspresi emosi ibu dan perilaku disruptif 0,198 0,002**
Ekspresi emosi ayah dan perilaku disruptif 0,149 0,022*
persepsi hubungan orangtuaanak terhadap ibu
-0,100 0,125
dan perilaku disruptif
persepsi hubungan orangtua anak terhadap
-0,145 0,025*
ayah dan perilaku disruptif
Keterangan: **p<0,01 *p<0,05

Temuan yang didapat membuktikan bahwa Berdasarkan hasil perhitungan regresi


ekspresi emosi keluarga dan persepsi berganda, ekspresi emosi ibu diketahui
hubungan orangtua-anak secara simultan sebagai faktor yang paling berperan terhadap
dapat berperan terhadap munculnya gejala munculnya gejala perilaku disruptif remaja
perilaku disruptif remaja. Baik itu ekspresi dibandingkan ekspresi emosi ayah dan
emosi ibu, ekspresi emosi ayah, persepsi persepsi hubungan orangtua-anak terhadap
hubungan orangtua-anak terhadap ibu dan ayah. Hubungan positif antara ekspresi
persepsi hubungan orangtua-anak terhadap emosi keluarga dan perilaku disruptif yang
ayah. Namun, jika dilihat secara terpisah ditemukan dalam penelitian ini sesuai
ekspresi emosi ibu, ekspresi emosi ayah dan dengan penelitian yang dilakukan oleh
persepsi hubungan orangtua-anak terhadap Bader, Barry, dan Hann (2015) yang
ayah dapat berperan terhadap munculnya mengatakan bahwa ekspresi emosi orangtua
gejala perilaku disruptive remaja, sedangkan adalah lingkungan keluarga yang penting dan
persepsi hubungan orangtua-anak terhadap berperan terhadap masalah eksternalisasi
ibu tidak berperan. perilaku anak. Selanjutnya, Baker dkk.,
(2000) menyebutkan ekspresi emosi keluarga
yang paling berkontribusi terhadap

Jurnal Psikologi Vol. 18 No. 2 Oktober 2019, 230-244


Faktor ayah dan ibu yang berkontribusi terhadap 236
munculnya gejala perilaku disruptif remaja

