Anda di halaman 1dari 59

PROPOSAL RISET

PENGARUH PEMBERIAN ASI DAN TERAPI MASSAGE FIELD

TERHADAP KADAR BILIRUBIN SERUM TOTAL BAYI DI RUANG

PERISTI RSUD KOTA DEPOK

Proposal Riset ini Sebagai Prasarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

LISNA NURWIZY

08190100038

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

JAKARTA

2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan


2030 berusaha untuk mengurangi angka kematian pada bayi baru lahir setidaknya 12 per
1000 kelahiran (SDGs, 2020). Menurut laporan hasil Survei Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI), tahun 2017 menyebutkan Angka Kematian Neonatal (AKN) yaitu 15
kematian per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi (AKB) yaitu 24 kematian per
1000 kelahiran hidup (SDKI, 2017). Sedangkan menurut World Health Organization
(WHO) tahun 2015 Angka Kematian Neonatal di negara berkembang seperti di Singapura
3 per 1000 kelahiran hidup, Malaysia 5,5 per 1000 kelahiran hidup, Thailan 17 per 1000
kelahiran hidup, Vietnam 18 per 1000 kelahiran hidup, dan Indonesia 27 per 1000 kelahiran
hidup (WHO, 2015). Beberapa penyebab kematian bayi adalah bayi dengan berat badan
lahir rendah, komplikasi terkait persalinan (asfixia atau kesulitan bernafas saat lahir),
infeksi, hiperbilirubinemia dan cacat lahir (birth defect) (WHO, 2015).

Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering


ditemukan pada bayi baru lahir (IDAI, 2019). Pada bayi baru lahir dapat terjadi kenaikan
fisiologis kadar bilirubin dan 60% bayi >35 minggu akan terlihat ikterik. Namun, 3%-5%
dari kejadian ikterik tersebut tidaklah fisiologis dan berisiko untuk terjadinya kerusakan
neurologis bahkan kematian (Maisels, 2012 dan Pediatri, 2007). Hiperbilirubinemia adalah
kondisi dimana terjadi peningkatan kadar bilirubin dalam darah > 5 mg/dL dan lebih
mengacu pada gambaran kadar bilirubin serum total ( Latief dkk., 2012). Hockenberry &
Wilson (2007) menjelaskan bahwa Hiperbilirubinemia adalah kondisi jumlah bilirubin yang
berlebihan dalam darah dan ditandai dengan adanya jaundice atau ikterus yang merupakan
warna kekuningan pada kulit, sklera, dan kuku (Hockenberry & Wilson, 2007).

Bilirubin merupakan produk samping pemecahan protein hemoglobin di dalam sistem


retikuloendotelial (Paulette, 2003). Secara normal pemecahan sel darah merah akan
menghasilkan heme dan globin. Heme akan dioksidasi oleh enzim heme oksigenase menjadi
bentuk biliverdin (pigmen hijau). Biliverdin bersifat larut dalam air. Produk akhir dari
metabolisme ini adalah bilirubin indirek yang tidak larut dalam air dan akan diikat oleh
albumin dalam sirkulasi darah yang akan mengangkutnya ke hati . Bilirubin indirek diambil
dan dimetabolisme di hati menjadi bilirubin direk (IDAI, 2013) .
Bilirubin direk akan diekskresikan ke dalam sistem bilier oleh transporter spesifik.
Setelah diekskresikan oleh hati akan disimpan di kantong empedu berupa empedu. Proses
minum akan merangsang pengeluaran empedu ke dalam duodenum. Bilirubin direk tidak
diserap oleh epitel usus tetapi akan dipecah menjadi sterkobilin dan urobilinogen yang akan
dikeluarkan melalui tinja dan urin. Sebagian kecil bilirubin direk akan didekonjugasi oleh
β-glukoronidase yang ada pada epitel usus menjadi bilirubin indirek. Bilirubin indirek akan
diabsorpsi kembali oleh darah dan diangkut kembali ke hati terikat oleh albumin ke hati,
yang dikenal dengan sirkulasi enterohepatic (IDAI, 2013). Saat terjadi peningkatan
bilirubin tidak terkonjugasi maupun terkonjugasi akan mengakibatkan kejadian
Hiperbilirubinemia pada bayi (Wong, et.al, 2009).

Kadar bilirubin serum normal pada bayi baru lahir < 2 mg/dL. Pada konsentrasi > 5
mg/dL bilirubin akan tampak secara klinis berupa pewarnaan kuning, terutama pada
permukaan kulit bulan (Cohen, 2006; dalam Lowdermilk, 2010). Pewarnaan kuning ini
timbul sebagai akibat dari akumulasi bilirubin tak terkonjugasi dalam darah bayi baru lahir
(Wong, 2004). Menurut Wong et.al (2009) bahwa kemungkinan penyebab
hyperbilirubinemia pada bayi baru lahir adalah faktor fisiologis, berhubungan dengan
pemberian ASI, produksi bilirubin berlebihan, dan predisposisi genetik (Wong, et.al, 2009).

Kejadian Hiperbilirubinemia dapat mengakibatkan kejadian hyperbilirubinemia karena


produksi ASI (Air Susu Ibu) yang belum banyak dan lancar pada hari pertama pemberian
ASI (Wong, et.al., 2009, dan IDAI, 2013). Sehingga, bayi akan mengalami kekurangan
asupan makanan dan bilirubin direk yang sudah mencapai usus tidak terikat oleh makanan
sehingga bilirubin direk tidak dapat dikeluarkan bersama meconium. Bilirubin direk di
dalam usus akan diubah kembali menjadi bilirubin indirek yang akan diserap kembali ke
dalam darah dan mengakibatkan peningkatan sirkulasi enterohepatik (Wong, et.al, 2009) .

Keberhasilan proses menyusui ditentukan oleh faktor ibu dan bayi. Hambatan pada
proses menyusui dapat terjadi karena produksi ASI yang tidak cukup, atau ibu kurang sering
memberikan kesempatan pada bayinya untuk menyusu. Pada beberapa bayi dapat terjadi
gangguan menghisap (Rohsiswatmo, 2013). Hal ini mengakibatkan proses pengosongan
ASI menjadi tidak efektif. ASI yang tertinggal di dalam payudara ibu akan menimbulkan
umpan balik negatif sehingga produksi ASI menurun (Rohsiswatmo, 2013). Gangguan
menyusui pada ibu dapat terjadi preglandular (defisiensi serum prolaktin, retensi plasenta),
glandular (jaringan kelenjar mammae yang kurang baik, riwayat keluarga, post mamoplasti
reduksi), dan yang paling sering gangguan postglandular (pengosongan ASI yang tidak
efektif) (Rohsiswatmo, 2013).
Lowdermilk et al., (2013) dalam Romauli (2019) bahwa keberhasilan menyusui dapat
dipantau melalui ibu dan bayinya. Tanda-tanda keberhasilan menyusui yang dilihat dari ibu
adalah Asi mulai keluar banyak pada hari ke-3 dan ke-4, rasa seperti ditarik keras pada
puting saat diisap, namun tanpa rasa nyeri, kontraksi uterus dan peningkatan perdarahan per
vaginam saat menyusui (minggu pertama atau kurang) (Lowdermilk et al, 2013 dalam
Romauli, 2019). Lowdermilk et al., (2013) menambahkan bahwa tanda keberhasilan
menyusui pada ibu, ibu akan merasa tenang dan mengantuk selama menyusui, rasa haus
pada ibu, payudara kan melunak dan lebih ringan selama menyusui, ketika ASI keluar maka
ada rasa geli pada payudara atau hangat atau payudara sebelahnya ikut mengeluarkan ASI
(Lowdermilk et al, 2013 dalam Romauli, 2019).
Tanda-tanda keberhasilan menyusui yang dapat dilihat dari bayi adalah menempel
tanpa kesulitan. Posisi kepala dan badan bayi berada dalam satu garis yang lurus, pola 15 –
20 kali mengisap kemudian menelan pada satu waktu, bunyi menelan terdengar, mudah
melepas payudara saat setelah menyusu, bayi tampak tenang setelah menyusu, minimal tiga
kali buang air besar dan popok basah 6 – 8 kali setiap 24 jam pada hari ke 4 (Lowdermilk et
al, 2013 dalam Romauli, 2019).

