Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi

yang efektif antara tenaga kesehatan dengan pasien, dan bertemunya

pemikiran tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien. Informed

consent dilihat dari aspek hukum Informed Consent adalah persetujuan

tindakan kebidanan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya

setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kebidanan

yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Tujuan Informed Consent

adalah memberikan perlindungan kepada pasien serta memberi perlindungan

hukum kepada bidan terhadap suatu kegagalan dan bersifat negative.

Definisi operasionalnya adalah suatu pernyataan sepihak dari orang

yang berhak (yaitu pasien, keluarga atau walinya) yang isinya berupa izin atau

persetujuan kepada dokter untuk melakukan tindakan medik sesudah orang

yang berhak tersebut diberi informasi secukupnya

Dalam masalah “informed consent” bidan sebagai pelaksana jasa

tindakan medis, disamping terikat oleh Kode Etik Bidan Indonesia juga tetap

tidak dapat melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan hukun perdata, hukum

pidana maupun hukum administrasi, sepanjang hal itu dapat diterapkan.

1
B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Praktik Kebidanan untuk

menambah wawasan dan pengetahuan pembaca tentang Pengambilan

Keputusan Bersama : Informed Consent.

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa dapat memahami dan mengetahui pengertian dan tujuan

informed consent.

b. Mahasiswa dapat memahami dan mengetahui bentuk dan unsur

informed consent.

c. Mahasiswa dapat memahami dan mengetahui dasar hukum informed

consent.

d. Mahasiswa dapat memahami dan mengetahui sanksi hukum informed

consent.

C. Manfaat

1. Bagi Dinas Kesehatan

Hasil penulisan makalah ini dijadikan sebagai masukan yang dapat

digunakan untuk evaluasi dan sebagai tindak lanjut dalam praktik

kebidanan sehingga pelayanan yang diberikan oleh bidan sesuai dengan

standar praktik yang ditetapkan.

2. Bagi Institusi

Hasil penulisan makalah ini dijadikan acuan untuk pengembangan

keilmuan dimasa yang akan datang terutama pada pelayanan kebidanan

2
3. Bagi Tim Penulis

Penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman dalam praktik kebidanan yang diberikan serta dapat

mengaplikasikan ilmu yang didapat selama mengikuti perkuliahan.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Informed Consent

Secara harfiah informed consent merupakan padanan kata dari dua kata

yaitu “informed” yang berarti telah mendapat penjelasan atau keterangan

(informasi), dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi izin. Jadi

“informed consent” mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan

setelah mendapat informasi. Dengan demikian “informed consent” dapat

didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau

keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan

dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya.

Persetujuan tindakan adalah kesepakatan yang dibuat seorang klien

untuk menerima rangkaian terapi atau prosedur setelah informasi yang

lengkap, termasuk risiko terapi dan fakta yang berkaitan dengan terapi

tersebut, telah diberikan oleh tenaga kesehatan. Oleh karena itu, persetujuan

tindakan adalah pertukaran antara klien dan tenaga kesehatan. Biasanya, klien

menandatangani formulir yang disediakan oleh institusi. Formulir itu adalah

suatu catatan mengenai persetujuan tindakan.

Pengertian yang lebih luas terkait informed consent yakni adalah

memberi izin atau wewenang kepada seseorang untuk melakukan suatu

informed consent dengan demikian berarti suatu pernyataan setuju atau izin

oleh pasien atau secara sadar, bebas dan rasional setelah memperoleh

informasi yang dipahaminya, dari tenaga kesehatan yang memahami tentang

4
penyakitnya. Kata dipahami harus digaris bawahi atau ditekankan, karena

pemahaman suatu informasi oleh tenaga kesehatan/dokter belum tentu

dipahami juga oleh pasien. Harus diingat bahwa yang terpenting adalah

pemahaman oleh pasien (Hendrik, 2010,hal.57).

