BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang tumbuh dan berkembang, dan salah satu
tahap dalam pertumbuhan dan perkembangan manusia yaitu masa remaja. Masa
remaja adalah masa dimana terjadi transisi dari masa anak-anak menuju masa
dewasa, yang mencangkup perubahan baik secara biologis, kognitif, dan sosio-
emosional (Santrock, 2007). Kata remaja yang dalam bahasa inggris adolescence
berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi
Pada remaja terjadi perubahan biologis, hal ini berkaitan dengan anatomi dan
hormon, seperti hormon genotrop yang mempercepat fungsi kematangan sel telur
2004). Perubahan fisik ini dapat dilihat pada pertumbuhan tubuh (badan menjadi
dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki) dan tanda – tanda
suatu kemampuan untuk melakukan abstraksi, serta berpikir logis dan cepat
sehingga dapat bergerak dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru (Ali, 2010).
Menurut Santrock (2007), contoh dari perubahan kognitif adalah remaja dapat
individu biasanya tampak jelas pada perubahan tingkah lakunya. Remaja biasanya
tidak aman, tidak tenang, dan khawatir kesepian (Ali, 2010). Sehingga dapat
sosial yang terjadi, pertama remaja akan lebih dekat dengan teman sebayanya dan
memisahkan diri dari orang tua dengan maksud menemukan jati diri, remaja
sehingga hal ini membuat remaja sangat rentan terhadap pengaruh teman sebaya
dalam hal sikap, penampilan, dan perilaku. Perubahan sosial yang kedua adalah
remaja mulai menyukai lawan jenis (Monks dan Knoers, 2004). Pada masa ini
remaja cenderung ingin mencoba hal – hal baru, baik hal positif maupun negatif,
kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial
kenakalan remaja adalah perbuatan yang dilakukan oleh anak remaja yang
bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma-norma
meningkat, data kriminalitas dari MABES Polri menunjukan bahwa selama tahun
2007, tercatat sekitar 3100 orang pelaku tindak pidana adalah remaja berusia 19
tahun atau kurang, jumlah tersebut pada tahun 2008 dan 2009 masing-masing
meningkat mejadi sekitar 3300 remaja dan 4200 remaja (Badan Pusat Statistik,
2010).
Dilihat dari barbagai kenakalan remaja di sekolah, salah satu yang sering
terjadi adalah perilaku bulying, perilaku bullying sendiri adalah tindakan negatif
yang dilakukan seseorang atau lebih, yang dilakukan berulang – ulang dan terjadi
dari waktu ke waktu (Olweus, 1993 dalam Hazalden Foundation, 2007). Bulying
memiliki arti yang berbeda-beda di setiap negara, tapi pada umumnya kasus
bullying sering terjadi antara senior kepada juniornya. Sedangkan definisi kata
yang menimbulkan rasa sakit atau menyakiti orang lain untuk kepentingan
sendiri.
atau pelecehan secara fisik, verbal maupun psikologis. Contoh bullying fisik
adalah menampar, menimpuk, dan menginjak kaki. Contoh bullying non fisik
sinis, dan mempermalukan (Yayasan Sejiwa, 2008). Perilaku ini pada kalangan
remaja di sekolah dapat dikatakan sebagai fenomena gunung es, karena kasus-
kasus hanya sedikit yang terangkat kepermukaan dan itu juga apabila terdapat
kasus yang besar yang dilaporkan, namun pada kenyataanya perilaku ini sudah
seperti senioritas sebab jika diketahui publik, mereka khawatir sekolahnya akan
masalah yang cukup serius bagi siswa di Indonesia. Sebuah survei yang dilakukan
oleh organisasi Plan Indonesia (2008 dalam Kompas.com) yang dilakukan pada
tahun 2008 di empat kota besar yakni Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Bogor
terhadap 1500 siswa SMA dan 75 guru, hasilnya 67,9 persen menganggap terjadi
kekerasan umumnya teman, kakak kelas, adik kelas, guru, dan siswa yang
menjadi preman di sekolah. Data lain yang tercatat oleh Yayasan Sejiwa (2008),
hasil survei yang dilakukan pada workshop antibullying (2006) pada sekitar 250
5
peserta, 94,9% peserta yang hadir menyatakan bahwa memang terjadi bullying di
sekolah-sekolah di Indonesia.
