Anda di halaman 1dari 11

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN IKTERUS BAYI

HIPERBILIRUBINEMIA DI RSIA PURI BUNDA DENPASAR

Nyoman Sulendri1, Komang Yogi Triana2, Desak Putu Risna Dewi3,


Sutresna4
1,2,3,4
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Usada, Bali
Email: sulendri1978@gmail.com

ABSTRACT
Early exclusive breastfeeding has an important role in reducing the incidence of
jaundice, where jaundice is a change in the skin or other organs due to a buildup of
bilirubin levels in the blood and an increase in the level of bilirubin in the blood, which is
called hyperbilirubinemia. This study aimed to determine the correlation between
breastfeeding and the incidence of hyperbilirubinemia infant jaundice at RSIA Puri
Bunda Denpasar. This study used a case-control method, comparing the case group with
the control group and a retrospective approach. The number of samples was 86 patients'
medical record files. The sampling was using purposive sampling through the
observation sheet and data analysis using the Chi-Square test. This study showed that
exclusive breastfeeding had less incidence of jaundice (16.7% in the case and control
groups) while the incidence of jaundice was higher in breastfeeding and formula milk in
both the case and control groups. The results of the chi-square statistical test obtained p-
value = 0.023, meaning that there was a significant correlation between breastfeeding
and the incidence of jaundice in hyperbilirubinemia infants. It is recommended that the
hospital be able to educate and socialize early exclusive breastfeeding to patients.

Keywords: exclusive breastfeeding, jaundice, hyperbilirubinemia

PENDAHULUAN dideteksi secara klinis dalam minggu


Angka Kematian Bayi (AKB) pertama kehidupannya (Badan Pusat
merupakan indikator untuk menentukan Statistik, 2021).
derajat kesehatan masyarakat. AKB Menurut WHO (2019) sebanyak
merujuk kepada jumlah bayi yang 7000 Bayi baru lahir di dunia meninggal
meninggal pada fase antara kelahiran setiap harinya (Indonesia: 185/hari, dg
hingga bayi belum mencapai umur 1 AKN 15/1000 Kelahiran hidup), tiga
tahun per 1.000 kelahiran hidup. perempat kematian neonatal terjadi pada
Masalah utama penyebab kematian pada minggu pertama terjadi pada umur 0-6
bayi dan balita adalah pada masa hari, dan 40 meninggal dalam 24 jam
neonatus (bayi baru lahir umur 0-28 pertama. Hasil Survei Demografi dan
hari). Kebanyakan bayi baru lahir Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017
mengalami ikterus pada minggu pertama menunjukkan Angka Kematian Neonatal
kehidupannya. Data epidemiologi (AKN) sebesar 15 per 1.000 kelahiran
menunjukkan bahwa lebih dari 50% bayi hidup atau sekitar 47%, sedangkan salah
baru lahir menderita ikterus yang dapat satu penyebabnya adalah gangguan