munculnya gangguan perilaku pada anak yang diuji hanya berasal dari satu faktor
adalah ekspresi emosi ibu. Penelitian lain keluarga saja, yaitu ekspresi emosi dan
yang mendukung temuan tersebut juga persepsi hubungan orangtua-anak yang
menyebutkan bahwa ekspresi emosi yang artinya faktor tersebut hanyalah sebagian
berasal dari ibu, khususnya komentar kecil dari keseluruhan faktor yang ada.
kritikan merupakan faktor risiko yang kuat di
dalam memunculkan psikopatologi pada Pada analisis yang dilakukan terpisah, tidak
anak (McCarty, Lau, Valeri, & Weisz, 2004; ditemukannya hubungan antara persepsi
Tompson dkk., 2010; Przeworski dkk., 2012; hubungan orangtua-anak terhadap ibu
Han & Shaffer, 2014; Hale dkk., 2016). sedangkan persepsi hubungan orangtua-anak
terhadap ayah berperan terhadap munculnya
Secara umum, tidak hanya ekspresi emosi gejala perilaku disruptif remaja yang
ibu saja tetapi secara keseluruhan ekspresi disebabkan oleh adanya temuan kelemahan
emosi keluarga berdasarkan beberapa dalam proses pengumpulan data penelitian.
literatur disebutkan dapat menjadi faktor Namun, secara teoritis tidak ditemukannya
yang dapat memprediksi masalah perilaku hubungan antara persepsi hubungan
anak. Hal ini sesuai dengan Peris dan Baker orangtua-anak dan munculnya gejala
(2000) bahwa ekspresi emosi keluarga secara perilaku disruptif remaja disebabkan oleh
simultan dan berkelanjutan memiliki faktor kualitas hubungan yang terjalin antara
hubungan dengan perilaku disruptif pada orangtua-anak kurang terjalin dengan baik,
remaja. di mana hal ini dapat dilihat pada kedekatan
orangtua-anak dalam kehidupan sehari-hari.
Memperkuat temuan tersebut Hale, Menurut Fatmasari dan Faturochman (2013)
Raaijimakers, Van Hoof dan Meuus (2011) alasan kuat kedekatan dengan ayah dan ibu
mengungkapkan bahwa agresivitas dan terbentuk karena adanya kasih sayang antar
kenakalan remaja salah satunya disebabkan keduanya kepada anak yang didasarkan
oleh bagaimana anak mempersepsikan kepada peran masing-masing. Peran orangtua
ekspresi emosi orangtua mereka. Hal ini secara garis besar terbagi menjadi tiga yaitu,
menunjukkan bahwa secara umum ekspresi ayah-ibu memahami dan menyayangi
emosi keluarga dapat berperan terhadap berdasarkan perannya dalam keluarga Jawa
munculnya berbagai jenis psikopatologi atau disebut asih, sedangkan ayah membimbing
gangguan yang dialami oleh anak dan (asah), dan ibu menemani (asuh). Bentuk
remaja, termasuk perilaku disruptive. kedekatan dengan ayah terlihat dari kegiatan
bersifat informal dan rekreatif, dan dengan
Selanjutnya, meskipun ditemukan ada ibu berkaitan dengan tugas rumah tangga dan
pengaruh dari ekspresi emosi keluarga dan pengasuhan.
persepsi hubungan orangtua anak sebagai
variabel prediktor terhadap munculnya Berbeda dengan pendapat tersebut Hakim,
perilaku disruptif tetapi sumbangan efektif Thontowi, Yuniarti, dan Kim (2012)
yang diberikan sangat kecil 5,3%. Jika menyebutkan bahwa peran ayah di dalam
mengacu kepada kajian literatur yang keluarga lebih mengarah kepada asah
dilakukan, disebutkan bahwa faktor yang sedangkan ibu asih dan asuh. Berdasarkan
berperan terhadap munculnya perilaku pendapat tersebut ayah dianggap ber-
disruptive sangat beragam, yaitu faktor kewajiban mengajarkan nilai agama sosial
keluarga, biologis atau genetis, psikologis budaya dan bertanggung jawab terhadap
atau temperamen dan lingkungan (American pendidikan anak seperti memberikan saran
Psychiatric Association, 2013 & dan bimbingan terkait apa yang boleh dan
Nasrizulhaidi, Minauli & Yusuf, 2015). tidak boleh dilakukan (asah), sedangkan ibu
Kecilnya kontribusi pada penelitian ini dianggap berkewajiban untuk menyediakan
disebabkan oleh kedua variabel prediktor afeksi dan perhatian secara penuh kepada

