Proposal Riset ini Sebagai Prasarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
LISNA NURWIZY
08190100038
JAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kadar bilirubin serum normal pada bayi baru lahir < 2 mg/dL. Pada konsentrasi > 5
mg/dL bilirubin akan tampak secara klinis berupa pewarnaan kuning, terutama pada
permukaan kulit bulan (Cohen, 2006; dalam Lowdermilk, 2010). Pewarnaan kuning ini
timbul sebagai akibat dari akumulasi bilirubin tak terkonjugasi dalam darah bayi baru lahir
(Wong, 2004). Menurut Wong et.al (2009) bahwa kemungkinan penyebab
hyperbilirubinemia pada bayi baru lahir adalah faktor fisiologis, berhubungan dengan
pemberian ASI, produksi bilirubin berlebihan, dan predisposisi genetik (Wong, et.al, 2009).
Keberhasilan proses menyusui ditentukan oleh faktor ibu dan bayi. Hambatan pada
proses menyusui dapat terjadi karena produksi ASI yang tidak cukup, atau ibu kurang sering
memberikan kesempatan pada bayinya untuk menyusu. Pada beberapa bayi dapat terjadi
gangguan menghisap (Rohsiswatmo, 2013). Hal ini mengakibatkan proses pengosongan
ASI menjadi tidak efektif. ASI yang tertinggal di dalam payudara ibu akan menimbulkan
umpan balik negatif sehingga produksi ASI menurun (Rohsiswatmo, 2013). Gangguan
menyusui pada ibu dapat terjadi preglandular (defisiensi serum prolaktin, retensi plasenta),
glandular (jaringan kelenjar mammae yang kurang baik, riwayat keluarga, post mamoplasti
reduksi), dan yang paling sering gangguan postglandular (pengosongan ASI yang tidak
efektif) (Rohsiswatmo, 2013).
Lowdermilk et al., (2013) dalam Romauli (2019) bahwa keberhasilan menyusui dapat
dipantau melalui ibu dan bayinya. Tanda-tanda keberhasilan menyusui yang dilihat dari ibu
adalah Asi mulai keluar banyak pada hari ke-3 dan ke-4, rasa seperti ditarik keras pada
puting saat diisap, namun tanpa rasa nyeri, kontraksi uterus dan peningkatan perdarahan per
vaginam saat menyusui (minggu pertama atau kurang) (Lowdermilk et al, 2013 dalam
Romauli, 2019). Lowdermilk et al., (2013) menambahkan bahwa tanda keberhasilan
menyusui pada ibu, ibu akan merasa tenang dan mengantuk selama menyusui, rasa haus
pada ibu, payudara kan melunak dan lebih ringan selama menyusui, ketika ASI keluar maka
ada rasa geli pada payudara atau hangat atau payudara sebelahnya ikut mengeluarkan ASI
(Lowdermilk et al, 2013 dalam Romauli, 2019).
Tanda-tanda keberhasilan menyusui yang dapat dilihat dari bayi adalah menempel
tanpa kesulitan. Posisi kepala dan badan bayi berada dalam satu garis yang lurus, pola 15 –
20 kali mengisap kemudian menelan pada satu waktu, bunyi menelan terdengar, mudah
melepas payudara saat setelah menyusu, bayi tampak tenang setelah menyusu, minimal tiga
kali buang air besar dan popok basah 6 – 8 kali setiap 24 jam pada hari ke 4 (Lowdermilk et
al, 2013 dalam Romauli, 2019).
Wong (2009) menjelaskan bahwa frekuensi defekasi yang jarang pada bayi yang
kurang mendapatkan ASI maka semakin lama juga waktu reabsorpsi bilirubin dalam tinja
atau meconium (Wong, et.al, 2009). Menurut NANDA (North American Nursing
Diagnosis Association) bahwa salah satu penyebab kejadian ikterik neonatorum adalah
keterlambatan pengeluaran meconium (NANDA, 2018). IDAI (2013) terlambatnya
pengeluaran meconium sebelum 24 jam, menjadi masalah pertama karena gagalnya keluar
meconium akibat dari kegagalan migrasi sel ganglion ke pleksus mukosa dan pleksus
mienterikus usus besar yang dapat menyebabkan obstruksi. Meconium normal berwarna
hitam kehijauan,sedikit lengket dan dalam jumlah yang cukup (IDAI, 2013).
