Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir merupakan penyebab tersering
dari ikterus neonatrum. Namun banyak juga bayi baru lahir menjadi ikterus
tanpa bukti hemolisis dikarenakan belum sempurnanya mekanisme
metabolism bilirubin (Nelson, 2014).
Bilirubin di produksi dalam rahim oleh janin normal dan yang
mengalami eritroblastosis fetalis. Bilirubin indirect, yang tidak terkonjugasi,
serta larut dalam lemak milik janin ditransfer melalui plasenta dan
terkonjugasi oleh enzim hati ibu. Plasenta impermeable terhadap bilirubin
terkonjugasi yang larut dalam air (Nelson, 2014).
Peran perawat dalam keperawatan hiperbilirubinemia ini sebagai
innovator, fasilitator, pendidik, dan sebagai pemberi pelayanan kesehatan
yang sangat di butuhkan dalam melakukan asuhan keperawatan kepada klien
secara menyeluruh baik biologis, psikologis, sosial, budaya dan spiritual yang
meliputi beberapa aspek antara lain aspek promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitative. Dari aspek promotif adalah dimana perawat berperan sebagai
promotor kesehatan yang perlu memberikan informasi ataupun pendidikan
kesehatan tentang pentingnya hidup sehat dan melakukan pemeriksaan
kandungan secara rutin.Perawat sebagai aspek preventif adalah menganjurkan
kepada ibu hamil untuk berhati- hati terhadap penggunaan obat- obat dan
pemenuhan gizi yang baik untuk bayi. Aspek kuratif perawat berkolaborasi
dalam pemberian terapi (fototherapi, transfuse pengganti, infuse albumin dan
therapy obat). Peran perawat mengembalikan kondisi klien setelah mengalami
penurunan kadar bilirubin dan meninformasikan kepada ibu.
Peran perawat sangatlah penting pada kasus ini. Peran perawat sangat
berguna untuk memberikan asuhan keperawatan dank ode etik dalam

1
menangani pasien dengan diagnose hiperbilirubin. Contohnya pada fototerapi,
seharusnya mempunyai control atau pengawasan, tetapi banyak perawat yang
lalai dalam hal tersebut. Pada kenyataannya kita lihat di lapangan banyak
pasien hiperbilirubin yang pemberian asuhan keperawatannya kurang
maksimal.pada saat pengkajian ditemukan 3 dari 10 bayi yang di rawat inap
perinatology dengan diagnose icterus neonatum, dimana ketiga bayi tersebut
sedang di fototerapi.

B. Tujuan
1. Mampu mengetahui dasar teori hiperbilirubinemia
2. Mampu melakukan pengkajian terhadap klien, menganalisa data, dan
menentukan diagnose keperawatan serta menetapkan prioritas masalah
yang utama. Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan untuk
memenuhi kebutuhan klien sesuai dengan prioritas masalah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Hiperbilirubinemia merujuk pada tingginya kadar bilirubin
terakumulasi dalam darah dan di tandai dengan jaundice atau ikterus , suatu
pewarnaan kuning pada kulit, sclera dan kuku. Hiperbilirubinemia merupakan
temuan biasa pada bayi baru lahir dan pada kebanyakan kasus relative jinak
akan tetapi hal ini bisa menunjukkan keadaan patologis (Donna L. Wong,
2008).
Ikterus hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan pada bayi baru
lahir dimana kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu
pertama dengan ditandai dengan ikterus, keadaan ini terjadi pada bayi baru
lahir yang sering disebut sebagai ikterus neonatorum yang bersifat patologis
atau sering dikenal dengan hiperbilirubinemia yang merupakan suatu keadaan
meningkatnya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga
konjungtiva, kulit dan mukosa akan berwarna kuning (Alimul H. A, 2005)
Jadi, dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
hiperbilirubinemia merupakan suatu kondisi dimana kadar bilirubin melebihi
batas normal yang sering di tandai dengan kulit yang berwarna kuning.

