BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bayi Berat lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang mempunyai ukuran tubuh
kecil pada saat dilahirkan. Becker, dkk. (1991) dan Cifuentes, dkk. (2001)
mengkategorikan BBLR sebagai bayi yang dilahirkan dengan berat badan 501
gram sampai 2500 gram. Dan Sedangkan di Indonesia BBLR adalah semua bayi
yang lahir dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram.
18% dari total kematian neonatal yang terjadi per tahun termasuk BBLR.
Namun belum diketahui secara pasti berapa angka kematian BBLR per tahun.
Menurut profil dinas kesehatan provinsi Riau angka kejadian BBLR pada
tahun 2015 tercatat sebesar 257 kasus BBLR dan 722 BBLR dari 1680 persalinan
(RSUD Arifin Ahcmad ,2015). Data yang didapat dari RSAB Panam diruang
Perinatologi sepanjang tahun 2019 didapatkan prematuritas disertai berat badan
lahir rendah adalah penyebab kematian kedua terbanyak setelah asfiksia yaitu
mencapai 62,5% sementara aspiksia 0,75% akibat lahir akibat lahir ibu yang
mengalami ketuban pecah dini dan Caesar (Rekam medis RS Awalbros Panam).
Semua kondisi BBLR tidak stabil secara fisiologis dan memiliki keterbatasan
kemampuan pengaturan diri dalam menghadapi stimulus yang berlebihan dari
lingkungan (Cattlet & Holditch-Davis, 1990; Liaw, 2000). Karena keterbatasan di
atas, BBLR memiliki faktor resiko tinggi menderita penyakit komplikasi seperti
penyakit paru kronis, henti napas, bradikadi, transient hypothyroxinemia,
hiperbilirubinemia, kejang, distress pernapasan dan hipoglikemia (Perlman,
2001). Semua penyakit komplikasi di atas menyebabkan kerusakan langsung pada
otak. Sistem saraf pusat yang imatur dan kerusakan langsung pada otak pada
periode neonatus mengakibatkan neonatus dengan riwayat BBLR mengalami
masalah perkembangan, seperti gangguan daya ingat, pada kehidupan yang akan
datang (Briscoe, Gathercole, & Marlow, 2001). Apabila BBLR tersebut tidak
mendapatkan pelayanan keperawatan yang tepat, maka kondisi kesehatan BBLR
akan mengalami perburukan yang berujung pada kematian
pernapasan, denyut nadi, saturasi oksigen, alat bantu pernapasan, dan infusion
pump. Semua alat-alat tersebut ditujukan untuk mempertahankan kondisi
kesehatan dan membantu kelangsungan hidup BBLR. Keberhasilan pemanfaatan
NICU dan fasilitasnya selama lebih dari dua dekade terakhir telah memberikan
kontribusi positif terhadap pengurangan kematian dan riwayat kesakitan pada
BBLR yang pernah dirawat diruang rawat tersebut. Fasilitas NICU yang lengkap
terutama di negara maju telah berhasil menurunkan angka kematian dan kesakitan
pada BBLR sekaligus menimbulkan isu-isu kesehatan lain dikemudian hari.
Nesting adalah salah satu bentuk developmental care yang coba di terapkan
di beberapa negara maju untuk mendukung pertumbuhan bayi prematur. Di
Indonesia memang penggunaannya belum menyeluruh di semua daerah, hanya
hasil pengematan di beberapa Rumah Sakit di Indonesia sudah diterapkan
dengan harapan bahwa nesting ini akan membantu pertumbuhan fisiologis
dan perilaku bayi prematur .