138
hematologi sebanyak 6%. Kematian menduduki urutan pertama selanjutnya
neonatus yang disebabkan karena RDS (respiratory distress syndrome)
masalah hematologi adalah ikterus dan dan asfiksia, BBLR (Bayi Berat Lahir
defisiensi vitamin K (KemenkesRI, Rendah).
2017). Ikterus merupakan kondisi
Seluruh kematian bayi di Indonesia, munculnya warna kuning di kulit dan
sebanyak 57% meninggal pada masa selaput mata pada bayi baru lahir karena
bayi baru lahir (usia dibawah 1 bulan). adanya bilirubin (pigmen empedu) pada
Angka Kematian Bayi (AKB) di kulit dan selaput mata sebagai akibat
Provinsi DKI Jakarta menurut data peningkatan kadar bilirubin dalam darah
Kesga Dinkes DKI Jakarta tahun 2014 (hiperbilirubinemia) (Sukadi, 2008).
sebesar 6,88 per 1.000 kelahiran hidup Ikterus pada bayi baru lahir pada
(KemenkesRI, 2015). AKB di Bali minggu pertama terjadi pada 60% bayi
sebesar 6,01 per 1000 kelahiran hidup, cukup bulan dan 80% bayi kurang bulan.
di Denpasar AKB sebesar 1,0 per 1000 Hal ini adalah keadaan yang fisiologis.
kelahiran hidup (Dinas Kesehatan, Walaupun demikian, sebagian bayi akan
2017). Menurut profil kesehatan mengalami ikterus yang berat sehingga
Indonesia tahun 2007 insiden memerlukan pemeriksaan dan tata
hiperbilirubin berkisar 10 % – 13 %, laksana yang benar untuk mencegah
sedangkan angka kejadian kesakitan dan kematian (Sukadi, 2008).
Hiperbilirubin di DKI berdasarkan data Hiperbilirubinemia merupakan
registrasi Neonatologi bulan Desember peningkatan kadar bilirubin pada ikterus
2014 sampai November 2015 di antara neonatorum setelah adanya hasil
1093 kasus neonatus yang dirawat, laboratorium mencapai suatu nilai yang
didapatkan 165 (15,09%) kasus dengan mempunyai potensi menimbulkan
ikterus neonatorum (KemenkesRI, ikterus dan jika tidak ditanggulangi
2015). Dari 899 bayi yang masuk dengan baik akan menyebabkan
keruang Intensif di RSIA Puri Bunda keterbelakangan mental (Rana, 2018).
Denpasar, tahun 2019 terdapat 489 bayi Kelahiran dengan usia kehamilan 37
dengan kasus Hiperbilirubinemia atau minggu hiperbilirubin terjadi apabila
sekitar 55.5% di Ruang Intensif RSIA bilirubin serum sebesar 12,5 mg/dL.
Puri Bunda Denpasar, diketahui bahwa Hiperbilirubin bisa disebabkan proses
kasus bayi dengan hiperbilirubinemia fisiologis dan patologis.
termasuk urutan1 terbesar dan terbanyak Ikterus neonatus merupakan penyakit
dijumpai. Hiperbilirubinemia ini kuning pada bayi yang disebabkan oleh

139
penimbunan bilirubin dalam jaringan pada kasus neonatus dengan preterm
tubuh sehingga kulit, mukosa, dan sklera dibandingkan dengan neonatus aterm,
berubah warna menjadi kuning yang dan pemberian ASI yang kurang dari 8
sering disebut hiperbilirubinemia pada kali/hari (72%) dibandingkan dengan
bayi. Masalah ini sering disebabkan oleh frekuensi menyusui ASI yang lebih dari
faktor maternal diantaranya 8 kali/hari (27,9%). Hal itu
inkompabilitas ABO dan Rh, juga menunjukkan bahwa frekuensi menyusui
pemberian ASI dan ada juga faktor ASI dapat mempengaruhi terjadinya
penyebab lain yaitu bayi kurang bulan, hiperbilirubinemia termasuk juga lama
usia gestasi, BBLR, dan perinatal menyusui ASI.
(infeksi, hipoglikemia serta jenis Pada penelitian (Dasnur & Sari,
persalinan) (Sukadi, 2008). 2018) menyatakan pemberian ASI
Pemberian ASI secara dini pada sangat penting dilakukan mulai dari bayi
neonatus dapat mengurangi terjadinya baru dilahirkan, terutama pemberian ASI
ikterus fisiologis. Menyusui dini atau pertama yang sering disebut (colostrum).
permulaan menyusu dini adalah bayi Pada penelitiannya juga menjelaskan
mulai menyusu sendiri segera setelah frekuensi pemberian ASI menjadi salah
lahir (Roesli, 2012). Manajemen satu faktor yang mempengaruhi ikterus
menyusui optimal adalah tindakan pada bayi.
pemberian ASI pada bayi yang Studi pendahuluan yang penulis
memadai, meliputi: inisiasi menyusu lakukan pada tanggal 10 Maret sampai
dini pada satu jam pertama, manajemen dengan 10 April 2020 di Ruang Intensif
menyusui (ASI) yang optimal RSIA Puri Bunda Denpasar, diketahui
setidaknya 8-12 kali per hari tanpa bahwa kasus bayi dengan
pemberian air atau makanan tambahan hiperbilirubinemia termasuk urutan1
lain, menyusui dengan posisi yang benar terbesar dan terbanyak dijumpai.
sehingga dapat dipastikan transfer ASI Hiperbilirubinemia ini menduduki no 1
secara efektif; mencegah kehilangan selanjutnya RDS (respiratory distress
berat lahir kurang dari 8% (Gartner, syndrome), BBLR (Bayi Berat Lahir
2013). Rendah), DHF (Dengue Hemoragi
Penelitian yang dilakukan (Hidayati, Fever) dan asfiksia. Dari hasil observasi
2016) diketahui bahwa angka kejadian terdapat 15 bayi hiperbilirubinemia
hiperbilirubinemia meningkat pada fisiologis yang dirawat, 60% dengan
neonatus jenis kelamin laki-laki derajat ikterik III dan 40% ada pada
dibandingkan perempuan, meningkat