Salah satu tindakan keperawatan dalam mencegah kejadian Hiperbilirubinemia adalah
dengan meningkatkan eliminasi usus, yaitu dengan meningkatkan kontrol gerakan usus
(Nursing Outcomes Classification, 2013). Menurut Field dkk,1998 (dalam Kianmehr,
2014) menyebutkan bahwa massage ini dapat meningkatkan kerja organ-organ pencernaan
dan proses menelan pada neonatus sehingga terjadi peningkatan metabolisme dalam
tubuh(field,1998).
Intervensi untuk pengeluaran meconium, salah satunya adalah pijat. Cara merangsang
terjadinya defekasi adalah dengan dilakukan pemijatan pada bayi. Cara merangsang
terjadinya defekasi adalah dengan dilakukan pemijatan pada bayi menurut Alan Health &
Nicki Bainbridge (2008). Metode Massage Field adalah massage pada bayi atau neonatus
yang memfokuskan pemberian stimulasi pada area dada dan perut. Tehnik massage field
dkk (Field et al.,1986) bayi diberikan massage field sebanyak 2x/hari (pagi dan sore
hari)selama 3 hari dengan durasi 15-20 menit, dilakukan minimal 1 jam setelah bayi minum.
Sebelum dan setelah dilakukan massage field ( hari ke-1 dan ke-3) dilakukan pengukuran
kadar bilirubin serum total sesuai prosedur medis.
Massage adalah terapi sentuh tertua dan yang paling populer yang dikenal manusia.
Massage meliputi seni perawatan kesehatan dan pengobatan yang telah dipraktekkan sejak
berabad–abad silam (Andrews,2015 dalam Indriyani 2016). Pijat adalah salah satu stimulasi
taktil yang memberikan efek biokimia dan efek fisiologi pada berbagai organ tubuh. Pijat
yang dilakukan dengan benar dan juga teratur pada bayi diduga memiliki berbagai
keuntungan dalam proses tumbuh kembang bayi. Pijat pada bayi oleh orangtua dapat
meningkatkan hubungan emosional antara orangtua dan bayi, juga diduga dapat
meningkatkan berat badan bayi (Yuliana,2013 dalam Indriyani 2016). Sentuhan dalam
massage merupakan salah satu jenis stimulasi yang dapat merangsang kerja system organ
untuk bekerja lebih optimal. Beberapa referensi telah membuktikan secara ilmiah tentang
terapi sentuhan pada bayi mempunyai banyak manfaat terhadap perubahan fisiologis.
Bentuk stimulasi sentuhan yang selama ini dikenal masyarakat adalah dengan pijat atau
massage (Widyastuti & Widyani, 2009). Roesli (2008) menjelaskan bahwa massage
memiliki efek biokimia dan dampak klinis yang positif, sehingga dapat merangsang fungsi
pencernaandan meningkatkan metabolisme dalam tubuh. Mojtaba Kianmehr, dkk (2014)
dalam penelitiannya menambahkan, massage dengan metode field dapat menurunkan kadar
bilirubin yang berlebihan pada neonatus. Hal tersebut disebabkan karena stimulasi tersebut
dapat merangsang metabolisme sehingga racun dalam tubuh dapat dengan mudah terurai
dan keluar melalui fese dan urine.
Hasil penelitian Delvi Dasnur & Ira Mulya Sari, tahun 2018 mengenai Judul hubungan
frekuensi pemberian ASI terhadap kejadian ikterus fisiologis pada bayi baru lahir.
Didapatkan bahwa kejadian ikterik neonatorum menurun setelah bayi diberikan ASI.