Jurnal Psikologi Vol. 18 No. 2 Oktober 2019, 230-244


237 Syakarofath & Subandi

anak (asih) serta memperhatikan dan disruptif. Hal ini disebabkan ada berbagai
memenuhi kebutuhan anak sehingga tumbuh faktor lain yang cukup kuat berperan
dan berkembang secara sehat (asuh) memperparah munculnya perilaku disruptive
(Fatmasari & Faturochman, 2013). pada remaja yaitu, kontrol yang dilakukan
oleh ayah, ekspresi emosi keluarga dan
Jika dilihat secara maknawi, peran ibu yang berbagai variabel lainnya yang tidak ikut
cenderung asuh dan asih dalam praktiknya diteliti menjadi fokus kajian pada penelitian
sangat dekat dengan sebuah konsep ngemong ini seperti status sosial ekonomi, kemiskinan,
dalam keluarga suku Jawa, yaitu dan berbagai jenis faktor pengasuhan yang
cara khusus bagaimana orangtua memper- lainnya.
lakukan anak sehingga mereka merasa tent
rem (tenang dan damai). Fenomena temuan Selanjutnya, untuk menjelaskan keterkaitan
di lapangan ini menjelaskan bahwa persepsi persepsi hubungan orangtua-anak terhadap
hubungan orangtua-anak terhadap ibu tidak ayah dan munculnya gejala perilaku disruptif
terbukti berperan terhadap munculnya gejala pada remaja dapat dilihat dari peran ayah
perilaku disruptive remaja. Pernyataan yang lebih condong kepada asah di mana
tersebut kemudian diperkuat oleh Subandi secara maknawi praktiknya lekat dengan
(2011), bahwa konsep ngemong dalam aspek kontrol yang ada pada dimensi
praktik pengasuhan keluarga di Jawa persepsi hubungan orangtua-anak. Menurut
merupakan salah satu bentuk dari dukungan Fatmasari dan Faturochman (2013) makna
keluarga yang membantu menjadi faktor asah pada peran ayah adalah sebuah
protektif terhadap munculnya atau kewajiban yang harus dilakukan ayah untuk
kekambuhan suatu gangguan mental. mengajarkan nilai agama sosial budaya dan
bertanggung jawab terhadap pendidikan anak
Adanya perpaduan antara asih, asuh dan seperti memberikan saran dan bimbingan
ngemong yang melekat pada sosok ibu terkait apa yang harus dilakukan atau tidak.
merupakan dua kolaborasi berbau kultur Berdasarkan pemaparan tersebut ada aspek
yang dapat membentuk persepsi hubungan kontrol di dalamnya. Inilah alasan kenapa
orangtua-anak yang positif dan memperkuat anak kemudian memunculkan perilaku
terbentuknya faktor protektif di dalam diri disruptive. Menurut Peisah, Brodaty,
anak. Inilah kemudian yang menjadi alasan Luscombe, Kruk & Anstey (1999) jika
anak tidak mengembangkan perilaku dilihat dari aspek persepsi hubungan
disruptive meskipun telah memiliki faktor orangtua-anak, kontrol merupakan hal yang
risiko terhadap munculnya gejala perilaku paling relevan yang ada pada ayah dan lebih
disruptive tersebut. Hal ini sejalan dengan positif memunculkan psikopatologi pada
Kim, Yang, dan Hwang (2010) yang anak dibandingkan aspek lainnya seperti
menyebutkan bahwa peran dan tanggung regards dan responsibility yang juga ada
jawab ibu berimplikasi pada kesejahteraan pada ibu.
psikologis dan fisik seorang anak. Dengan
demikian, berdasarkan temuan pada Untuk menjelaskan proses munculnya gejala
penelitian ini, persepsi hubungan orangtua- perilaku disruptif pada remaja, penelitian ini
anak terhadap ibu dapat menjadi faktor menggunakan paradigma pendekatan
protektif terhadap munculnya gejala perilaku biopsikososial, yaitu sebuah pendekatan
disruptive remaja. yang memandang adanya interaksi dari
faktor biologi, psikologis, dan sosial budaya
Namun demikian, pada penelitian ini dalam menjelaskan perkembangan gangguan
persepsi hubungan orangtua-anak terhadap mental dalam bentuk diathesis-stress model.
ibu yang diasumsikan dapat menjadi faktor Pada model ini disebutkan bahwa individu
protektif tidak cukup kuat untuk membuat memiliki kerentanan tertentu terhadap
anak tidak mengembangkan perilaku gangguan fisik maupun psikologis meskipun

Jurnal Psikologi Vol. 18 No. 2 Oktober 2019, 230-244


Faktor ayah dan ibu yang berkontribusi terhadap 238
munculnya gejala perilaku disruptif remaja

pada beberapa kasus kerentanan tersebut dimunculkan dari lingkungan keluarga


belum cukup untuk membuat seseorang berupa ekspresi emosi orangtua dan persepsi
mengalami gangguan. Hal ini disebabkan hubungan orangtua-anak maka akan semakin
munculnya sebuah gangguan sifatnya sangat memperkuat adanya kerentanan tersebut
komprehensif, tidak hanya dapat dimuncul- untuk memunculkan perilaku disruptif.
kan oleh satu faktor saja seperti faktor
biologis atau genetik akan tetapi ada Pada bagan 1 dapat diketahui bahwa remaja
berbagai faktor lain yang juga turut yang memiliki gejala perilaku disruptif
berkontribusi seperti stres yang disebabkan memiliki suatu kerentanan yang dibawa atau
oleh faktor sosial (Beidel, Bulik & Stanley, diturunkan secara genetis atau sifatnya
2012; Hoeksema, 2011). biologis, hal ini sesuai Stadler, Poustka dan
Sterzer (2010) bahwa faktor genetik dan
Remaja yang memiliki gejala perilaku neurobiologis berperan terhadap perkem-
disruptive memiliki suatu kerentanan yang bangan perilaku disruptive sehingga dalam
dibawa atau diturunkan secara genetis atau penanganannya harus memperhatikan kedua
sifatnya biologis, hal ini sesuai Stadler, hal tersebut. Namun demikian, adanya
Poustka, dan Sterzer (2010) bahwa faktor kerentanan yang dialami oleh individu belum
genetik dan neurobiologis berperan terhadap cukup untuk kemudian memunculkan sebuah
perkembangan perilaku disruptif sehingga perilaku yang disruptif. Saat kerentanan yang
dalam penanganannya harus memperhatikan dimiliki individu berinteraksi dengan stres
kedua hal tersebut. Namun demikian, adanya yang dirasakan anak akibat adanya trauma
kerentanan yang dialami oleh individu belum atau persoalan-persoalan hidup yang
cukup untuk kemudian memunculkan sebuah dimunculkan dari lingkungan keluarga
perilaku yang disruptive. Saat kerentanan berupa ekspresi emosi orangtua dan persepsi
yang dimiliki individu berinteraksi dengan hubungan orangtua-anak maka akan semakin
stres yang dirasakan anak akbibat adanya memperkuat adanya kerentanan tersebut
trauma atau persoalan-persoalan hidup yang untuk memunculkan perilaku disruptive.