Wong (2009) menjelaskan bahwa frekuensi defekasi yang jarang pada bayi yang
kurang mendapatkan ASI maka semakin lama juga waktu reabsorpsi bilirubin dalam tinja
atau meconium (Wong, et.al, 2009). Menurut NANDA (North American Nursing
Diagnosis Association) bahwa salah satu penyebab kejadian ikterik neonatorum adalah
keterlambatan pengeluaran meconium (NANDA, 2018). IDAI (2013) terlambatnya
pengeluaran meconium sebelum 24 jam, menjadi masalah pertama karena gagalnya keluar
meconium akibat dari kegagalan migrasi sel ganglion ke pleksus mukosa dan pleksus
mienterikus usus besar yang dapat menyebabkan obstruksi. Meconium normal berwarna
hitam kehijauan,sedikit lengket dan dalam jumlah yang cukup (IDAI, 2013).
Salah satu tindakan keperawatan dalam mencegah kejadian Hiperbilirubinemia adalah
dengan meningkatkan eliminasi usus, yaitu dengan meningkatkan kontrol gerakan usus
(Nursing Outcomes Classification, 2013). Menurut Field dkk,1998 (dalam Kianmehr,
2014) menyebutkan bahwa massage ini dapat meningkatkan kerja organ-organ pencernaan
dan proses menelan pada neonatus sehingga terjadi peningkatan metabolisme dalam
tubuh(field,1998).
Intervensi untuk pengeluaran meconium, salah satunya adalah pijat. Cara merangsang
terjadinya defekasi adalah dengan dilakukan pemijatan pada bayi. Cara merangsang
terjadinya defekasi adalah dengan dilakukan pemijatan pada bayi menurut Alan Health &
Nicki Bainbridge (2008). Metode Massage Field adalah massage pada bayi atau neonatus
yang memfokuskan pemberian stimulasi pada area dada dan perut. Tehnik massage field
dkk (Field et al.,1986) bayi diberikan massage field sebanyak 2x/hari (pagi dan sore
hari)selama 3 hari dengan durasi 15-20 menit, dilakukan minimal 1 jam setelah bayi minum.
Sebelum dan setelah dilakukan massage field ( hari ke-1 dan ke-3) dilakukan pengukuran
kadar bilirubin serum total sesuai prosedur medis.
Massage adalah terapi sentuh tertua dan yang paling populer yang dikenal manusia.
Massage meliputi seni perawatan kesehatan dan pengobatan yang telah dipraktekkan sejak
berabad–abad silam (Andrews,2015 dalam Indriyani 2016). Pijat adalah salah satu stimulasi
taktil yang memberikan efek biokimia dan efek fisiologi pada berbagai organ tubuh. Pijat
yang dilakukan dengan benar dan juga teratur pada bayi diduga memiliki berbagai
keuntungan dalam proses tumbuh kembang bayi. Pijat pada bayi oleh orangtua dapat
meningkatkan hubungan emosional antara orangtua dan bayi, juga diduga dapat
meningkatkan berat badan bayi (Yuliana,2013 dalam Indriyani 2016). Sentuhan dalam
massage merupakan salah satu jenis stimulasi yang dapat merangsang kerja system organ
untuk bekerja lebih optimal. Beberapa referensi telah membuktikan secara ilmiah tentang
terapi sentuhan pada bayi mempunyai banyak manfaat terhadap perubahan fisiologis.
Bentuk stimulasi sentuhan yang selama ini dikenal masyarakat adalah dengan pijat atau
massage (Widyastuti & Widyani, 2009). Roesli (2008) menjelaskan bahwa massage
memiliki efek biokimia dan dampak klinis yang positif, sehingga dapat merangsang fungsi
pencernaandan meningkatkan metabolisme dalam tubuh. Mojtaba Kianmehr, dkk (2014)
dalam penelitiannya menambahkan, massage dengan metode field dapat menurunkan kadar
bilirubin yang berlebihan pada neonatus. Hal tersebut disebabkan karena stimulasi tersebut
dapat merangsang metabolisme sehingga racun dalam tubuh dapat dengan mudah terurai
dan keluar melalui fese dan urine.
Hasil penelitian Delvi Dasnur & Ira Mulya Sari, tahun 2018 mengenai Judul hubungan
frekuensi pemberian ASI terhadap kejadian ikterus fisiologis pada bayi baru lahir.
Didapatkan bahwa kejadian ikterik neonatorum menurun setelah bayi diberikan ASI.
Diperoleh responden dalam kejadian ikterus fisiologi lebih banyak terjadi pada pemberian
ASI kurang dari 8 kali sehari lebih dari separuh (82,6%) dibandingkan dengan pemberian
ASI lebih dari 8 kali sehari sebanyak (44,4%). Berdasarkan analisis menujukan p (0,026) <a
(0,05),maka disimpulkan ada hubungan antara pemberian ASI dengan kejadian icterus pada
bayi. Hasil penelitian Lin et al (2015) mengenai mengatakan terdapat perbedaan yang
bermakna untuk kelompok intervensi yang mendapatkan pijat bayi bilirubinnya turun
signifikan menjadi p= 0,03. Hasil Penelitian Novianti (2017) teori adjuvant mengatakan
terdapat perbedaan yang bermakna antara bayi yang mendapatkan field massage
dibandingkan kelompok control yang hanya mendapat fototerapi dengan p value 0,001.
RSUD Depok merupakan Rumah Sakit tipe C di wilayah Depok, Jawa Barat. RSUD
Depok menjadi Rumah Sakit rujukan untuk wilayah Depok. Salah satu fasilitas yang ada di
RSUD Depok adalah Ruang Perawatan Risiko Tinggi (Peristi) di lantai 2 RSUD Depok.
Berdasarkan hasil telusur rekam medis pasien dari bulan Agustus hingga oktober 2020
didapatkan 15 bayi dengan Hiperbilirubin. Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti,
sebanyak 10 bayi dengan kadar bilirubin serum total berjumlah diantara 12-15 mg/dl. Kadar
bilirubin serum total bayi di RSUD Depok kurang dari 10 mg/dL.Dari hasil observasi
peneliti didapatkan bahwa pengeluaran meconium bayi kurang 10-12 kali per hari setelah
post lahir. Peneliti juga mengobservasi bahwa menurunnya pengeluaran meconium tersebut
disebabkan karena pemberian ASI yang tidak berhasil oleh ibu. Peneliti mengobservasi
bahwa 10 orang ibu dengan bayi Hiperbilirun dan mengalami keterlambatan meconium,
didapatkan perlekatan pada saat menyusui masih belum berhasil, ibu masih belum bisa
memposisikan bayi secara nyaman saat menyusui, dan tanpak bayi hanya menempel di
areola ibu saja. Selain itu, peneliti juga menemukan bahwa di ruang Peristi belum
mempunyai intervensi yang dapat membantu pengeluaran meconium seperti pijat. Sehingga
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul pengaruh pemberian ASI dan
terapi pijat bayi terhadap kadar bilirubin serum total bayi. Dengan diajarkan pelaksanaan
pijat bayi diharapkan para orang tua maupun keluarga bayi dapat melakukannyan dirumah.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
Pengaruh Pemberian Asi dan terapi pijat terhadap kadar bilirubin serum total bayi di
Ruangan Peristi RSUD Kota Depok.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh pemberian ASI dan terapi pijat terhadap kadar bilirubin serum
total bayi diruang Peristi RSUD Kota Depok.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini yaitu:

a. Mengetahui karakteristik responden (usia, paritas, Pendidikan) pada ibu dengan


pengaruh pemberian ASI dan terapi pijat Field terhadap kadar bilirubin serum total
bayi diruang Peristi RSUD Kota Depok.
b. Mengetahui kadar bilirubin serum total bayi sebelum pemberian ASI dan terapi pijat
Field terhadap bayi di ruang Peristi RSUD Kota Depok
c. Mengetahui kadar bilirubin serum total bayi setelah pemberian ASI dan terapi pijat
Field terhadap bayi di ruang Peristi RSUD Kota Depok
d. Mengetahui pengaruh pemberian ASI dan terapi pijat Field terhadap kadar bilirubin
serum total bayi diruang Peristi RSUD Kota Depok.

D. Manfaat Penelitian
Bermanfaat bagi peneliti yaitu mahasiswa, untuk institusi pendidikan yaitu Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju, untuk masyarakat khususnya para orang tua bayi
dan keluarganya yang bayinya dengan Hiperbilirubin dan di rawat di ruang Peristi RSUD
Kota Depok.

1. Manfaat Aplikatif
a. Bagi Ruang Peristi RSUD Kota Depok
Sebagai sumber informasi dalam meningkatkan pengetahuan tentang terapi pijat Field
dan meningkatkan motivasi ibu untuk menyusui bayi di Ruang Peristi RSUD Kota
Depok dalam bayi Hiperbilirubin dengan terapi pijat.
b. Bagi RSUD Kota Depok
Diharapakan terapi pijat Field dapat dijadikan standar prosedur operasional sehingga
dapat diterapkan sebagai intervensi tambahan bagi bayi dengan Hiperbilirubinemia
dan meningkatkan pemberian ASI bagi ibu setelah melahirkan.
c. Bagi Pasien
Diharapkan bagi ibu yang menyusui dapat meningkatkan pemberian ASI pada bayi
dan mengaplikasikan terapi pijat Field di rumah sehingga dapat mencegah kejadian
Hiperbilirubinemia.
2. Manfaat Teoritis
a. Membantu menangani masalah hiperbilirubinemia.
b. Bagi penulis, bermanfaat untuk mendapatkan pengalaman serta gambaran lebih
mendalam tentang pengaruh pemberian ASI dan terapi pijat terhadap kadar bilirubin
serum total bayi.
3. Manfaat Metodologis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi, rujukan atau data
dasar dan data pendukung bagi peneliti selanjutnya dengan menambahkan variabel lain
oleh peneliti selanjutnya.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hiperbilirubinemia
1. Definisi

Hiperbilirubinemia adalah suatu istilah yang mengacu terhadap kelainan


akumulasi bilirubin dalam darah. Karakteristik dari hiperbilirubinemia adalah jaundice
dan ikterus (Wong, 2007). Hiperbilirubinemia adalah kondisi dimana terjadi
peningkatan kadar bilirubin dalam darah > 5 mg/dL dan lebih mengacu pada gambaran
kadar bilirubin serum total( Latief dkk., 2012). Hockenberry & Wilson (2007)
menjelaskan bahwa Hiperbilirubinemia adalah kondisi jumlah bilirubin yang berlebihan
dalam darah dan ditandai dengan adanya jaundice atau ikterus yang merupakan warna
kekuningan pada kulit, sklera, dan kuku (Hockenberry & Wilson, 2007). Ikterus adalah
suatu keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan
sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih.ikterus secara klinis
akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dl2 (IDAI,
2010, h.147).Bilirubin merupakan produk samping pemecahan protein hemoglobin di
dalam sistem retikuloendotelial (Paulette, 2003). Secara normal pemecahan sel darah
merah akan menghasilkan heme dan globin. Heme akan dioksidasi oleh enzim heme
oksigenase menjadi bentuk biliverdin (pigmen hijau). Biliverdin bersifat larut dalam
air. Produk akhir dari metabolisme ini adalah bilirubin indirek yang tidak larut dalam
air dan akan diikat oleh albumin dalam sirkulasi darah yang akan mengangkutnya ke
hati . Bilirubin indirek diambil dan dimetabolisme di hati menjadi bilirubin direk
(IDAI, 2013) .

Bilirubin direk akan diekskresikan ke dalam sistem bilier oleh transporter


spesifik. Setelah diekskresikan oleh hati akan disimpan di kantong empedu berupa
empedu. Proses minum akan merangsang pengeluaran empedu ke dalam duodenum.
Bilirubin direk tidak diserap oleh epitel usus tetapi akan dipecah menjadi sterkobilin
dan urobilinogen yang akan dikeluarkan melalui tinja dan urin. Sebagian kecil bilirubin
direk akan didekonjugasi oleh β-glukoronidase yang ada pada epitel usus menjadi
bilirubin indirek. Bilirubin indirek akan diabsorpsi kembali oleh darah dan diangkut
kembali ke hati terikat oleh albumin ke hati, yang dikenal dengan sirkulasi
enterohepatic (IDAI, 2013). Saat terjadi peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi
maupun terkonjugasi akan mengakibatkan kejadian Hiperbilirubinemia pada bayi
(Wong, et.al, 2009).

Kadar bilirubin serum normal pada bayi baru lahir < 2 mg/dL. Pada konsentrasi
> 5 mg/dL bilirubin akan tampak secara klinis berupa pewarnaan kuning, terutama pada
permukaan kulit bulan (Cohen, 2006; dalam Lowdermilk, 2010). Pewarnaan kuning ini
timbul sebagai akibat dari akumulasi bilirubin tak terkonjugasi dalam darah bayi baru
lahir (Wong, 2004). Menurut Wong et.al (2009) bahwa kemungkinan penyebab
hyperbilirubinemia pada bayi baru lahir adalah faktor fisiologis, berhubungan dengan
pemberian ASI, produksi bilirubin berlebihan, dan predisposisi genetik (Wong, et.al,
2009). Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau
kombinasi keduanya.