B. Tujuan Informed Consent

Tujuan dari informed consent untuk mendapat perlindungan terhadap

hak-hak asasi pasien untuk menentukan nasib sendiri (hak informasi tentang

penyakitnya, hak untuk menerima/menolak rencana perawatan), juga

merupakan suatu tindakan konkrit atas penghormatan kalangan kesehatan

terhadap hak perorangan. Dalam hubungan antara pelaksana (tenaga

kesehatan) dengan pengguna jasa tindakan medis (pasien), maka pelaksanaan

“informed consent”, bertujuan untuk melindungi pengguna jasa tindakan

medis (pasien) secara hukum dari segala tindakan medis yang dilakukan tanpa

sepengetahuannya, maupun tindakan pelaksana jasa tindakan medis yang

sewenang-wenang, tindakan malpraktek yang bertentangan dengan hak asasi

pasien dan standar profesi medis.

Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis

dari tuntutan-tuntutan pihak pasien yang tidak wajar, serta akibat tindakan

medis yang tak terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap “risk of

treatment” yang tak mungkin dihindarkan walaupun tenaga kesehatan telah

bertindak hati-hati dan teliti serta sesuai dengan standar profesi medik.

Sepanjang hal itu terjadi dalam batas-batas tertentu, maka tidak dapat

dipersalahkan, kecuali jika melakukan kesalahan besar karena kelalaian

5
(negligence) atau karena ketidaktahuan (ignorancy) yang sebenarnya tidak

akan dilakukan oleh tenaga kesehatan.

C. Bentuk Informed Consent

Ada dua bentuk persetujuan tindak medik yang sesuai dengan peraturan

berlaku antara lain:

1. Tersirat ( Implied Consent) dimana persetujuan tindakan medik dianggap

telah diberikan kepada pihak pasien. Persetujuan Tersirat ( Implied

Consent) tanpa pernyataan yang tegas, hanya dengan isyarat yang

diterima tenaga kesehatan berdasarkan sikap dan tindakan pasien.

2. Dinyatakan (Expressed Consent) merupakan persetujuan dinyatakan

dengan lisan atau tulisan. Pada tindakan yang melebihi prosedur yang

umum /biasa dilakukan pemeriksaan genital / rectal atau lisan. Tindakan

invasif/ berisiko; pembedahan untuk terapi/diagnosis dengan tertulis.

Secara umum bentuk persetujuan yang diberikan pengguna jasa tindakan

medis (pasien) kepada pihak pelaksana jasa tindakan medis (tenaga kesehatan)

untuk melakukan tindakan medis dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu :

1. Persetujuan Tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang

mengandung resiko besar, sebagaimana ditegaskan dalam PerMenKes No.

585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat (1) dan SK PB-IDI No. 319/ PB/

A.4/88 butir 3, yaitu intinya setiap tindakan medis yang mengandung

resiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan tertulis, setelah

sebelumnya pihak pasien memperoleh informasi yang adekuat tentang

perlunya tindakan medis serta resiko yang berkaitan dengannya.

6
2. Persetujuan Lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang bersifat

non-invasif dan tidak mengandung resiko tinggi, yang diberikan oleh

pihak pasien;

3. Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melalui isyarat, misalnya

pasien yang akan disuntik atau diperiksa tekanan darahnya, langsung

menyodorkan lengannya sebagai tanda menyetujui tindakan yang akan

dilakukan terhadap dirinya.

D. Unsur Informed Consent

Suatu informed consent baru sah diberikan oleh pasien jika memenuhi

minimal 3 (tiga) unsur sebagai berikut :

1. Keterbukaan informasi yang cukup diberikan oleh tenaga kesehatan

2. Kompetensi pasien dalam memberikan persetujuan

3. Kesukarelaan (tanpa paksaan atau tekanan) dalam memberikan

persetujuan.

E. Dasar Hukum Informed Consent

Aspek Hukum Perdata, suatu tindakan medis yang dilakukan oleh

pelaksana jasa tindakan medis (dokter) tanpa adanya persetujuan dari pihak

pengguna jasa tindakan medis (pasien), sedangkan pasien dalam keadaan

sadar penuh dan mampu memberikan persetujuan, maka dokter sebagai

pelaksana tindakan medis dapat dipersalahkan dan digugat telah melakukan

suatu perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-

undang Hukum Perdata (KUHPer). Hal ini karena pasien mempunyai hak atas

7
tubuhnya, sehingga dokter dan harus menghormatinya.