140
kategori derajat IV dengan total serum Bunda Denpasar tahun Januari – Juni
bilirubin berkisar anatara 12-20 mg%/dL 2020, dari data sekunder tersebut
Berdasarkan masalah yang ditemui peneliti ingin mengetahui hubungan
pada latar belakang diatas maka penulis pemberian ASI terhadap kejadian
tertarik untuk meneliti Hubungan Ikterus dan hiperbilirubinemia. Dalam
Pemberian ASI Dengan Kejadian Ikterus penelitian ini, data bayi yang mengalami
Bayi Hiperbilirubinemia di RSIA Puri ikterus dan hiperbilirubinemia
Bunda Denpasar. diidentifikasi pada saat ini kemudian
dihubungkan dengan faktor risiko
METODE pemberian ASI yang mengalami ikterus
Penelitian ini sudah lolos uji etik dan hiperbilirubinemia
dengan NO: 257/EA/KEPK-BUB-2020. Jumlah sampel penelitian ini
Penelitian ini adalah Case control sebanyak 86 berkas RM dengan kriteria
dimana penelitian ini merupakan suatu inklusi 1) Rekam Medis lengkap dan 2)
penelitian yang membandingkan diambil dari data RM dari bulan Januari
kelompok kasus dengan kelompok sampai dengan Juni tahun 2020 pada
kontrol untuk mengetahui proporsi neonatus yang mengalami kejadian
kejadian berdasarkan riwayat dengan ikterus bayi hiperbilirubinemia yang
menggunakan pendekatan retrospective dirawat di Ruang Intensif RSIA Puri
(Swarjana, 2015). Peneliti menggunakan Bunda Denpasar. Analisis statistik
data sekunder berupa data Rekam Medik dengan uji korelasi Chi Square
RSIA Puri Bunda Denpasar tahun menggunakan taraf signifikasi α = 0,05,
Januari-Juni 2020, dari data sekunder artinya jika uji statistik menunjukkan
tersebut peneliti ingin mengetahui nilai p ≤ 0,05
hubungan pemberian ASI terhadap
kejadian Ikterus dan hiperbilirubinemia. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini, data bayi yang Penelitian ini dilaksanakan pada
mengalami ikterus dan tanggal 13 Oktober sampai tanggal 13
hiperbilirubinemia diidentifikasi pada November 2020. Hasil penelitian
saat ini kemudian dihubungkan dengan didapatkan data rekam medis pada
faktor risiko pemberian ASI yang kelompok kasus hanya 1 orang (100%)
mengalami ikterus dan hiper- yang tidak mengalami ikterus dengan
bilirubinemia. pemberian ASI dan Susu Formula,
Peneliti menggunakan data sekunder terdapat 7 orang (16,7%) bayi yang
berupa data Rekam Medik RSIA Puri mengalami ikterus dengan pemberian