B. Etiologi
Menurut (Nelson, 2014) yaitu :
1. Etiologi Hiperbilirubinemia Indirect tak Terkonjugasi
a. Ikterus Fisiologi
Merupakan penyebab umum hiperbilirubinemia pada bayi baru
lahir. Keadaan ini adalah diagnosis eksklusi, yang dibuat setelah
menyingkirkan kemungkinan penyebab lain yang lebih serius, seperti
hemolisis, infeksi, dan penyakit metabolic. Ikterus fisiologis

3
merupakan hasil dari berbagai faktor fisiologis normal pada bayi lahir
seperti: peningkatan produksi bilirubin akibat peningkatan masa SDM,
usia SDM yang pendek, dan imaturitas hati dari ligandin dan
glukoronil tranforase.
Pola klinis ikterus fisiologis pada bayi cukup bulan meliputi
kadar bilirubin indirect puncak tidak lebih dari 12 mg/dl pada hari ke-
3 kehidupan. Pada bayi premature, puncak ini lebih tinggi yaitu 15
mg/dl dan lambat (hari ke- 5). Kadar puncak bilirubin indirect selama
periode ikterus fisiologis lebih tinggi pada bayi yang mendapat ASI
daripada formula.
b. Sindrom Crigler- Najjar
Merupakan suatu kelainan yang serius, jarang terjadi,
autosomal resesif, dan merupakan defisiensi permanen glokoronil
transforase yang berakibat hiperbilirubenemia indirect berat.
c. Breast Milk Jaundice
Dapat berhubungan dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi
tanpa bukti terjadinya hemolisis pada minggu pertama sampai ke- 2
kehidupan. Kadar bilirubin akibat breast milk jaundice jarang
mencapai lebih dari 20 mg/dl. Penghentian ASI selama 1- 2 hari
mengakibatkan penurunan kadar bilirubin yang cepat dan tidak
meningkat bermakna saat di susui kembali. ASI dapat mengandung
inhibitor untuk proses konjugasi bilirubin dan meningkatkan sistem
sirkulasi enterohepatik bilirubin oleh glukoronidase di ASI.
d. Ikterus pada hari pertama kehidupan
Selalu bersifat patologis, dan harus dicari penyebabnya segera.
Bukti fisis ikterus pada bayi bila kadar bilirubin mencapai 5- 10 mg/dl.
Bila terlihat ikterus, maka evaluasi laboratorium untuk
hiperbilirubinemia harus mencakup pengukuran bilirubin total untuk
menetukan tingkat beratnya hiperbilirubinemia.

4
2. Etiologi Hiperbilirubinemia Terkonjugasi Direct
a. Kernikterus (Ensefalopati Bilirubin)
Fraksi bilirubin indirect, tidak terkonjugasi, yang larut dalam
lemak bersifat toksik terhadap susunan saraf pusat yang sedang
berkembang terutama bila konsentrasi bilirubin indirect tinggi dan
melampaui kapasitas albumin untuk mengikatnya. Kernikterus terjadi
ketika bilirubin indirect di deposit di sel- sel otak terutama di daerah
ganglia basalis serta mengganggu metabolisme dan fungsinya.
Bilirubin indirect dapat melewati sawar darah otak karena dapat larut
dalam lemak. Teori lain menjelaskan bahwa gangguan pada sawar
darah otak menyebabkan kompleks bilirubinalbumin atau bilirubin
bebas- asam lemak, untuk menembusnya.
Kernikterus biasanya terjadi bila kadar bilirubin sangat tinggi
sesuai gestasi nya, karena ikterus biasanya tidak terjadi pada bayi
cukup bulan bila kadar bilirubin kurang dari 20- 25 mg/dl, namun
ensidensinya akan meningkat bila melampaui 25 mg/dl. Kernikterus
dapat terjadi pada bilirubin kurang dari 20 mg/dl bila disertai sepsis,
meningitis, hemolisis, hipoksia, hipotermia, hipoglikemia, obat-
obatan melepaskan ikatan bilirubin (sulfa), dan prematuritas resiko
lain yang dapat menimbulkan kernikterus pada bayi cukup bulan
adalah hemolisis, ikterus yang terlihat dalam 24 jam pertama, dan
terlambatnya diagnosis hiperbilirubinemia. Kernikterus dapat terjadi
pada bayi yang sangat premature dengan berat lahir kurang dari 1.000
gram ketika kadar bilirubin kurang dari 10 mg/dl keadaan ini karena
sawar darah otak yang lebih permeable akibat prematuritasnya.
Manifestasi klinis yang terjadi paling awal dari kernikterus adalah
letargi, hipotonia, iritabilitas, berkurangnya reflex moro, dan toleransi
minum yang buruk. Gejala lainnya adalah tangisan yang melengking
dan emesis.