Kecenderungan

genetik

Mengganggu

Diatesis fungsi sosial

Gejala
Interaksi
Perilaku disruptif
Stres
Mengganggu

fungsi kerja
Kejadian/permas
Lingkungan
alahan dalam Persepsi hubungan orangtua-anak
hidup keluarga

Ekspresi emosi

Gambar 1. Model Diathesis-Stress dalam memprediksi munculnya gejala perilaku disruptive

Jurnal Psikologi Vol. 18 No. 2 Oktober 2019, 230-244


239 Syakarofath & Subandi

Pada Gambar 1 dapat diketahui bahwa SIMPULAN


remaja yang memiliki gejala perilaku
disruptif memiliki suatu kerentanan yang Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dibawa atau diturunkan secara genetis atau ekspresi emosi keluarga dan persepsi
sifatnya biologis, hal ini sesuai Stadler, hubungan orangtua-anak memiliki peranan
Poustka, dan Sterzer (2010) bahwa faktor penting terhadap munculnya gejala perilaku
genetik dan neurobiologis berperan terhadap disruptive remaja. Kedua variabel prediktor
perkembangan perilaku disruptif sehingga tersebut terbukti memiliki hubungan positif
dalam penanganannya harus memperhatikan terhadap munculnya perilaku disruptif
kedua hal tersebut. Namun demikian, adanya remaja. Baik itu ekspresi emosi ibu, ekspresi
kerentanan yang dialami oleh individu belum emosi ayah, persepsi hubungan orangtua-
cukup untuk kemudian memunculkan sebuah anak kepada ibu dan persepsi hubungan
perilaku yang disruptif. Saat kerentanan yang orangtua-anak kepada ayah. Dengan
dimiliki individu berinteraksi dengan stres demikian dapat disimpulkan bahwa masalah
yang dirasakan anak akibat adanya trauma perilaku yang dimunculkan oleh anak dapat
atau persoalan-persoalan hidup yang dipengaruhi oleh adanya ekspresi emosi
dimunculkan dari lingkungan keluarga kedua orangtua mereka dan persepsi
berupa ekspresi emosi orangtua dan persepsi hubungan orangtua-anak yang tidak baik
hubungan orangtua-anak maka akan semakin terhadap kedua orangtua mereka.
memperkuat adanya kerentanan tersebut
untuk memunculkan perilaku disruptif. DAFTAR PUSTAKA