141
ASI eksklusif Sedangkan bayi yang (100%). Sedangkan bayi yang
mengalami ikterus terbanyak pada mengalami ikterus terbanyak pada
pemberian ASI dan Susu Formula pemberian ASI dan Susu Formula
sebanyak 35 orang (83,3%). Pada sebanyak 35 orang (83,3%).
kelompok kontrol didapatkan hanya 1 a. Kejadian ikterus pada bayi
data rekam medis (100%) yang tidak hiperbilirubineamia
mengalami ikterus, terdapat 7 orang Tabel 3. Pemberian ASI Pada
Hiperbilirubin Kasus
(16,7 %) yg mengalami ikterus dengan
Hiperbilirubin Kasus
pemberian ASI eksklusif dan bayi yang bilirubin bilirubin
Karakteristik
mengalami ikterus terbanyak pada normal meningkat
f % f %
pemberian ASI dan Susu Formula ASI Eksklusif 0 0 7 16,7
sebanyak 35 orang (83,3%). ASI dan Susu 1 100 35 83,3
Formula
Tabel 1. Pemberian ASI Pada Ikterus
Kasus Tabel 3 menunjukkan dari 43 orang
Ikterus Kasus
Karakteristik Ikterus (-) Ikterus (+) yang dijadikan sampel penelitian.
f % f % ditemukan pada kelompok kasus
ASI 0 0 7 16,7
menunjukkan pemberian ASI dan Susu
Eksklusif
ASI dan Susu 1 100 35 83,3 Formula yang hanya 1 orang (100%)
Formula
yang tidak mengalami bilirubin normal.
Data pemberian ASI pada Tabel 1 Sedangkan bayi yang mengalami
hanya 1 orang (100%) yang tidak bilirubin meningkat terbanyak pada
mengalami ikterus dengan pemberian pemberian ASI dan Susu Formula
ASI dan Susu Formula. Sedangkan bayi sebanyak 35 orang (83,3%).
yang mengalami ikterus terbanyak pada Tabel 4. Pemberian ASI Pada
Hiperbilirubin Kontrol
pemberian ASI dan Susu Formula
Hiperbilirubin Kontrol
sebanyak 35 orang (83,3%). Bilirubin Bilirubin
Karakteristik
Tabel 2. Pemberian ASI Pada Ikterus normal meningkat
Kontrol f % f %
Ikterus Kontrol ASI Eksklusif 0 0 2 4,8
ASI dan Susu 1 100 40 95,2
Karakteristik Ikterus (-) Ikterus (+)
Formula
f % f %
ASI 0 0 7 16,7 Tabel 4 dari 43 orang yang analisis
Eksklusif
ASI dan Susu 1 100 35 83,3 data menemukan pada kelompok kontrol
Formula pemberian ASI dan Susu Formula hanya
1 orang (100%). Sedangkan bayi yang
Data pemberian ASI pada Tabel 2
mengalami peningkatan bilirubin
didapatkan hanya 1 data rekam medis