keluarga, teman sebaya, dan pengaruh media (Quiroz dkk, 2006). Sedangkan
yaitu perbedaan kelas, tradisi senioritas, senioritas, keluarga yang tidak rukun,
anak mulai mempelajari semuanya dari mulai keluarga yang ada di rumah dan
pada akhirnya akan menjadi nilai dan perilaku yang dia anut ( hasil imitasi). Maka
dari itu pola asuh penting kaitanya sebagai hal yang mempengaruhi perilaku anak,
sehingga dapat dikatakan pola asuh orang tua di rumah dapat menjadi salah satu
faktor yang menyebabkan perilaku bullying. Selain itu Tipe orang tua di rumah
Sejiwa, 2008). Jadi jelas bullying itu dapat mulai tertanam sejak anak masih
berusia dini sehingga harus ada upaya yang maksimal untuk mencegah “benih”
(Priyatna, 2010).
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Maghfiroh & Rahmawati (2009), yang
secara umum masyarakat mengidentifikasi pola asuh keluarga sebagai faktor yang
Dampak bullying akan terjadi dalam jangka waktu lama dan cenderung
korban akan terhambat dalam aktualisasi diri. Bullying tidak memberi rasa aman
dan nyaman, sehingga akan membuat para korban takut dan terintimidasi, rendah
diri, serta tidak merasa berharga, sulit berkonsentrasi dalam belajar, tidak
yang tidak percaya diri dan sulit berkomunikasi, akan menyebabkan prestasi
belajarnya merosot, mungkin pula para korban bullying akan kehilangan rasa
percaya diri kepada lingkungan yang banyak menyakiti dirinya (Yayasan Sejiwa,
2008). Selain itu pula kegagalan dalam mengatasi bullying akan menyebabkan
tindakan agresi yang lebih jauh (Pearce dan Eliot 2002, dalam Astuti, 2008). Jadi
7
penting untuk mengetahui risiko bullying agar dapat mencegah dampak buruk
yang di timbulkanya.
meneliti hubungan antara persepsi jenis pola asuh orang tua terhadap risiko
perilaku bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat. Persepsi ini untuk
melihat bagaimana anak mempersepsikan tentang pola asuh yang orang tua
terapkan padanya. SMA Triguna Utama di pilih karena jaraknya dekat dengan
penelitianya dan menghemat biaya. SMA ini tergolong sekolah yang cukup besar,
dan berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan dalam hal ini
B. Rumusan Masalah
1. Hasil survei yang dilakukan Yayasan Sejiwa terhadap sekitar 250 orang peserta
psikologis.
hubungan antara persepsi jenis pola asuh orang tua terhadap risiko perilaku
C. Pertanyaan Penelitian
2. Bagaimana persepsi jenis pola asuh orang tua siswa di SMA Triguna Utama
Ciputat ?
3. Bagaiman tingkat risiko perilaku bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat ?
4. Bagaimana hubungan antara persepsi jenis pola asuh orang tua terhadap resiko
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
9
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
persepsi jenis pola asuh orang tua terhadap risiko perilaku bullying siswa di SMA
2. Tujuan Khusus
b. Mengidentifikasi persepsi jenis pola asuh orang tua siswa di SMA Triguna Utama
Ciputat.
Ciputat.
d. Mengidentifikasi hubungan antara jenis pola asuh orang tua terhadap risiko
E. Manfaat Penelitian
1. Ilmu Keperawatan
Penelitian ini dapat menjadi referensi dalam penelitian yang akan datang serta
dapat menambah wawasan dalam bidang ilmu keperawatan jiwa, anak, maupun
keluarga. Serta diharapkan dapat menambah teori yang sudah ada mengenai
bagaimana persepsi pola asuh orang tua terhada risiko perilaku bullying.
Dapat mencegah atau mengurangi sedini mungkin dampak buruk dari bullying
ketika sudah mengetahui data tentang bullying maupun bagaimana persepsi pola
asuh orang tua yang dapat mempengaruhi perilaku tersebut, sehingga dapat
Bagi BP juga dapat mempenyai data bagaimana tingkat risiko perilaku bullying di
3. Peneliti
dan metodologi penelitian yang baik dan benar, serta memberikan pengalaman
yang berharga sebagai peneliti pemula. Hasil dari penelitian ini juga dapat
deskriptif korelatif. Penelitian ini dilakukan di SMA Triguna Utama Ciputat yang
melibatkan kelas X, XI IPA, dan XI IPS. Penelitian ini dilakukan untuk melihat
apakah ada hubungan antara persepsi jenis pola asuh orang tua terhadap risiko