Menurut Peris dan Miklowitz (2015) faktor Amaresha, A. C., & Venkatasubramanian, G.
lingkungan keluarga dengan model “toxic (2017). Expressed emotion in
family stress” tanpa adanya faktor protektif schizophrenia: An overview. Indian
membuat suatu kerangka pemikiran bahwa Journal of Psychological Medicine,
ekspresi emosi orangtua dan persepsi 34(1), 12-20. doi:10.4103/0253-
hubungan orangtua-anak jika berinteraksi 7176.96149
dengan kerentanan biologis individu akan
meningkatkan omset penyakit atau kekam- American Psychiatric Association. (2013).
buhan suatu gangguan. Namun demikian, Diagnostic and statistical manual of
jika anak memiliki faktor protektif yang kuat mental disorders (5 ed). Arlington,
ketika terjadi interaksi antara kerentanan VA: American Psychiatric
yang dimiliki individu dan faktor stres akibat Association.
lingkungan keluarga yang negatif maka
kemungkinan anak memunculkan perilaku Asarnow, J. R., Tompson, M., Woo, S., &
disruptive sangat minim. Faktor-faktor Cantwell, D. P. (2001). Is expressed
protektif tersebut dapat berupa karakteristik emotion a specific risk factor for
pribadi anak yang positif, hubungan keluarga depression or a nonspecific correlate
dan pertemanan yang kondusif serta of psychopathology? Journal of
keterlibatan dalam berbagai aktivitas yang Abnormal Child Psychology, 29(6),
menyenangkan (Vanderbilt-adriance dkk., 573-583. doi: 10.1023/A:101223
2015). Adapun karakteristik anak yang 7411007.
dianggap menjadi faktor protektif terhadap
berbagai perilaku beresiko yang dimun- Asizah. (2015). Children disruptive behavior
culkan adalah bagaimana cara anak well-being: Pentingnya hubungan
mengontrol dirinya (self control) (Liu, Wang, anak dan orangtua. Psychology
& Tian, 2019). Forum. Universitas Muhammadiyah
Malang. Diunduh dari: http://mpsi.
umm.ac.id/files/file/4654%20Asizah.

Jurnal Psikologi Vol. 18 No. 2 Oktober 2019, 230-244


Faktor ayah dan ibu yang berkontribusi terhadap 240
munculnya gejala perilaku disruptif remaja

pdf Buitelaar, J. K., Smeets, K. C., Herpers, P.,


Scheepers, F., Glennon, J., &
Badan Pusat Statistik. (2010). Profil Rommelse, N. N. (2013). Conduct
kriminalitas remaja. Diakses dari disorders. European Child &
https://www.bps.go.id/publication/20 Adolescent Psychiatry, 22(1), 49-54.
10/12/30/703312c2e156dd5bbebcb8c doi:10.1007/s00787-012-0361-y
c/profil-kriminalitas-remaja-
2010.html Bulotsky-Shearer, R. J., Dominguez, X.,
Bell, E. R., Rouse, H. L., &
Badan Pusat Statistik. (2014). Statistik Fantuzzo, J. W. (2010). Relations
kriminal. Diakses dari between behavior problems in
https://www.bps.go.id/publication/20 classroom social and learning
14/12/22/4567bfb67f38ee79c535439 situations and peer social competence
b/statistik-kriminal-2014.html in head start and kindergarten.
Journal of Emotional and Behavioral
Bader, S. H. Barry, T. D., & Hann, J. H. Disorders, 18(4), 195-210.
(2015). The relation between parental doi:10.1177/1063426609351172
expressed emotion and externalizing
behaviors in children and adolescents Carra, G., Cazzullo, C. L., & Clerici, M.
with an autism spectrum disorder. (2012). The association between
Focus on Autism and Other expressed emotion, illness severity
Developmental Disabilities. 30(1), and subjective burden of care in
23-34. doi:10. relatives of patients with
1177/1088357614523065. schizophrenia: Findings from an
Italian population. BMC Psyciatry,
Beidel, D. C., Bulik, C. M., & Stanley, M. A. 12(140), 1-8. doi:10.1186/1471-
(2012). Abnormal psychology (2 244X-12-140
ed).New Jersey,NJ: Pearson
Education, Inc. Christenson, J. D., Crane, D. R., Malloy, J.,
& Parker, S. (2016). The cost of
Berkout, O. V., Young, J. N., & Gross, A. oppositional defiant disorder and
M. (2011). Mean girls and bad boys: disruptive behavior: A review of the
Recent research on gender literature. Journal of Child and
differences in conduct disorder. Family Studies, 25, 2649-2658.
Aggression and Violent Behavior, doi:10.1007/s10826-016-0430-9
16(6), 503-511. doi: 10.1016/j.avb.
2011.06.001 Dobmeier, R., & Moran, J. (2008). Dealing
with disruptive behavior of adult
Boger, K. D., Tompson, M. C., Briggs- learners. New Horizons in Adult
Gowan, M. J., Pavlis, L. E., & Carter, Education and Human Resource
A. S. (2008). Parental expressed Development, 22(2), 29-54.
emotion toward children: prediction doi:10.1002/nha3.10306
from early family
functioning. Journal of family Fatmasari, A. E., & Faturochman. (2013).
psychology : JFP : journal of the Dinamika kedekatan hubungan
Division of Family Psychology of the orangtua-anak: Perbedaan
American Psychological Association kedekatan ayah-ibu dengan anak
(Division 43), 22(5), 784–788. laki-laki dan anak perempuan tahap
doi:10.1037/a0013251 remaja akhir pada keluarga Jawa
(Master thesis, Universitas Gadjah