142
terbanyak pada pemberian ASI dan Susu Pembahasan
Formula sebanyak 40 orang (95,2%) Analisis data dilakukan terhadap
Berdasarkan tujuan penelitian variabel-variabel yang diteliti. Analisis
menganalisis hubungan Pemberian ASI data yang dilakukan yaitu analisis
dengan Kejadian Ikterus pada bayi univariat, untuk memberikan gambaran
hiperbilirubinemia di RSIA Puri Bunda mengenai jumlah dan persentase data
Denpasar dilakukan dengan melakukan rekam medis yang mengalami ikterus
analisis Chi Square variabel dependen dan bilirubin baik pada kelompok kasus
(Ikterus) dan karakteristik data maupun kelompok kontrol, dari data
penelitian sebagai berikut: rekam medis yang peneliti gunakan serta
Tabel 5. Distribusi Frekuensi analisis bivariat untuk menguji pengaruh
Hubungan Pemberian ASI
antara variabel pemberian ASI dengan
Dengan Kejadian Ikterus
Pada Bayi kejadian ikterus bayi hiperbilirubinemia.
Hiperbilirubinemia
Dalam penelitian ini didapatkan
Kejadian Ikterus
Pemberian Total p sebanyak 43 orang pada kelompok kasus
Kasus Kontrol
ASI value
f % f % f % dan 43 orang pada kelompok kontrol
ASI 7 16,3 7 16,3 14 16,3
Eksklusif pada bayi yang diberikan ASI yang
ASI dan 36 83,7 36 83,7 72 83,7 0,023 mengalami kejadian ikterus bayi
Susu
Formula hiperbilirubinemia.
1. Pemberian ASI di RSIA Puri
Berdasarkan Tabel 5 hasil analisa Bunda Denpasar
hubungan antara pemberian ASI dengan
Hasil penelitian dari 86 data rekam
kejadian ikterus pada bayi
medis pada kelompok kasus maupun
hiperbilirubinemia, bahwa pemberian asi
kelompok kontrol didapatkan hanya 2
eksklusif lebih sedikit terjadinya ikterus
data rekam medis (2 orang) yang 100%
(16,3% pada kelompok kasus dan
tidak mengalami ikterus dengan
kelompok kontrol) sedangkan kejadian
pemberian ASI dan Susu Formula,
ikterus lebih tinggi pada pemberian ASI
terdapat 14 berkas rekam medis (14
dan Susu Formula baik pada kelompok
orang) atau 16,7% bayi yang mengalami
kasus maupun kelompok kontrol. hasil
ikterus dengan pemberian ASI eksklusif
uji statistik chi square diperoleh nilai p =
Sedangkan bayi yang mengalami ikterus
0,023 berarti terdapat hubungan yang
terbanyak pada pemberian ASI dan Susu
signifikan antara pemberian ASI dengan
Formula sebanyak 70 berkas rekam
kejadian ikterus pada bayi
medis (70 orang) atau sekitar 83,3%.
hiperbilirubinemia.

143
2. Kejadian ikterus pada bayi dibandingkan dengan bayi-bayi cukup
hiperbilirubinemia di RSIA Puri
bulan (Noorbaya, 2019). Warna kuning
Bunda Denpasar
meliputi kulit wajah, kepala
Kejadian ikterus pada bayi
menunjukkan bahwa kadar bilirubin
hiperbilirubinemia pada kelompok kasus
dalam serum adalah 5 mg/dL, bila telah
menunjukkan pemberian ASI dan Susu
mencapai pertengahan abdomen adalah
Formula yang hanya 1 data rekam medis
15 mg/dL dan bila warna kuning telah
(1 bayi) atau 100% yang tidak
mencapai telapak kaki maka kadarnya
mengalami peningkatan bilirubin.
adalah 20 mg/dL (Widagdo, 2012).
Sedangkan bayi yang mengalami
Ikterus fisiologis merupakan bentuk
bilirubin meningkat terbanyak pada
yang paling sering terjadi pada bayi baru
pemberian ASI dan Susu Formula
lahir. Jenis bilirubin yang menyebabkan
sebanyak 35 berkas rekam medis (35
pewarnaan kuning pada ikterus disebut
bayi) yaitu 83,3%. Pada kelompok
bilirubin tidak terkonjugasi, merupakan
kontrol pemberian ASI dan Susu
jenis yang tidak mudah dibuang dari
Formula hanya 1 data rekam medis (1
tubuh bayi. Hati bayi akan mengubah
Bayi) yang 100%). Sedangkan bayi yang
bilirubin ini menjadi bilirubin
mengalami peningkatan bilirubin
terkonjugasi yang lebih mudah dibuang
terbanyak pada pemberian ASI dan Susu
oleh tubuh (Budi Artha, 2017).
Formula sebanyak 35 berkas rekam
Breastfeeding jaundice, dapat terjadi
medis (35 bayi) yaitu 83,3% dan 7
pada bayi yang mendapat air susu ibu
rekam medis (7 bayi) yaitu 16,7% tetap
(ASI) eksklusif, terjadi akibat
mengalami peningkatan bilirubin
kekurangan ASI yang biasanya timbul
walaupun di berikan ASI eksklusif saja.
pada hari kedua atau ketiga pada waktu
Ikterus neonatorum merupakan
ASI belum banyak dan biasanya tidak
perubahan warna menjadi kuning yang
memerlukan pengobatan. Ikterus ASI
terjadi pada neonatus atau bayi yang
(breastmilk jaundice), berhubungan
baru lahir. Perubahan warna ini dapat
dengan pemberian ASI dari seorang ibu
dilihat pada mata, rongga mulut, dan
tentu dan biasanya akan timbul pada
kulit. Ikterus neonatorum dapat bersifat
bayi yang diberikan susu, tergantung
fisiologis atau normal terjadi pada bayi
pada kemampuan bayi tersebut
dan patologis atau yang tidak normal
mengubah bilirubin indirek. Ikterus pada
pada bayi baru lahir serta dapat
bayi akan terjadi pada kasus
mengancam nyawa. Pada bayi-bayi
ketidakcocokan golongan darah
prematur terjadi peningkatan angka
(inkompatibilitas ABO) dan rhesus
kejadian ikterus neonatorum