2. Patofisiologi
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksin dan harus dikeluarkan oleh
tubuh. Sebagian besar hasil bilirubin berasal dari degredasi hemoglobin darah dan
sebagian lagi berasal dari hem bebas atau dari proses eritropoesis yang tidak efektif.
Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan
biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan
menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut
dalam lemak, karena mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui
membrane biologis seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut
kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi
mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat dengan oleh reseptor membrane sel hati
dan masuk ke dalam sel hati. Segara setelah ada dalam sel hati, terjadi persenyawaan
dengan ligandin (protein – Y, protein-Z, dan glutation hati lain yang membawanya ke
reticulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses konjugasi (Jejeh, 2010).
3. Etiologi

Penyebab hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun
dapat disebabkan oleh beberapa factor :
a. Factor fisiologis
b. Pemberian ASI
c. Produksi bilirubin berlebihan
d. Predisposisi genetik
(Wong, et. Al,. 2009 dan IDAI, 2013)

4. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan ikterus bergantung pada kondisi ikterus tersebut masih


berada dalam batas normal untuk ikterus fisiologis atau merupakan indikasi proses
patofisiologis. Ikterus fisiologis lebih umum terjadi pada beberapa situasi..
Salah satu Tindakan dan pengobatan untuk mengatasi masalah

hiperbilirubinemia adalah dengan pemberian ASI, dan terapi masage field.

B. ASI

a. Pengertian ASI

Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi alamiah terbaik bagi bayi karena

mengandung kebutuhan energi dan zat yang dibutuhkan selama enam bulan

pertama kehidupan bayi. Namun, ada kalanya seorang ibu mengalami masalah

dalam pemberian ASI. Kendala yang utama adalah karena produksi ASI tidak

lancar (Saleha, 2009).

Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik bagi bayi karena

mengandung zat gizi paling sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan serta

ASI juga mengandung zat kekebalan tubuh yang sangat berguna bagi

kesehatan bayi dan kehidupan selanjutnya (Maryunani, 2010).

ASI adalah suatu emulasi lemak dalam larutan protein, laktosa, dan
garam organik yang disekresi oleh kedua kelenjar payudara ibu dan merupakan

makan terbaik untuk bayi. Selain memenuhi segala kebutuhan makanan bayi

baik gizi, imunologi, atau lainnya sampai pemberian ASI memberi kesempatan

bagi ibu mencurahkan cinta kasih serta perlindungan kepada anaknya

(Bahiyatun, 2009).

Air Susu Ibu adalah makanan terbaik untuk bayi sebagai anugerah

Tuhan yang nilainya tidak dapat digantikan oleh apapun juga. Pemberian ASI

ikut memegang peranan dalam menghasilkan manusia yang berkualitas

(Muaris, 2006).

ASI sebagai makanan alamiah adalah makanan terbaik yang dapat

diberikan oleh seorang ibu pada anak yang baru dilahirkannya. Komposisinya

berubah sesuai dengan kebutuhan bayi yang sangat berguna bagi kesehatan bayi

dan kehidupan selanjutnya (Maryunani, 2010).

ASI sebagai makanan alamiah adalah makanan terbaik yang dapat

diberikan oleh seorang ibu pada anak yang baru dilahirkannya. Komposisinya

berubah sesuai dengan kebutuhan bayi pada setiap saat, yaitu kolostrum pada

hari pertama sampai 4-7 hari, dilanjutkan dengan ASI peralihan sampai 3-4

minggu, selanjutnya ASI matur. ASI yang keluar pada permulaan menyusu

(foremilk = susu awal) berbeda dengan ASI yang keluar pada akhir penyusuan

(bindmilk = susu akhir). ASI yang diproduksi ibu yang melahirkan prematur

komposisinya juga berbeda dengan ASI yang dihasilkan oleh ibu melahirkan

cukup bulan. Selain itu, ASI juga mengandung zat pelindung yang dapat

melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi (Prawirohardjo, 2009).

ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberikan ASI saja, tanpa tambahan

cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tambahan
makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biscuit, bubur nasi dan tim.

Kecuali obat, vitamin, mineral dan ASI yang diperas (Maryunani, 2010).

b. Manfaat ASI

i. Manfaat ASI bagi bayi menurut Sunar (2009)

1. Ketika bayi berusia 6-12 bulan, ASI bertindak sebagai makanan

utama bayi, karena mengandung lebih dari 60% kebutuhan bayi.

Guna memenuhi semua kebutuhan bayi, maka ASI perlu

ditambah dengan Makanan Pendampin ASI (MP-ASI). Setelah

berumur 1 tahun, meskipun ASI hanya bisa memenuhi 30% dari

kebutuhan bayi, pemberian ASI tetap dianjurkan karena masih

memberikan manfaat bagi bayi.

2. ASI memang terbaik untuk bayi manusia, sebagaimana susu sapi

yang terbaik untuk bayi sapi.

3. ASI merupakan komposisi makanan ideal untuk bayi.

4. Para dokter menyepakati bahwa pemberian ASI dapat

mengurangi risiko infeksi lambung dan usus, sembelit, serta

alergi.

5. Bayi yang diberi ASI lebih kebal terhadap penyakit ketimbang

bayi yang tidak memperoleh ASI. Ketika ibu tertular penyakit

melalui makanan, seperti gastroenteritis atau polio, maka

antibodi ibu terhadap penyakit akan diberikan kepada bayi

melalui ASI.
6. Bayi yang diberi ASI lebih mampu menghadapi efek penyakit

kuning. Jumlah bilirubin dalam darah bayi banyak berkurang

seiring diberikannya kolostrum yang dapat mengatasi

kekuningan, asalkan bayi tersebut disusui sesering mungkin dan

tidak diberi pengganti ASI.

7. ASI selalu siap sedia ketika bayi menginginkannya. ASI pun

selalu dalam keadaan steril dan suhunya juga cocok.

8. Dengan adanya kontak mata dan badan, pemberian ASI semakin

mendekatkan hubungan antara ibu dan anak. Bayi merasa aman,

nyaman, dan terlindungi. Hal ini mempengaruhi kemapanan

emosinya di masa depan.

9. Apabila bayi sakit, ASI adalah makanan yang terbaik untuk

diberikan kepadanya, karena ASI sangat mudah dicerna. Dengan

mengonsumsi ASI, bayi semakin cepat sembuh.

10. Bayi yang lahir prematur lebih cepat tumbuh jika diberi ASI.

Komposisi ASI akan teradaptasi sesuai kebutuhan bayi. ASI

bermanfaat untuk menaikkan berat badan dan menumbuhkan sel

otak pada bayi prematur.

11. Beberapa penyakit yang jarang menyerang bayi yang diberi ASI

antara lain kolik, kematian bayi secara mendadak atau SIDS

(Sudden Infant Death Syndrome), eksem, dan ulcerative colitis.

12. IQ pada bayi yang memperoleh ASI lebih tinggi 7-9 poin

ketimbang bayi yang tidak diberi ASI. Berdasarkan hasil

penelitian pada tahun 1997, kepandaian anak yang diberi ASI

pada usia 9,5 tahun mencapai 12,9 poin lebih tinggi dari pada
anak yang minum susu formula.

13. Menyusui bukanlah sekedar memberi makan, tetapi juga

mendidik anak. Sambil menyusui, ibu perlu mengelus bayi dan

mendekapnya dengan hangat. Tindakan ini bisa memunculkan

rasa aman pada bayi, sehingga kelak ia akan memiliki tingkat

emosi dan spiritual yang tinggi. Hal itu terjadi dasar bagi

pembentukan sumber daya manusia yang lebih baik, yang

menyayangi orang lain.

ii. Manfaat ASI bagi ibu menurut Dwi sunar (2009)

1. Isapan bayi dapat membuat rahim menciut, mempercepat

kondisi ibu untuk kembali ke masa prakehamilan, serta

mengurangi risiko pendarahan.

2. Lemak di sekitar panggul dan paha yang ditimbun pada masa

kehamilan berpindah ke dalam ASI, sehingga ibu lebih cepat

langsing kembali.

3. Resiko terkena kanker rahim dan kanker payudara pada ibu yang

menyusui bayi lebih rendah ketimbang ibu yang tidak menyusui

bayi.

4. Menyusui bayi lebih menghemat waktu, karena ibu tidak perlu

menyiapkan dan mensterilkan botol susu, dot, dan lain

sebagainya.

5. ASI lebih praktis lantaran ibu bisa berjalan-jalan ke luar rumah

tanpa harus membawa banyak perlengkapan, seperti botol,

kaleng susu formula, air panas, dan lain-lain.

6. ASI lebih murah, karena ibu tidak perlu membeli susu formula
beserta perlengkapannya.

7. ASI selalu bebas kuman, sedangkan campuran susu formula

belum tentu steril.

8. Ibu yang menyusui bayinya memperoleh manfaat fisik dan


emosional.

9. ASI tidak akan basi, karena senantiasa diproduksi oleh

pabriknya di wilayah payudara. Bila gudang ASI telah kosong,

ASI yang tidak dikeluarkan akan diserap kembali oleh tubuh ibu.

Jadi, ASI dalam payudara tidak pernah basi, sehingga ibu tidak

perlu memerah dan membuang ASI-nya sebelum menyusui.

iii. Manfaat ASI bagi keluarga menurut Sunar (2009)

1. Tidak perlu menghabiskan banyak uang untuk membeli susu

formula, botol susu, serta kayu bakar atau minyak tanah untuk

merebus air, susu, dan peralatanya.

2. Jika bayi sehat, berarti keluarga mengeluarkan lebih sedikit

biaya guna perawatan kesehatan.

3. Penjarangan kelahiran lantaran efek kontrasepsi LAM dari ASI


eksklusif.

4. Jika bayi sehat, berarti menghemat waktu keluarga.

5. Menghemat tenaga keluarga karena ASI selalu siap tersedia.

6. Keluarga tidak perlu repot membawa botol susu, susu formula,

air panas, dan lain sebagainya ketika bepergian.

iv. Manfaat ASI bagi masyarakat dan Negara menurut Dwi Sunar (2009)

1. Menghemat devisa Negara lantaran tidak perlu mengimpor susu

formula dan peralatannya.

2. Bayi sehat membuat Negara lebih sehat.


3. Penghematan pada sektor kesehatan, karena jumlah bayi yang

sakit hanya sedikit.