Diperoleh responden dalam kejadian ikterus fisiologi lebih banyak terjadi pada pemberian
ASI kurang dari 8 kali sehari lebih dari separuh (82,6%) dibandingkan dengan pemberian
ASI lebih dari 8 kali sehari sebanyak (44,4%). Berdasarkan analisis menujukan p (0,026) <a
(0,05),maka disimpulkan ada hubungan antara pemberian ASI dengan kejadian icterus pada
bayi. Hasil penelitian Lin et al (2015) mengenai mengatakan terdapat perbedaan yang
bermakna untuk kelompok intervensi yang mendapatkan pijat bayi bilirubinnya turun
signifikan menjadi p= 0,03. Hasil Penelitian Novianti (2017) teori adjuvant mengatakan
terdapat perbedaan yang bermakna antara bayi yang mendapatkan field massage
dibandingkan kelompok control yang hanya mendapat fototerapi dengan p value 0,001.
RSUD Depok merupakan Rumah Sakit tipe C di wilayah Depok, Jawa Barat. RSUD
Depok menjadi Rumah Sakit rujukan untuk wilayah Depok. Salah satu fasilitas yang ada di
RSUD Depok adalah Ruang Perawatan Risiko Tinggi (Peristi) di lantai 2 RSUD Depok.
Berdasarkan hasil telusur rekam medis pasien dari bulan Agustus hingga oktober 2020
didapatkan 15 bayi dengan Hiperbilirubin. Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti,
sebanyak 10 bayi dengan kadar bilirubin serum total berjumlah diantara 12-15 mg/dl. Kadar
bilirubin serum total bayi di RSUD Depok kurang dari 10 mg/dL.Dari hasil observasi
peneliti didapatkan bahwa pengeluaran meconium bayi kurang 10-12 kali per hari setelah
post lahir. Peneliti juga mengobservasi bahwa menurunnya pengeluaran meconium tersebut
disebabkan karena pemberian ASI yang tidak berhasil oleh ibu. Peneliti mengobservasi
bahwa 10 orang ibu dengan bayi Hiperbilirun dan mengalami keterlambatan meconium,
didapatkan perlekatan pada saat menyusui masih belum berhasil, ibu masih belum bisa
memposisikan bayi secara nyaman saat menyusui, dan tanpak bayi hanya menempel di
areola ibu saja. Selain itu, peneliti juga menemukan bahwa di ruang Peristi belum
mempunyai intervensi yang dapat membantu pengeluaran meconium seperti pijat. Sehingga
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul pengaruh pemberian ASI dan
terapi pijat bayi terhadap kadar bilirubin serum total bayi. Dengan diajarkan pelaksanaan
pijat bayi diharapkan para orang tua maupun keluarga bayi dapat melakukannyan dirumah.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
Pengaruh Pemberian Asi dan terapi pijat terhadap kadar bilirubin serum total bayi di
Ruangan Peristi RSUD Kota Depok.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh pemberian ASI dan terapi pijat terhadap kadar bilirubin serum
total bayi diruang Peristi RSUD Kota Depok.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini yaitu:
D. Manfaat Penelitian
Bermanfaat bagi peneliti yaitu mahasiswa, untuk institusi pendidikan yaitu Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju, untuk masyarakat khususnya para orang tua bayi
dan keluarganya yang bayinya dengan Hiperbilirubin dan di rawat di ruang Peristi RSUD
Kota Depok.
1. Manfaat Aplikatif
a. Bagi Ruang Peristi RSUD Kota Depok
Sebagai sumber informasi dalam meningkatkan pengetahuan tentang terapi pijat Field
dan meningkatkan motivasi ibu untuk menyusui bayi di Ruang Peristi RSUD Kota
Depok dalam bayi Hiperbilirubin dengan terapi pijat.
b. Bagi RSUD Kota Depok
Diharapakan terapi pijat Field dapat dijadikan standar prosedur operasional sehingga
dapat diterapkan sebagai intervensi tambahan bagi bayi dengan Hiperbilirubinemia
dan meningkatkan pemberian ASI bagi ibu setelah melahirkan.
c. Bagi Pasien
Diharapkan bagi ibu yang menyusui dapat meningkatkan pemberian ASI pada bayi
dan mengaplikasikan terapi pijat Field di rumah sehingga dapat mencegah kejadian
Hiperbilirubinemia.