144
(inkompatibilitas rhesus) ibu dan janin terjadinya ikterus (16,7% pada
(Budi Artha, 2017). Dalam hepar terjadi kelompok kasus dan kelompok kontrol)
mekanisme ambilan, sehingga bilirubin sedangkan kejadian ikterus lebih tinggi
terkait oleh reseptor membrane sel hati pada pemberian ASI dan susu formula
dan masuk ke dalam sel hati. Segera baik pada kelompok kasus maupun
setelah sel dalam hati, terjadi kelompok kontrol. hasil uji statistik chi
persenyawaan dengan ligandin (protein- square diperoleh nilai p = 0,023 berarti
Y, protein-Z dan glutation hati lain yang terdapat hubungan yang signifikan
membawa ke reticulum endoplasma hati, antara pemberian ASI dengan kejadian
tempat terjadi konjugasi) (Jejeh, 2010). ikterus pada bayi hiperbilirubinemia.
Kesimpulan bahwa ikteruk neonatus Bilirubin merupakan produk yang
merupakan perubahan warna kulit yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan
terjadi pada bayi baik yang memperoleh oleh tubuh. Sebagian besar hasil
ASI eksklusif, maupun ASi eksklusif + bilirubin berasal dari degredasi
Susu Formula dengan kadar bilirubin hemoglobin darah dan sebagian lagi
dalam darah mencapai lebih dari 10 berasal dari hem bebas atau dari proses
mg/dl pada 24 jam pertama kehidupan, eritropoesis yang tidak efektif.
dan terjadi karena bilirubin tidak Pembentukan bilirubin tadi dimulai
terkonjugasi oleh hepar, sehingga tidak dengan proses oksidasi yang
dapat diekskresikan dari tubuh dan menghasilkan biliverdin serta beberapa
menumpuk pada darah, bila tidak zat lain (Jejeh, 2010). Gejala utama yang
ditangani dengan tepat dapat dapat dilihat pada bayi adalah perubahan
menimbulkan terjadinya kern ikterus warna menjadi kuning yang dapat dilihat
yang merupakan kerusakan otak akibat pada mata, rongga mulut, dan kulit.
perlekatan bilirubin indirek pada otak. Perubahan ini awalnya mudah tampak
3. Hubungan Pemberian ASI dengan dari mata lalu apabila makin berat dapat
Kejadian Ikterus pada bayi
menjalar hingga ke dada, perut, tangan,
hiperbilirubinemia di RSIA Puri
Bunda Denpasar paha, hingga ke telapak kaki. Untuk
Hasil uji bivariat hubungan mengatasi ikterus dan hiperbilirubin.
pemberian ASI dengan kejadian Ikterus Bayi yang diberikan ASI lebih mampu
pada bayi hiperbilirubinemia di RSIA menghadapi efek penykit kuning.
Puri Bunda Denpasar dilakukan dengan Jumlah bilirubin dalam darah bayi
melakukan analisis Chi Square banyak berkurang seiring diberikan
didapatkan hasil analisis bahwa kolostrum yang dapat mengatasi
pemberian ASI eksklusif lebih sedikit kekuningan, asalkan bayi tersebut