Jurnal Psikologi Vol. 18 No. 2 Oktober 2019, 230-244


241 Syakarofath & Subandi

Mada, Yogyakarta, Indonesia). 6

Field, A. (2011). Discovering statistics using Hammerton, G., Murray, J., Maughan, B.
SPSS. Los Angeles, CA: Sage et al. (2019). Childhood behavioural
Publications Ltd. problems and adverse outcomes in
early adulthood: A comparison of
Frank-briggs, A. I., Alikor, E. A. D., & brazilian and british birth cohorts.
Harcourt, P. (2008). Conduct disorder Journal of Developmental and Life-
amongst children in an urban school Course Criminology .
in Nigeria. The Nigerian Health https://doi.org/10.1007/s40865-019-
Journal, 8(3-4), 44-47. Diunduh dari 00126-3
https://www.ajol.info/index.php/nhj/a
rticle/view/90803 Hastings, R. P., & Lloyd, T. (2007).
Expressed emotion in families of
Goodman, R., Meltzer, H., & Bailey, V. children and adults with intellectual
(1998). The strengths and disabilities. Mental Retardation
difficulties questionnaire: A pilot Developmental Disabilities, 13(4),
study on the validity of the self- 339-345. doi:10.1002/mrdd
report version. European Child &
Adolescent Psychiatry, 7(3), 125- Hoeksema, S. N. (2011). Abnormal
130. doi:10.1007/s007870050057 psychology (5 ed.). New York, NY:
McGraw-Hill.
Hale, W. W., Crocetti, E., Nelemans, S. A.,
Branje, S. J. T., van Lier, P. A. C., Huang, C. Y., Hsieh, Y. P., Shen, A. C.,
Koot, H. M., & Meeus, W. H. J. Wei, H. S., Feng, J. Y., Hwa, H. L.,
(2016). Mother and adolescent & Feng, J. Y. (2019). Relationships
expressed emotion and adolescent between parent-reported parenting,
internalizing and externalizing child-perceived parenting, and
symptom development: A six-year children's mental health in taiwanese
longitudinal study. European Child children. International Journal Of
and Adolescent Psychiatry, 25(6), Environmental Research And Public
615–624. doi:10.1007/s00787-015- Health, 16(6), 1-14.
0772-7 doi:10.3390/ijerph16061049

Hale, W. W., Raaijmakers, Q. A. W., Van Kanter, J., Lamb, H. R., & Loeper, C.
Hoof, A., & Meeus, W. H. J. (2011). (1987). Expressed emotion in
The predictive capacity of perceived families: A critical review. Hospital
expressed emotion as a dynamic and Community Psychiatry, 38(4),
entity of adolescents from the general 374-380. doi:10.1176/ps.38.4.374
community. Social Psychiatry and
Psychiatric Epidemiology, 46(6), Kim, U., Yang, K. S., & Hwang, K. K.
507-515. doi:10.1007/s00127-010- (2010). Indigeneous and cultural
0218-y psychology: Memahami orang dalam
konteksnya. Yogyakarta: Pustaka
Han, Z. R., & Shaffer, A. (2014). Maternal Pelajar.
expressed emotion in relation to child
behavior problems: Differential and Kronenberg, L. M., Goossens, P. J. J., van
mediating effects. Journal of Child Busschbach, J. T., van Achterberg,
and Family Studies, 23(8), 1491- T., & van den Brink, W. (2016).
1500. doi:10.1007/s10826-014-9923- Burden and expressed emotion of