Nesting adalah suatu alat yang digunakan di ruang perinatologi terbuat dari
bahan phlanyl dengan panjang sekitar 121cm132cm, dapatdisesuaikan dengan
panjang badan bayi yang diberikan pada bayi prematur/BBLR. Nesting ditujukan
untuk meminimalkan pergerakan neonatus sebagai salah satu bentuk konversi
energi yang merupakan salah satu bentuk intervensi keperawatan (Wong, D.L.,
Eaton, M, H., Wilson, D., Winkelstein, L, M & Schwartz, P.2019). Nesting ini
berbentuk oval dan terbuat dari kain (bisa menggunakan gulungan selimut)
dan diletakan di dalam inkubator (Ferrari et all, 2017)
lebih aman dan mendorong bayi untuk rileks (BLISS, 2016). Indrian Sari, A
tahun 2011 melakukan studi penelitian tentang pengaruh development care
terhadap fungsi dan prilaku tidur terjaga bayi di RS Fatmawati Jakarta, dari hasil
penelitian yang dilakukan pada 15 sampel BBLR didapatkan ada pengaruh
signifikan dengan penerapan developmental care terhadap prilaku terjaga dan
tidur bayi tenang serta penurunan denyut nadi.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
fisiologis dan perilaku Bayi BBLR yang dirawat dalam inkubator di ruang
2. Tujuan Khusus
nesting
fisiologis dan perilaku Bayi BBLR yang dirawat dalam inkubator diruang
perinatologi/NICU Panam
D. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini dapat digunakan dan diaplikasikan kepada bayi BBLR
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. NESTING
1. Pengertian Nesting
Nesting berasal dari kata nest yang berarti sarang. Filosofi ini
diambil dari sangkar burung yang dipersiapkan induk burung bagi
anak-anaknya yang baru lahir, ini dimaksudkan agar anak burung
tersebut tidak jatuh dan induk mudah mengawasinya sehingga posisi
anak burung tetap tidak berubah (Bayuningsih, 2011).
4. Kriteria
a. Neonatus (usia 0-28 hari)
b. Prematur atau BBLR
1. Pengertian BBLR
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat
badannya saat lahir 2500 gram atau kurang tanpa memperhatikan usia
kehamilan (Syafrudin & Hamidah, 2009). Acuan lain dalam pengukuran
BBLR juga terdapat pada Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat
(PWS) gizi. Pedoman tersebut mengatakan bayi berat lahir rendah
(BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram
diukur pada saat lahir atau sampai hari ke tujuh setelah lahir (Triana,
2015).
2. Etiologi
Berikut adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan bayi BBLR
secara umum yaitu sebagai berikut :
a. Faktor Ibu
1) Penyakit
2) Ibu
Bayi prematur (preterm) adalah bayi yang lahir sebelum akhir usia
gestasi 37 minggu, tanpa memperhitungkan berat badan lahir (Wong, 2009).
Sebagian bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram adalah bayi
14
prematur. Ada juga yang mendefinisikan bayi premature adalah bayi yang
lahir sebelu minggu ke 37, dihitung dari mulai hari pertama menstruasi
terakhir, dianggap sebagai periode kehamilan memendek. (Nelson, 2000).
Saat inspeksi, bayi prematur sangat kecil dan tampak kurus (dismatur,
kecil untuk masa kehamilan, asymetris, malnutrisi fetal) dikarenakan
memiliki sedikit deposit lemak subkutan atau bahkan dalam beberapa kasus
prematuritas sangat kurang. Kepala bayi prematur secara proporsional
tampak lebih besar dibandingkan dengan tubuhnya. Warna kulit bayi merah
muda terang dan terkadang transparan, hal ini tergantung pada derajat
imaturitasnya. Kulit halus dan mengkilat dengan pembuluh darah kecil yang
tampak di bawah epidermis yang tipis. Lanugo sangat banyak di seluruh
tubuh dengan penyebaran yang tidak merata. Kartilago telinga lunak dan
dapat dilipat. Garis minimal pada telapak tangan dan telapak kaki sehingga
tampak halus. Tulang tengkorak dan rusuk terasa lunak, dan mata masih
tertutup palpebra edema. Pada bayi laki-laki memiliki sedikit rugae pada
skrotum dan testisnya belum turun (desenden testicular negatif). Sedangkan
pada bayi perempuan tampak labia dan klitoris masih menonjol (Wong et al,
2009).
nesting atau sarang yang mengelilingi bayi dan posisi fleksi merupakan
salah satu aspek dari pengelolaan lingkungan perawatan dalam
developmental care. Perilaku bayi berat badan rendah dan premature
cenderung pasif dan malas.