145
disusui sesering mungkin dan tidak dengan desain penelitian Deskritif
diberikan pengganti ASI (Dasnur, 2018). analitik dan pendekatan cross sectional
Kolostrum dalam ASI adalah cairan study dengan menggunakan hasil uji chi
pelindung yang kaya akan zat anti square didapatkan hubungan Frekuensi
infeksi dan mengandung tinggi protein pemberian ASI dengan kejadian ikterus
yang keluar hari pertama sampai hari ke- fisiologis pada bayi.
4 atau ke-7 setelah melahirkan (Marni, Pada penelitian yang dilakukan Rana
2012). Kolostrum memiliki kandungan (2018) pemberian ASI sedini mungkin
vitamin yang larut dalam lemak, pada bayi untuk mendapatkan kolostrum
immunoglobulin Ig A, Ig G dan Ig M sehingga memiliki kemampuan untuk
dibandingkan dengan ASI matur, namun mengeluarkan bilirubin yang tinggi pada
memiliki total energi lebih rendah. saat bayi BAB, desain penelitian yang
Jumlah kolostrum masih terbatas karena digunakan yaitu observasional analitik
masih dihambat oleh tingginya kadar dengan pendekatan kohort dan dianalisa
estrogen (Marni, 2012). Penggunaan dengan koefesien korelasi Sperman, uji
susu formula justru akan mengganggu statistik didapatkan nilai p = 0,004
perkembangan dan menyebabkan dengan kata lain ada hubungan waktu
kerusakan saluran pencernaan (Dasnur, pemberian ASI dengan kejadian ikterus
2018). neonatorum.
Penelitian kohort yang dilakukan Dengan demikian ASI dapat
oleh Suryandari dan Agustina (2013) dikatakan dapat berhubungan
mendapatkan hasil, terdapat perbedaan menurunkan ikterus dan hiperbilirubin
kejadian ikterus fisiologis pada bayi karena ASI memiliki kandungan
baru lahir dengan pemberian kolostrum Imuniglobulin dan kolostum yang
dini dan tidak diberi kolostrum secara berperan menurunkan kejadian
dini dimana bayi baru lahir normal yang hiperbilirubin dan ikterus pada bayi.
tidak diberi kolostrum secara dini 13,5
kali lebih besar mengalami ikterus KESIMPULAN DAN SARAN
fisiologis dibandingkan bayi yang Berdasarkan hasil penelitian
diberikan kolostrum secara dini. didapatkan hubungan yang signifikan
Penelitian yang dilakukan oleh pada pemberian ASI dengan kejadian
Dasnur dan Sari (2018) dimana ikterus bayi hiperbilirubin. 86 data
pemberian ASI >8 kali sehari dapat rekam medis baik pada kelompok kasus
mengurangi bilirubin dalam darah dan maupun kontrol yang masing-masing
dapat mengatasi kuning pada bayi, kelompok terdapat 1 data rekam medis