5
C. Anatomi Fisiologi
1. Hati
Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh
ligamentum falciforme. Lobus kanan yang lebih besar dari lobus kiri nya
dan mempunyai 3 bagian utama yaitu lobus kanan atas, lobus caudatus
dan lobus quadrates (price&Wilson, 2005).
Hati di suplai oleh pembuluh darah, yaitu:
a. Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus kaya akan
nutrient seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut
dalam air dan mineral.
b. Arteri hepatica cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.
2. Fungsi hati
a. Mengubah zat makanan yang diabsorbsi dari usus dan yang
disimpan dari suatu tempat dalam tubuh di keluarkan sesuai
dengan kebutuhan.
b. Menghasilkan enzim glikolik glukosa menjadi glukogen
c. Sekresi empedu, garam empedu dibuat di hati di bentuk dalam
retikulo endulium dialirkan ke empedu
d. Untuk menyimpan berbagai zat seperti mineral (Cu, Fe) serta
vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E dan K) glikogen dan
berbagai racun yang tidak dapat di keluarkan dalam tubuh
(peptisida)
e. Untuk fagositosis mikroorganisme, eritrosit dan leukosit yang
sudah tua dan rusak.
f. Untuk pembentukan ureum, hati menerima asam amino di ubah
menjadi ureum, di keluarkan dari darah oleh ginjal dalam bentuk
urine.

6
g. Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat dan
air

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang lazim ditemukan pada bayi dengan hiperbilirubin
adalah sebagai berikut:
1. Kulit jaundice (kuning)
2. Sclera ikterik
3. Peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dl pada neonates yang
cukup bulan dan 15 mg% pada neonates yang kurang bulan
4. Kehilangan berat badan sampai 5% selama 24 jam yang disebabkan oleh
rendahnya intake kalori
5. Hipoksia
6. Syndrome gangguan napas
7. Pemeriksaan abdomen terjadi bentuk perut yang membuncit
8. Feses berwarna seperti dempul dan pemeriksaan neurologis dapat
ditemukan adanya kejang
9. Epistotonus (posisi tubuh bayi melengkung)
10. Terjadi pembesaran hati
11. Tidak mau minum ASI
12. Letargi

E. Patofisiologi
Bilirubin yang tak terkonjugasi dalam hati tidak mampu di ubah oleh
enzim glukoronil transforase yang berfungsi untuk merubah bilirubin tak
terkonjugasi menjadi bilirubin konjugasi sehingga bilirubin yang tak dapat di
ubah akan larut dalam lemak dan mengakibatkan ikterik pada kulit. Bilirubin
yang tak terkonjugasi tidak larut dalam air ini tidak bisa di ekskresikan dalam
urine dan tidak terjadi bilirubinuria .Namun demikian terjadi peningkatan

7
pembentukan urobilinogen (akibat peningkatan bilirubin terhadap hati dan
peningkatan konjugasi serta ekskresi) yang selanjutnya mengakibatkan
peningkatan ekskresi dalam feses dan urine dan feses berwarna gelap (Price,
Sylvia Anderson, 2006).
Oleh sebab itu dengan semakin banyaknya bilirubin yang larut dalam
lemak akan memberikan dampak yang buruk terhadap kerja hepar karena
secara terus menerus melakukan transforase tanpa adanya pembuangan
melalui eliminasi, dan jika berlanjut akan menyebabkan hepatomegali yang
mengakibatkan terjadinya rasa mual muntah, jadi dengan adanya peningkatan
bilirubin di dalam darah maka akan mengakibatkan terjadinya hiperbilirubin.
Apabila bilirubin tak terkonjugasi melampaui 20 mg/dl maka akan terjadi
suatu keadaan yang disebut kernicterus jika tidak dengan segera maka akan
mengakibatkan kejang, tonus otot kaku, spasme otot, reflex hisap lemah
(Price, Sylvia Anderson, 2006).