4. Memperbaiki kelangsungan hidup anak dengan menurunkan

angka kematian.

5. Melindungi lingkungan lantaran tidak ada pohon yang

digunakan sebagai kayu bakar untuk merebus air, susu, dan

peralatannya.

6. ASI merupakan sumber daya yang terus-menerus diproduksi.

c. Keuntungan ASI

Beberapa keuntungan yang diperoleh bayi dari mengkonsumsi ASI

(Bahiyatun, 2009) :

i. ASI mengandung semua bahan yang diperlukan untuk pertumbuhan

dan perkembangan bayi.

ii. Dapat diberikan di mana saja dan kapan saja dalam keadaan segar,

bebas bakteri, dan dalam suhu yang sesuai, serta tidak memerlukan

alat bantu.

iii. Bebas dari kesalahan dalam penyediaan.

iv. Problem kesulitan pemberian makanan bayi jauh lebih sedikit dari

pada bayi yang mendapatkan susu formula.

v. Mengandung zat anti yang berguna untuk mencegah penyakit infeksi

usus dan alat pencernaan.

vi. Mencegah terjadinya keadaan gizi yang salah (marasmus, kelebihan

makanan, dan obesitas).

Keuntungan pemberian ASI (Buku Acuan & Panduan, 2007)):

a. Mempromosikan keterikatan emosional ibu dan bayi.


b. Memberikan kekebalan pasif yang segera kepada bayi melalui kolostrum.

c. Merangsang kontraksi uterus.

d. Air Susu Menurut Stadium Laktasi

i. Kolostrum

Kolostrum mengandung sel darah putih dan antibodi yang paling

tinggi dari pada ASI sebenarnya, khususnya kandungan immunoglobulin A

(IgA), yang membantu melapisi usus bayi yang masih rentan dan mencegah

kuman memasuki bayi. IgA juga membantu dalam mencegah bayi

mengalami alergi makanan. Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali

disekresi oleh kelenjar payudara (Saleha, 2009).

Berikut ini adalah manfaat dari kolostrum (Bahiyatun, 2009):

1. Merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar payudara,

mengandung tissue debris dan residual material yang terdapat dalam

alveoli dan duktus dari kelenjar payudara sebelum dan setelah masa

puerperium.

2. Disekresi oleh kelenjar payudara dari hari ke-1 sampai hari ke-3

3. Komposisi dari kolostrum ini dari hari ke hari selalu berubah.

4. Merupakan cairan viskus kental dengan warna kekuning-kuningan dan

lebih kuning dari pada susu yang matur.

5. Merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan mekonium dari

usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan

makanan bayi bagi makanan yang akan datang.

6. Lebih banyak mengandung protein dari pada ASI yang matur, tetapi

berbeda dari ASI yang matur. Dalam kolostrum, protein yang utama

adalah globulin (gamma globulin).


7. Lebih banyak mengandung antibodi dari pada ASI yang matur. Selain

itu, dapat memberikan perlindungan bayi sampai umur 6 bulan.

8. Kadar karbohidrat dan lemak lebih rendah dari pada ASI yang matur.

9. Mineral (terutama natrium, kalium, dan klorida) lebih tinggi daripada

susu matur.
10. Total energi rendah jika dibandingkan dengan susu matur (hanya 58

kal/100 ml kolostrum).

11. Vitamin yang larut dalam lemak lebih tinggi dari pada ASI yang matur,

sedangkan vitamin yang larut dalam air dapat lebih tinggi atau lebih

rendah.

12. Bila dipanaskan akan menggumpal, sedangkan ASI matur tidak

13. pH lebih alkalis dari pada ASI yang matur.

14. Lipidnya lebih banyak mengandung kolesterol dan lesitin dari pada ASI

yang matur.

15. Terdapat tripsin inhibitor sehingga hidroloisis protein yang ada di dalam

usus bayi menjadi kurang sempurna. Hal ini akan lebih banyak

menambah kadar antibodi pada bayi.

16. Volume berkisar 150-300 ml/24 jam.

ii. Air Susu Masa Peralihan

Ciri dari air susu masa peralihan adalah sebagai berikut (Saleha,

2009)

1. Merupakan ASI peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI yang

matur.

2. Disekresi dari hari ke-4 sampai hari ke-10 dari masa laktasi, tetapi ada

pula pendapat yang mangatakan bahwa ASI matur baru terjadi pada

minggu ke-3 sampai minggu ke-5.


3. Kadar protein makin rendah, sedangkan kadar karbohidrat dan lemak

makin tinggi.

4. Volumenya juga akan makin meningkat.

Table 2.1 Komposisi ASI menurut penyelidikan dari I.S. Kleiner dan

J.M. Osten.

Waktu Protein Karbohidrat Lemak

Hari ke-5 2,00 6,42 3,2

Hari ke-9 1,73 6,73 3,7

Minggu ke-34 1,30 7,11 4,0

iii. Air Susu Matur

Adapun ciri susu matur adalah sebagai berikut (Soleha, 2009)

1. Merupakan ASI yang disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya, komposisi

relatif konstan (ada pula yang mengatakan bahwa komposisi ASI relatif

konstan baru dimulai pada minggu ke-3 sampai minggu ke-5).

2. Pada ibu yang sehat, maka produksi ASI untuk bayi akan tercukupi, ASI

ini merupakan makanan satu-satunya yang paling baik dan cukup untuk

bayi sampai usia 6 bulan.

3. Merupakan suatu cairan bewarna putih kekuning-kuningan yang

diakibatkan warna dari garam kalsium caseinat, riboflavin, dan karoten

yang terdapat di dalamnya.

4. Tidak mengumpulkan jika dipanaskan.


22

5. Terdapat antimikrobial faktor, anatara lain sebagai berikut.

a) Antibodi terdapat bakteri dan virus.

b) Sel (fagosit, granulosit, makrofag, dan limfosit tipe T).

c) Enzim (lizisim, laktoperoksidase, lipase, katalase,

fosfatase, amylase, fosfodieterase, dan alkalin fosfatase).

d) Protein (laktoferin, B12 binding protein.

e) Resistance faktor terhadap stafilokokus

f) Komplemen

g) Interferon producing cell (sel penghasil interferon)

h) Sifat biokimia yang khas, kapasitas buffer yang rendah

dan adanya faktor bifidus.

i) Hormon-hormon.

C. Baby Massage

1. Pengertian Baby Massage

Massage adalah terapi sentuh tertua dan yang paling populer yang

dikenal manusia. Massage meliputi seni perawatan kesehatan dan

pengobatan yang telah dipraktekkan sejak berabad–abad silam

(Andrews,2015 dalam Indriyani 2016). Pijat adalah salah satu

stimulasi taktil yang memberikan efek biokimia dan efek fisiologi

pada berbagai organ tubuh. Pijat yang dilakukan dengan benar dan

juga teratur pada bayi diduga memiliki berbagai keuntungan dalam

proses tumbuh kembang bayi. Pijat pada bayi oleh orangtua dapat

meningkatkan hubungan emosional antara orangtua dan bayi, juga


23

diduga dapat meningkatkan berat badan bayi (Yuliana,2013 dalam

Indriyani 2016).

Pijat adalah terapi sentuh tertua yang dikenal manusia dan yang

paling populer. Pijat adalah seni perawatan kesehatan dan

pengobatan yang dipraktekkan sejak abad keabad silam. Bahkan,

diperkirakan ilmu ini telah dikenal sejak awal manusia diciptakan

kedunia, mungkin karena pijat berhubungan sangat erat dengan

kehamilan dan proses kelahiran manusia. Pengalaman pijat pertama

yang dialami manusia ialah pada waktu dilahirkan, yaitu pada waktu

melalui jalan lahir ibu (Cahyaningrum, 2014).

Ibu adalah orang tua paling dekat dengan bayi, dimana pijatan ibu

kepada bayinya adalah sapuan lembut pengikat jalinan kasih

sayang. Kulit ibu adalah kulit yang paling awal dikenali oleh bayi.

Sentuhan dan pijatan yang diberikan ibu adalah bentuk komunikasi

yang dapat membangun kedekatan ibu dengan bayi dengan

menggabungkan kontak mata, senyuman, ekspresi wajah. Jika

stimulasi sering diberikan, maka hubungan kasih sayang ibu dan

bayi secara timbal balik akan semakin kuat (Irva, 2014 dalam

Indriyani 2016).

Pijat bayi atau baby massage merupakan gerakan usapan lambat dan

lembut pada seluruh tubuh bayi yang dimulai dari kaki, perut, dada,

wajah, tangan dan punggung bayi. Pijat bayi merupakan salah satu

bentuk rangsang raba. Rangsang raba adalah yang paling penting


24

dalam perkembangan. Sensasi sentuhan merupakan sensori yang

paling berkembang saat lahir. Pijat bayi atau baby massage

merupakan salah satu cara yang menyenangkan untuk

menghilangkan ketegangan dan perasaan gelisah terutama pada

bayi. Pijatan lembut akan membantu mengendurkan otot-ototnya

sehingga bayi menjadi tenang dan tidurnya nyenyak. Sentuhan

lembut pada bayi merupakan sarana ikatan yang indah antara bayi

dan orang tuanya (Roesli, 2001).

2. Manfaat Baby Massage

Dewasa ini, banyak pakar yang telas berhasil membuktikan secara

ilmiah tentang apa yang telah lama dikenal manusia, yaitu terapi

sentuhan dan pijat bayi memiliki banyak manfaat. Terapi sentuhan,

terutama pijat menghasilkan perubahan fisiologis yang

menguntungkan serta dapat diukur secara ilmiah, diantaranya

melalui pengukuran kadar kortisol air liur, kadar kortisol plasma

secara radioimmunoassy, kadar hormon stress (catecholamine) air

seni, dan pemeriksaan EEG ( electro enchepalogram, gambaran

gelombak otak). Meskipun masih perlu dilakukan penelitian lebih

lebih lanjut untuk memastikan hasil-hasil penelitian terhadap terapi

sentuh atau pijatan, penemuan-penemuan yang telah dihasilkan

telah memenuhi kritera alasan untuk dilakukannya pijat bayi secara

rutin guna mempertahankan kesehatan bayi. Apalagi pijat bayi

terbukti murah, mudah, dan telah biasa dilakukan di Indonesia


25

sehingga bukan hal yang baru bagi kultur kita (Roesli, 2001)

Manfaat pijat bayi (Parenting dalam Indriyani, 2016) adalah sebagai

berikut :

a. Pijat memberi sentuhan yang menenangkan, serta mengingatkan

bayi akan rasa nyaman selama berada dalam kandungan mama.

b. Membuatnya lebih jarang sakit, tidur lebih nyenyak, dan makan

lebih baik. Juga,

pencernaan bayi akan lebih lancar.

c. Mempererat kelekatan (bonding) antara anak dan orangtua, serta

membuat bayi

merasa nyaman.

d. Memperlancar peredaran darah serta membuat kulit bayi terlihat

lebih sehat.

e. Bayi yang sering dipijat jarang mengalami kolik, sembelit, dan

diare.

f. Membuat otot-otot bayi lebih kuat, dan koordinasi tubuhnya lebih

baik.

g. Sistem kekebalan tubuh bayi akan lebih kuat, serta membuatnya

lebih tahan terhadap infeksi dan berbagai masalah kesehatan lain.

h. Bayi yang sering dipijat tumbuh menjadi anak yang lebih riang

dan bahagia. Selain itu, ia jarang rewel dan tantrum. Secara umum,

anak-anak ini jarang memang

mengalami masalah psikologis atau emosional.