146
(100%) yang tidak mengalami ikterus DAFTAR PUSTAKA
dan hiperbilirubin dengan pemberian Badan Pusat Statistik. (2021). Survey
Demografi dan Kesehatan tahun
ASI dan Susu Formula, sedangkan yang
2012.
mengalami ikterus dan hiperbilirubin Budi Artha, K. (2017). Faktor-Faktor
yang Berhubungan dengan
terbanyak pada pemberian ASI dan Susu
Pemberian ASI Ekslusif Oleh Ibu
Formula sebanyak 35 berkas rekam Menyusui yang Bekerja Sebagai
Tenaga Kesehatan. Jurnal Ilmu
medis (83,3%) dan 7 data rekam medis
Kesehatan 2, 159–174.
(16,7 %) tetap mengalami peningkatan Dasnur, D., & Sari, I. M. (2018).
Hubungan frekuensi pemberian Asi
pada pemberian ASI eksklusif.
Terhadap Kejadian Ikterus Fisiologis
Hubungan pemberian ASI dengan Pada Bayi Baru Lahir Di Semen
Padang Hospital Tahun 2017. Jurnal
kejadian ikterus pada bayi
Kesehatan.
hiperbilirubinemia, yaitu pemberian ASI Dinas Kesehatan. (2017). Profil
Kesehatan Provinsi Bali 2017.
eksklusif lebih sedikit terjadinya ikterus
Gartner. (2013). Breastfeeding and
dan hiperbilirubinemia (16,7%) pada Jaundice.
Hidayati, E. & R. (2016). Hubungan
kelompok kasus dan kelompok kontrol,
Faktor Ibu dan Faktor bayi dengan
sedangkan kejadian ikterus dan kejadian Hiperbilirubinnemia Pada
Bayi baru lahir (BBL) Di rumah
hiperbilirubinemia lebih tinggi pada
Sakit. Jurnal Biomedik.
pemberian ASI dan susu formula Jejeh. (2010). Asuhan Neonatus Bayi
dan Anak Balita.
(83,3%) baik pada kelompok kasus
KemenkesRI. (2015). Profil Kesehatan
maupun kelompok kontrol. hasil uji Indonesia Tahun 2014. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.
statistik chi square diperoleh nilai p =
KemenkesRI. (2017). Profil Kesehatan
0,023 berarti terdapat hubungan yang Indonesia Tahun 2015. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.
signifikan antara pemberian ASI dengan
Marni, S., & R. (2012). Asuhan
kejadian ikterus pada bayi Neonatus Bayi, Balita & Anak
Prasekolah.
hiperbilirubinemia.
Noorbaya, S. (2019). Panduan Belajar
Asuhan Neonates, Bayi, Balita Dan
Anak Prasekolah. Yogyakarta:
UCAPAN TERIMAKASIH
Gosyen Publishing.
Peneliti mengucapkan terimakasih Rana, R. (2018). Waktu pemberian asi
dan kejadian ikterus neonatorum.
kepada semua pihak yang yang terlibat
Jurnal Informasi Kesehatan
dalam penelitian ini dan juga RSIA Puri Indonesia, 4(1), 43–52.
Roesli. (2012). Inisiasi Menyusui Dini
Bunda Denpasar yang telah memberikan
Plus ASI Eksklusif.
ijin serta dukungannya dalam Sukadi. (2008). Hiperbilirubinemia.
Suryandari, A. E. ;, & Agustina, E. E.
melakukan penelitian
(2013). Perbedaan Waktu Pemberian
Kolostrum Terhadap Kejadian
Ikterus Fisiologis Pada Bayi Baru
Lahir Di Rsu. Prof. Dr. Margono

147
Soekarjo Tahun 2013. Jurnal
Involusi Kebidanan, 3(5), 1–12.
Swarjana. (2015). Metodologi Penelitian
Kesehatan (Edisi Revisi).
WHO. (2019). Word Health Statistics
2019.
Widagdo. (2012). Tatalaksana Masalah
Penyakit Anak dengan Ikterus.
Jakarta: Sagung Seto.

148

Anda mungkin juga menyukai