2. Manfaat Teoritis
a. Membantu menangani masalah hiperbilirubinemia.
b. Bagi penulis, bermanfaat untuk mendapatkan pengalaman serta gambaran lebih
mendalam tentang pengaruh pemberian ASI dan terapi pijat terhadap kadar bilirubin
serum total bayi.
3. Manfaat Metodologis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi, rujukan atau data
dasar dan data pendukung bagi peneliti selanjutnya dengan menambahkan variabel lain
oleh peneliti selanjutnya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hiperbilirubinemia
1. Definisi
Kadar bilirubin serum normal pada bayi baru lahir < 2 mg/dL. Pada konsentrasi
> 5 mg/dL bilirubin akan tampak secara klinis berupa pewarnaan kuning, terutama pada
permukaan kulit bulan (Cohen, 2006; dalam Lowdermilk, 2010). Pewarnaan kuning ini
timbul sebagai akibat dari akumulasi bilirubin tak terkonjugasi dalam darah bayi baru
lahir (Wong, 2004). Menurut Wong et.al (2009) bahwa kemungkinan penyebab
hyperbilirubinemia pada bayi baru lahir adalah faktor fisiologis, berhubungan dengan
pemberian ASI, produksi bilirubin berlebihan, dan predisposisi genetik (Wong, et.al,
2009). Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau
kombinasi keduanya.
2. Patofisiologi
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksin dan harus dikeluarkan oleh
tubuh. Sebagian besar hasil bilirubin berasal dari degredasi hemoglobin darah dan
sebagian lagi berasal dari hem bebas atau dari proses eritropoesis yang tidak efektif.
Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan
biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan
menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut
dalam lemak, karena mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui
membrane biologis seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut
kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi
mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat dengan oleh reseptor membrane sel hati
dan masuk ke dalam sel hati. Segara setelah ada dalam sel hati, terjadi persenyawaan
dengan ligandin (protein – Y, protein-Z, dan glutation hati lain yang membawanya ke
reticulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses konjugasi (Jejeh, 2010).
3. Etiologi
Penyebab hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun
dapat disebabkan oleh beberapa factor :
a. Factor fisiologis
b. Pemberian ASI
c. Produksi bilirubin berlebihan
d. Predisposisi genetik
(Wong, et. Al,. 2009 dan IDAI, 2013)
4. Penatalaksanaan
B. ASI
a. Pengertian ASI
Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi alamiah terbaik bagi bayi karena
mengandung kebutuhan energi dan zat yang dibutuhkan selama enam bulan
pertama kehidupan bayi. Namun, ada kalanya seorang ibu mengalami masalah
dalam pemberian ASI. Kendala yang utama adalah karena produksi ASI tidak
Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik bagi bayi karena
mengandung zat gizi paling sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan serta
ASI juga mengandung zat kekebalan tubuh yang sangat berguna bagi
ASI adalah suatu emulasi lemak dalam larutan protein, laktosa, dan
garam organik yang disekresi oleh kedua kelenjar payudara ibu dan merupakan
makan terbaik untuk bayi. Selain memenuhi segala kebutuhan makanan bayi
baik gizi, imunologi, atau lainnya sampai pemberian ASI memberi kesempatan
(Bahiyatun, 2009).