Perilaku ini dapat diamati dari ekstermitas yang tetap cenderung ektensi
Perilaku ini ternyata berbeda dengan bayi yang lahir cukup bulan yang
normal fleksi. Hal ini dikarenakan nesting dapat menopang tubuh bayi
dan juga sekaligus member bayi tempat yang nyaman (Lissauer &
(Kenner & McGrath, 2004) dan mendukung regulasi diri karena melalui
mulut dan tangan mengenggam (Kenner & McGrath, 2004; Wong et all,
menampilkan postur fleksi dengan adduksi bahu dan siku, pinggul dan
lutut fleksi, dan kepala berada di garis tengah. Nesting juga dikaitkan
fisiologis tubuh dan penurunan stress (Coughlin et al, 2009; Lissauer &
Fanaroff, 2009)
1. Minimal handling
dan tidur bagi bayi tanpa adanya gangguan dari aktivitas pengobatan,
untuk hal yang tidak perlu, dan pemberian jam tenang (Maguire et al.,
ikatan atau interaksi orang tua-anak dapat berupa kunjungan orang tua
yang tidak dibatasi dan skin to skin contact atau yang dikenal juga
premature cenderung pasif dan malas. Perilaku ini dapat diamati dari
bayi dan juga sekaligus memberi bayi tempat yang nyaman (Lissauer
2009).
2009.; Lissauer & Fanaroff, 2009). Posisi fleksi bayi baru lahir
4. Tutup telinga
telinga
5. Pengaturan pencahayaan
tremor, terkejut, denyut jantung cepat tidak teratur, terdapat jeda respirasi,
Dua sistem tubuh yang berperan dalam kondisi stress yaitu system saraf
saat pulang dari rumah sakit (Mitchell, et al, 2012). Peningkatan kadar
care yang diberikan yaitu pemberian posisi prone dan pemakaian nesting,
peningkatan suhu tubuh kearah normal, denyut jantung kearah normal dan
jantung, tetapi tidak ada perbedaan bermakna pada kadar saturasi oksigen.
tremor, terkejut, denyut jantung cepat tidak teratur, terdapat jeda respirasi,
Dua sistem tubuh yang berperan dalam kondisi stress yaitu system saraf
saat pulang dari rumah sakit (Mitchell, et al, 2012). Peningkatan kadar
care yang diberikan yaitu pemberian posisi prone dan pemakaian nesting,
peningkatan suhu tubuh kearah normal, denyut jantung kearah normal dan
jantung, tetapi tidak ada perbedaan bermakna pada kadar saturasi oksigen.
25
BAB III
Metode Penelitian
Variabel Independen
Variabel Dependen
Perubahan fisiologis :
frekuensi nadi
frekuensi napas
satuasi oksigen
Perubahan perilaku
Rancangan Penelitian
Keterangan :
C. Definisi Operasional
b. Frekuensi nadi Jumlah denyut nadi dalam satu Instrumen Frekuensi Interval
menit. pengukuran denyut nadi ini pengukuran napas dalam
dilakukan selama 30 menit pada frekuensi nadi angka
saat bayi tidak menggunakan adalah oksimetry (x/menit)
nesting dan 30 menit pada saat nadi yang
bayi menggunakan nesting digunakan di ruang Saturasi
rawat oksigen dalam
angka (%)
c. Saturasi oksigen Saturasi oksigen adalah satuan Instrumen Interval
konsentrasi oksigen di dalam pengukuran saturasi
darah bayi prematur dengan aksigen adalah
menggunakan alat oksimetri. oksimetry nadi
Pengukuran dilakukan selama 30 yang digunakan di
menit pada saat bayi tidak ruang rawat
menggunakan
30
1. Lokasi Penelitian
2. Waktu Penelitian
1. Populasi Penelitian
2. Sample Penelitian
Kriteria Ekslusi
1. Editing
2. Coding
3. Processing
4. Cleaning
G. Analisa Data
1. Analisa Univariat
2. Analisa Bivariat
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Analisis Univariat
Fungsi fisiologis bayi prematur pada fase non nesting dan fase
nesting adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1
Perilaku bayi prematur pada saat fase non nesting dan fase nesting
adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2:
3. Analisa Bivariat
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Tabel 4.5
Tabel 4.6
Rata-rata perilaku bayi pada fase non nesting adalah 9.07 dengan
standar deviasi 1.53 Pada fase nesting didapat rata-rata perilaku
bayi adalah 4.93 dengan standar deviasi 2.15 Hasil uji statistik
didapatkan nilai P value 0.001 (<0.05) maka disimpulkan ada
perbedaan yang signifikan antara perilaku bayi pada fase non
nesting dan fase nesting.