Patofisiologi Hiperbilirubinemia menurut (Anita, dkk. 2014), yaitu:


1. Hiperbilirubinemia dapat terjadi melalui beberapa cara:
a. Obat- obat tertentu (seperti aspirin, obat penenang, serta
sulkonamid) dan sejumlah keadaan (seperti hipotermia,
anoksia, hipoglikemia, serta hipoalbuminemia) dapat
mengganggu rekasi konjugasi dan mengikat tempat pengikatan
albumin.
b. Penurunan fungsi hati dapat mengurangi konjugasi bilirubun.
c. Peningkatan produksi eritrosit atau pemecahan eritrosit dapat
menyertai kelainan hemolitik atau inkompabilitis Rh atau
ABO.
d. Obstruksi bilier atau hepatitis dapat menyumbat aliran getah
empedu yang normal.

8
e. Enzim maternal yang terdapat dalam ASI dapat menghambat
aktivitas enzim konjugasi glukoronil transferase.
2. Ketika eritrosit pecah pada akhir siklus kehidupan neonatal.
3. Bilirubin yang tidak terkonjugasi bersifat larut dalam lemak dan
tidak dapat di ekskresikan ke dalam urine atau getah empedu.
Bilirubin ini dapat mengalir ke jaringan ekstravaskuler khususnya
jaringan lemak dan otak sehingga terjadi bilirubinemia.
4. Bilirubin yang tak terkonjugasi dapat menginfiltrasi nucleus sel
korteks serebri dan thalamus sehingga terjadi kernicterus.
5. Keadaan yang mungkin menjadi penyebabnya meliputi penyakit
hemolitik pada neonates, sepsis, gangguan fungsi hati, polisitemia,
perdarahan tertutup, hipotermia, hipoglikemia.

F. Pathways
Etiologi

Peningkatan kadar bilirubin dalam darah

Hiperbilirubin

Suplai bilirubin melebihi kemampuan hepar

Hepar tidak mampu melakukan konjugasi

9
Sebagian masuk kembali ke siklus enterohepatik

Ikterus pada sclera menjalar ke otak melalui sawar darah otak

Terjadi masalah pada sistem Kernikterus


saraf pusat

Reflex hisap lemah Kelemahan pada otak

Ketidak Efektifan Kematian


Pola Makan Bayi
Duka Cita

Ikterusneonatrum

Indikasi fototerapi terpapar panas Gangguan


Termoregulasi
Terpapar panas

Panas berlebih Resiko Cidera

Penguapan berlebih

Resiko Deficit Volume


Cairan

10
G. Derajat Hiperbilirubin menurut Kramer

Zona Bagian Tubuh Rata- rata Serum Indirect


1 Kepala sampai leher 100
2 Kepala, leher, sampai umbilicus 150
3 Kepala, leher, pusar, sampai paha 200
4 Lengan dan tungkai 250
5 Kepala sampai ke tumit kaki >250

H. Komplikasi Hiperbilirubin
Menurut (Donna L. Wong, 2008), yaitu:
1. Terjadi kernikterus, yaitu kerusakan pada otak
2. Retardasi mental – Kerusakan neurologis
Efek hiperbilirubinemia dapat menimbulkan kerusakan sel- sel syaraf,
meskipun kerusakan sel- sel tubuh lainnya juga dapat terjadi.
3. Gangguan pendengaran dan penglihatan
4. Kematian

I. Klasifikasi Hiperbilirubin
1. Ikterus Fisiologis
a. Timbul pada hari ke- 2 atau ke- 3
b. Kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 10
mg/dl dan 12 mg/dl pada bayi kurang bulan
c. Peningkatan kecepatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dl
perhari
d. Ikterus hilang 10- 14 hari
e. Tidak ada mempunyai hubungan dengan patologis

2. Ikterus patologis
a. Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan

11
b. Apabila kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih
dari 10 mg/dl dan 10 mg/dl pada bayi kurang bulan
c. Ikterus menetap setelah 2 minggu
d. Mempunyai hubungan dengan hemolitik