Air Susu Ibu adalah makanan terbaik untuk bayi sebagai anugerah
Tuhan yang nilainya tidak dapat digantikan oleh apapun juga. Pemberian ASI
(Muaris, 2006).
diberikan oleh seorang ibu pada anak yang baru dilahirkannya. Komposisinya
berubah sesuai dengan kebutuhan bayi yang sangat berguna bagi kesehatan bayi
diberikan oleh seorang ibu pada anak yang baru dilahirkannya. Komposisinya
berubah sesuai dengan kebutuhan bayi pada setiap saat, yaitu kolostrum pada
hari pertama sampai 4-7 hari, dilanjutkan dengan ASI peralihan sampai 3-4
minggu, selanjutnya ASI matur. ASI yang keluar pada permulaan menyusu
(foremilk = susu awal) berbeda dengan ASI yang keluar pada akhir penyusuan
(bindmilk = susu akhir). ASI yang diproduksi ibu yang melahirkan prematur
komposisinya juga berbeda dengan ASI yang dihasilkan oleh ibu melahirkan
cukup bulan. Selain itu, ASI juga mengandung zat pelindung yang dapat
ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberikan ASI saja, tanpa tambahan
cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tambahan
makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biscuit, bubur nasi dan tim.
Kecuali obat, vitamin, mineral dan ASI yang diperas (Maryunani, 2010).
b. Manfaat ASI
alergi.
melalui ASI.
6. Bayi yang diberi ASI lebih mampu menghadapi efek penyakit
10. Bayi yang lahir prematur lebih cepat tumbuh jika diberi ASI.
11. Beberapa penyakit yang jarang menyerang bayi yang diberi ASI
12. IQ pada bayi yang memperoleh ASI lebih tinggi 7-9 poin
pada usia 9,5 tahun mencapai 12,9 poin lebih tinggi dari pada
anak yang minum susu formula.
emosi dan spiritual yang tinggi. Hal itu terjadi dasar bagi
langsing kembali.
3. Resiko terkena kanker rahim dan kanker payudara pada ibu yang
bayi.
sebagainya.
6. ASI lebih murah, karena ibu tidak perlu membeli susu formula
beserta perlengkapannya.
ASI yang tidak dikeluarkan akan diserap kembali oleh tubuh ibu.
Jadi, ASI dalam payudara tidak pernah basi, sehingga ibu tidak
formula, botol susu, serta kayu bakar atau minyak tanah untuk
iv. Manfaat ASI bagi masyarakat dan Negara menurut Dwi Sunar (2009)
angka kematian.
peralatannya.
c. Keuntungan ASI
(Bahiyatun, 2009) :
ii. Dapat diberikan di mana saja dan kapan saja dalam keadaan segar,
bebas bakteri, dan dalam suhu yang sesuai, serta tidak memerlukan
alat bantu.
iv. Problem kesulitan pemberian makanan bayi jauh lebih sedikit dari
i. Kolostrum
(IgA), yang membantu melapisi usus bayi yang masih rentan dan mencegah
alveoli dan duktus dari kelenjar payudara sebelum dan setelah masa
puerperium.
2. Disekresi oleh kelenjar payudara dari hari ke-1 sampai hari ke-3
6. Lebih banyak mengandung protein dari pada ASI yang matur, tetapi
berbeda dari ASI yang matur. Dalam kolostrum, protein yang utama
8. Kadar karbohidrat dan lemak lebih rendah dari pada ASI yang matur.
susu matur.
10. Total energi rendah jika dibandingkan dengan susu matur (hanya 58
kal/100 ml kolostrum).
11. Vitamin yang larut dalam lemak lebih tinggi dari pada ASI yang matur,
sedangkan vitamin yang larut dalam air dapat lebih tinggi atau lebih
rendah.
14. Lipidnya lebih banyak mengandung kolesterol dan lesitin dari pada ASI
yang matur.
15. Terdapat tripsin inhibitor sehingga hidroloisis protein yang ada di dalam
usus bayi menjadi kurang sempurna. Hal ini akan lebih banyak
Ciri dari air susu masa peralihan adalah sebagai berikut (Saleha,
2009)
matur.
2. Disekresi dari hari ke-4 sampai hari ke-10 dari masa laktasi, tetapi ada
pula pendapat yang mangatakan bahwa ASI matur baru terjadi pada
makin tinggi.