26

3. Fisiologi Baby Massage

Menurut Utami Roesli (2001) satu hal yang sangat menarik pada

penelitian pijat

bayi adalah mekanika dasar pemijatan. Mekanisme dasar pijat bayi

memang belum

banyak diketahui, namun kini para pakar sudah mempunyai

beberapa teori serta mulai menemukan jawabannya. Ada beberapa

mekanisme yang dapat menerangkan

mekanisme dasar pijat bayi, antara lain pengeluaran beta endorphin,

aktivitas nervus vagus, dan produksi serotonin.

a. Beta Endorphin Mempengaruhi Mekanisme Pertumbuhan

Pijatan akan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak.

Tahun 1989,

Schanberg dari Duke University Medical School melakukan

penelitian pada bayi-bayi tikus. Pakar ini menemukan bahwa jika

hubungan taktil (jilatan-jilatan) ibu tikus ke anaknya terganggu akan

menyebabkan hal-hal berikut :

1) Penuruan enzim ODC (ornithine decarboxylase), suatu enzim

yang peka bagi

pertumbuhan sel dan jaringan.

2) Penurunan pengeluaran hormon pertumbuhan.

3) Penurunan kepekaan ODC jaringa terhadap pemberian hormon

pertumbuhan.
27

Pengurangan sensasi taktil akan meningkatkan pengeluaran

neurochemical beta

endhophine yang akan mengurangi pembentukan hormon

pertumbuhan karena

menurunnya jumlah dan aktivitas ODC jaringan.

b. Aktivitas Nervus Vagus Mempengaruhi Mekanisme Penyerapan

Makanan

Penelitian Field dan Schanberg (1986) menunjukkan bahwa pada

bayi yang

dipijat mengalami peningkatan tonus nervus vagus (saraf otak ke-

10) yang akan

menyebabkan peningkatan kadar enzim penyerapan gastrin dan

insulin. Dengan

demikian penyerapan makanan akan menjadi lebih baik. Itu

sebabnya mengapa berat badan bayi yang dipijat meningkat lebih

banyak daripada yang tidak dipijat.

c. Aktivitas Nervus Vagus Meningkatkan Volume ASI

Penyerapan makanan yang menjadi lebih baik karena peningktan

aktivitas nervus vagus menyebabkan bayi cepat lapar sehingga akan

lebih sering menyusu pada ibunya. Akibatnya, ASI akan lebih

banyak pula diproduksi, karena seperti diketahui ASI akan semakin

banyak diproduksi bila semakin banyak diminta. Selain itu, ibu

yang memijat bayi akan merasa lebih tenang dan hal ini berdampak
28

positif pada peningkatan volume ASI.

d. Produksi Serotonin Meningkatkan Daya Tahan Tubuh

Pemijatan akan meningkatkan aktivitas neurotransmitter serotonin,

yaitu

meningkatkan kapasitas sel reseptor yang mengikat glucocorticoid

(adrenalin). Proses ini akan menyebabkan terjadinya penurunan

kadar hormon adrenalin (hormon stres). Penurunan kadar hormon

stres ini akan meningkatkan daya tahan tubuh, terutama IgM dan

IgG.

e. Mengubah Gelombang Otak

Pijat bayi akan membuat bayi tidur lebih lelap, meningkatkan

kesiagaan

(alertness), dan konsentrasi. Ini karena pijatan akan mengubah

gelombang otak, yaitu

dengan menurunkan gelombang alpha dan meningkatkan

gelombang beta serta tetha.

Perubahan gelombang otak ini dapat dibuktikan dengan

pemeriksaan EEG (electro

encephalogram).

4. Faktor yang Harus Diperhatikan Saat Melakukan Pijat Bayi

a. Pelaksanaan pijat bayi

Pijat bayi dapat dilakukan segera dimulai saat bayi dilahirkan,

sesuai dengan keinginan orang tua. Pemijatan dapat dilakukan pada


29

waktu-waktu berikut (Roesli, 2001).

1) Pagi hari, pada saat orang tua dan anak siap untuk memulai hari

baru .

2) Malam hari, sebelum tidur. Ini sangat baik untuk membantu bayi

agar

tidur lebih nyenyak.

b. Persiapan sebelum memijat

Sebelum melakukan pemijatan perhatikan hal-hal berikut ini.

1) Tangan bersih dan hangat

2) Hindari kuku dan perhiasan agar tidak menimbulkan goresan

pada kulit bayi

3) Ruang untuk memijat di upayakan hangat dan tidak pengap

4) Bayi sudah selesai makan atau tidak lapar

5) Secara khusus menyediakan waktu untuk tidak diganggu

minimum selama 15 menit guna melakukan seluruh tahapan-

tahapan pemijatan

6) Duduklah pada posis nyaman dan tenang

7) Baringkan bayi diatas permukaan kain yang rata, lembut, dan

bersih

8) Siapkan handuk, popok, baju ganti, dan minyak bayi (baby oil

atau

lotion)

9) Mintalah izin kepada bayi sebelum melakukan pemijatan dengan


30

cara membelai wajah dan kepala bayi sambil mengajaknya bicara.

c. Selama melakukan pemijatan dianjurkan melakukan hal-hal

sebagai berikut

1) Memandang mata bayi, disertai pancaran kasih sayang.

2) Bernyanyi atau memutar lagu yang tenang dan lembut untuk

bayi.

3) Mengawali pijatan dengan melakukan sentuhan ringan, kemudian

menambahkan tekanan secara bertahap.

4) Sebelum melakukan pemijatan, lumurkan baby oil atau lotion

yang lembut sesering mungkin

5) Sebaiknya dimulai dari bagian kaki karena umumnya bayi lebih

menerima apabila di pijat di bagian kaki.

6) Tanggaplah pada isyarat yang diberikan bayi anda. Jika bayi

menangis

cobalah untuk menenangkannya sebelum melakukan pemijatan.

7) Mandikan bayi segera setelah pemijatan agar bayi merasa segar

dan besih. Namun, bila dilakukan di malam hari, bayi cukup diseka

menggunakan air hangat agar bersih dari minyak.

8) Lakukan konsultasi kepada petugas kesehatan untuk mendapat

keterangan lebih lanjut tentang pemijatan bayi,

9) Hindarkan mata bayi dari baby oil dan lotion.

d. Hal yang tidak dianjurkan saat melakukan pijat bayi

1) Memijat bayi segera setelah makan.


31

2) Membangunkan bayi khusus untuk pemijatan.

3) Memijat bayi dalam keadaan bayi tidak sehat.

4) Memijat bayi pada saat bayi tidak mau dipijat.

5) Memaksakan posisi pijat tertentu pada bayi.

5. Tata Cara Pijat Bayi

Menurut utami roesli (2001)

a. Kaki

1) Perahan cara india

Peganglah kaki bayi pada pangkal paha, seperti memegang pemukul

soft ball. Gerakan tangan kebawah secara bergantian, seperti

memerah susu.

2) Peras dan putar

Pegang kaki bayi pada pangkal paha dengan kedua tangan secara

bersamaan. peras dan putar kaki bayi dengan lembut dimulai dari

pangkal pangkal paha kearah mata kaki.

3) Telapak kaki

Urutlah telapak kaki bayi dengan kedua ibu jari secar bergantian,

dimulai dari tumit kaki menuju jari-jari diseluruh telapak kaki.

4) Tarikan lembut jari

Pijatlah jari-jarinya satu persatu dengan gerakan memutar menjayhi

telapak kaki, diakhiri dengan tarikan kasih yang lembut pada setiap

ujung jari.

5) Gerakan peregangan
32

Dengan menggunakan sisi dari telunjuk, pijat telapak kaki mulai

dari batas jari-jari kearah tumit, kemudian ulangi lagi dari

perbatasan jari kearah tumit. Dengan jari tangan lain regangkan

dengan lembutpunggung kaki bayi pada dearah pangkal kaki ke

arah tumit.

6) Titik tekanan

Tekanlah kedua ibu jari secara bersamaan diselurih permukaan

telapak kaki dari arah tumit kearah jari-jari

7) Punggung kaki

Dengan mempergunakan kedua ibu jari secara bergantian pijatlah

punggung kaki dari pergelangan kaki ke arah jari-jari secara

bergantian.

8) Peras dan putar pergelangan kaki

Buatlah gerakan seperti memeras dengan mempergunakan ibu jari

dan jari-jari lainnya di pergelangan kaki bayi.

9) Perahan cara swedia

Peganglah pergelangan kaki bayi. Gerakan tangan anda secara

bergantian dari pergelangan kaki kepangkal paha.

10) Gerakan menggulung

Pegang pangkal pha dengan kedua tangan anda. Buatlah gerakan

menggulung dari pangkal paha menuju pergelangan kaki.

11) Gerakan akhir

Setelah semua gerakan diatas dilakukan pada kaki kanan dan kiri
33

bayi, rapatkan kedua kaki bayi. Letakan kedua tangan anda secara

bersamaan pada pantat bayi dan pangkal paha. Usap kedua kaki

bayi

dengan tekanan lembut dari paha ke arah pergelangan kaki.

b. Perut

Catatan : hindari pemijatan tulang rusuk atau ujung tulang rusuk

1) Mengayuh sepeda

Lakukan gerakan memijat pada perut bayi seprti mengayuh pedal

sepeda, dari atas kebawa perut, bergantian dengan tangan kanan dan

kiri.

2) Gerakan mengayuh sepeda dengan kaki diangkat

Angkat kedua kaki bayi dengan salah satu tangan. Dengan tangan

lainya, pijat perut bayi dari perut bagian atas sampai ke jari-jari

kaki.