J. Penatalaksanaan
Penanganan hiperbilirubin pada bayi baru lahir menurut (Rudolph, 2007),
yaitu:
1. Fototerapi
Bilirubin yang bersifat fotolabil, mengalami beberapa fotoreaksi
apabila terpajan ke sinar dalam rentang cahaya tampak, terutama sinar
biru. Hal ini menyebabkan fotoisomerase bilirubin. Turunan bilirubbin
yang dibentuk oleh sinar bersifat polar, dengan demikian, turunan tersebut
lebih larut dalam air daripada bilirubin asli, dan lebih mudah di
ekskresikan di urine. Bentuk isimerik bilirubin yang utuh ini di
ekskresikan dalam empedu dalam keadaan tidak terkonjugasi, secara
spontan di rekonfersi menjadi bilirubin tidak terkonjugasi di lumen usus,
dan di serap secara persial di usus halus. Bilirubin, dalam jumlah yang
lebih kecil, juga secara ireversibel dipecahkan oleh oksigen yang sangat
reaktif yang diaktifkan oleh sinar.
Fototerapi harus dilakukan sebelum bilirubin mencapai konsentrasi
“kritis”, penurunan konsentrasi serum mungkin belum tampak selama 12-
24 jam. Fototerapi harus dilanjutkan sampai konsentrasi bilirubin serum
tetap dibawah 10 mg/dl. Transfuse tukar harus dilakukan apabila
fototerapi saja terbukti tidak efektif dalam mengendalikan kadar bilirubin
serum. Karena pemakaian fototerapi bukannya tanpa resiko, modalitas ini
harus digunakan secara konservatif, disertai ketaatan terhadap
petunjuknya. Penyulit yang dihadapi dalam menghadapi fototerapi
mencakup diare, panas berlebihan, dan dehidrasi.

12
2. Transfusi Tukar
Digunakan untuk menurunkan secara bermakna kadar bilirubin tidak
terkonjugasi yang meningkat yang tidak responsive terhadap terapi
standart. Namun, masih banyak silang pendapat diantara para dokter
kapan menerapkan strategi ini. Rekomendasi sebelumnya untuk transfuse
tukar adalah jika kadar serum lebih besar 20 mg/dl dengan adanya
hemolisis dengan ambang yang lebih rendah untuk bayi dengan berat lahir
rendah atau premature dan dengan penyakit lain.
3. Obat Pengikat Bilirubin
Pemberian oral arang aktif atau agar menurunkan secara bermakna
kadar bilirubin rata- rata selama 5 hari pertama. Setelah lahir pada bayi
sehat, tetapi potensi terapeutik modalitas ini belum diteliti secara
ekstensif.

K. Pemeriksaan Diagnnostik pada Bayi dengan Hiperbilirubin


1. Test comb pada bayi baru lahir: hasil positif test comb indirect
menandakan adanya antibody Rh positif, anti-A atau anti-B dalam darah
ibu. Hasil positif dari test comb direct menandakan adanya sentisisasi (Rh-
positif, anti-A, anti-B) sel darah merah dari neonates.
2. Golongan darah bayi dan Ibu: mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.
3. Bilirubin total: kadar direct terkonjugasi bermakna jika melebihi 1,1 – 1,5
mg/dl, yang mungkin di hubungkan dengan sepsis. Kadar indirect (tak
terkonjugasi) tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam atau
tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi yang cukup bulan atau 15 mg/dl
atau pada bayi paratern (tergantung berat badan bayi)
4. Protrein serum total: kadar kurang dari 3,0 mg/dl menandakan penurunan
kapasitas tingkatan terutama pada bayi paraternm

13
5. Hitung darah lengkap: hemoglobin mungkin rendah (<14 mg/dl) karena
hemolisis.Hematokrit mungkin meningkat (>65%) pada polisitemia,
Perunan (<45%>dengan hemnolisis dan anemia berlebihan
6. Daya ikat karbon dioksida: penurunan kadar menunjukkan hemolisis
7. Meter ikterik transkutan: mengidentifikasi bayi yang memerlukan
penentuan bilirubin serum
8. Jumlah retikulosit: peningkatan retikulosit menandakan peningkatan
produksi sel darah merah dalam respon terhadap hemolisis yang
berkenaan dengan penyakit Rh
9. Smear darah perifer: dapat menunjukkan sel darah merah abnormal atau
imatur, eritroblastosis dan penyakit Rh atau sferositis pada inkompabilitas
ABO
10. Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis
ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih
lanjut
11. Ultrasonografi, digunakan untuk membedakan antara kolestatis
intrahepatic dengan ekstrahepatic
12. Biopsy hati

L. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pada pengkajian bayi dengan hiperbilirubinemia dapat ditemukan
adanya ikterus pada 24 jam pertama, ikterus disertai dengan proses
hemolisis kemudian ikterus yang disertai dengan keadaan berat badan
lahir kurang dari 2000 gram, peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10
mg% atau lebih setiap 24 jam, peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10
mg% pada neonates yang cukup bulan dan 12,5 mg% pada neonates yang
kurang bulan, hipoksia, sindroma gangguan pernafasan, pemeriksaan
abdomen terjadi bentuk perut yang membuncit, terjadi pembesaran hati,

14
feses berwarna seperti dempul dan pemeriksaan neurologis dapat
ditemukan adanya kejang, opistotonus, tidak mau minum, letargi, reflex
moro lemah, atau tidak ada sama sekali.

2. Diagnosa
a. Ketidak efektifan pola makan bayi berhubungan dengan keterlambatan
neurologis
b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan fototerapi
c. Gangguan termoregulasi berhubungan dengan suhu lingkungan tinggi
d. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan meningkatnya kadar
bilirubin dan komplikasi fototerapi
e. Duka cita berhubungan dengan antisipasi kehilangan orang terdekat

3. Intervensi

NO DIAGNOSA NOC NIC


1. Ketidak Setelah dilakukan tindakan 1120 Terapi Nutrisi
efektifan pola keperawatan selama…x 24 Definisi:
makan bayi jam diharapkan pola Pemberian makanan dan cairan
berhubungan makan bayi kembali untuk membantu proses
dengan efektif. metabolic pada pasien
keterlambatan 1020 Status Nutrisi Bayi malnutrisi atau pasien yang
neurologis Definisi: Jumlah Nutrisi beresiko tinggi mengalami
dicerna dan diserap untuk malnutrisi.
memenuhi kebutuhan Aktifitas:
metabolisme serta a. Lengkapi pengkajian
meningkatkan nutrisi sesuai kebutuhan
pertumbuhan bayi. b. Monitor intake makanan
Kriteria Hasil: atau cairan dan hitung

15
a. Intake nutrisi masukan kalori perhari
ditingkatkan dari skala 1 sesuai kebutuhan.
ke skala 3 c. Tentukan jumlah kalori dan
b. Intake makanan lewat tipe nutrisi yang diperlukan
mulut ditingkatkan dari untuk memenui kebutuhan
skala 1 ke skala 3 nutrisi.
c. Intake cairan lewat d. Pilih suplemen nutrisi
mulut ditingkatkan dari sesuai kebutuhan.
skala 1 ke skala 3 e. Ajarkan keluarga mengenai
d. Tolernasi makanan diet yang dianjurkan
ditingkatkan dari skala 1 5640 Pengajaran: Nutrisi
ke skala 5 Bayi 0-3 bulan
Definisi:
Indikator skala: Instruksi mengenai praktik-
1 = Tidak adekuat praktik nutrisi dan pemberian
2 = Sedikit adekuat makanan melalui 3 bulan
3 = Cukup adekuat pertama kehidupan .
4 = Sebagaian besar Aktifitas:
adekuat a. Berikan orang tua materi
5 = Sepenuhnya adekuat tertulis yang sesuai dengan
kebutuhan pengetahuan
yang telah diidentifikasi
b. Instruksikan orang tua atau
pengasuh untuk member
makan banyak ASI atau
susu formula untuk tahun
pertama
c. Instruksikan orang tua atau

16
pengasuh selalu memegang
bayi saat memberikan botol
d. Instrusikan orang tua atau
pengasuh untuk
menghindari menempatkan
sereal dalam botol
2 Resiko Setelah dilakukan tindakan 4130 Monitor cairan
kekurangan keperawatan selama .. 24 Tekanan riwayat jumlah dan
volume cairan jam diharapkan tidak tipe intake cairan dan eliminasi
berhubungan terjadi resiko kekurangan a. Tentukan kemungkinan
dengan cairan pada klien. faktor resiko dari ketidak
Fototerapi 0601 Keseimbangan seimbangan cairan
cairan (hipertermia, terapi diuretic,
Definisi : Keseimbangan kelainan renal, gagl jantung,
cairan di dalam ruang diaphoresis, disfungsi hati)
intraseluler dan b. Monitor berat badan
ekstraselular tubuh. c. Monitor serum dan
Criteria hasil: elektrolit urine
a. Keseimbangan d. Monitor serum dan
intake dan output osmolaritas urine
dalam 24 jam e. Monitor asupan dan
ditingkatkan dari pengeluaran
skala 3 ke skala 5
b. Berat badan stabil
ditingkatkan dari
skala 3 ke skala 5
c. Turgor kulit
ditingkatkan dari
skala 2 ke skala 5