Table 2.1 Komposisi ASI menurut penyelidikan dari I.S. Kleiner dan
J.M. Osten.
1. Merupakan ASI yang disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya, komposisi
relatif konstan (ada pula yang mengatakan bahwa komposisi ASI relatif
2. Pada ibu yang sehat, maka produksi ASI untuk bayi akan tercukupi, ASI
ini merupakan makanan satu-satunya yang paling baik dan cukup untuk
f) Komplemen
i) Hormon-hormon.
C. Baby Massage
Massage adalah terapi sentuh tertua dan yang paling populer yang
pada berbagai organ tubuh. Pijat yang dilakukan dengan benar dan
proses tumbuh kembang bayi. Pijat pada bayi oleh orangtua dapat
Indriyani 2016).
Pijat adalah terapi sentuh tertua yang dikenal manusia dan yang
yang dialami manusia ialah pada waktu dilahirkan, yaitu pada waktu
Ibu adalah orang tua paling dekat dengan bayi, dimana pijatan ibu
sayang. Kulit ibu adalah kulit yang paling awal dikenali oleh bayi.
bayi secara timbal balik akan semakin kuat (Irva, 2014 dalam
Indriyani 2016).
Pijat bayi atau baby massage merupakan gerakan usapan lambat dan
lembut pada seluruh tubuh bayi yang dimulai dari kaki, perut, dada,
wajah, tangan dan punggung bayi. Pijat bayi merupakan salah satu
lembut pada bayi merupakan sarana ikatan yang indah antara bayi
ilmiah tentang apa yang telah lama dikenal manusia, yaitu terapi
sehingga bukan hal yang baru bagi kultur kita (Roesli, 2001)
berikut :
membuat bayi
merasa nyaman.
lebih sehat.
diare.
baik.
h. Bayi yang sering dipijat tumbuh menjadi anak yang lebih riang
dan bahagia. Selain itu, ia jarang rewel dan tantrum. Secara umum,
Menurut Utami Roesli (2001) satu hal yang sangat menarik pada
penelitian pijat
memang belum
Tahun 1989,
pertumbuhan.
27
neurochemical beta
pertumbuhan karena
Makanan
bayi yang
insulin. Dengan
yang memijat bayi akan merasa lebih tenang dan hal ini berdampak
28
yaitu
stres ini akan meningkatkan daya tahan tubuh, terutama IgM dan
IgG.
kesiagaan
encephalogram).
1) Pagi hari, pada saat orang tua dan anak siap untuk memulai hari
baru .
2) Malam hari, sebelum tidur. Ini sangat baik untuk membantu bayi
agar
tahapan pemijatan
bersih
8) Siapkan handuk, popok, baju ganti, dan minyak bayi (baby oil
atau
lotion)
sebagai berikut
bayi.
menangis
dan besih. Namun, bila dilakukan di malam hari, bayi cukup diseka
a. Kaki
memerah susu.
Pegang kaki bayi pada pangkal paha dengan kedua tangan secara
bersamaan. peras dan putar kaki bayi dengan lembut dimulai dari
3) Telapak kaki
Urutlah telapak kaki bayi dengan kedua ibu jari secar bergantian,
telapak kaki, diakhiri dengan tarikan kasih yang lembut pada setiap
ujung jari.
5) Gerakan peregangan
32
arah tumit.
6) Titik tekanan
7) Punggung kaki
bergantian.
Setelah semua gerakan diatas dilakukan pada kaki kanan dan kiri
33
bayi, rapatkan kedua kaki bayi. Letakan kedua tangan anda secara
bersamaan pada pantat bayi dan pangkal paha. Usap kedua kaki
bayi
b. Perut
1) Mengayuh sepeda
sepeda, dari atas kebawa perut, bergantian dengan tangan kanan dan
kiri.
Angkat kedua kaki bayi dengan salah satu tangan. Dengan tangan
lainya, pijat perut bayi dari perut bagian atas sampai ke jari-jari
kaki.