Jurnal Psikologi Vol. 18 No. 2 Oktober 2019, 230-244


Faktor ayah dan ibu yang berkontribusi terhadap 242
munculnya gejala perilaku disruptif remaja

caregivers in cases of adult substance Kenya. IOSR Journal of Humanities


use disorder with and without and Social Science, 21(7), 44–50.
attention deficit/hyperactivity doi:10.9790/0837-2107014450
disorder or autism spectrum disorder.
International Journal of Mental Odgers, C. L., Moffitt, T. E., Broadbent, J.
Health and Addiction, 14(1), 49-63. M., Dickson, N., Hancox, R. J.,
doi:10.1007/s11469-015-9567-9 Harrington, H., … Caspi, A. (2008).
Female and male antisocial
Liu, L., Wang, N., & Tian, L. (2019). The trajectories: From childhood origins
parent-adolescent relationship and to adult outcomes. Development and
risk-taking behaviors among chinese Psychopathology, 20(2), 673-716.
adolescents: the moderating role of doi:10.1017/S0954579408000333
self-control. Frontiers in
psychology, 5(10), 1-8. Peisah, C., Brodaty, H., Luscombe, G., Kruk,
doi:10.3389/fpsyg.2019.00542 J., & Anstey, K. (1999). The parent
adult-child relationship questionnaire
Loeber, R., Burke, J.D., & Pardini, (PACQ): The assessment of the
D.A.(2009). Development and relationship of adult children to their
etiology of disruptive and delinquent parents. Journal Aging & Mental
behavior. Annual Review of Clinical Health, 3(1), 23-
Psychology, 5(1), 291-310. 38.doi:10.1080/13607869956415
doi:10.1146/annurev.clinpsy.032408.
153631 Peris, T. S., & Miklowitz, D. J. (2015).
Parental expressed emotion and
Matthys, W., & Lochman, J. E. (2010). youth psychopathology: New
Oppositional defiant disorder and directions for an old construct. Child
conduct disorder in childhood. John Psychiatry Human Development,
Wiley & Sons, Ltd. 46(6), 863–873. doi:10.1007/s10578-
014-0526-7
McCarty, C. A., Lau, A. S., Valeri, S. M., &
Weisz, J. R. (2004). Parent-child Pitzer, L., Fingerman, K. L, & Lefkowitz, E.
interactions in relation to critical and S. (2011). Development of the parent
emotionally over involved expressed adult relationship questionnaire
emotion (EE): Is EE a proxy for (PARQ). International Journal Aging
behavior? Journal Abnormal Child Development, 72(2), 111–135.
Psychology, 32(1), 83-93. doi:10.2190/AG.72.2.b
doi:10.1023/B:JACP.0000007582.61
879.6f Pringsheim, T., Hirsch, L., Gardner, D., &
Gorman, D. A. (2015). The
Nasrizulhaidi., Minauli, I., & Yusuf E. A. pharmacological management of
(2015). Efektivitas anger oppositional behaviour, conduct
management training untuk problems, and aggression in children
menurunkan agresivitas pada remaja and adolescents with attention-deficit
disruptive behavior disorder. Jurnal hyperactivity disorder, oppositional
Psikologi, 11(1), 12-18. defiant disorder, and conduct
disorder: A systematic review and
Njango, E., Merecia, S., & Christine, W. meta-analysis. Part 2: antipsychotics
(2016). Family emotional over- and traditional mood
involvement and relapse among stabilizers. Canadian Journal of
inpatient alcoholics in Nairobi, Psychiatry. Revue Canadienne De