17
d. Kelembapan
membrane mukosa
ditingkat dari skala
3 ke skala 5
e. Berat jenis urine
ditingkatkan dari
skala 1 ke skala 5

Indikator Skala:
1 = Sangat terganggu
2 = Banyak terganggu
3 = Cukup terganggu
4 = Sedikit terganggu
5 = Tidak terganggu

3 Gangguan Setelah dilakukan tindakan 3900 Pengaturan Suhu


termoregulasi keperawatan selama ..24 Definisi: Mencapai atau
berhubungan jam diharapkan suhu bayi memelihara suhu tubuh dalam
dengan suhu kembali normal batas normal
lingkungan 0800 Termoregulasi Aktifitas-Aktifitas
tinggi Definisi: Keseimbangan a. Monitor suhu paling
antara produksi panas, tidak setiap 2 jam
mendapatkan panas, dan b. Monitor suhu bayi baru
kehilangan panas. lahir sampai setabil
Kriteria Hasil: c. Monitor suhu dan
a. Peningkatan suhu warna kulit
kulit ditingkatkan d. Monitor dan laporkan
dari skala 2 ke adanya tanda dan
skala 5 gejala hiportemia dan

18
b. Hipertemia hipertemia
ditingkatkan dari e. Diakusikan pentingnya
skala 2 ke skala 5 termoregulasi dan
c. Perubahan warna kemungkinan efek
kulit ditingkatkan negatif dari demam
dari skala 3 ke skla yang berlebihan
5 f. Instrukaikan
d. Dehidrasi bagaimana mencegah
ditingkatkan dari keluarnya panas dan
skla 2 ke skala 5 serangan panas

Indikator Skala
1 = Berat
2 = Cukup Berat
3 = Sedang
4 = Ringan
5 = Tidak ada

4 Resiko cidera Setelah dilakukan tindakan 6924 Fototerapi : Neonatus


berhubungan keperawatan selama.. x 24 Definisi: Penggunaan terapi
dengan jam di harapkan resiko lampu untuk mengurangi kadar
meningkatnya cidera dapat berkurang. bilirubin pada bayi baru lahir
kadar bilirubin 2405 Fungsi Sensori aktifitas-aktifitas .
dan komplikasi Definisi: Kemampuan a. Kaji ulang riwayat maternal
fototerapi untuk merasakan stimulasi dan bayi mengenai adanya
raba, faktor resiko terjadinya
suara,propiosepsi,rasa,bau hiperbilirubinemia
dan gambar visual. b. Observasi tanda-tanda
Kriteria Hasil: warna kuning

19
a. Persepsi stimulasi c. Periksa kadar serum
kulit ditingkatkan bilirubin
dari skala 3 ke d. Laporkan hasil laboratorium
skala 5 pada dokter
b. Ketajaman e. Edukasi keluarga mengenai
pendengaran prosedur dan perawatan
ditingkatkan dari fototerapi
skala 3 ke skala 5 f. Tempatkan lampu fototerapi
c. Persepsi posisi diatas bayi dengan tinggi
kepala ditingkatkan yang sesuai
dari skala 4 ke g. Observasi tanda-tanda
skala 5 dehidrasi
d. Persepsi posisi h. Dorong pemberian makan 8
tubuh ditingkatkan x per hari
dari skala 3 ke i. Evaluasi status neurologis
skala 5 setiap 4 jam
e. Perbedaan bau j. Monitor kadar serum
ditingkatkan dari bilirubin
skala 3 ke skala 5
f. Perbedaan rasa
ditingkatkan dari
skala 3 ke skala 5
g. Ketajaman
penglihatan
ditingkatkan dari
skala 3 ke skala 5

Indikator skala:

20
1 = Sangat terganggu
2 = Banyak terganggu
3 = Cukup terganggu
4 = Sedikit terganggu
5 = Tidak terganggu