Letakan kedua ibu jari di samping kanan dan kiri pusar perut.
Gerakan kedua ibu jari kearah tepi perut kanan dan kiri.
4) Bulan-matahari
Buat lingkaran searh jarum jam dengan jari tangan kiri mulai dari
atas, kemudian dari kiri atas kek kiri bawah. Gerakan you simulai
kebawah, dan
Letakan ujung jari-jari satu tangan pada perut bayi bagian kana.
Gekan jari-jari anda pada perut bayi dari bagian kanan ke bagian
c. Dada
1) Jantung besar
ujung-ujung jari kedua telapak tangan anda di tengah dada bayi atau
2) Kupu-kupu
tengah dada atau ulu hati kearah bahu kanan, dan kembali ke uli
hati. Gerakan tangan kiri anda ke bahu kiri dan kembali ke ulu hati.
d. Tangan
1) Memijat ketiak
4) Membuka tangan
Pijat telapak tangan denga kedua ibu jari, dari pergelangan tangan
kearah jari-jari.
5) Putar jari-jari
Pijat lembut jari bayi satu persatu menuju kearah ujung jari, dari
6) Punggung tangan
Peraslah sekeliling pergelangan tangan dengan ibu jari dan jari jari
telunjuk.
9) Gerakan menggulung
Peganglah lengan bayi bagian atas atau bahu dengan kedua telapak
e. Muka
37
Letakan kedua ibu jari anda diantara kedua alis mata. Gunakan
kedua ibu jari untuk memijat secara lembut pada alis mata dan di
alis.
3) Hidung : senyum 1
Letakan kedua ibu jari anda pada pertengahan alis, tekan ibu jari
anda dari pertengahan kedua alis turun melalui tepi hidung ke arah
Letakan kedua ibu jari diatas mulut dibawah sekat hidung. Gerakan
kedua ibu jari anda dari tengah ke samping dan ke atas ke daerah
Letakan kedua ibu jari anda di tengah dagu, tekan kedua ibu jari
7) Belakang telinga
pertengahan dagu.
Hasil penelitian Delvi Dasnur & Ira Mulya Sari, tahun 2018 mengenai
Judul hubungan frekuensi pemberian ASI terhadap kejadian ikterus fisiologis
pada bayi baru lahir. Didapatkan bahwa kejadian ikterik neonatorum menurun
setelah bayi diberikan ASI. Diperoleh responden dalam kejadian ikterus
fisiologi lebih banyak terjadi pada pemberian ASI kurang dari 8 kali sehari
lebih dari separuh (82,6%) dibandingkan dengan pemberian ASI lebih dari 8
kali sehari sebanyak (44,4%). Berdasarkan analisis menujukan p (0,026) <a
(0,05),maka disimpulkan ada hubungan antara pemberian ASI dengan kejadian
icterus pada bayi. Penelitian Seyyedrasooli et al (2014) mengatakan tidak ada
perbedaan yang signifikan terkait penurunan kadar bilirubin pada kelompok
yang mendapatkan intervensi pijat bayi dengan kelompok control yang
mendapatkan fototerapi pada hari keempat dengan p value 0,449. Menurut Lin
et al (2015) mengatakan terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok
intervensi yang mendapatkan pijat bayi dengan kelompok control yang
mendapatkan fototerapi dengan p value 0,03.
39
KERANGKA TEORI
Ikterik neoatorum
BAB III
A. Kerangka Konsep
dari hal yang khusus atau signifikan, maka konsep tidak dapat langsung
diamati atau diukur oleh peneliti dari beberapa hasil penelitian yang
dimiliki oleh anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dipunyai
oleh variabel lain. Dengan kata lain variabel dependen adalah variabel
B. Hipotesis
C. Definisi Operasional
yang diteliti, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang
sifat atau nilai dari objek atau kegiatan yang memiliki variasi tertentu yang
kesimpulannya.
berikut :
pemberian sedini
mungkin setelah
persalinan
diberikan tanpa
makan
44
neonatus yang
memfokuskan
pemberian
stimulasi pada
perut
pemeriksaan
untuk mengukur
jumlah total
bilirubin dalam
darah.