3) Ibu jari kesamping

Letakan kedua ibu jari di samping kanan dan kiri pusar perut.

Gerakan kedua ibu jari kearah tepi perut kanan dan kiri.

4) Bulan-matahari

Buat lingkaran searh jarum jam dengan jari tangan kiri mulai dari

perut sebelah kanan bawah (daerah usus buntu) keatas, kemudian

kembali kedaerah kanan bawah (seolah membentuk gambar

matahai) beberapa kali. Gunakan tangan kanan untuk membuat

gerakan setengah lingkaran mulai dari bagian kanan bawah perut


34

bayi sampai bagian kiri perut bayi (seolah membentuk gambar

bulan). Lakukan kedua gerakan ini bersama-sama. Tangan kiri

selalu membuat bulatan penuh (matahari), sedangkan tangan kanan

akan membuat gerakan setengah lingkaran ( bulan).

5) Gerakan i love you

Gerakan i dimulai dengan memijat perut bayi berawal dari bagian

kiri atas kebawah dengan menggunakan jari-jari tanagan kanan

membentuk huruf “i”. Gerakan love dimulai denganmemijat perut

bayi membentuk huruf “ L” terbalik, mulai dari kanan atas ke kiri

atas, kemudian dari kiri atas kek kiri bawah. Gerakan you simulai

dari memijat perut bayi membentuk huruf “U” terbalik, mulai

darikanan bawah (daerah usus buntu) ke atas, kemudian ke kiri,

kebawah, dan

berakhir diperut kiri bawah.

6) Gelembung atau jari-jari berjalan

Letakan ujung jari-jari satu tangan pada perut bayi bagian kana.

Gekan jari-jari anda pada perut bayi dari bagian kanan ke bagian

kiri guna mengeluarkan gelembung-gelembung udara.

c. Dada

1) Jantung besar

Buatlah gerakan yang menggambarkan jantung dengan meletakan

ujung-ujung jari kedua telapak tangan anda di tengah dada bayi atau

ulu hati. Buatlah gerakan keatas sampai di bawah leher, kemudian


35

kesamping diatas tulang selangka, lalu ke bawah membentuk

gambar jantung, dan kembali keulu hati.

2) Kupu-kupu

Buatlah gerakan diagonal seperti gambar kupu-kupu, dimulai

dengan tangan kanan membuat gerakan memijat menyilang dari

tengah dada atau ulu hati kearah bahu kanan, dan kembali ke uli

hati. Gerakan tangan kiri anda ke bahu kiri dan kembali ke ulu hati.

d. Tangan

1) Memijat ketiak

Buatlah gerakan memijat pada daerah ketiak dari atas ke bawah.

Perlu di ingat, kalau tejadi pembengkakan kelanjar di daerah ketiak,

sebaiknya gerakan ini tidak dilakukan.

2) Perahan cara india

Peganglah lengan bayi bagian pundak dengan tangan kanan seperti

memegang soft ball, tangan kiri memegang pergelangan tangan

bayi. Gerakan tanagan kanan mulai dari bagian pundak ke arah

pergelanagn tangan, kemudian gerakan tangan kiri dari pundak

kearah pergelangan tangan. Demikian seterusnya, gerakan tangan

kana dan kiri ke bawah secar bergantian dan berulang-ulang seolah

memerah susu sapi.

3) Peras dan putar

Cara lain adalah dengan menggunakan kedua tangan secara

bersamaan. Dengan cara memeras dan memutar lengan bayi dengan


36

lembut mulai dari pundak ke pergelangan tangan.

4) Membuka tangan

Pijat telapak tangan denga kedua ibu jari, dari pergelangan tangan

kearah jari-jari.

5) Putar jari-jari

Pijat lembut jari bayi satu persatu menuju kearah ujung jari, dari

pergelangan dengan gerakan memutar. Akhiri dengan melakukan

tarikan lembut pada tiap ujung jari.

6) Punggung tangan

Letakan tangan bayi diantara kedua tangan anda, usap punggung

tangan bayi dari pergelangan tangan ke arah jari-jari dengan lembut.

7) Peras dan putar pergelangan tangan

Peraslah sekeliling pergelangan tangan dengan ibu jari dan jari jari

telunjuk.

8) Perahan cara swedia

Gerakan tangan kanan dan tangan kiri anda secara bergantian

mulaidari pergelangan tangan kanan ke arah pundak. Lanjutkan

dengan pijatan dari pergelangan tangan kiri kearah pundak.

9) Gerakan menggulung

Peganglah lengan bayi bagian atas atau bahu dengan kedua telapak

tangan, bentuklah gerakan menggulung dari pangkal lengan menuju

ke arah pergelangan tangan.

e. Muka
37

Umumnya tidak diperlukan minyak untuk daerah muka

1) Dahi : menyetika dahi ( open book)

Letakan jari-jari kedua tangan anda pada pertengahan dahi, tekan

jari-jari anda dengan lembut mulai dari tengah dahi keluar

kesamping kanan dan kiri seolah menyetrika dahi atau membuka

lembaran buku. Gerakan kebawah kedaerah pelipis, buatlah

lingkaran-lingkaran kecil di daerah pelipis, kemudian gerakan

kedalam melalui daerah pipi bawah.

2) Alis : menyetrika alis

Letakan kedua ibu jari anda diantara kedua alis mata. Gunakan

kedua ibu jari untuk memijat secara lembut pada alis mata dan di

atas kelopak mata, mulai dari tengah ke samping seolah menyetrika

alis.

3) Hidung : senyum 1

Letakan kedua ibu jari anda pada pertengahan alis, tekan ibu jari

anda dari pertengahan kedua alis turun melalui tepi hidung ke arah

pipi dengan membuat gerakan ke samping dan ke atas seolah

membuat bayi tersenyum.

4) Mulut bagian atas : senyum 2

Letakan kedua ibu jari diatas mulut dibawah sekat hidung. Gerakan

kedua ibu jari anda dari tengah ke samping dan ke atas ke daerah

pipi seolah membuat bayi tersenyum.

5) Mulut bagian bawah :senyum 3


38

Letakan kedua ibu jari anda di tengah dagu, tekan kedua ibu jari

pada dagu dengan gerakan dari tengah ke samping, kemudian keatas

earah pipi seolah membuat bayi tersenyum.

6) Lingkaran kecil di rahang

Dengan jari kedua tangan buatlah lingkaran-lingkaran kecil di

daerah rahang bayi.

7) Belakang telinga

Dengan mempergunakan ujung-ujung jari, berikan tekanan lembut

pada daerah belakang telinga kanan dan kiri, gerakan ke arah

pertengahan dagu.

Hasil penelitian Delvi Dasnur & Ira Mulya Sari, tahun 2018 mengenai
Judul hubungan frekuensi pemberian ASI terhadap kejadian ikterus fisiologis
pada bayi baru lahir. Didapatkan bahwa kejadian ikterik neonatorum menurun
setelah bayi diberikan ASI. Diperoleh responden dalam kejadian ikterus
fisiologi lebih banyak terjadi pada pemberian ASI kurang dari 8 kali sehari
lebih dari separuh (82,6%) dibandingkan dengan pemberian ASI lebih dari 8
kali sehari sebanyak (44,4%). Berdasarkan analisis menujukan p (0,026) <a
(0,05),maka disimpulkan ada hubungan antara pemberian ASI dengan kejadian
icterus pada bayi. Penelitian Seyyedrasooli et al (2014) mengatakan tidak ada
perbedaan yang signifikan terkait penurunan kadar bilirubin pada kelompok
yang mendapatkan intervensi pijat bayi dengan kelompok control yang
mendapatkan fototerapi pada hari keempat dengan p value 0,449. Menurut Lin
et al (2015) mengatakan terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok
intervensi yang mendapatkan pijat bayi dengan kelompok control yang
mendapatkan fototerapi dengan p value 0,03.
39

RSUD Depok merupakan Rumah Sakit tipe C di wilayah Depok, Jawa


Barat. RSUD Depok menjadi Rumah Sakit rujukan untuk wilayah Depok.
Salah satu fasilitas yang ada di RSUD Depok adalah Ruang Perawatan Risiko
Tinggi (Peristi) di lantai 2 RSUD Depok. Berdasarkan hasil telusur rekam
medis pasien dari bulan Agustus hingga oktober 2020 didapatkan 15 bayi
dengan Hiperbilirubin. Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti,
sebanyak 10 bayi dengan kadar bilirubin serum total berjumlah diantara 12-15
mg/dl. Kadar bilirubin serum total bayi di RSUD Depok kurang dari 10
mg/dL.Dari hasil observasi peneliti didapatkan bahwa pengeluaran meconium
bayi kurang 10-12 kali per hari setelah post lahir.

Peneliti juga mengobservasi bahwa menurunnya pengeluaran meconium


tersebut disebabkan karena pemberian ASI yang tidak berhasil oleh ibu.
Peneliti mengobservasi bahwa 10 orang ibu dengan bayi Hiperbilirun dan
mengalami keterlambatan meconium, didapatkan perlekatan pada saat
menyusui masih belum berhasil, ibu masih belum bisa memposisikan bayi
secara nyaman saat menyusui, dan tanpak bayi hanya menempel di areola ibu
saja. Selain itu, peneliti juga menemukan bahwa di ruang Peristi belum
mempunyai intervensi yang dapat membantu pengeluaran meconium seperti
pijat. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
pengaruh pemberian ASI dan terapi pijat bayi terhadap kadar bilirubin serum
total bayi. Dengan diajarkan pelaksanaan pijat bayi diharapkan para orang tua
maupun keluarga bayi dapat melakukannyan dirumah.
40

KERANGKA TEORI

Faktor penyebab hiperbilirubinemia :


a. Factor fisiologis Hiperbilirubinemia
b. Pemberian ASI
(Wong, et. Al,.
c. Produksi bilirubin berlebihan
2009 dan IDAI,
d. Predisposisi genetik
2013)
(Wong, et. Al,. 2009 dan IDAI, 2013)

Ikterik neoatorum

Pemberian asi Keterlambatan pengeluaran


meconium
(NANDA, 2018 dan sdki 2018)
Keberhasilan Menyusui
ditandai oleh :
a. Asi mulai banyak pada Tehnik Massage Field (Field et. Al.,
hari ketiga dan 1986 dan kianmehr, 2014)
keempat.
b. Rasa seperti ditarik
keras pada saat
putting diisap,tanpa
rasa nyeri.
c. kontraksi uterus dan
peningkatan
perdarahan per
vaginam saat
menyusui.
d. Merasa tenang dan
mengantuk saat
menyusui

(Lowdermilk et. Al., 2013


dalam Raumauli, 2019).
41

BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka Konsep adalah abstraksi yang dibentuk oleh generalisasi

dari hal yang khusus atau signifikan, maka konsep tidak dapat langsung

diamati atau diukur oleh peneliti dari beberapa hasil penelitian yang

didapatkan (Notoatmojo, 2010).