5 Duka cita 1862 Pengetahuan: 5420 Dukungan Spiritual


berhubungan Manajemen Stres Definisi : Membantu klien
dengan Definisi : Tingkat untuk merasakan
antisipasi pemahaman yang keseimbangan dan hubungan
kehilangan disampaikan tentang proses dengan kekuatan yang lebih
orang terdekat stress dan strategi untuk besar.
mengurangi atau mengatasi Aktifitas:
stress a. Gunakan komunikasi
Kriteria Hasil: terapeutik dalam
a. Faktor penyebab membangun hubungan
stress ditingkatkan saling percaya dan
dari skala 2 ke caring
skala 5 b. Perlakukan individu
b. Faktor yang dengan hormat dan
meningkatkan martaba
stress ditimgkatkan c. Berikan privasi dan
dari skala 1 ke waktu yang tenang
skala 5 untuk kegiatan spiritual
c. Respon fisik d. Ajarkan metode
terhadap stress relaksasi, meditasi, dan
ditingkatkan dari imajinasi terbimbing
skala 2 ke skala 5 beri kesempatan untuk
d. Respon prilaku mendiskusikan

21
terhadap stress berbagai sistem
ditingkatkan dari kepercayaan dan
sekala 2 ke skala 5 pandangan dunia
e. Respon spiritual mengenai hal tersebut
terhadap stress e. Berdoa bersama
ditingkatkan dari individu
skala 2 ke skala 5
f. Teknik meditasi
yang efektif
ditingkatkan dari
sekala 1 ke skala 4
g. Teknik relaksasi
yang efektif
ditingkatkan dari
skala 1 ke skala 4
h. Teknik
penguranagn stress
yang efektif
ditingkatkan dari
skala 1 ke skala 4
i. Teknik komunikasi
yang efektif
ditingkatkan dari
skala 1 ke skala 4
j. Manfaat berdoa
ditingkatkan dari
sekala 2 ke skala 5
k. Pikiran-pikiran

22
alternative untuk
menggantikan
fikiran negative dan
tidak rasional
ditingkatkan dari
skala 1 ke skala 4

Indikator skala:
1 = Tidak ada pengetahuan
2 = Pengetahuan terbatas
3 = Pengetahuan sedang
4 = Pengetahuan banyak
5 = Pengetahuan sangat
banyak

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

23
Hiperbilirubin adalah warna kuning pada bayi yang di tandai pada kulit, atau
istilah yang dipakai untuk icterus neonatrum setelah ada hasil laboratorium
yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin. Merupakan suatu
keadaan yang menyerupai penyakit hati yang terdapat padabayi baru lahir dan
gawat karena dapat menjadi penyebab gangguan tumbuh kembang bayi.
Ada 2 klasifikasi hiperbilirubin yaitu, ikterus fisiologis dan ikterus patologis.
Diagnosa yang mungkin muncul pada neonatus dengan hiperbilirubin yaitu:
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek dari pototherapy
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
pototherapy
3. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan meningkatnya kadar
bilirubin toksis dan komplikasi berkenaan pototherapy
4. Gangguan temperature tubuh (hipertermia) berhubungan dengan
terpapar lingkungan panas

B. Saran
Berdasarkan hasil pengkajian banyaknya kelalaian dalam penanganan kasus
neonatus dengan hiperbilirubin, di harapkan kesadaran kembali tenaga
kesehatan agar bekerja lebih efektif dan maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Wong, Donna L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

24
Alimul, Hidayat A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta: Salemba

Medika.

Mercdante, Karen J, dkk. 2014. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial edisi keenam.

Singapore: Saunders Elsevier.

Rudolph, Abraham M, dkk. 2007. Buku Ajar Pediatri Volume 2 Edisi 20. Jakarta:

EGC.

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit edisi 6.

Jakarta: EGC.

Anita, dkk. 2014. Asuhan Kebidanan Neonates Normal & Patologis. Tangerang

Selatan: Bina Rupa Aksara.

Price and Wilson. 2005. Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta:

EGC.

NANDA International Inc. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-


2017, edisi 10. Jakarta: EGC.

Nursing Outcomes Classification (NOC) edisi kelima. 2016. Singapore: Elsevier

Nursing Interventions Classification (NIC) edisi keemam. 2016. Singapore: Elsevier

25

Anda mungkin juga menyukai