45
BAB IV
A. Desain Penelitian
Skema 4.1
Design
O1 X O2
Keterangan:
O1: Pemberian ASI dan Terapi massage field sebelum cek kadar bilirubin
O2: Pemberian ASI dan Terapi massage field sebelum cek kadar bilirubin
1. Populasi
hiperbilirubin.
2. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
(1-1)(n-1)>15
n-1>15
n=15+1=16
Dalam penelitian ini jumlah < 100 seluruh populasi yang dijadikan
Adapun kriteria ekslusi dan inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1) Kriteria Inklusi
2) Kriteria Eksklusi
field
1) Tempat
2) Waktu
2021.
D. Etika Penelitian
Etika penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap
2. Informed Concent
49
inisial dan jenis kelamin saja dan dicantumkan pada lembar kuesioner.
Tetapi jika hasil penelitian ini dipublikasikan, maka tidak ada satu
publikasi tersebut.
4. Confidentiality (kerahasiaan)
5. Justice (Keadilan)
6. Beneficiency (Kemanfaatan)
Pada asas kemanfaatan ini harus memiliki tiga prinsip yaitu bebas dari
penderitaan itu responden terbebas dari rasa sakit atau suatu tekanan.
7. Malbeneficience
responden baik fisik dan psikologis. Dalam penelitian ini tidak ada
SPO Pemberian ASI dan terapi massage sebelum dan sesudah cek kadar
sama serta mencatat hasil pengukuran pada lembar observasi yang sudah
1. Validitas
2. Reliabilitas
instrumen
dihilangkan.
1. Prosedur administrasi
Depok.
sendiri dan tak lepas dari peran serta tim perawat Peristi dalam
H. Pengolahan Data
dikarenakan yang didapat yaitu data mentah yang belum siap disajikan,
penelitian ini dengan sistem pengolahan data manual dan komputer dengan
1. Editing
kuisioner.
2. Coding
pernyataan kuesioner..
55
3. Processing
4. Cleaning
tahap analisa data. Hasil pengumpulan data akan dijelaskan lebih terinci
I. Analisis Data
1. Analisis Univariat
F
P= x 100 %Untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi
N
P = Presentase (%)
N = Jumlah sampel
frekuensi dan persentase dari setiap variabel. Pada penelitian ini adalah
kadar bilirubin serum total bayi di Ruangan Peristi RSUD Kota Depok.
2. Analisis Bivariat
salah satu pengujian hipotesis dimana data yang digunakan tidak bebas
Smirnov.
D= ⟦ F n ( x )−F 0 ( x ) ⟧Rumus :
Keterangan:
a. Jika sig ≥ 0,05 = Tidak Ada Pengaruh Edukasi Media Audio Visual
kadar bilirubin serum total bayi di Ruangan Peristi RSUD Kota Depok.
58
b. Jika sig < 0,05 = Ada Pengaruh Edukasi Media Audio Visual
kadar bilirubin serum total bayi di Ruangan Peristi RSUD Kota Depok.
wilcoxon, bukan saja tanda yang diperhatikan tetapi juga nilai selisih
(X-Y).
1. Beri nomor urut untuk setiap harga mutlak selisih (X i - Yi) harga
mutlak yang terkecil diberi nomor urut atau peringkat 1, harga mutlak
diberi nomor urut n. Jika selisih yang harga mutlaknya sama besar,
2. Untuk tiap nomor urut berikan pula tanda yang didapat dari selisih (X
– Y).
3. Hitunglah jumlah nomor urut yang bertanda positif dan juga jumlah
4. Untuk jumlah nomor urut yang didapat di c), ambilah jumlah yang
lebih kecil atau sama dengan J berdasarkan taraf nyata yang dipilih
Rumus :
tanda jenjang.
N (N +1)
T−
4
z=
√ N ( N +1 ) (2 N + 1)
24