Jurnal Psikologi Vol. 18 No. 2 Oktober 2019, 230-244


243 Syakarofath & Subandi

Psychiatrie, 60(2), 52–61. emotion in a Javanese cultural


doi:10.1177/070674371506000203 context. Culture, Medicine and
Psychiatry, 35(3), 331-346.
Przeworski, A., Zoellner, L. A., Franklin, M. doi:10.1007/s11013-011-9220-4
E., Garcia, A., Freeman, J., March, J.
S., & Foa, E. B. (2012). Maternal and Tam, C. L., Lee, T. H., Kumarasuriar, V., &
child expressed emotion as predictors Har, W. M. (2012). Parental
of treatment response in pediatric authority, parent-child relationship
obsessive-compulsive disorder. Child and gender differences: A study of
Psychiatry and Human Development, college students in the Malaysian
43(3), 337–353. doi:10.1007/s10578- context. Australian Journal of Basic
011-0268-8 and Applied Science, 6(2), 182-189.
Diunduh dari
Reinke, W. M., & Herman, K. C. (2002). http://ajbasweb.com/old/ajbas/2012/F
Creating school environments that ebruary/182-189.pdf
deter antisocial behaviors in youth.
Psychology in the Schools, 39(5), Tompson, M. C., Pierre, C. B., Boger, K. D.,
549-559. doi:10.1002/pits.10048 McKowen, J. W., Chan, P. T., &
Freed, R. D. (2010). Maternal
Shepherd, T. (2010). Working with students depression, maternal expressed
with emotional behavior disorder emotion, and youth psychopathology.
characteristic and behavior disorder. Journal of Abnormal Child
New Jersey, NJ: Pearson Education Psychology, 38(1), 105-117.
Inc. doi:10.1007/s10802-009-9349-6

Schmidt, R., Tetzlaff, A., & Hilbert, A. Vanderbilt-Adriance, E., Shaw, D. S.,
(2015). Perceived expressed emotion Brennan, L. M., Dishion, T. J.,
in adolescents with binge-eating Gardner, F., & Wilson, M. N.
disorder. Journal of Abnormal Child (2015). Child, family, and community
Psychology, 43(7), 1369-1377. protective factors in the development
doi:10.1007/s10802-015-0015- of children’s early conduct problems.
Family Relations, 64(1), 64–
Shimodera, S., Yonekura, Y., Yamaguchi, 79. doi:10.1111/fare.12105
S., Kawamura, A., & Mizuno, M.
(2012). Bipolar I disorder and Vasconcelos e Sa, D., Wearden, A., &
expressed emotion of families: A Barrowclough, C. (2013). Expressed
cohort study in Japan. Open Journal emotion, types of behavioural control
of Psychiatry, 2(4), 258-261. and controllability attributions in
doi:10.4236/ojpsych.2012. 24035 relatives of people with recent-onset
psychosis. Social Psychiatry and
Stadler, C., Poustka, F., & Sterzer, P. (2010). Psychiatric Epidemiology, 48(9),
The heterogeneity of disruptive 1377-1388. doi:10.1007/s00127-013-
behavior disorders-implications for 0659-1
neurobiological research and
treatment. Frontiers in Psychiatry, Wenar, C., & Kerig, P. (2012).
1(21), 1-14. Developmental psychopathology
doi:10.3389/fpsyt.2010.00021 from infancy through adolescent (6
Revised ed.). New York, NY:
McGraw-Hill Inc.
Subandi, M. A. (2011). Family expressed Wiguna, T., Manengkei, P. S. K., Pamela,

Jurnal Psikologi Vol. 18 No. 2 Oktober 2019, 230-244


Faktor ayah dan ibu yang berkontribusi terhadap 244
munculnya gejala perilaku disruptif remaja

C., Rheza, A. M., & Hapsari, W. A.


(2010). Masalah emosi dan perilaku Zanetti, A. C. G., Vedana, K. G. G.,
pada anak dan remaja di poliklinik Gherardi-Donato, E. C. da S., Galera,
jiwa anak dan remaja RSUPN Dr. S. A. F., Martin, I. dos S., Tressoldi,
Ciptomangunkusumo (RSCM). L. de S., & Miasso, A. I. (2018).
Jurnal Sari Pediatri, 12(4), 270-277. Emoção expressa de familiares e
recaídas psiquiátricas de pacientes
Yu, D. S. F., Kwok, T., Choy, J., & com diagnóstico de esquizofrenia
Kavanagh, D. J. (2016). Measuring [Expressed emotion of family
the expressed emotion in Chinese members and psychiatric relapses of
family caregivers of persons with patients with a diagnosis of
dementia: Validation of a Chinese schizophrenia]. Revista da Escola de
version of the family attitude scale. Enfermagem USP, 52, 1-7. doi:
International Journal of Nursing http://dx.doi.org/10.1590/S1980-
Studies, (55), 50–59. doi: 10.1016/j. 220X2016042703330
ijnurstu.2015.11.0

Jurnal Psikologi Vol. 18 No. 2 Oktober 2019, 230-244

Anda mungkin juga menyukai