Aspek Hukum Pidana, “informed consent” mutlak harus dipenuhi

dengan adanya pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

tentang penganiayaan. Suatu tindakan invasive (misalnya pembedahan,

tindakan radiology invasive) yang dilakukan pelaksana jasa tindakan medis

tanpa adanya izin dari pihak pasien, maka pelaksana jasa tindakan medis dapat

dituntut telah melakukan tindak pidana penganiayaan yaitu telah melakukan

pelanggaran terhadap Pasal 351 KUHP.

Syarat sahnya persetujuan tindakan medik yang dilakukan oleh tenaga

medis terhadap pasien, sejatinya pasien diberikan secara bebas, diberikan oleh

orang yang sanggup membuat perjanjian.Telah mendapatkan penjelasan dan

memahaminya mengenai susuatu hal yang khas dari persetujuan. Tetapi

penolakan (informed refusal) bisa juga dilakukan oleh pasien, karena

merupakan hak pasien/keluarga pasien dan tiada satupun tenaga kesehatan

yang bisa memaksa sekalipun berbahaya bagi pasien maka sebaiknya pihak

rumah sakit/ dokter meminta pasien/keluarga menandatangani surat penolakan

terhadap anjuran tindakan medik tersebut di lembaran khusus.

F. Sanksi Hukum Terhadap Informed Consent

1. Sanksi pidana

Apabila seorang tenaga kesehatan menorehkan benda tajam tanpa

persetujuan pasien dipersamakan dengan adanya penganiayaan yang dapat

dijerat Pasal 351 KUHP.

8
2. Sanksi perdata

Tenaga kesehatan atau sarana kesehatan yang mengakibatkan kerugian

dapat digugat dengan 1365, 1367, 1370, 1371 KUHPer.

3. Sanksi administratif

Pasal 13 Pertindik mengatur bahwa terhadap dokter yang melakukan

tindakan medis tanpa persetujuan pasien atau keluarganya dapat dikenakan

sanksi administratif berupa pencabutan izin praktik.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Informed consent didefinisikan sebagai persetujuan tindakan yaitu

kesepakatan yang dibuat seorang klien untuk menerima rangkaian terapi atau

prosedur setelah informasi yang lengkap, termasuk risiko terapi dan fakta yang

berkaitan dengan terapi tersebut, telah diberikan oleh tenaga kesehatan. Dalam

hubungan antara pelaksana (tenaga kesehatan) dengan pengguna jasa tindakan

medis (pasien), maka pelaksanaan “informed consent”, bertujuan untuk

melindungi pengguna jasa tindakan medis (pasien) secara hukum dari segala

tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuannya, maupun tindakan

pelaksana jasa tindakan medis yang sewenang-wenang, tindakan malpraktek

yang bertentangan dengan hak asasi pasien dan standar profesi medis.

B. Saran

Bagi Institusi : Agar dapat menambah referensi buku terutama mengenai

Pengambilan Keputusan Bersama : Informed Consent agar memudahkan

mahasiswa mendapatkan sumber rujukan sehingga mampu memberikan

wawasan yang luas kepada mahasiswa.

Bagi Mahasiswa: Agar bisa memanfaatkan makalah ini sebagai media

pembelajaran dan selalu mengembangkan ilmu dalam pelayanan kebidanan

khususnya demi meningkatnya kualitas pelayanan dalam kebidanan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Hendrik. 2010. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Yuningsih, Yuyun dkk. 2006. Praktik Keperawatan Profesional Konsep & Perspektif,

Ed.4. Jakarta: EGC

Guwandi,J. 2004. Informed Consent&Informed Refusal 4th edition. Fakultas Kedokteran

Indonesia : Jakarta

https://www.academia.edu/6608171/Informed_Consent_dan_Rahasia_Medis.html

http://www.Unsu.ac.id/makalah Informed consent Chapter II.html Format PDF

http://www.Undip.ac.id/daftar pustaka informed consent.htmlFormat PDF

11

Anda mungkin juga menyukai