Variabel merupakan sesuatu berupa ukuran atau ciri-ciri yang

dimiliki oleh anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dipunyai

oleh kelompok lainnya didapatkan dari satuan penelitian tentang konsep

pengertian tertentu (Notoatmojo, 2010). Penulis dapat menjelaskan

kerangka konsep penelitian yang akan dipakai sebagai berikut :

1. Variabel Bebas (Independen)

Variabel independen adalah variabel yang nilainya menentukan

variabel lain. Dengan kata lain variabel independen adalah suatu

hubungan pada variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab

perubahan atau timbulnya variabel dependen/terikat yang direncanakan

(Sugiyono, 2012). Pada penelitian ini variabel independennya yaitu

Pemberian ASI dan Terapi Massage Field.

2. Variabel Terikat (Dependen)

Variabel dependen merupakan variabel yang nilainya ditentukan

oleh variabel lain. Dengan kata lain variabel dependen adalah variabel

yang dipengaruhi atau menjadi akibat/dampak dari adanya variabel


42

bebas (Sugiyono, 2012). Pada penelitan ini yang menjadi variabel

dependen yaitu Kadar Bilirubin Serum Total Bayi.

Skema 3.1 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Pemberian ASI dan Terapi Kadar Bilirubin


Massage Field Serum Total Bayi

B. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban atau kerangka pikir sementara dari

pertanyaan penelitian di mana rumusan masalah penelitian telah

dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2012). Hipotesis

adalah perkiraan atau dugaan sementara yang dirumuskan secara masalah

atau pertanyaan penelitian. Pada penelitian ini penulis membuat hipotesis

penelitian sebagai berikut :

Ha 1 : “ Tidak Ada Pengaruh Pemberian ASI dan Terapi Massage

Field Terhadap Kadar Bilirubin Serum Total Bayi di Ruang

Peristi RSUD Kota Depok.”


Ha 2 : “Ada Pengaruh Pemberian ASI dan Terapi Massage Field

Terhadap Kadar Bilirubin Serum Total Bayi di Ruang Peristi

RSUD Kota Depok.”


43

C. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan uraian tentang batasan variabel apa

yang diteliti, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang

bersangkutan (Notoatmodjo, 2012).

Definisi operasional variabel penelitian yaitu suatu atribut atau

sifat atau nilai dari objek atau kegiatan yang memiliki variasi tertentu yang

telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya.

Dalam penelitian ini dirumuskan definisi operasional variabelnya sebagai

berikut :

No Variabel Definisi Alat Cara Ukur Hasil Skala


Operasional Ukur Ukur Ukur
1. Pemberian Pemberian ASI SOP Form - -
ASI
adalah Observasi

pemberian sedini

mungkin setelah

persalinan

diberikan tanpa

jadwal dan tanpa

makan
44

2. Terapi Message pada SOP Form observasi


Massage
Field bayi atau observasi

neonatus yang

memfokuskan

pemberian

stimulasi pada

area dada dan

perut

3, Kadar Kadar bilirubin Numeric Menggunakan Nilai


Bilirubin
Serum serum total Rating skala nilai standar
Total Bayi
adalah Scale medis medis

pemeriksaan

untuk mengukur

jumlah total

bilirubin dalam

darah.
45

BAB IV

METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain Quasi Eksperimental menggunakan

bentuk rancangan One group Pretest-Postest Design. Metode Quasi Eksperiment

tetapi tidak sepenuhnya mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi

penelitian (Sugiyono,2007 dalam suhartini 2011). Bentuk rancangan One

groupPretest-Postest Design karena pemilihan kelompok intervensi dilakukan

tidak secara acak/tidak random.

Skema 4.1

Desain Penelitian Quasi Eksperimental dengan bentuk One group pretest-postest

Design

PRETEST INTERVENSI POSTEST

O1 X O2

Keterangan:

O1: Pemberian ASI dan Terapi massage field sebelum cek kadar bilirubin

serum total bayi

X: cek kadar bilirubin serum total bayi


46

O2: Pemberian ASI dan Terapi massage field sebelum cek kadar bilirubin

serum total bayi

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau

subjeknya yang mempunyai kualitas dan karateristik tertentu yang

telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannyan (Sugiyono, 2015).

Populasi didalam penelitian ini adalah bayi dengan hiperbilirubin

terjadi pada bulan Agustus s/d januari 2021 sebanyak 30 bayi

hiperbilirubin.

2. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut dimana pengukuran sampel merupakan suatu langkah

untuk menentukan besarnya sampel yang di ambil dalam

melaksanakan penelitian suatu objek (Sugiyono, 2016).

Rumus Federer adalah (t-1)(n-1) > 15 (sopiyudin 2018)

(1-1)(n-1)>15

n-1>15

n=15+1=16

artinya ini adalah menggunakan teknik pengambilan sampel bisa

digunakan accidental sampling


47

Perhitungan dalam sampel pada penelitian ini adalah dengan

menggunakan total populasi. Total populasi adalah teknik pengambilan

dimana jumalah sampel sama dengan populasi (sugiyono, 2017).

Dalam penelitian ini jumlah < 100 seluruh populasi yang dijadikan

sampel penelitian dan memenuhi kriterian inklusi dan ekslusi.

Probility berdasarakan kriteria tertentu

Adapun kriteria ekslusi dan inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1) Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi ini adalah kriteria dimana subjek penelitiannya

mewakili sampel penelitian yang memenuhi syarat sebgai berikut :

a) Bersedia menjadi responden

b) Bayi dengan hiperbilirubin

c) Bayi mendapatkan pemberian ASI dan terapi massage Field

diruangan Peristi RSUD Kota Depok

2) Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah kriteria dimana subjek penelitiannya tidak

dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai

sampel (Hidayat, 2014):

a) Tidak bersedian menjadi responden

b) Bayi tidak hiperbilirubin.


48

c) Bayi tidak mendapatkan pemberian ASI dan terapi massage

field

C. Tempat dan waktu Penelitian

1) Tempat

Tempat penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota

Depok yaitu diruangan Peristi.

2) Waktu

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2020 hingga januari

2021.

D. Etika Penelitian

Etika penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap

kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang

diteliti (subjek peneliti) dan masyarakat yang akan memperoleh dampak

hasil penelitian (Notoatmodjo, 2012). Beberapa prinsip masalah etika

yang harus diperhatiakan yaitu

1. Surat permohonan responden

Peneliti disini akan membuat pernyataan yang berisikan penjelasan

tentang penelitian yang akan dilakukan kepada responden, yaitu

dengan menjelaskan topic penelitian, tujuan penelitian serta ketentuan

untuk menjadi responden dalam penelitian ini.

2. Informed Concent
49

Informed concent merupakan suatu bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden yang di teliti dengan memberikan lembar

persetujuan. Informed concent disini akan diberikan sebelum

melakukan penelitian akan diberikan lembar persetujuan tersebut

untuk mengetahui ketersediaan subjek untuk menjadi responden .

3. Tanpa Nama (Anomity)

Identitas responden tidak dicantumkan pada lembar kuesioner. Pada

penggunaan ini penelitian dilakukan dengan cara menggunakan nama

inisial dan jenis kelamin saja dan dicantumkan pada lembar kuesioner.

Tetapi jika hasil penelitian ini dipublikasikan, maka tidak ada satu

identifikasi yang berkaitan dengan responden di tampilkan dalam

publikasi tersebut.

4. Confidentiality (kerahasiaan)

Peneliti bisa menjamin kerahasiaan responden. Semua data dalam

penelitian yang mencantumkan identitas responden Kerahasiaan ini

disebutkan sebagai informasi yang telah didapat dari responden dan

tidak diserbarluaskan ke orang lain dan hanya peneliti yang

mengetahuinya. Jadi responden tidak perlu khawatir jika

kerahasiaannya akan tersebar luas.

5. Justice (Keadilan)

Pada keadilan ini diartikan bahwa prinsip yang memenuhi atas

kejujuran, keterbukaan dan kewaspadaan. Responden diperlakukan

secara adil tanpa ada diskriminasi. Dan setelahnya peneliti


50

memberikan reward atau hadiah karena telah berpartisipasi dalam

penelitian sampai dengan selesai.

6. Beneficiency (Kemanfaatan)

Pada asas kemanfaatan ini harus memiliki tiga prinsip yaitu bebas dari

penderitaan, bebas dari eksploitasi dan bebas resiko. Bebas dari

penderitaan itu responden terbebas dari rasa sakit atau suatu tekanan.

Bebas dari ekploitasi dan didalam akan memberikan informasi dan

pengetahuannya yang berguna atau tidak sia-sia bahkan jika sampai

merugikan responden. Peneliti sangat menghindari bahaya bagi

responden dan dapat memberikan keuntungan bagi responden.

7. Malbeneficience

Penelitian ini tidak menimbulkan ketidaknyamanan, tidak

menimbulkan rasa saling menyakiti,dan saling membahayakan bagi

responden baik fisik dan psikologis. Dalam penelitian ini tidak ada

perkataan yang menyinggung atau menyakiti responden. Peneliti akan

menghormati responden yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini.

E. Alat Pengumpulan Data

Data dikumpulkan berdasarkan variabel penelitian yaitu tentang

pelaksanaan pemberian ASI dan terapi massage field dilaksanakan sesuai

SPO Pemberian ASI dan terapi massage sebelum dan sesudah cek kadar

bilirubin serum total bayi diukur menggunakan alat dilaboratorium yang

sama serta mencatat hasil pengukuran pada lembar observasi yang sudah

disiapakan oleh peneliti.


51

setelah selesai pelaksanaan pemberian ASI dan terapi massage

field dicatat dalam lembar observasi kemampuan menyusu apakah

kurang, cukup, baik.

F. Validitas dan Reliabilitas Intrumen

1. Validitas

Validasi merupakan suatu indeks yang menunjukan suatu

alat ukur yang digunakan itu benar-benar mengukur apa yang

di ukur atau nyata Notoatmodjo (2012). Validitas adalah suatu

ukuran yang menunjukan tingkatan kevalidan atau kesahihan

atau suatu intrumen terjadi pada objek dengan data yang

dikumpulkan oleh peneliti (Sugiyono, 2013).

2. Reliabilitas

Reliabilitas merupakan suatu indeks yang menunjukan

sejauh mana suatu alat ukur yang dapat dipercaya untuk

diandalkan. Hal ini berarti menunjukan sejauh mana hasil

pengukuran itu tetap konsisten apabila dilakukan pengukuran

ke dua kali atau lebih terhadap masalah yang sama dengan

mengunakan alat ukur yang sama (Notoatmojo, 2010).

Uji reliabilitas diuji dengan menggunakan alpha

cronbach. Uji ini dilakukan dengan melihat nilai r alpha


52

cronbach. Hasilnya dikatakan reliabel apabila nilai r alpha

cronbach lebih besar dari nilai r tabel (Dharma, 2011).

∝ = Cronbach’s coefficient alpha atau reliabilitas

instrumen

K = jumlah pecahan atau banyak butir pertanyaan

∑σ²xL = total dari varian masing-masing pecahan

σ²x = varian dari total skor

Pernyataan – pernyataan yang tidak sesuai dengan nilai

yang telah di tentukan (tidak valid) harus diganti atau direvisi

atau di “drop” (dihilangkan) Ntotoatmojo (2010). Pertanyaan /

pernyataan yang tidak reliabel juga harus direvisi atau

dihilangkan.

G. Prosedur Pengumpulan Data

Langkah-langkah pengumpulan data pada penelitian ini yaitu:

1. Prosedur administrasi

a. Mengajukan surat permohonan izin melakukan penelitian dari

Ka Prodi keperawatan STIKIM yang ditujukan kepada Direktur RSUD Kota

Depok.

b. Menyerahkan proposal lengkap dengan daftar isian untuk

mendapatkan surat keterangan kaji etik dari STIKIM.


53

c. Mengajukan surat permohonan izin melakukan penelitian di

RSUD Kota Depok.

2. Prosedur teknis pelaksanaan penelitian

a. Setelah mendapatkan izin penelitian dari Direktur RSUD Kota

Depok, peneliti meminta izin kepada kepala ruang peristi untuk

membantu kelancaran pelaksanaan penelitian dan melaksanakan

sosialisasi maksud dan tujuan penelitian kepada tim perawat ruang

Peristi di RSUD Kota Depok. Adapun yang membantu dalam penelitian

ini yaitu perawat dengan pendidikan minimal D3 Keperawatan. Peneliti

menilai bahwa perawat D3 mampu melakukan Pemberian ASI dan Terapi

Massage Field dengan baik.

b. Peneliti dan Tim perawat Peristi melakukan persamaan persepsi

dalam memberikan prosedur yaitu sebelum dan sesudah intervensi

dilakukan Pemberian ASI dan Terapi Massage Field mencatat hasilnya

dan observasi. Penelitian ini sebagian besar dilakukan oleh peneliti

sendiri dan tak lepas dari peran serta tim perawat Peristi dalam

pengumpulan data responden.

c. Peneliti melakukan pengontrolan data reponden yaitu yang

memenuhi kriteria inklusi.

d. Pengambilan sampel dilakukan oleh Peneliti atau di bantu oleh

perawat ruang Peristi yang sedang bertugas, diawali dengan

memperkenalkan diri kepada orang tua responden, menjelaskan

prosedur dan tujuan penelitian, meminta persetujuan kepada orang tua


54

responden untuk dapat berpartisipasi sebagai responden dalam

penelitian. Meminta orang tua responden menandatangani lembar

persetujuan sebagai responden tanpa adanya paksaan.

H. Pengolahan Data

Pengolahan data adalah suatu hal yang penting untuk penelitian

dikarenakan yang didapat yaitu data mentah yang belum siap disajikan,

belum jelas informasinya. Pengolahan data yang dilakukan dalam

penelitian ini dengan sistem pengolahan data manual dan komputer dengan

langkah-langkah sebagai berikut (Notoatmodjo, 2012).

Pengolahan data dalam penelitian ini terdiri dari Editing, Coding,

Processing dan Cleaning.

1. Editing

Peneliti melaksanakan pengecekan kuisioner dengan memastikan

kelengkapan, kejelasan, relevansi dan konsistensi jawaban responden.

Pengecekan dilakukan setiap peneliti menerima hasil kuesioner yang telah

diisi oleh responden dengan melakukan checklist pada lembar pengecekan

kuisioner.

2. Coding

Peneliti akan merubah data yang berbentuk huruf menjadi data

berbentuk angka. Pengkodingan dilakukan pada setiap bagian kuesioner,

mulai dari karakteristik responden sampai pada jawaban responden terhadap

pernyataan kuesioner..
55

3. Processing

Peneliti memasukkan (entry) data kuisioner yang telah diisi

oleh responden ke paket komputer. Data kuesioner yang telah dilakukan

dalam proses editing (pengecekan kelengkapan data) dan coding

(pengubahan data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka) dan

dilanjutkan dengan memasukkan hasil editing kepaket komputer. Data yang

dimasukan guna untuk mengetahui nilai kriteria variabel masing-masing.

4. Cleaning

Peneliti melakukan pengecekan kembali data yang sudah

dimasukkan ke paket komputer. Setelah data pada hasil penelitian yang

sudah mengalami proses editing, coding dan telah dimasukkan ke paket

computer (processing), maka langkah selanjutnya yang akan dilakukan oleh

peneliti adalah mengecek kembali kelengkapan data yang sudah dimasukkan

kedalam paket komputer sehingga memudahkan peneliti untuk melakukan

tahap analisa data. Hasil pengumpulan data akan dijelaskan lebih terinci

ditahap analisa data.

I. Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis Univariat dilakukan untuk mendeskripsikan variabel atau

memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel

atau populasi sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis Sugiyono

(2010). Tujuan analisis univariat yaitu untuk membuat gambaran secara


56

sistematis data yang faktual dan akurat mengenai faktor-faktor serta

hubungan antara fenomena yang diselidiki atau diteliti Ridwan dan

Akdon pada Tahun 2010 (Susila, 2015).

F
P= x 100 %Untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi
N

penelitian ini menggunakan rumusan Uji Proporsi sebagai berikut :

P = Presentase (%)

F = Frekuensi setiap kategori

N = Jumlah sampel

Pada dasarnya didalam analisis ini menghasilkan distribusi

frekuensi dan persentase dari setiap variabel. Pada penelitian ini adalah

Variabel Intensi Pemberian ASI dan Terapi massage Field terhadap

kadar bilirubin serum total bayi di Ruangan Peristi RSUD Kota Depok.

2. Analisis Bivariat

Analisis Bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan

antara variabel-variabel. Analisa Bivariat yang digunakan dalam

penelitian ini berdasarkan skala pengukuran yang digunakan adalah uji-

T sampel berpasangan (paired t-test). Uji-T sampel berpasangan adalah

salah satu pengujian hipotesis dimana data yang digunakan tidak bebas

(berpasangan), ciri yang paling sering ditemui pada kasus yang

berpasangan adalah satu individu (objek penlitian) dikenai 2 jenis


57

perlakuan yang berbeda atau lebih sering untuk melihat adanya

perbedaan antara pre-post (Hidayat, 2017).

Uji paired t-test memerlukan persyaratan, yaitu data harus

mengikuti distribusi normal, maka sebelum dilakukan analisa melalui

uji paired t-test data harus diuji kenormalannya dengan menggunakan

uji normalitas. Uji normalitas yang dilakukan adalah uji Kolgomorov

Smirnov.

Hipotesis untuk uji normalitas Kolgomorov Smirnov:

Ho : data distribusi normal

Ha : data berdistribusi tidak normal

D= ⟦ F n ( x )−F 0 ( x ) ⟧Rumus :

Keterangan:

D : nilai deviasi absolute maksimum antara Fn(x) dan Fo(x)

F : distibusi frekuensi observasi

Bila ρ value>α (0,05) berarti Ho gagal ditolak dan Ha ditolak

artinya data distribusi normal. Setelah itu dilanjutkan dengan uji T

dengan paired sample t test menggunakan SPSS yang akan

mendapatkan hasil sebagai berikut:

a. Jika sig ≥ 0,05 = Tidak Ada Pengaruh Edukasi Media Audio Visual

Terhadap Intensi Pemberian ASI dan Terapi massage Field terhadap

kadar bilirubin serum total bayi di Ruangan Peristi RSUD Kota Depok.
58

b. Jika sig < 0,05 = Ada Pengaruh Edukasi Media Audio Visual

Terhadap Intensi Pemberian ASI dan Terapi massage Field terhadap

kadar bilirubin serum total bayi di Ruangan Peristi RSUD Kota Depok.

Bila dalam penelitian data tidak berdistribusi normal, maka untuk

mengantispasi hal tersebut salah satu alternatifnya adalah dengan

menggunakan uji Wilcoxon.

Uji Wilcoxon merupakan perbaikan dari uji tanda. Dalam uji

wilcoxon, bukan saja tanda yang diperhatikan tetapi juga nilai selisih

(X-Y).

Caranya adalah sebagai berikut :

1. Beri nomor urut untuk setiap harga mutlak selisih (X i - Yi) harga

mutlak yang terkecil diberi nomor urut atau peringkat 1, harga mutlak

selisih berikutnya nomor urut 2, dan akhirnya harga mutlak terbesar

diberi nomor urut n. Jika selisih yang harga mutlaknya sama besar,

untuk nomor urut diambil rata-ratanya.

2. Untuk tiap nomor urut berikan pula tanda yang didapat dari selisih (X

– Y).

3. Hitunglah jumlah nomor urut yang bertanda positif dan juga jumlah

nomor urut yang bertanda negattif.

4. Untuk jumlah nomor urut yang didapat di c), ambilah jumlah yang

harga mutlaknya paling kecil. Sebutlah jumlah ini sama dengan J,

jumlah J inilah yang didapatkan untuk menguji hipotesis

H0 : Tidak ada pengaruh perlakuan


59

H1 : Ada pengaruh perlakuan

Untuk menguji hipotesis diatas dengan taraf nyata α = 0,05, kita

bandingkan J diatas dengan J yang diperoleh dari perhitungan yang

lebih kecil atau sama dengan J berdasarkan taraf nyata yang dipilih

maka H0 ditolak. (Sudjana, 2015).

Rumus :

a. Uji statistika adalah T0 = nilai terkecil absolute hasil penjumlahan

tanda jenjang.

b. Uji hipotesis dengan membandingkan T tabelnya jika n < 25

c. Jika n > 25 dengan pendekatam Z, yaitu :

N (N +1)
T−
4
z=
√ N ( N +1 ) (2 N + 1)
24

Anda mungkin juga menyukai